Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DISRITMIA

Oleh :
IRMA SURYANI
4115006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2016

Gangguan Irama Jantung


(Disritmia)
A. Definisi
Disritmia adalah kelainan denyut jantung yang melipiti gangguan
frekuensi atau irama atau keduanya atau bisa di definisikan dengan
menganalisa gelombang EKG. Disritmia dinamakan berdasarkan pada
tempat dan asal impuls dan mekanisme hantaran yang terlibat. Misalnya
disritmia yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya
lambat dinamakan sinus bradikardia. Ada empat kemungkinan tempat asal
disritmia, yaitu nodus sinus, atria, nodus AV atau sambungan, dan
frentrikel. Gangguan mekanisme hantaran yang mungkin dapat terjadi
meliputi bradikardi, takikardi, flutter, fibrilasi, denyut prematur, dan
penyekat jantung (Kaplan, 2010).
Disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Norman,
2011).
Disritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran
impuls (Norman, 2011).
B. Etiologi
Etiologi disritmia dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1. Peradangan jantung, misalnya demam rematik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
2. Gangguan sirkulasi koroner (arterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti
aritmia lainnya.
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung.
6. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis).
7. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
8. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.

9. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem


konduksi jantung).
Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan
berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
1. Irama abnormal dari pacu jantung
2. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
3. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls
melalui jantung.
4. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
C. Jenis-Jenis Disritmia
1. Disritmia nodus sinus
a) Sinus Takikardi
Meningkatnya aktivitas nodus sinus, gambaran yang
penting pada EKG adalah: laju gelombang lebih dari 100 kali per
menit, irama teratur dan ada gelombang P tegak di sandapan I, II dan
aVF..
Takiakardiasinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan
oleh :

Demam, Kehilangan darah akut, Anemia, Syok, Gagal

jantung kongestif, Nyeri, Keadaan hipermetabolisme, Kecemasan,


Simpatomimetika atau pengobatan parasimpatolitik.
Pola EKG Takikardia Sinus adalah sebagai berikut :

Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.


Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat
tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya;

interval PR normal.
Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.
Hantaran : Biasanya normal.
Irama : Reguler.

Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal


kecuali frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada
salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi
untuk sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan
disritmia lainnya. Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu
pengisian diastolic menurun, mengakibatkan penurunan curah
jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan darah
rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu
mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien
dapat mengalami edema paru akut. Penanganan takikardia sinus
biasanya

diarahkan

untuk

menghilangkan

penyebabknya.

Propranolol dapat dipakai untuk menurunkan frekwensi jantung


secara cepat. Propranolol menyekat efek serat adrenergic, sehingga
memperlambat frekwensi.
b) Sinus Bradikardi
Penurunan laju depolarisasi atrium. Gambaran yang
terpenting pada EKG adalah laju kurang dari 60 x per menit, irama
teratur, gelombang P tegak di sandapan I, II dan aVF.
Bradikardi sinus bisa disebabkan oleh : Stimulasi vagal,
Intoksikasi digitalis, Peningkatan tekanan intrakanial, Infark
miokard, Olahragawan berat, Orang yang mendapat pengobatan
(propanolol, reserpin, metildopa), Pada keadaan hipoendokrin
(miksedema, penyakit adison, panhipopituitarisme), Pada anoreksia
nervosa, pada hipotermia, Setelah kerusakan bedah Nodus SA.
Berikut adalah karakteristik bradikardi :

Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit


Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval

PR normal
Kompleks QRS: biasanya normal
Hantaran: biasanya normal
Irama: reguler

Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus


normal, kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat
mengakibatkan

perubahan

hemodinamika

yang

bermakna,

sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau disritmia


ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan
frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung diakibatkan
oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat
buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus
diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Bila
pasien mengalami intoksikasi digitalis, maka digitalis harus
dihentikan. Obat pilihan untuk menangani bradikardia adalah
atropine. Atropine akan menghambat stimulasi vagal, sehingga
memungkinkan untuk terjadinya frekuensi normal.
2. Disritmia Atrium
a) Kontraksi Prematur Atrium
Impuls listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus
sinus menyebabkan kompleks atrium prematur, timbulnya sebelum
denyut sinus berikutnya. Gambaran EKG menunjukkan irama tidak

teratur, terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya dengan


gelombang P berikutnya.
Penyebab : Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol,
nikotin. Miokardium teregang seperti pada gagal jantung
kongestif , Stress atau kecemasan, Hipokalemia, Cedera, Infark,
dan Keadaaan hipermetabolik.
Karakteristik PAC :

Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.


Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang

berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.


Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atau tidak ada.
Hantaran : Biasanya normal.
Irama : Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P
akan terjadi lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak
akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.

Kontraksi atrium premature sering terlihat pada jantung


normal.

Pasien

biasanya

mengatakan

berdebar-debar.

Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekwensi denyut


nadi dan denyut apeksi) bisa terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak
diperlukan penatalaksanaan. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6
per menit) atau terjadi selama repolarisasi atrium, dapat
mengakibatkan disritmia serius seperti fibrilasi atrium. Sekali lagi,
pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.
b) Takikardi Atrium Paroksisma
Takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak
dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi,
tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau
alcohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan
dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi
dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri
koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal
jantung.
Dapat dicetuskan oleh : Stress, Tembakau, Kafein,
Kelelahan dan Pengobatan simpatomimetik atau alcohol.
Takikardi atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan
dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi
dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri
koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal
jantung.
Karakteristik PAT :

Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit


Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding
gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal
gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0, 12

detik).
Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami

distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran.


Hantaran : Biasanya normal.
Irama : Reguler.

Pasien biasanya tidak merasakan adanya PAT. Penanganan


diarahkan untuk menghilangkan penyebab dan menurunkan
frekwensi jantung. Morfin dapat memperlambat frekwensi tanpa
penatalaksanaan lebih lanjut. Tekanan sinus karotis yang dilakukan
pada satu sisi, akan memperlambat atau menghentikan serangan
dan biasanya lebih efektif setelah pemberian digitalis atau
vasopresor, yang dapat menekan frekwensi jantung. Penggunaan
vasopresor mempunyai efek refleks pada sinus karotis dengan
meningkatkan

tekanan

darah

dan

sehingga

memperlambat

frekwensi jantung. Sediaan digitalis aktivitas singkat dapat


digunakan. Propranolol dapat dicoba bila digitalis tidak berhasil.
Quinidin mungkin efektif, atau penyekat kalsium verapamil dapat
digunakan. Kardioversion mungkin diperlukan bila pasien tak
dapat mentoleransi meningkatnya frekwensi jantung.
8

c) Fluter Atrium
Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama
jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit.
Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat
tetapi terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa
impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih
normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda
penting dari disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium
yang dilepaskan 250 400 kali permenit akan mengakibatkan
fibrilasi ventrikel, suatu disritmia yang mengancam nyawa.
Kelainan ini karena re-entri pada tingkat atrium.
Depolarisasi atrium cepat dan gambarannya terlihat terbalik di
sandapan II, III dan aVF seperti gambaran gigi gergaji.
Karakteristik :

Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali

denyut per menit.


Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya

(misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya).


Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi
gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang
melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut
sebagai gelombang F.

Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu

hantarannya juga normal.


Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang
flutter.

Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atriuma


dalah sediaan digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus
AV, sehingga memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat
diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan
digitalis bersama dengan quinidin biasanya bisa merubah disritmia
ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain yang berguna adalah
penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic. Bila terapi
medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap
kardioversi listrik.
d) Fibrilasi Atrium
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak
terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan
dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung,
gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau
penyakit jantung congenital.
Fibrilasi atrium bisa timbul dari fokus ektopik ganda dan
atau daerah re-entri multiple. Aktivitas atrium sangat cepat,
sindrom sinus sakit.
Karakteristik :

10

Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut


permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200

denyut per menit.


Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas;
tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang

fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.


Kompleks QRS : Biasanya normal
Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai
oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak
berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka
impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon

ireguler
Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol.
Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran
pada nodus AV.

Penanganan diarahkan untuk mengurangi iritabilitas atrium dan


mengurangi frekwensi respons ventrikel. Pasien dengan fibrilasi
atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk mencegah
tromboemboli yang dapat terbentuk di atrium. Obat pilihan untuk
menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan pada
penatalaksanaan

PAT,

preparat

digitalis

digunakan

untuk

memperlambat frekwensi jantung dan antidisritmia seperti quinidin


digunakan untuk menekan disritmia tersebut.
3. Disritmia Ventrikel
a) Kontraksi Prematur Ventrikel
Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat
peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel. PVC bisa disebabkan
oleh : Toksisitas digitalis, Hipoksia, Hipokalemia, Demam,
Asidosis, dan Peningkatan sirkulasi katekolamin.
PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien
merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun,
demikian perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi

11

premature ini dapat menyebabkan disritmia ventrikel yang lebih


serius. Pada pasien dengan miokard infark akut, PVC bisa menjadi
precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan fibrilasi
ventrikel bila : Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit, Multi
focus atau berasal dari berbagai area di jantung, Terjadi
berpasangan atau triplet dan Terjadi pada fase hantaran yang peka.
Gelombang T memeprlihatkan periode di mana jantung
lebih berespons terhadap setiap denyut adan tereksitasi secara
disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai fase
yang peka.
Karakteristik :

Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.


Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal

dari ventrikel.
Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih
dari 0, 10 detik. Mungkin berasal dari satu focus yang sama
dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk

konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel.


Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan

penyambung dan atrium.


Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.

Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan


penyebabnya dan bila mungkin, dikoreksi. Obat anti disritmia
dapat dipergunakan untuk pengoabtan segera atau jangka panjang.
Obat yang biasanya dipakai pada penatalaksanaan akut adalah

12

lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin efektif untuk terapi


jangka panjang.
b) Bigemini Ventrikel
Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi
digitalis, penyakit artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini
mengacu pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur.
Karakteristik :

Frekwensi : Dapat terjadi pada frekwensi jantung

berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per menit.


Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat

tersembunyi dalam kompleks QRS.


Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan
kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda

kompensasi lengkap.
Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus
secara normal, namun PVC yang mulai berselang seling
pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke

jaringan penyambung dan atrium.


Irama : Ireguler

Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka


disebut trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini. Penanganan
bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang
sering mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab
ini harus disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel
akibat intoksikasi digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).

13

c) Takikardi Ventrikel
Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas
miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan
penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel.
Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai
keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama
cepat ini dan sangat cemas.
Irama ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel
mempunyai karakteristik sebagai berikut :

Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit


Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS;
bila terlihat, tidak slealu mempunyai pola yang sesuai
dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan

dengan kontraksi atrium.


Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama
dengan PVC- lebar dan aneh, dengan gelombang T terbalik.
Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal,

menghasilkan denyut gabungan.


Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan

hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium


Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia
ventrikel ireguler.

Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya


pasien bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab

14

iritabilitas miokard harus dicari dan dikoreksi segera. Obat


antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu dilakukan bila
terdapat tanda-tanda penurunan curah jantung.
d) Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan
tak efektif. Pada disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan
tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan
dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada
koordinasi antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan
kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi.
Karateristik :

Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.


Gelombang P : Tidak terlihat.
Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola yang
khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang

bergetar.
Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan
impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran tidak

terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.


Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola
yang khusus.
15

Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.

D. Pathway

16

17

E. Manifestasi Klinis
Kebanyakan manifestasi klien dengan aritmia tidak

disadari,

sehingga terdeteksi pada saat rasa yang tidak nyaman seperti berdebardebar, palpitasi, atau adanya denyut jantung yang berturut-turut bertambah
serta adanya irama denyut yang tidak teratur. Keadaan ini tidak terlalu
membahayakan,

jika tidak terjadi gangguan hemodinamik. Tetapi

manifestasi klinik pada klien dengan disritmia yang berbahaya adalah


klien merasakan nyeri dada, pusing, bahkan keadaan yang lebih serius
kemungkinan klien ditemukan meninggal mendadak. Hal itu dikarenakan
pasokan darah yang mengandung nutrient dan oksigen yang dibutuhkan
ke

jaringan

tubuh

tidak

mencukupi

sehingga

aktivitas/kegiatan

metabolisme jaringan terganggu. Adapun penampilan klinis klien sebagai


berikut:
a.

anxietas

b.

gelisah

c.

capek dan lelah serta gangguan aktivitas

d.

palpitasi

e.

nyeri dada

f.

vertigo, syncope

g.

tanda dan gejala sesak, crakles

h.

tanda hipoperfusi

F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan
elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holder : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan
untuk menentukan di mana disritmia disebabkan oleh gejala khusus
bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk
mengevalusasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada : dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.

18

4. Scan

pencitraan

miokardia

dapat

menunjukkan

area

iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi


normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5. Tes stress latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : peningkatan atau penurunan kalium, kalsium, dan
magnesium dapat menyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : dapat menyebabkan toksisitas abat jantung,
adanya obat jalanan, atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis,
quinidin, dll.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan/meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : peningggian dapat menunjukkan proses inflamasi
akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk
disritmia.
10. GDA/nadi

oksimetri

hipoksemia

dapat

menyebabkan/mengeksasernasi disritmia.
G. Penatalaksanaan
1. Masase Kritis
2. Obat anti aritmia
3. Pemasangan pacu jantung sementara
4. Penanganan menggunakan alat kejut listrik
5. Pembedahan hantaran jantung

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pasien dengan disritmia jantung dikaji melalui pengkajian riwayat,
dan fisik secara psikososial. Fokus utama pengkajian adalah pada
disritmia itu sendiri dan pengaruhnya terhadap curah jantung
(frekuensi jantung x volume sekuncup). Bila curah jantung berkurang,
maka jumlah oksigen yang mencapai jaringan dan organ vital akan
berkurang. Pengurangan oksigen tersebut menghasilkan tanda-tanda
yang berhubungan dengan disritmia. Riwayat pasien diambil untuk
menentukan adanya sinkop (pingsan), baik yang dahulu maupun

19

sekarang, kepala ringan, pusing, kelelahan, nyeri dada, dan berdebardebar. Salah satu atau semua gejala tersebut dapat terjadi bila curah
jantung berkurang.
Pengkajian fisik yang diambil dari riwayat pasien dilakukan untuk
menegakkan data dan untuk mengobservasi tanda-tanda pengurangan
curah jantung. Perhatian harus ditujukan pada kulit, yang dapat tampak
pucat dan dingin. Observasi tanda-tanda retensi cairan, seperti distensi
vena leher dan krekel serta wheezing di dada. Denyut jantung dikaji
pada apeks dan perifer untuk mengitung frekuensi dan irama. Ada atau
tidaknya denyut defisit harus dicatat. Jantung diauskultasi untuk
adanya suara tambahan, khususnya S3 dan S4 yang mencerminkan
penurunan compliance miokardium yang tampak dari pengurangan
curah jantung. Tekanan darah diukur dan tekanan nadi ditentukan.
Penurunan tekanan nadi menunjukkan pengurangan curah jantung.
Pengkajian secara terpisah tidak dapat mengungkapkan adanya
perubahan curah jantung; maka, perawat harus membandingkan secara
berulang pengamatan dari waktu ke waktu untuk mengetahui
perubahan yang sedikit saja.
a. Prioritas Keperawatan

Tidak terjadi penurunan cardiac output


Menghilangkan/mengontrol nyeri
Mencegah/meminimalkan terjadinya komplikasi
Membagikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan
pengobatan

b. Tujuan Pemulangan

Irama jantung normal


Meningkatkan kebutuhan tingkat aktivitas memenuhi kebutuhan

perawatan.
Bebas komplikasi
Proses penyakit/prognosis dan program terapeutik dipahami.

2. Rencana Asuhan Keperawatan

20

a) Diagnosa : Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung


berhubungan dengan

gangguan konduksi eliktrikal; penurunan

kontraktilitas miokardial.
Intervensi dan rasional :
Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat
frekuensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris.
Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal, atau deficit nadi.
Rasional : perbedaan frekuensi, kesamaan dan keteraturan nadi
menunjukkan efek gangguan curah jantung pada sirkulasi
sistemik/perifer.
Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adaya
denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
Rasional : disritmia khusus lebih jelas terdeteksi dengan
pendengaran dari pada dengan palpasi. Pendenganaran terhadap
bunyi

jantung

ekstra

atau

penurunan

mengidentifikasi disritmia pada pasien tak

nadi

membantu

terpantau.

Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi


jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/frekuensi nadi,
kesamaan, pernafasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat
kesadaran/sensori, dan hakuaran urine selama episode disritmia.
Rasional : meskipun tidak semua disritmia mengancam hidup,
penanganan cepat untuk mengakhiri disritmia diperlukan pada
adanya gangguan curah jantung dan perfusi jaringan.
Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi
aktivitas selama fase akut
Rasional : penurunan rangsang dan penghilangan stress akibat
katekolamin, yang menyebabkan/meningkatkan disritmia dan
vasokonstriksi serta meningkatkan kerja miokardia.
Demonstrasikan/dorong pemnggunaan perilaku pengbaturan
stress, contoh teknik relaksasi, bimbingan imajinasi, nafas
lambat/dalam
21

Rasional

meningkatkan

partisipasi

pasien

dalam

mengekluarkan beberapa rasa control dalam situasi penuh stress.


Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
Rasional : terjadinya disritmia yang mengancam, hidup
memerlukan upaya intervensi untuk mencegah kerusakan
iskemia/ kematian.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk
miokard, yang menurunkan iritabilitas yang disebabkan oleh
hipoksia.
Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioverter atau
defibrillator (AICD) bila diindikasikan
Rasional : alat ini melalui pembedahan ditanam pada pasien
dengan disritmia berulang yang mengancam hidup meskipun
diberi obat terapi secara hati-hati.

b) Kurang

pengetahuan

tentang

penyebab/kondisi

pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi


medis/kebutuhan terapi; tidak mengenal sumber informasi; kurang
mengungat
Intervensi dan rasional :
Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi eliktrikal
Rasional : memberikan dasar pengetahuan untuk memahami
variasi individual dan memahami alasan intervensi terapeutik
Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan
terapeutik pada pasien/orang terdekat
Rasional : informasi terus-menerus/baru dapat menurunkan
cemas sehubungan dnegan ketidaktahuan dan menyiapkan
pasien/orang terdekat. Pendidikan pada orang terdekat mungkin

22

penting bila pasien lansia, mengalami gangguan penglihatan


atau

pendengaran,

atau

tak

mampu

atau

tak

minat

belajar/mengikuti instruksi. Penjelasan berulang mungkin


diperlukan, karena kecemasan dan/atau hambatan informasi
baru dapat menghambat/membatasi belajar.
Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
Rasional : pacu sementara mungkin perlu untuk neningkatkan
pembentukan impuls atau menghambat takidisritmia dan
aktivitas ektopik supaya mempertahankan fungsi kardiovaskuler
sampai pacu spontan diperbaiki atau pacuan permanent
dikakukan.
Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan
berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas
cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.
Rasional : bila disritmia ditangani dengan tepat, aktivitas
normal harus dilakukan. Program latihan berguna dalam
memperbaiki kesehatan kardiovaskuler.

c) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan


Intervensi dan rasional :
Kaji

skala

nyeri

yang

komprehensif

meliputi

lokasi,

karakteristik, awitan/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau


keparahan nyeri, dan faktorpresipitasinya.
Rasional : Nyeri secara khas terletak subternal dan dapat
menyebar

keleher dan punggung. Namun ini berbeda dari

iskemia infark miokard. Pada nyeri ini dapat memburuk pada

23

inspirasi dalam, gerakan atau berbaring dan hilang dengan


duduk tegak/membungkuk
Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan mis:
perubahan posisi, masasage punggung,kompres hangat dingin,
dukungan emosional
Rasional : untuk menurunkan ketidaknyamanan fisik dan
emosional pasien.
Berikan aktivitas hiburan yang tepat
Rasional : mengarahkan perhatian, memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu
Berikan obat-obatan sesuai indikasi nyeri
Rasional : untuk menghilangkan nyeri dan respon inflamasi

d) Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan


Kaji respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : Dapat mempengaruhi aktivitas curah jantung
Pantau frekuensi jantung,TD, pernapasan setelah aktivitas
Rasional :Membantu menentukan derajat kompensasi jantung
dan pulmonal, penurunan TD, takikardi,disritmia dan takipneu
adalah indikatif dari kerusakan toleransi terhadap aktivitas
Pertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai
indikasi
Rasional : Meningkatkan resolusi inflamasi selama faseakut
dari perikarditis/endokarditis.

Bantu pasien dalam program latihan aktivitas

24

Rasional : Saat inflamasi/ kondisi dasar teratasi, pasien


mungkin mampu melakukan aktivitas yang diinginkan
e) Risiko terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
inadekuat suplay oksigen ke jaringan.
Selidiki nyeri dada,dispnea tiba-tiba yang disertai dengan
takipnea, nyeri pleuritik,sianosis pucat
Rasional : Emboli arteri. Mempengaruhi jantung dapat terjadi
sebagai akibat penyakit katup dan disritmia kronis.
Observasi ekstremitas terhadap edema, eroitema
Rasional : Ketidakaktifan/tirah baring lama mencetuskan stasis
vena, meningkatkan resiko pembentukan trombosis vena
Observasi hematuri
Rasional : Menandakan emboli ginjal
Perhatikan nyeri abdomen kiri atas
Rasional : menandakan emboli splenik

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 3. Jakarta: EGC.
Norman. 2011. Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I
Jakarta: EGC.
Kaplan. 2010. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai