Anda di halaman 1dari 4

Hubungan kebiasaan sarapan pagi dan membawa bekal makanan dengan status gizi pada

anak sekolah dasar usia 7-9 tahun di SDN Kebon Pala 02 Pagi, Jakarta Timur.

BAB I
I.1 Latar Belakang
Anak sekolah merupakan anak yang berada pada usia sekolah yaitu antara 6-12 tahun
(Wirjatmadi, 2012). Pada masa ini keseimbangan gizi perlu dijaga agar anak dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal (Suandi, 2012).
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara
asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel
pertumbuhan yaitu berat badan, tinggi badan atau panjang badan, lingkar kepala, lingkar
lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 2005). Menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013, status gizi pada anak usia 6-12 tahun secara nasional, prevalensi sangat
kurus 4%, sangat kurus 7,2% , normal 70% dan gemuk 10,8%. Sedangkan menurut data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, prevalensi status gizi anak usia 6-12 tahun di
wilayah Dki Jakarta, prevalensi sangat kurus 4,4%, kurus 6,5%, normal 76,3% dan gemuk
12,8%. Status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi
yang diderita. Asupan makanan yang cukup akan memenuhi kebutuhan energi sehingga
menghasilkan status gizi normal (Almatsier, 2002). Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG)
2013, pada anak usia 7-9 tahun kebutuhan energi 1850kkal, protein 49gr, lemak 72gr dan
karbohidrat 254 gr.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam sehari dibutuhkan 3 kali makan utama dan 2 kali
snack. Sarapan atau makan pagi (makan dan minum) dilakukan sebelum jam 9 pagi dapat
memenuhi 15-30% (370kkal) kebutuhan zat gizi harian. Sarapan dibutuhkan untuk mengisi
lambung yang telah kosong selama 8-10 jam saat kita tidur (Martianto, 2006). Tidak sarapan
pagi adalah masalah yang serius di Indonesia karena dapat menghambat pertumbuhan mental

dan fisik. Jika anak tidak sarapan maka akan melahirkan generasi yang lemah, miskin dan
kehilangan masa depan yang semakin besar (Hardiansyah, 2013).
Menurut penelitian Andaya et al. (2011) sebanyak 44,54% anak Indonesia tidak
sarapan pagi, intensitas waktu sarapan yang dilakukan bersama keluarga dalam 4 kali
seminggu menunjukan dampak yang lebih baik dibanding dengan yang melakukan sarapan
kurang dari 4 kali seminggu. Sedangkan menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2010 sebanyak 44,6 % anak usia sekolah mengkonsumsi sarapan berkualitas rendah (di
bawah 15% kecukupan gizi harian). Hampir 60% anak di Indonesia belum memiliki
kebiasaan sarapan, sulitnya membangunkan anak 59%, sulit mengajak anak sarapan 19%,
sulit meminta anak menghabiskan sarapan 10% dan khawatir anak terlambat sekolah 6%
(Hardiansyah, 2013). Di Indonesia berdasarkan hasil Global School-Based Student Health
Survey 2007 secara keseluruhan 5,9% siswa sering atau selalu berangkat sekolah dalam
keadaan lapar karena tidak tersedia makanan dirumah mereka dalam waktu 30 hari terakhir.
Snack adalah makanan pengganti yang dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar
sementara waktu serta memberi cadangan energi pada tubuh, namun snack bukanlah
pengganti makanan pokok (utama). Snack menyumbangkan 10% (185kkal) dari kebutuhan
sehari (Yuliana, 2010). Menurut Penelitian Saha, et al. (2011) menyebutkan bahwa 65,6%
siswa membeli makanan dari toko untuk makanan mereka ketika saat di sekolah dan hanya
34,4% siswa yang membawa bekal dari rumah untuk dibawa ke sekolah. Sekitar 72,9% siswa
mengkonsumsi gorengan dan makanan cepat saji yang mengandung kalori tinggi sedangkan
asupan makanan seperti buah dan hasil olahan susu rendah. Berdasarkan data Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) keamanan pangan jajanan anak sekolah yang tidak
memenuhi syarat 44%.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam sehari dibutuhkan 3 kali makan utama dan 2 kali
snack. Sarapan pagi dilakukan sebelum jam 9 pagi,menyumbangkan 15-30% (370kkal),
kenyataanya hampir 60% anak di Indonesia tidak sarapan pagi. Selain sarapan pagi, snack
(bekal makanan) juga menyumbangkan 10% (185kkal) kebutuhan sehari dan hanya 34,4 %
anak saja yang membawa bekal makanan. Sedangkan menurut data Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) keamanan pangan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat
44%. Untuk itu berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan sarapan
pagi dan membawa bekal makanan terhadap status gizi pada anak sekolah dasar usia 7-9
tahun di SDN Kebon Pala 02 Pagi, Jakarta Timur.

I.2 Rumusan Masalah


Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013, pada anak usia 7-9 tahun kebutuhan
energi 1850kkal, protein 49gr, lemak 72gr dan karbohidrat 254 gr. Hampir 60% anak di
Indonesia belum memiliki kebiasaan sarapan, sulitnya membangunkan anak 59%, sulit
mengajak anak sarapan 19%, sulit meminta anak menghabiskan sarapan 10% dan khawatir
anak terlambat sekolah 6% (Hardiansyah, 2013). Sarapan atau makan pagi (makan dan
minum) dilakukan sebelum jam 9 pagi dapat memenuhi 15-30% (370kkal) kebutuhan zat gizi
harian (Martianto, 2006). Dan snack menyumbangkan 10% (185kkal) dari kebutuhan sehari
(Yuliana, 2010). Menurut Penelitian Saha, et al. (2011) menyebutkan bahwa 65,6% siswa
membeli makanan dari toko untuk makanan mereka ketika saat di sekolah dan hanya 34,4%
siswa yang membawa bekal dari rumah untuk dibawa ke sekolah. Sekitar 72,9% siswa
mengkonsumsi gorengan dan makanan cepat saji yang mengandung kalori tinggi sedangkan
asupan makanan seperti buah dan hasil olahan susu rendah. Berdasarkan data Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) keamanan pangan jajanan anak sekolah yang tidak
memenuhi syarat 44%.
I.3. Tujuan
1.3.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan sarapan pagi dan membawa bekal dengan status
gizi anak di SDN Kebon Pala 02 Pagi Jakarta Timur

1.3.2

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik responden.
2. Untuk mengetahui gambaran sarapan anak usia 7-12 tahun di SDN Kebon
Pala 02 Pagi Jakarta Timur
3. Untuk mengetahui gambaran bekal makanan anak usia 7-12 tahun di SDN
Kebon Pala 02 Pagi Jakarta Timur
4. Untuk mengetahui hubungan sarapan pagi dengan status gizi anak usia 7-12
tahun di SDN Kebon Pala 02 Pagi Jakarta Timur
5. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan membawa bekal makanan dengan
status gizi anak usia 7-12 tahun di SDN Kebon Pala 02 Pagi Jakarta Timur
6. Untuk mengetahui hubungan sarapan pagi, membawa bekal terhadap status
gizi anak usia 7-12 tahun di SDN Kebon Pala 02 Pagi Jakarta Timur

I.4 Manfaat Penelitian


1.4.1

Manfaat bagi peneliti

Menambah pengetahuan mengenai manfaat sarapan dan membawa bekal terhadap


status gizi.
1.4.2 Manfaat bagi institusi tempat penelitian
Menambah pengetahuan mengenai pentingnya sarapan pagi dirumah dan membawa
bekal terhadap status gizi.
1.4.3 Manfaat bagi perguruan tinggi
Memberikan masukan dan pengetahuan sebagai bahan pembelajaran dari hasil
penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai