Tumor Ginjal 2
Tumor Ginjal 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor ginjal merupakan tumor urogenitalia nomor tiga terbanyak setelah tumor
prostat dan tumor kandung kemih. Semakin meluasnya penggunaan ultrasonografi
abdomen sebagai salah satu pemeriksaan screening (penyaring) di klinik-klinik rawat
jalan, makin banyak diketemukan kasus-kasus tumor ginjal yang masih dalam
stadium awal.
Karsinoma sel renal adalah jenis kanker ginjal yang banyak ditemukan pada orang
dewasa. Wilms tumor atau nephroblastoma adalah jenis tumor yang sering terjadi
pada anak-anak di bawah umur 10 tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa.
Kira-kira 500 kasus terdiagnosa tiap tahun di Amerika Serikat. 75% ditemukan pada
anak-anak yang normal ; 25% nya terjadi dengan kelainan pertumbuhan pada anak.
Tumor ini responsive dalam terapinya, 90% pasien bertahan hidup hingga 5 tahun.
Di Amerika Serikat kanker ginjal meliputi 3% dari semua kanker, dengan rata-rata
kematian 12.000 akibat kanker ginjal pertahun. Kanker ginjal sedikit lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibanding wanita (2:1) dan umumnya terdiagnosa pada usia
antara 50 70 tahun, tapi dapat terjadi pada usia berapa saja juga. Tumor Wilms
merupakan sekitar 10% keganasan pada anak. Paling sering dijumpai pada usia 3
tahun dan 10% nya merupakan lesi bilateral.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,
patologi, gejala klinis, pemeriksaan dan terapi pada tumor ginjal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
terhadap aorta. Masing-masing vena renalis bermuara ke dalam vena cava inferior
(Keith, 2002).
Kedua glandula suprarenalis memiliki vaskularisasi yang amat luas melalui arteria
suprarenalis yakni cabang arteria phrenica inferior, melalui arteria suprarenalis
media (satu atau lebih) dari aorta abdominalis, dan melalui arteria suprarenalis
inferior dari arteria renalis. Darah dari masing-masing glandula suprarenalis
disalurkan keluar oleh vena suprarenalis yang besar dan seringkali banyak vena
kecil. Vena suprarenalis dextra yang pendek bermuara ke dalam vena cava inferior
sedangkan yang lebih panjag di sebelah kiri bersatu dengan vena renalis sinistra
(Keith, 2002).
Arteri untuk pars adominalis ureter biasanya berasal dari tiga sumber: arteria renalis,
arteria testicularis atau arteria ovarica dan aorta. Penyaluran balik darah dari kedua
ureter terjadi melalui vena testicularis atau vena ovarica. Pembuluh limfe ren
mengikuti vena renalis dan ditampung oleh nodi lmphoidei lumbales aortici.
Pembuluh limfe dari bagian kranial uereter dapat bersatu dengan yang berasal dari
ren atau langsung ditampung oleh nodi lymphoidei lumbales. Pembuluh limfe dari
bagian tengah ureter biasanya ditampung oleh kelenjar limfe sepanjang arteria iliaca
communis, sedangkan yang berasal dari bagian kaudal ditampung oleh nodi
lymphoidei iliaci interni (Keith, 2002).
Pembuluh limfe dari glandula suprarenalis berasal dari pleksus di sebelah dalam
capsula glandula suprarenalis dan dari pleksus di sebelah dalam medulla glandula
suprarenalis. Banyak pembuluh limfe keluar dari glandula suprarenalis ; terbanyak
pembuluh-pembuluh ini berakhir dalam nodi lymphoidei lumbales (Keith, 2002).
Saraf-saraf untuk ren dan ureter berasal dari plexus renalis dan terdiri dari serabut
simpatis dan parasimpatis. Serabut aferen plexus renalis berasal dari nervi
sphlanchnici thoracici. Kedua glandula suprarenalis dipersarafi secara luas dari
pleksus coeliacus dan nervi splanchnici thoracici (Keith, 2002).
2.2 FISIOLOGI GINJAL
Fungsi utama ginjal adalah sebagai organ pengatur dalam mengekskresi bahanbahan kimia asing tertentu (misalnya obat-obatan) hormon dan metabolit lain, tetapi
fungsi yang paling utama adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF
dalam batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana dengan mengubah ekskresi air
dan zat terlarut, kecepatan filtrasi yang tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini
dengan ketepatan tinggi. Pembentukan renin dan eritropoietin serta metabolisme
vitamin D merupakan fungsi nonekskretor yang penting. Sekresi renin berlebihan
yang mungkin penting pada etiologi beberapa bentuk hipertensi. Defisiensi
eritropoietin dan pengaktifan vitamin D yang dianggap penting sebagai penyebab
anemia dan penyakit tulang pada uremia.
Ginjal juga berperan penting dalam degradasi insulin dan pembentukan sekelompok
senyawa yang mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. Sekitar
20% insulin yang dibentuk oleh pankreas didegradasi oleh sel-sel tubulus ginjal.
Akibatnya penderita diabetes yang menderita payah ginjal membutuhkan insulin
yang jumlahnya lebih sedikit. Prostaglandin merupakan hormon asam lemak tidak
jenuh yang terdapat dalam banyak jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGI
dan PGE2 yang merupakan vasodilator potensial. Prostaglandin mungkin berperan
penting dalam pengaturan aliran darah ke ginjal, pegeluaran renin dan reabsorpsi
Na+. Kekurangan prostagladin mungkin juga turut berperan dalam beberapa bentuk
hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti-bukti yang ada sekarang ini masih kurang
memadai.
yaitu karsinoma sel transisional atau berasal dari sel epitel ginjal atau
adenokarsinoma, yaitu tumor Grawitz atau dari sel nefroblas, yaitu tumor Wilms.
a. Adenokarsinoma Ginjal
Definisi
Adenokarsinoma ginjal adalah tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari
tubulus proksimalis ginjal. Tumor ini merupakan 3% dari seluruh keganasan pada
orang dewasa. Tumor ini paling sering ditemukan pada umur lebih dari 50 tahun.
Penemuan kasus baru meningkat setelah ditemukannya alat bantu diagnosa USG
dan CT scan (Basuki, 2003).
Angka kejadian pada pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2 : 1.
Meskipun tumor ini biasanya banyak diderita pada usia lanjut (setelah usia 40
tahun), tetapi dapat pula menyerang usia yang lebih muda. Kejadian tumor pada
kedua sisi (bilateral) terdapat pada 2% kasus (Basuki, 2003).
Tumor ini dikenal dengan nama lain sebagai : tumor Grawitz, Hipernefroma,
Karsinoma sel Ginjal atau Internist tumor (Basuki, 2003). Serupa dengan sel korteks
adrenal tumor ini diberi nama hipernefroma yang dipercaya berasal dari sisa kelenjar
adrenal yang embrionik (Underwood, 2000).
Etiologi
Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab timbulnya adenokarsinoma ginjal,
tetapi hingga saat ini belum ditemukan agen yang spesifik sebagai penyebabnya.
Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat dengan timbulnya kanker ginjal.
Semakin lama merokok, dan semakin muda seseorang mulai merokok semakin
besar kemungkinan menderita kanker ginjal. Meskipun belum ada bukti kuat, diduga
kejadian kanker ginjal berhubungan dengan konsumsi kopi, obat-obatan jenis
analgetika dan pemberian estrogen (Basuki, 2003).
Yang diindikasikan sebagai faktor etiologi ialah predisposisi genetik yang
diperlihatkan dengan adanya hubungan kuat dengan penyakit Hippel-Lindau
(hemangioblastoma serebelum, angiomata retina dan tumor ginjal bilateral) suatu
kelainan herediter yang jarang (Underwood, 2000). Jarang ditemukan bentuk familial
yang mengikuti pola dominan autosomal. Insidens pada ginjal tapal kuda dan ginjal
polikistik pada orang dewasa lebih tinggi daripada ginjal normal (De Jong, 2000).
Patologi
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada di dalam
korteks, dan kemudian menembus kapsul ginjal. Beberapa jenis tumor bisa berasal
dari tubulus distal maupun duktus kolegentes. Biasanya tumor ini disertai dengan
pseudokapsul yang terdiri atas parenkim ginjal yang tertekan oleh jaringan tumor
dan jaringan fibrosa. Tidak jarang ditemukan kista-kista yang berasal dari tumor
yang mengalami nekrosis dan diresorbsi. Fasia Gerota merupakan barier yang
menahan penyebaran tumor ke organ sekitarnya (Basuki, 2003).
Pada irisan tampak berwarna kuning sampai oranye disertai daerah nekrosis dan
perdarahan (Underwood, 2000), sedangkan pada gambaran histopatologik terdapat
berbagai jenis sel, yakni: clear cell (30 40%), granular (9 12%), sarkomatoid,
papiler, dan bentuk campuran (Basuki, 2003). Yang paling sering adalah campuran
sel jernih, sel bergranula dan sel sarkomatoid (De Jong, 2000). Inti yang kecil
menunjukkan sifat ganas tumor. Sitoplasma yang jernih diakibatkan adanya glikogen
dan lemak. Disamping itu di beberapa kasus menunjukkan adanya eosinofilia atau
reaksi leukemoid dalam darah dan pada sebagian kecil penderita timbul amiloidosis.
Secara makroskopis ginjal terlihat distorsi akibat adanya massa tumor besar yang
Penyebaran
Setelah keluar dari kapsul ginjal tumor akan mengadakan invasi ke organ di
sekitarnya dan menyebar secara limfogen melalui kelenjar limfe para aorta.
Penyebaran secara hematogen melalui vena renalis ke vena kava kemudian
mengadakan metastasis ke paru (85%), hati (10%) dan bahkan pada stadium lanjut
menyebar ke ginjal kontralateral (Basuki, 2003).
Stadium
NWTS (National Wilms Tumor Study) membagi tingkat penyebaran tumor ini
(setelah dilakukan nefrektomi) dalam 5 stadium:
I. Tumor terbatas pada ginjal dan dapat dieksisi sempurna, tidak ada metastasis
limfogen (N0).
II. Tumor meluas keluar simpai ginjal dan dapat dieksisi sempurna mungkin telah
mengadakan penetrasi ke jaringan lemak perirenal, limfonodi para aorta atau ke
vasa renalis (N0).
III. Ada sisa sel tumor di abdomen yang mungkin berasal dari: biopsi atau ruptur
yang terjadi sebelum atau selama operasi (N+).
IV. Metastasis hematogen ke paru, tulang, atau otak (M+)
V. Tumor bilateral (Basuki, 2003).
Stadium penyebaran tumor menurut TNM
T Tumor primer
T1 Unilateral permukaan (termasuk ginjal) <80>80 cm2
T3 Unilateral ruptur sebelum penanganan
T4 Bilateral
N Metastasis limf
N0 Tidak ditemukan metastasis
N1 Ada metastasis limf
M Metastasis jauh
M0 Tidak ditemukan
M+ Ada metastasis jauh (De Jong, 2000).
Gambaran Klinis
Biasanya pasien dibawa ke dokter oleh orang tuanya karena diketahui perutnya
membuncit, ada benjolan di perut sebelah atas atau diketahui kencing berdarah.
