TINJAUAN PUSTAKA
sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan
uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal (Parry& Strauss,
1998).
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid
antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion
adalah 98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada
beberapa penelitian, komponen-komponen cairan amnion ditemukan memiliki fungsi
sebagai biomarker potensial bagi abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa
tahun belakangan, sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai
faktor pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan usia
kehamilan.
Cairan
amnion
juga
diduga
memiliki
potensi
dalam
pengembangan
sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau PROM pada kehamilan preterm terjadi
sekitar 34 % semua kelahiran prematur (Parry& Strauss, 1998).
PROM merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan,
dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang
kurang bulan.Pengelolaan PROM pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek,
bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Parry&
Strauss, 1998).
2.2.3 Mekanisme Terjadinya PROM
Ketuban pecah pada persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang.Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu pada selaput
ketuban terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat
oleh inhibitorjaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan,
keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks
ekstraselular dan membrane janin.Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang
persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput
ketuban akan mudah pecah.Melemahnya selaput ketuban ada hubunganya dengan
pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin, dan gerakan janin. Pada trimer
terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Ketuban pecah dini pada premature ataupun aterm disebabkan oleh factor-faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina, trauma pada ibu, malposisi.
Ketuban pecah dini premature sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten
serviks, solusio plasenta.
2.2.4 Diagnosis PROM
Tes lainnya meliputi pembentukan pola seperti bulu dari cairan vagina yang
mengarah pada adanya cairan amnion bukannya sekresi serviks. Cairan amnion akan
mengkristal dan membentuk pola seperti bulu akibat konsentrasi relatif dari natrium klorida,
protein dan karbohidrat. Deteksi alpha-fetoprotein pada vagina juga telah digunakan untuk
mengidentifikasi adanya cairan amnion oleh Yamada dan koleganya (1998). Identifikasi juga
dapat dilakukan sesudah injeksi indigo carmine ke dalam kantong amnion melalui abdominal
amniosentesis (Varney, 2004). Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan penggunaan
ultrasound dimana adanya PROM dapat dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramnion
(Saifuddin, 2008).
2.2.5
Penatalaksanaan
Konservatif (rawat d rumah sakit)
Jika umu kehamilan < 32-34 minggu, dirawat sampai air ketuban tidak keluar
lagi
Usia kehamilan 32- 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi dan tes busa
negatif beri deksametason, observasi tanda-tana infeksi, dan kesejahterhan
janin.
Usia 32- 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik,
deksametason, dan lakukan induksi sesudah 24 jam.
Usia 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotik dan induksi, nilai tanda-tanda
infeksi.
Pada usia 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru
janin. Betametason diberikan dengan dosis 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
Usia kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitsin, bila gagal lakukan
seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 25 g 50 g intravaginal
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda tanda infeksi berikan
antibiotik dosis tinggi dan akhiri persalinan.
Bila Pelvic Score <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
gagal lakukan seksio sesarea.
Ampicillin 3x1gr
Gentamycin 2x80gr
Metronidazole 3x500mg.
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm, baik dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.Bila terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk
dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi sujud.Kalau
perlu kepala janin didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala
janin.Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau
dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan
antibiotik seperti penisilin prokain 1,2 juta IU IM tiap 12 jam dan ampisilin 1 g peroral diikuti
500 mg tiap 6 jam atau eritromisin dengan dosis yang sama. (Saifuddin, 2008; Bruce 2010).
Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan lakukan
akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi persalinan bila ketuban
pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam
dan skor pelvik lebih dari 5, seksio sesarea bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor
pelvik kurang dari 5 (Saifuddin, 2008).
Induksi persalinan sendiri menggambarkan usaha menstimulasi kontraksi sebelum
onset persalinan spontan dengan ataupun tanpa adanya pecah ketuban.
Indikasi dari
induksi persalinan adalah ketika keuntungan yang didapatkan, baik oleh ibu maupun fetus,
melebihi keuntungan yang didapatkan bila kehamilan dilanjutkan. Indikasinya termasuk
kondisi
yang
membutuhkan
penanganan
segera
seperti
ketuban
pecah
dengan
korioamnionitis atau preeklamsia berat. Indikasi yang lebih sering adalah PROM, hipertensi
gestasional, status janin yang mengkhawatirkan, kehamilan posterm, dan berbagai kondisi
medis ibu seperti hipertensi kronis dan diabetes (American College of Obstetricians and
Gynecologists, 1999 dalam Cunningham et al., 2010). Kontraindikasi dari induksi persalinan
mirip dengan kontraindikasi dari persalinan spontan. Faktor janin termasuk makrosomia,
kehamilan
kembar,
hidrosefalus
berat,
malpresentasi
atau
status
janin
yang
mengkhawatirkan. Untuk beberapa faktor kontraindikasi ibu berhubungan dengan tipe insisi
uterin sebelumnya, panggul sempit atau anatomi panggul yang berbeda, implatasi plasenta
abnormal, dan kondisi seperti infeksi herpes genital aktif atau kanker serviks (Saifuddin,
2008)
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, yaitu semakin sedikit air ketuban, keadaan janin akan
semakin gawat (Saifuddin, 2008).
11