Anda di halaman 1dari 3

Berselancar dalam Ombak Perubahan

By: Eileen Rachman & Sylvina Savitri


Date: 15-Dec-2008

Viewed: 1031

Perubahan pusat kekuatan ekonomi, revolusi teknologi global seperti bio-teknologi


dan nano-teknologi, serta berubahnya peta industri dari global ke lokal atau
sebaliknya, membuat setiap orang mengumandangkan perubahan.

Pepatah kuno yang mengibaratkan perubahan bagaikan ombak, mengatakan: Yang


memberi kita ombak adalah Allah. Bagaimana kita bereaksi terhadapnya, adalah
pilihan manusia-nya sendiri-sendiri. Pada situasi di mana ombak perubahan
sebesar tsunami, terkadang manusia memang tidak mempunyai pilihan. Namun,
dalam kondisi ombak lain, kita mempunyai pilihan, untuk sekedar menunggu
redanya ombak, berenang mengikuti atau melawan ombak, atau berselancar dan
cerdik memilih ombak mana yang akan kita tunggangi.
Mereka yang jago berselancar dalam ombak perubahan, tentunya akan
membukukan cerita manis. Pada krisis tahun 1998, Garuda Food bahkan melakukan
diversifikasi, membeli serta memproduksi biskuit dan jelly secara sukses. Faisal
Basri, ekonom kondang telah mengingatkan kita tentang harga saham yang sedang
bagus-bagus-nya, yang kemungkinan bisa dicaplok oleh orang asing terlebih
dahulu, sementara kita, bangsa Indonesia bisa ketinggalan kereta dalam melihat
peluangnya. Lagi-lagi, kemampuan berselancar kita yang ditantang.
Menangkap Ombak, Mengambil Action

Dalam pembicaraan di pesta pesta,maupun pemberitaan di media, kita dikejutkan


oleh banyak sekali perubahan, bahkan saking banyaknya dan bertubi tubinya fakta,
kita terpukau dan hanya mengeleng-gelengkan kepala . Ada juga yang mampu
menganalisa dan segera menyimpulkan tren dan mengira-ngira apa yang akan terjadi.
Pertanyaannya, berapa orang yang kemudian membuat keputusan dan mengikutinya
dengan action plan? Apa yang akan saya lakukan untuk mengelola cash dan hutanghutang? Apa yang perlu diganti dalam rencana-rencana saya? Bagaimana saya
mempertahankan pelanggan saya?

Dalam kepanikan menghadapi krisis, saya melihat bahwa orang bisa saja majumundur secara ekstrim dalam mengambil keputusan. Padahal keputusan harus
diambil. Apakah order akan dibatalkan? Apakah kita akan melanggar komitmen
karena besarnya kerugian yang harus kita tanggung? Apakah kita berani rugi untuk
mempertahankan hubungan baik? Kapan pengorbanan akan membuahkan hasil? Dan,

yang juga sangat penting, Apakah kita menyadari untuk membedakan antara
keputusan yang berfokus pada keuntungan jangka pendek atau jangka panjang.

Isu yang sangat penting, yang justru sering terlupakan oleh kita semua adalah
menterjemahkan kebingungan dan ketidakjelasan yang sedang berlangsung ke dalam
sebuah keputusan dan tindakan yang akan diambil. Sebaliknya, tekanan yang tiba tiba,
dan mengejutkan, seringkali pula menyebabkan kita terlalu gegabah mengambil
keputusan. Tengok saja reaksi impulsif masyarakat terhadap perubahan nilai tukar
rupiah. Masyarakat yang tanpa pikir panjang merespons perubahan nilai tukar
rupiahlah yang justru mengakibatkan semakin goyang-nya nilai tukar tersebut.
Keseimbangan untuk memperoleh informasi akurat sebanyak-banyaknya, memahami
apa pengaruh dan dampaknya bagi perusahaan dan diri sendiri, dan kemudian melihat
peluang ke masa depan dan mengambil keputusan yang kongkrit hampir-hampir
adalah suatu seni. Bila kita tidak awas terhadap perubahan, kita ketinggalan.
Sebaliknya, bila kita bertindak terlalu jauh, kita bisa terkubur oleh persoalanpersoalan here and now di depan mata. ''You can't grow long-term if you can't eat
short-term . Di sinilah letaknya tantangan untuk menyeimbangkan keputusan jangka
pendek versus jangka panjang, menyeimbangkan upaya survival, sambil
merencanakan masa depan, serta memperhatikan baik pendekatan humanistik dan
holistik. Mencari keseimbangannya inilah yang sulit, meskipun kita bisa!
Waktunya Menggalang Kebersamaan

Seperti yang dikatakan Jack Welch : I don't like to use the word efficiency. It's
creativity. It's a belief that every person counts.' Kekuatan baru hanya bisa terbentuk
dengan menggalang kebersamaan, melakukan diskusi intensif untuk mendengarkan
isu-isu, bersama mempelajari tantangan dan peluang yang ada, membahas bersama
action-action untuk recovery, sehingga keluhan dan ketakutan bisa dirubah menjadi
komitmen dan optimisme. Dalam situasi inilah sesungguhnya ketrampilan mendengar,
berdiskusi, ber-brainstorming paling dibutuhkan. Orang-orang pintar di dalam
kelompok juga perlu dimanfaatkan agar kita bisa mempertajam kemampuan untuk
mengetes asumsi, mengelola keluhan, membaca feedback dan melihat peluang..
Rasa takut dan perasaan tidak nyaman yang dirasakan anggota kelompok adalah
sinyal-sinyal yang perlu ditangkap dan dipelajari. Pada saat ini feedback, walaupun
menyakitkan juga sangat berguna untuk menjawab:so what? dari gejala-gejala yang
terjadi. Inilah saat yang tepat untuk membentuk alignment yang kuat di dalam,
sambil bersama-sama memandang jauh keluar.
Fleksibilitas di atas Kompleksitas

Mempersiapkan masa depan dalam situasi penuh tekanan, sambil menjaga kestabilan,
memang memerlukan stamina, bukan saja intelektual tetapi juga emosional. Kita
harus meletakkan ekstra fokus pada doing the right thing the right way , serta pada
timing yang tepat pula. Louis V. Gerstner, Jr terbukti melakukannya pada saat IBM
diramalkan akan terpuruk tajam, dengan cara membalik bisnis mainframe IBM ke
bisnis PC. Di sinilah kemampuan kita diuji, apakah bisa lincah dan fleksibel
mangarungi kompleksitas. Tentunya para pimpinan perusahaan perlu menambah
energi pribadinya untuk mampu mendorong dan menyemangati karyawannya untuk
tetap jeli memanfaatkan peluang, menekan biaya, dan menciptakan produk yang
murah dengan kualitas tetap prima. Perusahaan yang sukses mengarungi lautan
kompleksitas ini adalah mereka yang mampu fokus hanya pada hal-hal penting saja,
sambil tetap memelihara fleksibilitas untuk berespon terhadap perubahan, tren serta
tekanan baru. Senantiasa ingat kata pepatah:Opportunity is optimism with a plan
creatively applied to the future.

Anda mungkin juga menyukai