Anda di halaman 1dari 10

Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

NOTULENSI
Acara : Rapat Revisi Juknis Penilaian Angka
Kredit Jabatan Fungsional Perencana
Hari/Tanggal : Selasa/13 April 2010
Waktu : 10.30 s/d selesai
Tempat : Ruang Rapat Kapusbindiklatren Bappenas
Peserta Rapat : 1. Dr. Ir. Dida Heriyadi Salya, MA;
2. Ir. Ferrerius Sugiono, MSc;
3. Dr. Herry Darwanto;
4. Reghi Perdana, SH, LLM;
5. Wildawati, SH, M.Si;
6. Myda Susanti, S.Kom, MMSi;
7. Dr. Guspika, MBA;
8. Hariyanto, SE, MA;
9. Dra. Zamilah Chairani, MSi;
10. Drs. Hari Nasiri, M.Com;
11. Meily Djohar, SH, MBA;
12. Drs. Edy Purwanto, MA;
13. Wiwit Kuswidiati, SS, MA;
14. Wahyu Pribadi, S.Pt, MT, MA;
15. Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA;
16. Sugiyanti, S.Sos, MAP;
17. Yuliarni, S.Sos;
18. Karyoto, S.Sos;
19. Dwi Harini Septaning Tyas, SE;
20. Rose Pandanwangi, SE;
21. Jajang Muhari.

Notulis : Wahyu Ris Indarko

Pada hari ini Selasa, tanggal 13 April 2010 diselenggarakan Rapat


Revisi Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit bagi Jabatan Fungsional
Perencana, sebagai pemimpin rapat adalah Dr. Ir. Dida Heriyadi Salya,
MA (Plt. Kapusbindiklatren-Bappenas) dan Ketua Pelaksananya: Drs.
Hari Nasiri, M.Com (Kepala Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional

-1-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

Perencana, Pusbindiklatren – Bappenas). Pelaksanaan Rapat tersebut


sebagai berikut:

I. SESI PEMAPARAN
Pada kesempatan ini, Drs. Hari Nasiri, M.Com memaparkan
materi rapat hari ini tentang Perubahan atas Kep Meneg PPN/Ka
Bappenas Nomor: 235/M.PPN/04/2002, tentang Petunjuk Teknis
Penilaian Angka Kredit Perencana, yang isinya adalah: (1) Pendahuluan;
(2) Kegiatan yang dapat dinilai dan diberikan angka kredit; (3) Komposisi
presentasi angka kredit. Sedangkan materi tentang perubahannya,
atara lain:

1. Penambahan Gelar Pada S2 Linkage Program


Perencana yang memperoleh tambahan gelar /ijazah S2/S3 ganda
(double degree) sebagai akibat program pendidikan yang diselenggarakan
da bersifat saling pengakuan terhadap kredit transfer yang berlaku
maka ijazah yang diakui sebagai angka kredit adalah satu sehingga
hanya memperoleh AK sebesar 50.
Sebagai contoh: Muhsidin, S.Sos, seorang Perencana Pertama,
memperoleh tugas belajar dan mendapatkan tambahan gelar ganda S2
karena program double degree (linkage) yaitu MAP dan MSc, karena
program tersebut merupakan satu kesatuan maka yang bersangkutan
hanya memperoleh AK sebesar 50 sebagai akibat memperoleh gelar S2.

2. Komposisi Prosentase Angka Kredit

a. Bagi Perencana yang akan naik pangkat/jabatan pertama kali setelah


yang bersangkutan memangku Jabatan Fungsional Perencana, angka
kredit yang diperlukan sekurang-kurangnya adalah selisih dari angka
kredit yang diperlukan angka kredit komulatif minimal yang
diperlukan untuk naik pangkat/ jabatan setingkat diatasnya.

Contoh:
A adalah seorang PNS dengan pangkat/golongan ruang Penata Muda
(III/a) yang diangkat menjadi Perencana Pertama dengan Angka
Kredit 106 yang terdiri dari sub unsur Pendidikan. Untuk naik
pangkat berikutnya yang bersangkutan harus mengumpulkan angka
kredit sekurang-kurangnya 50 angka kredit yang merupakan selisih
dari nilai komulatif minimal untuk Perencana Pertama golongan III/b
(150 AK) dengan Perencana Pertama III/a (100 AK).
B adalah seorang PNS dengan gelar S2 dengan Pangkat/golongan
ruang Penata (III/c), yang diangkat menjadi Perencana Muda dengan
angka kredit 253. AK tersebut terdiri dari 153 dari pendidikan, 48
dari kegiatan perencanaan, 12 dari kegiatan pengembangan profesi,

-2-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

dan 40 dari kegiatan penunjang. Untuk naik pangkat setingkat lebih


tinggi Penata Tk. I (III/d) yang bersangkutan harus memiliki angka
kredit minimal 300 AK sehingga AK yang harus dipenuhi adalah
selisih dari 300 dikurangi 253 yaitu = 47 AK.
b. Untuk kenaikan pangkat/jabatan berikutnya, angka kredit yang
diperlukan sekurangnya telah memenuhi angka kredit minimal untuk
naik pangkat/jabatan setingkat diatasnya. Sebagai contoh: Si Badu
adalah Perencana Muda golongan III/d dengan Angka Kredit 322
yang terdiri dari Pendidikan dengan angka kredit 153, Kegiatan
Perencanaan dengan angka kredit 35, Pengembangnan Profesi
dengan angka kredit 75, dan Unsur Penunjang dengan angka kredit
59. Untuk naik pangkat, Sdr. Badu harus memenuhi = 400 AK
komulatif yang terdiri dari:
- Kegiatan Perencanaan sekurang-kurangnya = 96 AK
- Pengembangan Profesi sebanyak-banyaknya = 224 AK
- Unsur Penunjang sebanyak-banyaknya = 80 AK
Kemudian mengusulkan penetapan angka kredit sebesar = 120 AK
dengan perincian sebagai berikut:
- Pendidikan = 5 AK
- Kegiatan Perencanaan = 65 AK
- Kegiatan Pengembangan Profesi = 30 AK
- Unsur Penunjang = 20 AK
Berdasarkan penilaian yang dilakukan, angka kredit komulatif yang
diperoleh adalah = 442 AK yang terdiri dari:
- Pendidikan = 158 AK
- Kegiatan Perencanaan = 100 AK
- Kegiatan Pengembangan Profesi = 105 AK
- Unsur Penunjang = 79 AK
Berdasarkan hasil penetapan angka kredit yang ada, maka Sdr. Badu
mempunyai kelebihan angka kredit dari kegiatan perencanaan
sebesar = 4 AK, karena sekurang-kurangnya untuk naik pangkat Sdr.
Badu memerlukan AK kegiatan perencanaan sebesar = 96 AK.

II. SESI TANYA JAWAB DAN MASUKAN


Masukan, komentar, dan pertanya dalam rapat Revisi Juknis
Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Perencana, antara lain:
1. Dr. Ir. Dida Heriyadi Salya, MA
Untuk Powerpoint yang kerjakan oleh staf Bappenas diakui sebagai
makalah atau tidak? Dan bagaimana cara menilainya?
Masih belum ada kesepakatan dengan apa yang dinamakan produk
Perencanaan itu?

-3-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

Dalam Kep Men PPN/Ka. Bappenas No.: 235/M.PPN/04/2002,


tentang Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana pada
butir (2), 1 s/d 6, apakah memenuhi salah satu unsur atau kedua-
duanya? Sedangkan di Bappenas minimal 2 unsur.
Untuk pemilihan data skunder harus diatur kembali.
Bagaimana dengan kegiatan perencanaan dan pengembangan
profesi?
Untuk hasil pekerjaan notulen rapat, laporan-laporan yang sifatnya
periodik (mingguan, bulanan dan tahunan), sebagai contoh:
Laporan periodik Harga Komoditi, laporan ini sama formatnya,
hanya yang berubah pada angka-angkanya saja. Apakah ini bisa
dinilai atau mendapatkan angka kredit?
Sedangkan makalah-makalah/naskah-naskah yang dimuat di
majalah, media perencanaan, kalau isinya: bersifat ilmiah = 6 AK,
popular = 4 AK, dan belum diterbitkan = 2.5 AK.
2. Ir. Ferrerius Sugiono, MSc
Dalam merumuskan tujuan, maka tujuan yang lama harus diganti
dengan tujuan yang baru, sehingga memang benar-benar direvisi
dan bukan hanya di copy paste dalam pengerjaan revisi ini.
Kep Men PPN/Ka. Bappenas Nomor: 235/M.PPN/04/2002, tentang
Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana, terdapat
kerancuan dan harus di revisi. Dalam merevisi ini, harus
melibatkan Biro Hukum Bappenas dan pelaksanaan revisi ini dibagi
menjadi: (1) Umum; (2) Perencanaan; dan (3) Pengembangan Profesi.
Dalam pembentukan tim revisi ini, harus dihadapkan dari yang
lama dengan yang baru (menggunakan matriks). Untuk pelaksana-
an revisi, secara administrasi dilaksanakan oleh Pusbindiklatren,
sedangkan anggotanya dari JFP yang lain. Dalam merevisi/
menambahkan pada item Perencanaan dan Pengembangan Profesi
harus dilakukan secara detail, jangan hanya melihat yang minor-
minornya, karena hal ini menyangkut kepentingan nasional.
3. Dr. Ir. Dida Heriyadi Salya, MA
Dalam melakukan revisi Kep Men PPN/Ka. Bappenas Nomor:
235/M.PPN/04/2002, tentang Petunjuk Teknis Penilaian Angka
Kredit Perencana ini, jangan sampai terjadi kehilangan inter-
prestasi, namun demikian caranya diserahkan oleh pelaksanaannya
masing-masing.
4. Dr. Herry Darwanto
Untuk melakukan revisi Kep Men PPN/Ka. Bappenas Nomor:
235/M.PPN/04/2002, tentang Petunjuk Teknis Penilaian Angka
Kredit Perencana, jangan sampai sia-sia. Hal ini harus tercatat

-4-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

sebagai masukan-masukan yang diberikan dan menggunakan


matriks dengan pola pembagiannya menjadi 3 (tiga) kolom, yaitu: (1)
Kolom peraturan yang lama; (2) Kolom peraturan yang baru; dan (3)
Kolom penjelasannya.
Setiap rapat harus ada proses notulensi, agar masukan-masukan
hasil rapat yang lama dapat menjadi acuan pada pembahasan rapat
yang berikutnya.
Apabila sudah selesai merevisi Kep Men PPN/Ka. Bappenas Nomor:
235/M.PPN/04/2002, tentang Petunjuk Teknis Penilaian Angka
Kredit Perencana, maka harus di konsultasikan kehadapan publik
dahulu sebelum ditandatangini oleh Menneg PPN/Kepala Bappenas,
dalam hal ini, banyak sekali masukan-masukan dari publik.
5. Dr. Guspika, MBA
Dalam menambahkan atau merevisi Kep Men PPN/Ka. Bappenas
Nomor: 235/M.PPN/04/2002, tentang Petunjuk Teknis Penilaian
Angka Kredit Perencana, secara mendalam, maka akan memakan
waktu yang lama, karena harus diadakan konsultasi publik terlebih
dahulu.
Pada kegiatan tersebut di atas, harus ada dasar hukum yang
tercermin dalam surat keputusan bersamaan dengan proses pelak-
sanaan revisi ini.
Harus membuat peraturan internal di setiap instansi yang tidak
bertentangan dengan peraturan nasional. Sedangkan karaktristik
dari instansi masing-masing itu berbeda-beda, untuk itu peraturan
yang dibentuk dapat disesuaikan dengan karaktristik di instansi
masing-masing. Sebagai ilustrasi adalah pada setiap kabupaten/
kota mempunyai karakteristik berbeda dalam melakukan suatu
pekerjaan kegiatan perencanaan. Untuk itu, dalam peraturan yang
dibentuk secara internal tidak berbeda atau bertentangan dengan
peraturan yang telah terbentuk secara nasional.
6. Wildawati, SH, M.Si
Untuk persyaratan mengikuti Diklat apakah bebas komposisinya?
(pada halaman Buku Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Fungsional Penjenjengan Perencana).
7. Dr. Ir. Dida Heriyadi Salya, MA
Badan Kepegawaian Negara (BKN) menginginkan komposisinya
adalah komulatif keseluruhan atau komulatif tambahan. Dalam hal
ini, Tim Penilai Bappenas menemui kejanggalan-kejanggalan.
Untuk yang baru pertama kali menjadi JFP tidak perlu menerapkan
komposisi tersebut.

-5-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

8. Dr. Guspika, MBA


Hanya satu pasal untuk menjelaskan dan menerangkannya dengan
menggunakan ilustrasi. Dalam penilaian angka kredit dokumen
yang di nilai harus terdiri dari butir-butir kegiatan.
Perencanaan yang dilakukan oleh seorang perencana, apakah boleh
satu persatu atau secara parsial?
9. Ir. Ferrerius Sugiono, MSc
Seharusnya dalam melakukan perumusan perencanaan harus
sama, walaupun disiplin ilmunya berbeda-beda. Harus diberi
ilustrasi pada perumusan perencanaan dengan disiplin ilmu yang
berbeda itu. Sebagai contoh: seorang yang berdisiplin ilmu teknik
dengan sosial dalam perumusan perencanaan harus sama, walau-
pun teknik mendapatkan hasil dari perencanaan itu berbeda-beda.
Mulai dari Identifikasi masalah, perumusan kebijakan, dan
pengendalaian alternatif pelaksanaan sebagai bentuk dalam sebuah
laporan.
10. Reghi Perdana, SH, LLM
Beberapa komentar dalam rapat revisi tentang Juknis Penilaian
Angka Kredit, antara lain:
a. Legal Formal, sesuai dengan UU Nomor 10 mengenai mayor dan
minor;
b. Subtansi, untuk persoalan yang mayor sebagai contoh pada
halaman 6 (Buku: Peraturan-Peraturan JFP terbitan 2009); BAB
III Unsur dan Sub Unsur Kegiatan Pasal 5 point b (1) Identifikasi
Permasalahan, pada proses selanjutnya dibentuk tim untuk
merumuskan masalah dan dituangkan dalam matriks yang
berupa kolom-kolom. Dalam kolom-kolom ini memuat: (1) Kolom
peraturan yang lama; (2) Kolom peraturan yang baru; dan (3)
Kolom penjelasannya; (4) Kolom masukan dari Fokus Group
Discusion (FGD);
c. Dalam penulisan surat keputusan harus disertakan ahli bahasa
yang dapat diambil dari luar Bappenas.
11. Myda Susanti, S.Kom, MMSi
Ada beberapa hal yang perlu disampaikan berkaitan dengan
perubahan atas Petunjuk Teknis Penilain Angka Kredit Perencana.
(a) Pada halaman 1 (satu) Romawi II (dua), point A. Unsur Kegiatan
Utama, sub point (a) pada bukti fisik, point (1) Fotocopy Surat
Ijin Tugas Belajar dari instansi yang bersangkutan. Dalam hal ini

-6-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

sebaiknya tidak diperlukan, hal tersebut disebabkan: (i) tidak


semua pegawai tugas belajar dari instansi, sehingga tidak ada
surat ijin tugas belajar; (ii) untuk keperluan tersebut di atas
hanya cukup dengan membuktikan ijasah yang diperoleh dan
sudah di legalisir. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, ijin
tugas belajar dari instansi sebaiknya tidak diperlukan karena
dalam konteks pengusulan Angka Kredit (AK), cukup dibuktikan
dengan fotocopy ijasah yang sudah terlampir;
(b) Pada halaman 3 point (5) dan contoh point (5) tersebut telah
mengakomodir dari hasil konsinyering tim penilai angka kredit,
bahwa gelar yang diperoleh dari hasil studi program double
degree dalam perhitungannya dihitung dalam 1 (satu) paket
gelar, yaitu 50 AK;
(c) Halaman 3 (tiga) pada item b dalam hal Jumlah dan Pelajaran
dan Angka Kredit (AK) terdapat point a s/d f, sebaiknya
ditambah point lagi yang berbunyi: Kurang dari 30 jam (< 30
jam), hal seperti ini disebabkan karena adanya kegiatan-
kegiatan, seperti: workshop, seminar, dan diklat teknis yang
dilaksanakan kurang dari 30 jam. Sebagai contoh: Diasumsikan
1 (satu) hari = 9 jam dalam pelaksanaan Diklat, seminar atau/
dan workshop (Diklat dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul
17.00). Sementara itu di Bappenas sendiri banyak dilakukan
pelatihan-pelatihan, seperti: training/workshop/diklat teknis
lainnya yang pelaksanaannya memakan waktu 1 (satu) hari s/d
3 (tiga) hari kerja dengan jam pelajaran (jampel) antara 9 jampel
s/d 27 jampel. Dengan demikian, pelatihan yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan di atas tidak memenuhi kreteria dari
jampel yang sudah menjadi peraturan di atas. 27 jampel kurang
dari 30 jampel. Jadi pelatihan-pelatihan yang sudah
dilaksanakan sebanyak 27 jampel tidak bisa dimasukan ke
dalam angka kredit. Dengan demikian sangat disayangkan;
(d) Halaman 4 pada contoh dalam penulisan pangkat IIIC dalam
konsep perubahan tersebut, seharusnya ditulis menggunakan
angka 3 (tiga) Romawi, lalu garis miring, dan huruf c
menggunakan huruf kecil. Pada halaman 5, paragraph 2 dalam
penulisan pangkat IVB, cara penulisannya sama dengan di atas;
(e) Halaman 5 item a, pada sub unsur Identifikasi Masalah, sub
item 1) pada bukti fisik: hasil penyusunan disain, dst., …
”seharusnya ditambah kata “Laporan Tertulis Berisi” hasil
penyusunan desain, dst., …” Sebagai masukan hal demikian
berlaku juga untuk semua bukti fisik yang serupa;
(f) Halaman 6 (enam) nomor 6) Pemasukan Data, ada beberapa hal
yang perlu diketahui, sebagai berikut: (i) Bukti Fisik: “… proses

-7-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

pemasukan data …” harus lebih kongkrit dalam hal ini, bukti


fisik yang diajukan serta perlu dicontoh adalah tampilan data
tersebut; (ii) Bukti Fisik: “… dalam bentuk disket …” mungkin
perlu ditambah” (dalam bentuk disket/CD/print out cetak). Pada
nomor 7) Bukti Fisik yang dijelaskan kurang kongkrit dan bias
dengan nomor 6). Dalam hal ini pada pemasukan data harus
lebih dijelaskan, sehingga lebih kongkrit bukti fisik yang
diajukan dalam mentabulasikan data dan harus dijelaskan
sebagai contoh dan bukti tampilannya;
(g) Pada halaman 7 nomor 9) Mereview Kelengkapan Data. Bukti
Fisik yang dijelaskan kurang kongkrit dan bias dengan nomor 6
dalam memasukan data, nomor 7 dalam mentabulasikan data,
dan nomor 8 dalam mengolah data, dalam hal ini harus
dijelaskan lebih kongkrit mengenai bukti fisiknya serta perlu
contoh dan tampilannya. Pada nomor 10) Pembuatan Diagram
dan Tabel, bukti fisik yang dijelaskan kurang kongkrit dan bias
dengan nomor 6) dalam memasukan data, nomor 7) dalam
mentabulasikan data, nomor 8) dalam mengolah data, dan
nomor 9) dalam menginterview kelengkapan data. Dalam hal ini
harus dijelaskan lebih kongkrit mengenai bukti fisiknya dan
diperlukan contoh-contohnya;
(h) Pada Unsur Perencanaan, mungkin perlu ditambah butir
kegiatan dan angka kreditnya untuk ruang lingkup dan
kesimpulan;
(i) Pada halaman 29, point 3) Karya Tulis/Karya Ilmiah berupa
tinjauan atau tulisan ilmiah hasil gagasan sendiri dalam bidang
perencanaan yang tidak dipublikasikan pada sub point a)
Penjelasan sudah mengakomodir pada kesepakatan rapat
tim penilai, dalam hal ini karya tulis berbentuk buku yang
tidak dipublikasikan dapat dinilai jika digunakan sebagai
referensi diklat, skripsi/thesis/disertasi atau digunakan
sebagai bahan diskusi dalam suatu seminar/lokakarya
bidang perencanaan pembangunan, dengan bukti fisik: buku,
notulensi dan daftar hadir seminar/lokakarya;
(j) Halaman 30, point 5) Menyampaikan prasaran berupa tinjauan
gagasan atau usulan ilmiah dalam pertemuan ilmiah di bidang
Perencanaan dalam bukti fisik, ada hal yang perlu diperhatikan,
antara lain: (i) Bukti Fisik: Makalah yang diseminarkan,
notulensi dan daftar hadir peserta, sebaiknya tidak perlu
notulensi, karena antara makalah itu sendiri dengan notulensi
yang dibuat tidak jauh berbeda secara subtansi dan makalah
mempunyai nilai lebih daripada notulensi; (ii) Apakah
diperbolehkan, jika bukti fisiknya hanya menggunakan surat/
memo undangan atau disposisi atasan?

-8-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

(k) Pada halaman 34 item B. Unsur Penunjang Kegiatan


Perencanaan point 2), diusulkan: Dalam peran sebagai notulen
dalam hal ini apakah mendapat angka kredit? Sebagai contoh:
AK = 1 atau 0,5 dengan pembuktian surat penugasan/sertifikat;
(l) Halaman 38 point D (1) paragraph, RALAT: Contoh: kalimat
terakhir “… dengan Perencana Pertama III/a (150), “seharusnya
III/a (100)”, pada point D salah pencantuman angka kreditnya
karena dari contoh awal sudah disebutkan AK = 253 maka
paragraph 3: “… selisih dari 300 dikurangi 259 yaitu 41 AK”.
Seharusnya “… selisih dari 300 dikurangi 253, yaitu 47 AK.
12. Ir. Ferrerius Sugiono, MSc
Untuk Pengembangan Profesi Perencana dalam penilaian angka
kredit Perencana yang dinilai adalah profesi nya, bukan Diklatnya.
13. Wildawati, SH, M.Si
Dalam melakukan Penilaian Angka Kredit pada halaman 4 berkas
perubahan atas petunjuk teknis penilaian angka kredit Perencana
harus berdasarkan Kep Menneg PPN/Kepala Bappenas tentang
Standard Opersi Prosedur (SOP).
14. Myda Susanti, S.Kom, MMSi
Pada halaman 6 (buku hijau) harus di revisi disket diganti menjadi
softcopy.
Untuk bukti fisik pengolahan data harus dilampirkan, bukan hanya
layout nya saja yang diserahkan untuk dinilai.
Pada halaman 30 berkas (konsep) perubahan atas Petunjuk Teknis
Penilaian Angka Kredit Perencana mengenai menyampaikan
prasarana berupa tinjauan gagasan dan usulan ilmiah dalam
pertemuan ilmiah di Bidang Perencanaan (AK 2.5 untuk semua
jenjang).
Pertemuan ilmiah dimaksud adalah pertemuan internal/eksternal
yang menggunakan metode pembahasan sistematis sesuai dengan
prinsip-prinsip dan proses perencanaan dan sekurang-kurangnya
dihadiri oleh 10 peserta AK sebesar 2.5 diberikan untuk setiap
makalah (gagasan) yang diseminarkan dalam peraturan ilmiah di
Bidang Perencanaan.
Bukti fisik yang akan dinilai adalah makalahnya sedangkan
notulensi tidak perlu dilampirkan.
Halaman 33 berkas (konsep) perubahan atas Petunjuk Teknis
Penilaian Angka Kredit Perencana, Item B. Unsur Penunjang
Kegiatan Perencanaan point (2) Sub Unsur Mengikuti Seminar/
Lokakarya di Bidang Perencanaan Pembangunan. Perencana yang

-9-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perencana

mengikuti seminar diberikan angka kredit. Apabila yang


bersangkutan berperan sebagai peserta, pemrasaran, pembahas,
narasumber atau moderator. Namun frekuensi sebagai peserta
seminar/lokakarya dibatasi hanya 2 (dua) kali dalam satu tahun.
Bukti fisiknya adalah Sertifikat dari Penyelenggara Seminar.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas seorang perencana yang
mengikuti seminar/lokakarya dan membuat notulen dan hasil dari
notulen itu dituangkan ke dalam tulisan perencanaan, maka akan
mendapat angka kredit juga.
15. Ir. Ferrerius Sugiono, MSc
Untuk Bapak Guspika, kalau perlu diadakan studi banding ke
daerah mengenai JFP yang sudah baik pelaksanaannya, sebagai
contoh: Pemda Provinsi Jawa Barat dan Pemda Provinsi Jawa
Timur.

-10-
Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Anda mungkin juga menyukai