Pada pemeriksaan kadang-kadang didapatkan hipertensi, massa padat pada perut
sebelah atas yang kadang-kadang telah melewati garis tengah dan sulit digerakkan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen terdapat massa padat pada perut
(retroperitonial) sebelah atas yang dalam hal ini harus dibedakan dengan
neuroblastoma atau teratoma (Basuki, 2003). Presentasi klinis yang sering adalah
adanya massa dalam abdomen. Gambaran klinis awalnya dapat sebagai hematuria.
Nyeri abdomen dan obstruksi intestinal (Underwood, 2000).
Pemeriksaan PIV, tumor Wilm menunjukkan adanya distorsi sistem pelvikalis atau
mungkin didapatkan ginjal non visualized, sedangkan pada neuroblastoma terjadi
pendesakan sistem kaliks ginjal ke kaudo-lateral (Basuki, 2003).
Pemeriksaan
Tumor Wilms dikenal sebagai tumor yang radiosensitif. Akan tetapi radioterapi dapat
mengganggu pertumbuhan anak dan menimbulkan penyulit jantung, paru dan hati.
Oleh karena itu radioterapi hanya diberikan pada penderita dengan tumor yang
termasuk golongan patologi prognosis buruk atau stadium III dan IV. Jika ada sisa
tumor pasca bedah juga diberikan radioterapi (De Jong, 2000).
Tumor Wilms merupakan tumor yang kemosensitif terhadap beberapa obat anti
tumor, seperti aktinomisin D, vinkristin, doksorubisin, siklofosfamid dan sisplatin.
Biasanya kemoterapi diberikan prabedah selama 4 8 minggu. Dengan terapi
kombinasi seperti di atas dapat dicapai kelanjutan hidup lebih dari 90% dan bebas
penyakit 85%. Pada tumor bilateral, kelanjutan hidup 3 tahun adalah 80% (De Jong,
2000).
Prognosis
Tumor ini tumbuh dengan cepat dan agresif. Pada waktu didiagnosis telah
ditemukan penyebaran dalam paru. Kombinasi pengobatannya radioterapi,
khemoterapi dan pembedahan meningkatkan secara nyata prognosis penyakit ini.
Prognosis buruk menunjukkan gambaran histologik dengan bagian yang anaplastik,
inti yang atipik, hiperdiploidi dan banyak translokasi kompleks (De Jong, 2000).
c. Tumor Pelvis Renalis
Angka kejadian tumor ini sangat jarang. Sesuai dengan jenis histopatologinya tumor
ini dibedakan dalam dua jenis yaitu (1) karsinoma sel transitional dan (2) karsinoma
sel skuamosa. Seperti halnya mukosa yang terdapat pada kaliks, buli-buli dan uretra
proksimal, pielum juga dilapisi oleh sel-sel transitional dan mempunyai kemungkinan
untuk menjadi karsinoma transitional. Karsinoma sel skuamosa biasanya merupakan
metaplasia sel-sel pelvis renalis karena adanya batu yang menahun pada pelvis
renalis (Basuki, 2003).
Sebagian besar tumor renalis pada orang dewasa ialah karsinoma sel renalis,
dimana sisanya yang paling banyak (5-10%) karsinoma sel transitional yang berasal
dari urotelium pelvis renalis, karena pertumbuhannya ke dalam rongga kaliks pelvis,
tumor ini secara dini akan ditandai dengan adanya hematuria atau obstruksi
(Underwood, 2000)
Tumor ini sering menginfiltrasi dinding pelvis dan dapat mengenai vena renalis
(Underwood, 2000)
Etiologi
Ditemukan hubungan antara tumor ini dengan penyalahgunaan pemakaian obat
analgesik, dan terkena zat warna anilin yang digunakan pada pewarnaan, karet,
plastik dan industri gas. Beberapa penderita dilaporkan mendapat karsinoma sel
transisional beberapa tahun setelah menggunakan thorotrast, suatu -emiter, yang
digunakan pada pielografi retrograde (Underwood, 2000)
Gambaran Klinis
Yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah kencing darah (80%), kadangkadang disertai dengan nyeri pinggang dan teraba massa pada pinggang. Keadaan
tersebut disebabkan oleh massa tumor atau akibat obstruksi oleh tumor yang
menimbulkan hidronefrosis (Basuki, 2003).
Pada pemeriksaan PIV terdapat filling defect yang nampak seolah-olah seperti batu
radiolusen, tuberkuloma, atau hemangioma pada pielum ginjal. Untuk itu bantuan
ultrasonografi atau CT scan dapat membedakannya (Basuki, 2003).
Pemeriksaan sitologi urin dengan mengambil contoh urin langsung ke dalam pielum
melalui kateter ureter. Melalui alat ureterorenoskopi dapat dilihat langsung keadaan
pielum. Jika dicurigai ada massa pada pielum diambil contoh jaringan untuk
pemeriksaan histopatologi (Basuki, 2003).
Tumor sel transisional tumbuh berpapil-papil, serupa dengan tumor ureter dan
vesika urinaria. Sering ditemukan karsinoma sel transisional pada seluruh traktus
urinarius, yang sugestif adanya perubahan dari daerah urothelial. Bentuk papil tumor
memudahkan terjadinya kerusakan pada massa tumor bagian ujungnya, yang dapat
terlepaskan. Hal ini menyebabkan sel tumor yang atipik dapat dideteksi dalam urin
penderita, sehingga memungkinkan tumor ini didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
sitologi urin dan dilakukan screening (Underwood, 2000).
Dengan adanya batu pelvis, urothelium dapat mengalami metaplasia squamosa.
Telah diketahui bahwa terjadinya karsinoma skuamosa ada hubungannya dengan
terdapatnya batu dan infeksi kronis, tetapi dapat pula timbul langsung dari epitel
transisional. Secara makroskopik biasanya tumor ini berbentuk datar dan infiltaratif
dengan prognosisnya yang buruk (Underwood, 2000).
Terapi
Tumor ini kurang memberikan respon pada pemberian sitostatika maupun radiasi
eksterna. Terapi yang paling baik untuk tumor ini pada stadium awal adalah
nefroureterektomi dengan mengambil cuff dari buli-buli (Basuki, 2003).
Prognosis
Prognosisnya kurang baik, terutama pada penderita dengan tumor yang
berdiferensiasi buruk, dan tumor multipel sering ditemukan pada ureter dan vesika
urinaria.
BAB III
KESIMPULAN
1. Tumor jinak ginjal terdiri atas: hamartoma, fibroma renalis, adenoma korteks
benigna, onkositoma, hemangioma, tumor sel jukstaglomerular, lipoma dan
leiomioma
2. Tumor ganas ginjal terdiri atas: adenokarsinoma ginjal, nefroblastoma(tumor
wilms) dan tumor pelvis renalis
3. Diagnosa dini dalam penemuan tumor akan meningkatkan prognosisnya
4. Tumor jinak yang paling sering ditemukan adalah fibroma renalis
5. Adenokarsinoma ginjal merupakan 3% dari seluruh keganasan pada orang
dewasa
6. Tumor Wilms banyak ditemukan pada anak usia kurang dari 10 tahun, jarang
sekali pada orang dewasa
7. Tumor ganas pelvis renalis mempunyai prognosis yang buruk
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Wilms'_tumor
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/wilmstumor.html
http://www.meb.uni-bonn.de/cancer.gov/CDR0000062937.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Renal_cell_carcinoma
http://www.emedicinehealth.com/renal_cell_cancer/article_em.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Hamartoma
http://www.emedicine.com/Radio/topic484.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Oncocytoma
Kasper, et al. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC.
Jakarta
Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2
Edisi 6. EGC. Jakarta
Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-Dasar Urologi Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta
Underwood, JCE. 2000. Patologi Umum dan Sistemik Volume 2 Edisi 2. EGC.
Jakarta
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta