Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh
dokter, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat
cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain
. Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya.
Penyebab luka bakar selain karena api ( secara langsung ataupun
tidak langsung ), juga karena pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak
langsung dari api ( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada
kecelakaan
rumah
tangga.
(
Sjamsuhidajat,
2005
)
Dengan memperhatikan prinsip- prinsip dasar resusitasi pada
trauma dan penerapannya pada saat yang tepat diharapkan akan
dapat menurunkan sekecil mungkin angka- angka tersebut diatas.
Prinsip- prinsip dasar tersebut meliputi kewaspadaan akan terjadinya
gangguan jalan nafas pada penderita yang mengalami trauma
inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam batas normal
dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati penyulitpenyulit yang mungkin terjadi akibat trauma listrik, misalnya
rabdomiolisis dan disritmia jantung. Mengendalikan suhu tubuh dan
menjuhkan / mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas
juga merupakan prinsip utama dari penanganan trauma termal.
( American College of Surgeon Committee on Trauma, 1997)
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh
pertama terhadap kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit
melindungi tubuh terhadap infeksi, mencegah kehilangan cairan
tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai organ
eksretori dan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D,
dan mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar adalah hal yang umum,
namun merupakan bentuk cedera kulit yang sebagian besar dapat
dicegah.
(
Horne
dan
Swearingen,
2000
)
The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan datadata statistik dari berbagai pusat luka bakar di seluruh AS mencatat
bahwa sebagian besar pasien (75%) merupakan korban dari

perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak- anak


yang baru belajar berjalan, bermain- main dengan korek api pada
usia anak sekolah, cedera karena arus listrik pada remaja laki- laki,
penggunaan obat bius, alkohol serta rokok pada orang dewasa
semuanya ini turut memberikan kontribusi pada angka statistik
tersebut
(Brunner
&
Suddarth,
2001).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).
B. ETIOLOGI
Menurut dr Sunarso K, Sp B (2009) panas bukan merupakan satusatunya penyebab dari luka bakar, beberapa jenis bahan kimia dan
arus listrik juga bisa menyebabkan terjadinya luka bakar. Biasanya
bagian tubuh yang terbakar adalah kulit, tetapi luka bakar juga bisa
terjadi pada jaringan di bawah kulit, bahkan organ dalampun bisa
mengalami luka bakar meskipun kulit tidak terbakar.
Sebagai contoh, meminum minuman yang sangat panas atau zat
kaustik (misalnya asam) bisa menyebabkan luka bakar pada
kerongkongan dan lambung. Menghirup asap dan udara panas
akibat kebakaran gedung bisa menyebabkan terjadinya luka bakar
pada paru-paru. Luka bakar listrik bisa disebabkan listrik yang
dihasilkan oleh suatu arus listrik yang mengalir dari sumber listrik ke
dalam
tubuh
manusia.
Resistensi (kemampuan tubuh untuk menghentikan atau
memperlambat aliran listrik) yang tinggi terjadi pada kulit yang
bersentuhan dengan sumber listrik, karena itu pada kulit tersebut
banyak energi listrik yang diubah menjadi panas sehingga
permukaannya terbakar. Luka bakar listrik juga menyebabkan
kerusakan jaringan dibawah kulit yang sangat berat. Ukuran dan
kedalamannya bervariasi dan bisa menyerang bagian tubuh yang
jauh lebih luas daripada bagian kulit yang terluka. Kejutan listrik
yang luas bisa menyebabkan kelumpuhan pada sistem pernafasan
dan gangguan irama jantung sehingga denyut jantung menjadi tidak

beraturan. Luka bakar kimia bisa disebabkan oleh sejumlah iritan


dan racun, termasuk asam dan basa yang kuat, fenol dan kresol
(pelarut
organik),
gas
mustard
dan
fosfat.
Menurut A.A.GN. Asmarajaya (2003), berdasarkan perjalanan
penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
1. Fase akut
Pada fase ini masalah yang
napas karena adanya cedera
fase ini terjadi gangguan
elektrolit akibat cedera

ada berkisar pada gangguan saluran


inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada
keseimbangan sirkulasi cairan dan
termis yang
bersifat
sistemik.

2. Fase sub akut


Fase ini berlangsung setelah syok berakhir. Luka terbuka akibat
kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan
masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh yang disertai
panas
/
energi.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi
maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka
bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Iswinarno (2003) luka bakar mengakibatkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein
tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang
dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi.
Burn shock ( shock Hipovolemik ) merupakan komplikasi yang sering
terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :

1. Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui
kebocoran kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein
plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah
jantung. Hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada
organ mayor, dan edema menyeluruh.
2. Respon Renalis
Dengan menurunnya volume inravaskuler maka aliran ke ginjal dan
GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa
berakibat
gagal
ginjal
3. Respon Gastro Intestinal
Respon umum pada luka bakassr > 20 % adalah penurunan
aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek
respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap
adanya perlukaan yang luas. Pemasangan NGT mencegah
terjadinya
distensi
abdomen,
muntah
dan
aspirasi.
4. Respon Imonologi
Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan dari
organisme yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan
memungkinkan
mikroorganisme
masuk
kedalam
luka.
Pembagian zona kerusakan jaringan menurut A.A GN. Asmarajaya
SpB (2003) :
1. Zona koagulasi yang merupakan daerah yang langsung
mengalami kerusakan ( koagulasi protein ) akibat pengaruh panas.
2. Zona statis yang merupakan daerah yang berada langsung di luar
zona koagulasi, di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh

darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi


gangguan perfusi ( no flow phenomena) diikuti perubahan
permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selama 12- 24 jam pasca cedera, dan mungkin berakhir
dengan
nekrosis
jaringan.
3. Zona hiperemi yang merupakan daerah di luar zona statis yang
ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa abnyak melibatkan
reaksi
seluler.
D. KLASIFIKASI
Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi
dan perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab,
kedalaman luka, dan keseriusan luka, yakni :
1. Berdasarkan penyebab
a. Luka bakar karena api
Luka bakar karena api termasuk angka kejadian yang banyak
dalam masyarakat. Terutama akibat kompor gas yang meledak,
percikan api listrik atau juga akibat kelalaian saat menyalakan lilin.
Hal tersebut hanya merupakan beberapa contoh dari kejadian luka
bakar karena api. Hal yang perlu diwaspadai pada luka bakar karena
api adalah adanya kejadian cedera inhalasi, terutama jika terdapat
riwayat terjebak di dalam suatu ruangan, sehingga komplikasi yang
ditimbulkan
akan
lebih
berat.
(
Poengki,
2009)
b. Luka bakar karena air panas
Menurut dr Poengki (2009) Luka bakar merupakan bahaya yang
potensial terjadi di setiap rumah tangga, dan banyak laporan
menunjukkan luka bakar oleh karena air panas atau cairan panas
adalah jenis yang paling sering terjadi pada anak. Luka bakar pada
anak 65,7% disebabkan oleh air panas atau uap panas (scald).
Mayoritas dari luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan
sebagian besar dapat dicegah. Dapur dan ruang makan merupakan
daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Anak

yang memegang oven, menarik taplak dimana di atasnya terdapat


air panas, minuman panas atau makanan panas. Dalamnya luka
bakar tergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen penyebab luka bakar tersebut. Suhu
yang kurang dari 400C dapat ditoleransi dalam periode waktu yang
lama
tanpa
menyebabkan
luka
bakar.
c. Luka bakar karena bahan kimia
Menurut Sjamsuhidajat (2005) luka bakar dapat disebabkan oleh
asam, alkali dan hasil- hasil pengolahan minyak. Luka bakar alkali
lebih berbahaya dari asam, sebab alkali lebih dalam merusak
jaringan. Segeralah bersihkan bahan kimia tersebut dari luka bakar.
Kerusakan jaringan akibat luka bakar bahan kimia dipengaruhi oleh
lamanya kontak, konsentrasi bahan kimia dan jumlahnya. Segera
lakukan irigasi dengan air sebanyak- banyaknya, bila mungkin
gunakan penyemprot air. Lakukan tindakan ini dalam waktu 20-30
menit. Untuk luka bakar alkali, diperlukan waktu yang lebih lama.
Bila bahan kimia merupakan bubuk, sikatlah terlebih dahulu sebelum
irigasi.
Jangan memberikan bahan- bahan penetral ( neutralizing agent)
sebab reaksi kimiawi yang terjadi akibat pemberian bahan penetral
dapat menimbulkan panas dan akan memperberat kerusakan yang
terjadi. Untuk luka bakar pada mata, memerlukan irigasi terusmenerus selama 8 jam pertama setelah luka bakar. Untuk irigasi ini
dapat digunakan kanula kecil yang dipasang pada sulcus palpebra.
d. Luka bakar karena listrik
Dalam ATLS (1997) kecelakaan akibat arus listrik dapat terjadi
karena arus listrik mengaliri tubuh, karena adanya loncatan arus,
atau karena ledakan tegangan tinggi, antara lain karena petir. Arus
listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan
otot. Energi panas akibat tahanan jaringan yang dilalui arus
menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Tubuh merupakan
penghantar tenaga listrik, dan panas yang ditimbulkannya
menyebabkan luka bakar pada tubuh. Perbedaan kecepatan
hilangnya panas dari jaringan tubuh superficial dengan jaringan
tubuh yang lebih dalam, menghasilkan keadaan dimana jaringan

yang lebih dalam bisa mengalami nekrosis, sedangkan kulit


diatasnya bisa terlihat normal.Rabdomiolisis menghasilkan
pelepasan mioglobin yang dapat menyebabkan kegagalan ginjal.
Penanganan harus segera dilakukan pada penderita dengan luka
bakar listrik meliputi perhatian terhadap jalan nafas, pernafasan,
pemasangan infuse, ECG, dan pemasangan kateter. Apabila urin
berwarna gelap, mungkin urin mengandung hemokhromogens.
Janganlah menunggu konfirmasi laboratorium untuk melakukan
terapi terhadap mioglobinuria. Pemberian cairan harus ditingkatkan
sedemikian rupa sehingga tercapai produksi urin sekurangkurangnya 100 cc/ jam ( pada dewasa). Bila urin belum tampak
jernih, berikan segera 25 gr manitol dan tambahan 12,5 gr manitol
pada tiap penambahan 1 liter cairan untuk mempertahankan dieresis
sejumlah tersebut diatas. Bila terjadi asidosis metabolic,
pertahankan perfusi sebaik mungkin dan berikan natrium bikarbonat
untuk membuat urin menjadi alkalis dan meningkatkan kelarutan
mioglobin
dalam
urin.s
e. Luka bakar karena radiasi
Menurut ATLS (1997) efek dini dari radiasi dosis tinggi akan tampak
jelas dalam waktu beberapa menit atau beberapa hari. Efek lanjut
mungkin baru tampak beberapa minggu, bulan atau bahkan
bertahun-tahun kemudian. Mutasi (pergeseran) bahan genetik dari
sel-sel organ kelamin akan tampak jelas hanya jika korban
pemaparan radiasi memiliki anak, dimana anaknya mungkin terlahir
dengan
kelainan
genetik.
Efek kerusakan yang terjadi akibat radiasi tergantung kepada jumlah
(dosis), lamanya pemaparan, kecepatan pemaparan dan banyaknya
bagian tubuh yang terkena radiasi.. Dimana dosis tunggal yang
diberikan dalam waktu singkat bisa berakibat fatal, tetapi dosis yang
sama yang diberikan selama beberapa minggu atau beberapa bulan
bisa hanya menimbulkan efek yang ringan. Jumlah dosis total dan
kecepatan pemaparan menentukan efek radiasi terhadap bahan
genetik
pada
sel.
Banyaknya bagian tubuh yang terkena radiasi Jika disebarluaskan
ke seluruh permukaan tubuh, radiasi yang lebih besar dari 6 gray

biasanya menyebabkan kematian, tetapi jika hanya diarahkan


kepada sebagian kecil permukaan tubuh (seperti yang terjadi pada
terapi kanker), maka 3-4 kali jumlah tersebut bisa diberikan tanpa
menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh Penyebarluasan
radiasi di dalam tubuh, bagian tubuh dimana sel-sel membelah
dengan cepat (misalnya usus dan sumsum tulang), lebih mudah
mengalami kerusakan akibat radiasi daripada sel-sel yang
membelah secara lebih lambat (misalnya otot dan tendo). Oleh
karena itu, selama menjalani terapi radiasi untuk kanker, diusahakan
agar bagian tubuh yang lebih peka terhadap radiasi dilindungi
sehingga
bisa
digunakan
radiasi
dosis
tinggi.
Kecepatan dosis adalah jumlah radiasi yang diterima seseorang
selama periode waktu tertentu. Kecepatan dosis radiasi dari
lingkungan yang tidak dapat dihindari adalah rendah, yaitu sekitar 12 miligray/tahun (1 miligray sama dengan 1/1,000 gray), yang tidak
menimbulkan efek pada tubuh. Efek radiasi sifatnya kumulatif, setiap
pemaparan baru akan ditambahkan kepada pemaparan sebelumnya
untuk menentukan dosis total dan kemungkinan efeknya pada
tubuh. Semakin tinggi kecepatan dosis atau dosis totalnya, maka
semakin
besar
kemungkinan
timbulnya
resiko.
Jika seseorang menjadi sakit setelah menjalani terapi radiasi atau
setelah terkena radiasi dalam suatu kecelakaan, maka kemungkinan
telah terjadi cedera akibat radiasi. Tidak ada pemeriksaan khusus
untuk mendiagnosis keadaan ini. Pemeriksaan darah dan sumsum
tulang berulang bisa memberikan informasi tambahan tentang
beratnya
cedera
yang
terjadi.
Radiasi kronik yang pemaparannya tidak diketahui atau tidak
dihiraukan, sulit atau bahkan tidak mungkin terdiagnosis. Jika diduga
telah terjadi suatu cedera akibat radiasi, biasanya dicari
kemungkinan terjadinya pemaparan di tempat kerja dan dilakukan
pemeriksaan kromosom (pembawa bahan genetik di dalam sel)
secara periodik meskipun hasilnya mungkin tidak pasti. Pemeriksaan
mata juga dilakukan secara periodik untuk mengetahui adanya
katarak.
Kulit yang terkontaminasi oleh bahan radioaktif harus segera dicuci

dengan air yang banyak dan (jika ada) dengan larutan yang
memang dibuat untuk mencuci bahan radioaktif. Luka tusuk yang
kecil harus benar-benar dibersihkan agar semua partikel radioaktif
terbuang meskipun menimbulkan nyeri.n Jika bahan radioaktif
tertelan, harus dirangsang untuk muntah. Pemaparan radioaktif yang
berlebihan mungkin perlu dipantau dengan pemeriksaan pernafasan
dan
air
kemih
untuk
radioaktif.
Sindroma otak akut selalu berakibat fatal, karena itu pengobatan
dimaksudkan untuk mengurangi nyeri, kecemasan dan gangguan
pernafasan. Untuk mengatasi kejang diberikan obat penenang.
Gejala sakit radiasi akut akibat terapi radiasi pada perut bisa
dikurangi dengan obat anti-mual dan anti-muntah yang diberikan
sebelum pasien menjalani terapi radiasi. Sindroma saluran
pencernaan bisa diatasi dengan anti-muntah, obat penenang dan
makanan lunak. Cairan diberikan sesuai dengan kebutuhan.
Pada 4-6 hari sesudah radiasi, dilakukan transfusi darah berulang
dan diberikan antibiotik, sampai sel-sel baru mulai tumbuh di dalam
saluran pencernaan. Pada sindroma hematopoietik, untuk
menggantikan sel darah yang hilang dilakukan transfusi. Untuk
mencegah infeksi diberikan antibiotik dan penderita dijauhkan dari
orang-orang yang sedang menderita suatu infeksi. Kadang
dilakukan pencangkokkan sumsum tulang, tetapi angka
keberhasilannya
rendah.
Langkat pertama untuk mengatasi efek lanjut dari pemaparan jangka
panjang adalah menghilangkan sumber radiasi. Bahan radioaktif
tertentu (misalnya radium, torium dan radiostrontium) dapat dibuang
dari dalam tubuh dengan obat-obatan yang menempel pada bahan
tersebut dan kemudian dibuang melalui air kemih. Obat-obat
tersebut akan sangat efektif jika diberikan segera setelah terjadinya
pemaparan.
Luka terbuka dan kanker diangkat atau diperbaiki melalui
pembedahan.Pengobatan leukemia akibat radiasi adalah dengan
kemoterapi. Sel darah bisa digantikan melalui transfusi tetapi
tindakan ini hanya bersifat sementara karena sumsum tulang yang
telah mengalami kerusakan akibat radiasi tidak mungkin tumbuh

kembali. Tidak ada pengobatan yang dapat mengembalikan


kesuburan, tetapi kelainan fungsi indung telur dan buah zakar yang
menyebabkan rendahnya kadar hormon seksual dapat diatasi
dengan
terapi
sulih
hormon.
f. Luka bakar karena suhu rendah
Cedera akibat suhu tubuh dingin terutama terjadi pada bagian ujung
tubuh yang langsung terkena suhu dingin, seperti jari kaki dan
tangan, telinga, dan hidung. Faktor kelembaban udara yang rendah
serta angin kencang memperberat kerusakan pada daerah yang
tidak
terlindung
pakaian.
Awalnya bagian tubuh yang terpajan terasa dingin, kemudian diikuti
rasa tebal, lalu bagian itu kehilangan daya rasa. Kadang rasa nyeri
terasa menyengat atau berdenyut. Kulit mula- mula kemerahan , lalu
menjadi pucat seperti lilin.Pada waktu suhu jaringan turun, terjadi
vasokonstriksi
arteriol
dan
terjadi
hipoksia
sel.
Jenis- jenis trauma dingin ( dalam ATLS 1997 ) dibagi menjadi 3
bentuk,
yaitu
:
Frosnip yang merupakan bentuk yang paling ringan, ditandai dengan
adanya rasa nyeri, tampak pucat dan anestesi di daerah yang
terkena. Keadaan tersebut bersifat reversible akan pulih setelah
tindakan pemanasan dan tidak terdapat kehilangan jaringan, kecuali
bila keadaan ini berulang dalam beberapa tahun, akan
menyebabkan kehilangan bantalan lemak atau terjadi atrofi.
Frosbite yaitu adanya pembekuan jaringan yang terjadi karena
pembentukan kristal intraselluler dan oklusi mikrovaskuler sehingga
terjadi anoksia jaringan. Beberapa dari kerusakan jaringan terjadi
akibat reperfusion injury setelah upaya penghangatan tubuh. Sama
halnya seperti pada luka bakar, frostbite biasanya dibagi menjadi 4
derajat
kerusakan,
Non Freezing Injury ( trauma dingin tidak membekukan ) yaitu terjadi
kerusakan endotel mikrovaskuler, stasis dan oklusi vaskuler trench
frost (kaki parit) atau kaki dan tangan tercelup ( immersion foot or
hand) menjelaskan satu keadaan nonfreezing injury dari tangan atau
kaki, khususnya sering terjadi pada tentara, pelaut dan nelayan,
sebagai akibat kontak menahun dengan keadaan basah, suhu

dingin diatas titik beku. Meskipun kaki tampak hitam, tetapi tidak
terjadi kerusakan jaringan dalam. Terjadi keadaan- keadaan
vasospasme dan vasodilatasi pembuluh darah dengan akibat bahwa
jaringan yang terkena mula- mula dingin dan anestetik berlanjut
menjadi
hyperemia
dalam
waktu
24
-48
jam.
Dengan keadaan hyperemia, terjadi rasa nyeri hebat seperti
terbakar dan disestesi disertai timbulnya gambaran kerusakan
jaringan misalnya edema, timbulnya vesikel / bula , kemerahan,
ekimosis dan ulserasi. Dapat terjadi penyakit infeksi berupa selulitis,
limfangitis atau gangrene. Dengan selalu memperhatikan upayaupaya hygiene kaki, dapat dicegah terjadinya penyakit tersebut.
Perasaan gatal pada tangan dan kaki ( Chilblain atau Pernio)
merupakan manifestasi kulit sebagai akibat kontak berulang dengan
keadaan atau suasana lembab atau dingin, seperti terjadi pada para
nelayan, atau kontak dengan keadaan dingin dan kering pada
pendaki gunung. Keadaan ini terutama terjadi pada daerah muka,
tibia anterior, bagian daerah dari tangan dan kaki dan pada daerahdaerah yang tidak terlindung dengan baik
.
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
1) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
2) Kulit kering, hiperemi berupa eritema
3) Tidak dijumpai bulae
4) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
5) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

b. Luka bakar derajat II


1) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
2) Dijumpai bulae.

3) Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.


4) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi
diatas kulit normal.

Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :


i. Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis, Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
ii. Derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh.Penyembuhan terjadi lebih lama,
tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih
dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
Luka bakar ini sangat dalam dan merusak organ-organ dibawah kulit
seperti otot, syaraf, tulang dan bila terjadi karena listrik dapat
merusak organ-organ tubuh lainnya seperti hati, ginjal dan jantung.
Kulit tampak putih dan kaku bila digerakan. Kulit yang kaku ini bila
terdapat melingkar pada anggota gerak harus segera dilakukan
insisi(robekan) kulit untuk menghilangkan tekanan pada pembuluh
darah Nadi yang ada dibawahnya. Bila tidak bagian anggota gerak
bagian distal(bawah) dari lesi akan mengalami kematian.
1) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih
dalam.

2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar


sebasea mengalami kerusakan.
3) Tidak dijumpai bulae.
4) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
5) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai eskar.
6) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujungujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
7) Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi
spontan dari dasar luka
.
4. luka bakar derajat IV
Luka bakar derajat IV adalah luka bakar yang mengenai otot,
bahkan hingga ke tulang.
3.
Berdasarkan
tingkat
keseriusan
luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga
kategori, yaitu:
a. Luka bakar mayor
1) Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan
lebih dari 20% pada anak-anak
.2) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
.3) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
4) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa
memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
5) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.

b. Luka bakar moderat


1) Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20%
pada anak-anak.
2) Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
3) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki,
dan perineum
.
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan
Griglak
(1992)
adalah
:
Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan
kurang dari 10 % pada anak-anak.
1) Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
2) Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki
3) Luka tidak sirkumfer.
4) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
4. Ukuran dan luas luka bakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan
beberapa metode yaitu :
a. Rule of nine dari Wallace
Kepala
Dada
Abdomen
Tangan
Paha
Kaki
Genital

dan
depan
depan
kanan
kanan
kanan

leher
dan
belakang
dan
belakang
dan
kiri
dan
kiri
dan
kiri
:

:
:
:
:
:
:

9%
18%
18%
18%
18%
18%
1%

b. Diagram Penentuan luas luka bakar pada anak- anak dengan


diagram Lund dan Browder sebagai berikut:
LOKASI
USIA
(Tahun)
0-1
1-4
5-9
10-15
DEWASA
KEPALA
19
17
13
10
7
LEHER
2
2
2
2
2
DADA
&
PERUT
13
13
13
13
13
PUNGGUNG
13
13
13
13
13
PANTAT
KIRI
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
PANTAT
KANAN
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
KELAMIN
1
1
1
1
1
LENGAN
ATAS
KA.
4
4
4
4
4
LENGAN
ATAS
KI.
4
4
4
4
4
LENGAN
BAWAH
KA
3
3
3
3
3
LENGAN
BAWAH
KI.
3
3
3
3
3
TANGAN
KA
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
TANGAN
KI
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
PAHA
KA.
5,5
6,5
8,5
8,5
9,5
PAHA
KI.
5,5
6,5
8,5
8,5
9,5
TUNGKAI
BAWAH
KA
5
5
5,5
6
7
TUNGKAI
BAWAH
KI
5
5
5,5
6
7
KAKI
KANAN
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
KAKI
KIRI
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
b. Perhitungan luas luka bakar menurut Linch dan Blocker (Rumus
10) untuk bayi
:
Kepala:
20%
Tangan,
masing-masing
10%
Kaki,
masing-masing
10%
Badan
kanan
20
%,
kiri
20
%

E. PENATALAKSANAAN

Dalam Iswinarno (2003) prinsip penatalaksanaan dibagi menjadi tiga


fase,
yaitu
fase
akut,
subakut
dan
lanjut.
Pada
Fase
Akut
/
Awal
:
Cedera inhalasi merupakan factor yang secara nyata memiliki
korelasi dengan angka mortalitas. Kematian akibat cedera inhalasi
terjadi dalam waktu singkat, dalam 8 sampai 24 jam pertama pasca
cedera. Pemasangan pipa endotrakea dan atau krikotirotomi
merupakan suatu tindakan mandatorik pada kasus dengan
kecurigaan adanya cedera inhalasi. Sementara penatalaksanaan
lanjutan setelah tindakan penyelamatan tersebut ( terapi inhalasi,
pembebasan saluran nafas dari produk secret mukosa, pengaturan
posisi penderita dan fisioterapi seawall mungkin). Masing- masing
turut berperan dalam keberhasilan terapi awal. Penderita yang
bertahan hidup setelah ancaman cedera inhalasi dalam waktu 8- 24
jam pertama ini, masih dihadapkan pada komplikasi saluran
pernafasan yang biasanya terjadi dalam 3-5 hari pasca trauma.
Komplikasi dari cedera inhalasi, dikenal sebagai kondisi ARDS, yang
juga
memiliki
prognosis
sangat
buruk.
1. Penanggulangan terhadap shock, terutama syok hipovolemik
yang merupakan suatu proses yang terjadi pada luka bakar sedang
sampai berat.( Baxter, Barkland).
2.
mengatasi
gangguan
keseimbangan
cairan
- Protokol pemberian cairan mengunakan rumus Brooke yang sudah
dimodifikasi
yaitu
:
24 jam I : Ciran Ringer Lactat : 2,5 4 cc/kg BB/% LB.
Dimana bagian diberikan dalam 8 jam pertama (dihitung mulai
dari jam kecelakaan) dan bagian lagi diberikan dalam 16 jam
berikutnya.
24 jam II : Cairan Dex 5 % in Water : 24 x (25 + % LLB) X BSA cc.
Albumin sebanyak yang diperlukan, (0,3 0,5 cc/kg/%).
3. Mengatasi gangguan pernafasan

4. Mengatasi infeksi
5. Eksisi luka scar dan skin graft.
6. Pemberian nutrisi dilakukan setelah keadaan umum pasien baik,
sebelumnya pasien dipuasakan.
7. Rahabilitasi
8. Penaggulangan terhadap gangguan psikologis.
Pada
fase
subakut
atau
lanjutan:
Kerusakan / kehilangan kulit/ jaringan karena cedera termis
menimbulkan masalah yang dapat dikelompokan dalam dua
golongan, dan masing- masing saling berhubungan, yaitu memicu
stress metabolism dan memicu SIRS, sepsis dan SDOM.
Kulit sebagai organ yang memiliki fungsi mencegah penguapan,
dengan sendirinya kerusakan kulit menyebabkan penguapamn
berlangsung tanpa kendali dan penguapan yang terjadi tidak ahnya
sekedar cairan namun juga melibatkan protein dan energy
(evaporation heat loss). Kondisi pertama yang terjadi adalah
hipotermi, yang disusul dengan menurunnya kadar protein total,
khususnya albumin. Imbalans protein timbul sebagai akibat, namun
segera disusul oleh imbalans karbohidrat dan lemak disamping
imbalans cairan yang memang sudah terjadi sebelumnya.
Gangguan keempat system homeostasis yang memicu pelepasan
katekolamin dan hormone stress lain, sehingga terjadi deteriorisasi
system pengaturan, dalam kondisi gangguan sirkulasi yang belum
mencapai level normal ( dalam 3- 4 hari pasca cedera ), kondisi
stress yang timbul merupakan faktor yang memiliki nilai prognostik.
Dengan kehilangan kulit yuang berperan sebagai barier terhadap
infeksi, invasi kuman menyebabkan sepsis luka yang yang
memperberat keadaan. Kedua hal tersebut diatas dapat menjadi
factor yang berperan dalam memicu timbulnya respons inflamasi
sistemik, sepsis dan sindrom disfungsi organ multiple.
Jaringan yang rusak melepas kompleks lipid- protein yang dulu
dikenal sebagai burn-toxin, memiliki kekuatan ribuan kali
dibandingkan endotoksin. Zat ini menyebabkan inhibisi proses
fosforilasi oksidatif yang mengganggu fungsi sel ( Kremer 1978,

1979) dan memicu pelepasan sitokin dan mediator kimia lain yang
breperan pada proses inflamasi ( interleukin, tromboksane, tumor
necrotizing factor, prostaglandin, termasuk radikal bebas). Reaksi
yang mulanya bersifat lokal berkembang menjadi suatu bentuk
reaksi sistemik, meliputi beberapa tahapan (kaskade) yang rumit,
dan berkaitan dengan status gizi dan system imunitas penderita.
Sindrom respons inflamasi sistemik yang berkembang tidak dapat
dihentikan melalui suatu system intervensi, sindrom disfungsi organ
multiple adalah rangkaian akhir dari perjalanan penyakit yang
berakhir dengan kematian. Bila sudah terjadi kegagalan organ
( jantung, paru , ginjal ), angka kematian berkisar 70.
Penatalaksanaan
secara
sistematik
dapat
dilakukan
:
1. Clothing
singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian
yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk
sampai pada fase cleaning.
2. Cooling
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di
bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif
samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar Kompres
dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan
rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka
yang terlokalisasi Jangan pergunakan es karena es menyebabkan
pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan
memperberat derajat luka dan risiko hipotermia Untuk luka bakar
karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air
mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab
luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit
baru disiram air yang mengalir.

3. Cleaning
pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa
sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses
penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang
4. Chemoprophylaxis
pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam
dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal
pemberian antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar
superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa,
perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi
kurang dari 2 bulan
5. Coveringand
penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan
kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah
pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang
terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan
berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat
penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
6. Comforting
dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri untuk membantu
pasien mengatasi kegelisahan karena nyeri yang berat.
Prinsip Penanganan Frosbite dan Trauma Dingin Non Beku yaitu
penanganan harus sesegera mungkin dilakukan untuk mengurangi
waktu pembekuan jaringan. Upaya pemanasan hendaknya tidak
dilakukan bila penderita beresiko untuk mengalami pembekuan

ulang. Baju- naju yang sempit harus dilepaskan dan diganti dengan
selimut hangat. Apabila penderita bisa minum, berikan minuman
hangat. Rendam bagian tubuh yang kedinginan dengan air hangat
bersuhu 40oC ( jika mungkin air tersebut berputar ) hingga warna
kulit dan perfusi kembali normal. Hindari pemanasan kering dan
jangan lakukan tindakan mengurut. Tindakan penghangatan akan
menimbulkan rasa nyeri yang hebat sehingga memerlukan
pemberian obat- obat analgesik. Dianjurkan untuk melakukan
monitoring jantung sewaktu tindakan penghangatan tubuh.
( American College of Surgeons Committee on Trauma, 1997 )
Dikenal
dua
cara
merawat
luka
:
1. Perawatan terbuka (exposure method)
2. Perawatan tertutup (occlusive dressing method)
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah.
Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering
sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat
tertentu, misalnya mitras-argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita
dan keluargapun merasa kurang enak karena melihat luka yang
tampak
kotor.
Perawatan terbuka ini memerlukan ketelatenan dan pengawasan
yang ketat dan aktif. Keadaan luka harus diamati beberapa kali
dalam sehari. Cara ini baik untuk merawat LB yang dangkal. Untuk
LB III dengan eksudasi dan pembentukan pus harus dilakukan
pembersihan luka berulang-ulang untuk menjaga luka tetap kering.
Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh sebagian yang luka
dicuci dengan sabun atau antiseptik dan secara bertahap dilakukan
eksisi
eskar
atau
debridement.
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang
dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi.
Keuntungannya adalah luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi
penderita. Hanya diperlukan tenaga dan biaya yang lebih karena
dipakainya banyak pembalut dan antiseptik. Untuk menghindari
kemungkinan kuman untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka

ditutup kasa penyerap (tole) setelah dibubuhi dan dikompres dengan


antispetik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari. Pada
waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan
terangkat, sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk LB luas
debridement harus lebih aktif dan dicuci yaitu dengan melakukan
eksisi
eskar.
Indikasi
rawat
inap
pasien
luka
bakar
yaitu
:
1. Derajat II (dewasa > 30 %, anak > 20 %).
2. Derajat III > 10%
3. Luka bakar dengan komplikasi pada saluran nafas, fraktur, trauma
jaringan lunak yang hebat.
4. Luka bakar akibat sengatan listrik
5. Derajat III yang mengenai bagian tubuh yang kritis seperti muka,
tangan, kaki, mata, telinga, dan anogenital.
6. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10%
pada anak atau > 15% pada orang dewasa.
7. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara
hangat.
8. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti
pada wajah, mata, tangan, kaki atau perineum
9. Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki
10. Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya
secara baik dan benar di rumah
11. Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
12. Terjadi luka bakar pada organ dalam.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Laboratorium : Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah, Elektrolit,
Ureum, Kreatinin, Protein, Albumin, Hapusan luka, Urine lengkap.
2.Analisa gas darah (bila diperlukan).
3.Rontgen : Foto Thorax
4.EKG
5.CVP : untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada
luka bakar lebih dari 30 % dewasa dan lebih dari 20 % pada anak.

G. KOMPLIKASI
1. Infeksi. Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat,
maka penderita dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika
berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid
jangan diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya
tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings
berat
demi
kepentingan
penyelamatan
jiwa
penderita.
2. Curlings ulcer (ulkus Curling). Ini merupakan komplikasi serius,
biasanya muncul pada hari ke 510. Terjadi ulkus pada duodenum
atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida
harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang
hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar
menunjukkan
ulkus
di
duodenum.
3. Konvulsi. Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah
konvulsi. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit,
hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin)
dan
33%
oleh
sebab
yang
tak
diketahui.
4. Komplikasi luka bakar yang lain adalah timbulnya kontraktur dan

gangguan kosmetik akibat jaringan parut yang dapat berkembang


menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
meyebabkan kekakuan sendi sehingga memerlukan program
fisioterapi
yang
intensif
dan
tindakan
bedah.
5. Gangguan Jalan nafas. Paling dini muncul dibandingkan
komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi karena
inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan
jalan membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi,
pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika. Cedera
Inhalasi yang dibahas di dalam alam dr M. Sjaifudin Noer (2003),
cedera inhalasi merupakan terminologi yang digunakan untuk
menjelaskan perubahan mukosa saluran nafas akibat adanya
paparan terhadap suatu iritan yang dapat menimbulkan manifestasi
klinis berupa distress pernafasan. Pada kebakaran dalam ruang
tertutup atau bila luka bakar mengenai daerah muka (wajah ), dapat
menimbulkan kerusakan mukosa jalan nafas akibat gas, asap atau
uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan
gangguan berupa hambatan jalan nafas karena edema laring.
Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipneu, stridor, suara
serak
dan
dahak
berwarna
gelap
karena
jelaga.
Mekanisme pada cedera inhalasi dibagi menjadi tiga penyebab,
yaitu karbon monoksida, trauma panas langsung pada daerah
saluran nafas atau digestive, dan inhalasi dari produk bahan yang
terbakar
atau
terhirup
bahan
toksik
atau
korosif.
Trauma panas langsung adalah terhirupnya sesuatu yang sangat
panas, produk- produk yang tidak sempurna dari bahan yang
terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan
kerusakan dari mukosa langsung pada percabangan trakeobronkial.
Keracunan asap disebabkan oleh termodegradasi material alamiah
dan material yang diproduksi. Akibat dari termodegradasi
menyebabkan terbentuknya gas toksius seperti hydrogen sianida,
nitrogen dioksida, hydrogen klorida, akreolin, dan partikel- partikel
tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini pada saluran nafas
adalah
iritasi
dan
bronkokonstriksi.

Kecurigaan adanya cedera inhalasi adalah bila pada penderita luka


bakar terdapat 3 atau lebih dari tanda- tanda berikut :
1. Riwayat terjebak dalam rumah atau tempat industry yang tertutup
( in door)
2. Sputum yang tercampur arang
3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau
tenggorokan.
4. Penurunan kesadaran termasuk confusion
5. Tanda distress nafas, seperti rasa tercekik, tersedak, malas
bernafas dan adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata
atau tenggorokan, menandakan iritasi mukosa
6. Gejala distress nafas takipneu atau kelainan pada auskultasi
seperti krepitasi atau ronkhi
7. Sesak atau tidak ada suara.
.H. PROGNOSIS
Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar.
Pada luka bakar superfisial (derajat I dan derajat II superfisial),
lapisan kulit yang mati akan mengelupas dan lapisan kulit paling luar
kembali
tumbuh
menutupi
lapisan
di
bawahnya.
Lapisan epidermis yang baru dapat tumbuh dengan cepat dari dasar
suatu luka bakar superfisial dengan sedikit atau tanpa jaringan
parut. Luka bakar superfisial tidak menyebabkan kerusakan pada
lapisan
kulit
yang
lebih
dalam
(dermis).
Luka bakar dalam menyebabkan cedera pada dermis. Lapisan
epidermis yang baru tumbuh secara lambat dari tepian daerah yang
terluka dan dari sisa-sisa epidermis di dalam daerah yang terluka.

Akibatnya, pemulihan berlangsung sangat lambat dan bisa terbentuk


jaringan
parut.
Daerah yang terbakar juga cenderung mengalami pengkerutan,
sehingga menyebabkan perubahan pada kulit dan mengganggu
fungsinya. Luka bakar ringan pada kerongkongan, lambung dan
paru-paru biasanya akan pulih tanpa menimbulkan masalah. Luka
yang lebih berat bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut dan
penyempitan. Jaringan parut bisa menghalangi jalannya makanan di
dalam kerongkongan dan menghalangi pemindahan oksigen yang
normal
dari
udara
ke
darah
di
paru-paru.

BAB III
SIMPULAN
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, radiasi, juga kontak
langsung dengan suhu rendah ( frost bite ). Luka bakar biasanya
dinyatakan dalam derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka
bakar, dimana umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya
akan
sangat
mempengaruhi
prognosis.
Prinsip penanganan luka bakar bergantung fase yang terjadi dimana
prinsip penatalaksanaan dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan
lanjut, dimana pada fase akut adalah penanggulangan syok,
mengatasi gangguan pernafasan, mengatasi infeksi, eksisi luka scar
dan skin graft, pemberian nutrisi dilakukan setelah keadaan umum
pasien baik, sebelumnya pasien dipuasakan, rehabilitasi,
penaggulangan terhadap gangguan psikologis. Sedangkan pada
fase subakut atau lanjutan dilakukan manakala penanganan fase
akut yang kurang maksimal mengakibatkan perlu penanganan yang
serius pada fase subakut atau lanjutan, yang meliputi 4 sistem
homeostasis, yaitu kardiovaskuler, Renalis, Imonologi, dan Gastro
Intestinal.
Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar.
Pada luka bakar superfisial (derajat I dan derajat II superfisial),
lapisan kulit yang mati akan mengelupas dan lapisan kulit paling luar
kembali tumbuh menutupi lapisan di bawahnya.

PENANGANAN LUKA BAKAR

Disusun oleh :
Dr. Bambang Ismanto

Anda mungkin juga menyukai