Anda di halaman 1dari 21

GANGGUAN PANIK

PENDAHULUAN
Istilah panik berasal dari kata Pan, dewa Yunani yang setengah hantu, tinggal dipegunungan dan
hutan, dan perilakunya sangat sulit diduga. Di tahun 1895 deskripsi gangguan panik pertama kali
dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam kasus agorafobia. Serangan panik merupakan ketakutan akan
timbulnya serangan serta diyakini akan segera terjadi. Individu yang mengalami serangan panik berusaha
untuk melarikan diri dari keadaan yang tidak pernah diprediksi.
Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak
diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relative singkat
(biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea.
Frekuensi pasien dengan gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan
multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun. Di Amerika Serikat, sebagian
besar peneliti dibidang gangguan panik percaya bahwa agoraphobia hampir selalu berkembang sebagai
suatu komplikasi pada pasien yang memiliki gangguan panik.
EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk gangguan panik adalah
1,5-5 % dan untuk serangan panik adalah 3 5.6 %. Sebagai contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih
dari 1.600 orang dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur
hidup adalah 3,8 % untuk gangguan panik, 5,6 % untuk serangan panik, dan 2,2 % untuk serangan panik
dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap.
Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun kurangnya
diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi yang tidak sama tersebut.
Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit hitam adalah sangat kecil.
Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat
perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun agorafobia dapat
berkembang pada setiap usia. Sebagai contohnya. gangguan panik telah dilaporkan terjadi pada anak-anak
dan remaja. dan kemungkinan kurang diagnosis pada mereka.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Faktor Biologis

Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah menghasilkan berbagai temuan; satu
interpretasi adalah bahwa gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di
dalam struktur otak dan fungsi otak. penelitian tersebut dan penelitian lainnya telah menghasilkan
hipotesis yang melibatkan disregulasi system saraf perifer dan pusat di dalam patofisiologi gangguan panik.
Sistem saraf otonomik pada beberapa pasien gangguan panik telah dilaporkan menunjukkan peningkatan
tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang berulang, dan berespon secara berlebihan
terhadap stimuli yang sedang. Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin,
dan gamma-aminobutyric acid (GABA).
Faktor Genetika
Bahwa gangguan ini memiliki komponen genetika yang jelas. Angka prevalensi tinggi pada anak
dengan orang tua yang menderita gangguan panik. Berbagai penelitian telah menemukan adanya
peningkatan resiko gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien
dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan
psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot.
Faktor Psikososial
Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk menjelaskan patogenesis
gangguan panik dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu
respon yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasan klasik.
Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan yang tidak berhasil
dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal
kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.
Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panic kemungkinan melibatkan arti bawah sadar
peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor
neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi psikologis.
GEJALA KLINIK
Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relative singkat dan
disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan menyebabkan minimal 4 dari gejalagejala somatik berikut:
1. Palpitasi

2. Berkeringat
3. Gemetar
4. Sesak napas
5. Perasaan tercekik
6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7. Mual dan gangguan perut
8. Fusing, bergoyang. melayang. atau pingsan
9. Derealisasi atau depersonalisasi
10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11. Rasa takut mati
12. Parastesi atau mati rasa
13. Menggigil atau perasaan panas. Serangan panik pertama seringkali sama sekali spontan, walaupun
serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual,
atau trauma emosional sedang. DSM-IV menekankan bahwa sekurangnya serangan pertama harus
tidak diperkirakan (tidak memiliki tanda) untuk memenuhi criteria diagnostik untuk gangguan panic.
Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit.
Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat.
Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa
kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia.
palpitasi, sesak nafas, dan berkeringat.
Gejala Penyerta
Gejala depresif seringkali ditemukan pada serangan panik dan agoraphobia, dan pada beberapa
pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik. Penelitian telah
menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi
dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.

DIAGNOSIS
Kriteria diagnostic untuk Gangguan Panik
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4.
Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau tidak nyaman, di mana empat (atau lebih) gejala berikut ini
terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit:
(1) Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat.
(2) Berkeringat.
(3) Gemetar atau berguncang
(4) Rasa nafas sesak atau tertahan
(5) Perasaan tercekik
(6) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
(7) Mual atau gangguan perut
(8) Perasaan pusing, bergoyang, melayang, atau pingsang.
(9) Derealisasi (perasaan tidak realitas) atau depersonalisasi (bukan merasadiri sendiri).
(10) Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
(11) Rasa takut mati.
(12) Parestesia (mati rasa atau sensasi geli)
(13) Menggigil atau perasaan panas.
Menurut PPDGJ-III gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik.Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali
serangan anxietas berat dalam masa kira-kira satu bulan :
1.

Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.

2.

Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
(unpredictable situation)

3.

Dengan keadaan yang relatif dari gejala-gejala anxietas pada periode diantara serangan-serangan
panik (meskipun demikianumumnya dapat terjadi juga anxietas antipsikotik yaitu anxietas yang
terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah gangguan medis
dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis misalnya infark miokard, hipertiroid, hipoglikemi, dan
feokromositoma. Sedangkan diagnosis banding psikiatri untuk gangguan panik adalah pura-pura,
gangguan buatan, fobia sosial dan spesifik, gangguan stress pasca traumatik, dan gangguan depresi.
PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau masa dewasa awal,
walaupun onset selama masa anak-anak, remaja awal, dan usia pertengahan dapat terjadi. Biasanya kronik
dan bervariasi tiap individu. Frekuensi dan kepasrahan serangan panic mungkin berfluktuasi. Serangan
panik dapat terjadi beberapa kali sehari atau kurang dari satu kali dalam sebulan. Penelitian follow up
jangka panjang gangguan panik sulit diinterpretasikan. Namun demikian kira-kira30-40% pasien
tampaknya bebas dari gejala follow up jangka panjang, kira-kira 50% memiliki gejala yang cukup ringan
yang tidak mempengaruhi kehidupannya secara bermakna dan kira-kira 10-21 % terus memiliki gejala yang
bermakna.
Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira-kira 40-80% dari semua pasien. Pasien
dengan fungsi premorbid yang baik dan lama gejala singkat cenderung memiliki prognosis yang baik.
PENATALAKSANAAN
Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita memahami bahwa
penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obat-obatan dan terapi perilaku biasanya bisa
mengendalikan gejala-gejalanya. Selain itu, Psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai
pertentangan psikis yang mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas.
Farmakoterapi
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat anti-depresi dan anticemas :

Golongan Trisiklik ( Misalnya clomipramine dan imipramin)


Monoamin Oxidase Inhibitors ( Misalnya fenelzin)
Beberapa penelitian menyatakan MAOI lebih efektif dibandingkan obat trisiklik.
Selective Seratonin Reuptake Inhibitors/SSRIs ( Misalnya fluoksetin)
Digunakan terutama pada pasien gangguan panic yang disertai dengan depresi.
SSRIs lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu menyebabkan
ketergantungan fisik.
Benzodiazepin
Bekerja lebih cepat daripada anti-depresi, tetapi bisa menyebabkan ketergantungan fisik dan
menimbulkan beberapa efek samping (Misalnya rasa mengantuk. gangguan koordinasi dan
perlambatan waktu reaksi).
Terapi Kognitif dan Perilaku
Adalah terapi yang efektif untuk gangguan panik. Dua pusat utama terapi kogmitif untuk
gangguan panik adalah instruksi tentang kepercayaan salah dari pasien dan informasi tentang serangan
panic. Instruksi tentang kepercayaan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk keliru
menginterpretasikan sensasi tubuh yang ringan sebagai tanda untuk ancaman serangan panic, kiamat atau
kematian. Informasi tentang serangan panik adalah termasuk penjelasan bahwa serangan panik jika terjadi
tidak mengancam kehidupan.
KESIMPULAN
Gangguan panik adalah gangguan yang ditandai dengan serangan panik yang spontan dan tidak
diperkirakan, atau periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relative singkat ( biasanya kurang
dari 1 tahun). yang disertai dengan gejala somatik.
Wanita 2-3 kali lebih sering terkena daripada laki-laki, gangguan paling sering berkembang pada dewasa
muda.
Faktor yang berperan dalam etiologi dan patofisiologi terjadinya gangguan panik, diantaranya faktor
biologi, faktor genetik dan faktor psikososial.

Beberapa golongan obat yang efektif untuk gangguan panic adalah obat trisiklik dan tetrasiklik, Mono
Amine Oksidase Inhibitor (MAOIs), Serotonin Spesific Inhibitors (RSSI) dan Benzodeazepine.

http://cetrione.blogspot.com/2008/07/gangguan-panik.html jam 19:06

Selasa, 05 Juli 2011

Refarat Penatalaksanaan Gangguan


Panik
PENATALAKSANAAN GANGGUAN PANIK
Syukri La Ranti
I.

PENDAHULUAN

Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas kronik yang
ditandai oleh serangan panik parah yang berulang dan tak terduga, frekuensi
serangannya bervariasi mulai dari beberapa kali serangan dalam setahun
hingga beberapa serangan dalam sehari. Serangan panik dapat pula terjadi
pada jenis gangguan cemas yang lain, namun hanya pada gangguan panik,
serangan terjadi meskipun tidak terdapat faktor presipitasi yang
jelas.1,2,3,4,5
Gangguan panik dapat timbul bersama gangguan mood, dengan gejala mood
secara potensial meningkatkan onset serangan panik. Gangguan panik juga
bisa didiagnosis dengan atau tanpa agoraphobia. Selain itu gangguan panik
juga biasanya menyertai penyakit somatik (comorbid) seperti PPOK, IBS,
migraine, dan meningkatkan frekuensi serangan jantung. Oleh karena itu
skrening dan pemeriksaan yang tepat terhadap gangguan panik sangat
dibutuhkan untuk efikasi terapi, efisiensi biaya dan waktu pengobatan.1,2,3
Pasien gangguan panik sering ditemukan pada mereka yang berada pada
usia produktif yakni antara 18-45 tahun. Selain itu penderita gangguan panik
lebih umum ditemukan pada wanita, terutama mereka yang belum menikah
serta wanita post-partum, serangan panik jarang ditemukan pada wanita
hamil.1,2,3,5
II.

DIAGNOSIS GANGGUAN PANIK

Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan


adanya serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten
berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap: (1)serangan panik baru (2) konsekuensi
serangan, atau (3) terjadi perubahan perilaku yang signifikan berhubungan
dengan serangan. Selain itu untuk mendiagnosis serangan panik, kita harus
menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala berikut ini:
Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
Takut mati
Leher serasa dicekik
Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
Merasa sesak, bernapas pendek

Mual atau distress abdominal


Gemetaran
Berkeringat
Rasa panas dikulit, menggigil
Mati rasa, kesemutan
Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri)

Selama serangan panik pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan


merasa ajalnya hampir menjelang akibat perasaan terkecekik dan berdebardebar. Gejala lain yang dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala,
tangan terasa dingin, timbulnya pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan
merenung.1,3,4,5
Terdapat 2 tipe diagnosis gangguan panik, yakni gangguan panik tanpa
agorafobia dan yang disertai agorafobia. Diagnosis dieksklusi bila serangan
panik terjadi pada kondisi di bawah pengaruh obat atau terjadi karena
didahului gangguan mental lainnya.1,2,3,4,5
III.

PEMICU PANIK

Salah satu upaya untuk mengatasi gangguan panik adalah dengan cara
menjauhkan pasien dari segala pemicu gangguan panik. Adapun beberapa
pemicu gangguan panik antara lain:
Cedera (oleh sebab kecelakaan atau operasi)
Penyakit somatik
Adanya konflik dengan orang lain
Penggunaan ganja
Penyalahgunaan stimulan seperti caffeine, decongestant, cocaine dan
obat-obatan simpatomimetik (seperti amfetamin, MDMA)
Berada pada tempat-tempat tertutp atau tempat umum (terutama pada
gangguan panik yang disertai agoraphobia)
Penggunaan sertraline, yang dapat menginduksi pasien gangguan panik
yang awalnya asimptomatik
Sindrom putus obat golongan SSRI, yang dapat mendinduksi gejala-gejala
yang menyerupai gangguan panik.
Pada beberapa penelitian, gejala-gejala serangan panik sering timbul pada
pasien penderita gangguan panik yang mengalami hiperventilasi,
menginhalasi CO2, konsumsi caffeine, atau yang mendapat injekasi natrium
laktat hipertonis atau larutan salin hipertonis, kolesistokinin, isoproterenol,
fulamazenil, atau naltrexone.1,5
IV.

ETIOLOGI

Etiologi sangat berperan dalam proses pemberian terapi pada pasien dengan
gangguan panik. Beberapa penelitian menunjukkan gangguan panik dapat

diturunkan akibat disfungsi neurokimia dengan perkiraan tingkat


heritabilitasnya (heritability) 0,3-0,6%. Meskipun begitu, hingga kini analisis
segregasi masih belum dapat menyimpulkan rantai DNA yang dapat
menyebabkan gangguan panik.1,5
Namun beberapa penelitian genetis menemukan bahwa regio kromosom 13q,
14q, 22q, 4q31-q34, serta 9q31 berkaitan erat dengan heritabilitas fenotip
gangguan panik.
Beberapa Teori Etiologi
Disfungsi neurokimia tampaknya menjadi salah satu penyebab gangguan
panik yang mengakibatkan ketidakseimbagan otonom, penurunan kualitas
GABA(gamma-aminobutyric acid)ergik, polimorfisme alel gen COMT
(catechol-O-methyltransferase), peningkatan fungsi reseptor adenosin,
peningkatan kortisol, penurunan fungsi reseptor benzodiazepin, gangguan
fungsi serotonin, norepinephrine, dopamine, cholecystokinin, dan IL-1 beta.1
Disfungsi neurokimia ini diperkuat oleh temuan hasil scanning PET yang
menunjukkan terjadi peningkatan aliran darah pada regio parahippocampal
dextra dan penurunan ikatan reseptor serotonin tipe 1A pada cingula anterior
dan posterior pasien gangguan panik.1
Beberapa peneliti juga memberikan teori yang menyatakan gangguan panik
merupakan suatu keadaan yang diakibatkan olehhiperventilasi kronik dan
hipersensivisitas reseptor karbon dioksida. Beberapa pasien epilepsi
menunjukkan gangguan panik sebagai manifestasi dari bangkitan mereka.1
Sedangkan teori kognitif menyatakan bahwa pasien dengan gangguan panik
telah mengalami peningkatan sensitivitas terhadap isyarat otonomik internal.
Sehingga dengan sedikit rangsangan stress saja, sudah dapat mengakibatkan
serangan panik.1
V.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Ketika Serangan Panik Terjadi


Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri.
Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien
serangan panik yang datang dengan keluhan nyeri dada, sesak napas,
palpitasi, atau nyaris pingsan antara lain:
1. Terapi oksigen
2. Membaringkan pasien dalam posisi Fowler
3. Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG
4. Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti
kelainan kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien memang sedang
mengalami serangan panik.

5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan


yang dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri.
Komponen utama dari terapi pasien serangan panik adalah menjelaskan pada
pasien kalau kondisi yang dialaminya bukanlah disebabkan oleh kondisi
medis yang serius dan bukan pula dikarenakan oleh gangguan mental yang
parah, tapi lebih diakibatkan oleh ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh
karena respon sistem simpatik atau fight or flight response. Memberi
keyakinan seperti ini terbukti menjadi plasebo yang signifikan dalam
memperbaiki kondisi pasien.
Dokter dan staf IRD harus mendengarkan keluhan pasien secara efektif
namun tetap menunjukkan empati terhadap kondisi pasien. Kita harus hatihati dalam menggunakan frasa seperti Penyakit Anda tidak serius atau
Anda akan baik-baik saja karena itu dapat di-misinterpretasi oleh pasien
sebagai ketiadaan empati.
6. Memberikan injeks lorazepam 0.5 mg IV q20min untuk menenangkan dan
mengurangi impuls tak terkontrol pasien.1
Bila keadaan pasien membaik, lorazepam injeksi dapat diganti dengan
lorazepam oral atau golongan benzodiazepin lain. Terapi ini tidak boleh lebih
dari 1 minggu untuk mencegah ketergantungan. Benzodiazepin digunakan
hanya untuk meningkatkan kepercayaan diri pasien. Setelah serangan panik
berlalu, pasien harus dijelaskan mengenai pentingnya terapi jangka panjang
seperti CBT dan penggunaan obat jenis SSRI.1
Penatalaksanaan Gangguan Panik Ketika Tidak Ada Serangan
Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik,
sering berulang, serta dapat menyertai berbagai gangguan mental dan
somatik lain, maka penatalaksanaan yang tepat serta hemat biaya sangat
dibutuhkan oleh pasien untuk mengurangi beban ekonomi yang bisa ikut
menjadi pemicu gangguan mental yang lain lagi pada pasien.1,2,3,5
RANZCP (Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrist)
menyatakan bahwa penatalaksanaan yang direkomendasikan untuk
menangani gangguan panik adalah mengedukasi pasien dan keluarga agar
dapat mendukung pasien dalam mengatasi kepanikannya. Terapi medikasi
hanya dianjurkan untuk penggunaan jangka pendek.2
Saat ini CBT (Cognitive-behaviour therapy) merupakan terapi yang dianggap
lebih efektif dan murah dalam mengatasi gangguan panik jika dibandingkan
dengan terapi medikasi. Untuk terapi medikasi, obat-obatan golongan tricyclic
dan serotonin selective reuptake inhibitors (SSRI) dianggap memiliki efikasi
yang setara serta lebih dipilih sebagai medikasi pilihan dibanding golongan

benzodiazepin yang sering disalahgunakan serta dapat menyebabkan


berbagai komplikasi pada pasien yang mengalami ketergantungan alkohol.2,3
1. Cognitive-behavioral therapy (CBT)
CBT, dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk
gangguan panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua pasien. CBT
memiliki efikasi yang lebih tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan
biayanya lebih murah. Selain itu tingkat drop out dan relaps juga lebih rendah
jika dibandingkan dengan terapi farmakologi. Meskipun begitu, hasil yang
lebih superior dapat dihasilkan dari kombinasi CBT dan
famakoterapi.1,2,3,4,5
Beberapa Metode CBT
Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode
restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi interocepative.Inti
dari terapi CBT adalah membantu pasien dalam memahami cara kerja
pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah dapat menimbulkan respon
emosional yang berlebihan, seperti pada gangguan panik.
Terapi restrukturisasi,melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi
pikirannya dengan cara mengganti semua pikiran pikiran negatif yang dapat
mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu serangan
panik dengan pemikiran-pemikiran positif.1,3,5
Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu pasien
mengontrol kadar kecemasan dan mencegah hypocania ketika serangan
panik terjadi. Semua jenis CBT seperti di atas dapat dilakukan pasien dengan
atau tanpa melibatkan dokter.1,3,5
Namun salah satu metode CBT seperti interoceptive therapy yang terbukti
berhasil pada 87% pasien harus dilakukan dengan bantuan dokter di suatu
lingkungan yang terkontrol. Karena terapi ini dilakukan dengan memberikan
paparan yang dapat menstimulus serangan panik pasien dengan cara
meningkatkannya sedikit demi sedikit hingga pasien mengalami desensitasi
terhadap stimulus tersebut. Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan
untuk mendesensitasi gangguan panik antara lain:
Hiperventilasi disengaja ini dapat mengakibatkan kepala pusing,
derealisasi, dan pandangan menjadi kabur
Melakukan putaran pada kursi ergonomis ini dapat mengakibatkan rasa
pusing dan disorientasi
Bernapas melalui pipet ini dapat mengakibatkan sesak napas dan
konstriksi saluran napas
Menahan napas - ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman
menjelang ajal
Menegangkan badan untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada
Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit. Kuncinya dari

teknik di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai


serangan panik. Latihan-latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien
tidak lagi merasakan kepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh
waktu hingga beberapa minggu untuk dapat mencapai hal itu.1
Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat belajar
melalui pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan seperti
sesak napas, pusing dan pandangan yang kabur bukanlah hal yang harus
ditakuti. Ketika pasien mulai menyadari hal tersebut maka secara otomatis,
hippocampus dan amygdala, yang merupakan pusat emosi, akan ikut
mempelajarinya sebagai hal yang tidak perlu ditakuti, sehingga respon sistem
simpatik akan ikut berkurang.1
2.

Terapi Medikasi

Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan


panik, yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase
inhibitor). Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap
kontoversial dalam terapi gangguan panik.1,2,3,4,5
2.a.

Golongan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)

Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam


rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu
serangan panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari
yang terkecil lalu ditingkatkan secara perlahan di setiap kesempatan follow up
berikutnya.
Mekanisme Kerja SSRI
SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di ekstraselular dengan
cara menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel presinaptik
sehingga ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan
dengan reseptor sel post-sinaptik. SSRI memiliki tingkat selektivitas yang
cukup baik terhadap transporter monoamin yang lain, seperti pada transporter
noradrenaline dan dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah terhadap
kedua reseptor tersebut sehingga efek sampingnya lebih sedikit.
SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain
obat rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target
biologi tertentu dan memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh
karena itu SSRI digunakan secara luas di hampir semua negara sebagai lini
pertama pengobatan antipanik.1,3
SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat ditingkatkan
secara bertahap tergantung pada kebutuhan. Semua jenis SSRI yang dikenal
saat ini memiliki efektifitas yang baik dalam menangani gangguan panik.

Salah satunya, Fluoxetine dalam salut memiliki masa paruh waktu yang
panjang sehingga cocok digunakan untuk pasien yang kurang patuh minum
obat. Selain itu waktu paruh yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawl
yang dapat terjadi ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan
penggunaan SSRI.1,3
Contoh Obat Golongan SSRI
Fluoxetine (Prozac)
Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik, dengan
efek minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake norepinephrine
atau dopamine.
Paroxetine (Paxil, Paxil CR)
Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya
berupakan inhibitor selektif yang poten terhadap serotonin neuronal dan
memiliki efek yang lemah terhadap reuptake norepinephrine dan dopamine.
Sertraline (Zoloft)
Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah pada
reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal.
Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR)
Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake
serotonin neuronal serta secara signifikan tidak berikatan pada alfaadrenergik, histamine atau reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya
lebih sedikit dibanding obat-obatan jeis trisiklik.
Citalopram (Celexa)
Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif reuptake
serotonin pada membran neuronal. Efek samping antikolinergik obat ini lebih
sedikit.
Escitalopram (Lexapro)
Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya mirip
dengan citalopram.
Efek Samping SSRI
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika tubuh
mulai mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang
timbul pada fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 68 minggu ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang menyeluruh.
Adapun beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia, insomnia, nyeri
kepala, tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada perilaku seksual,
penurunan berat badan, mual, muntah dan yang ditakutkan adalah efek
sampinng keinginan bunuh diri dan meningkatkan perasaan depresi pada
awal pengobatan.1,3

2.b. Golongan Tricyclic/Trisiklik


Golongan trisiklik zat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk
mengatasi depersi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan
pilihan pertama untuk terapi depresi. Meskipun masih dianggap memiliki
efektifitas yang tinggi, namun saat ini penggunaannya mulai digantikan oleh
golongan SSRI dan antidepresan lain yang terbaru.1,2
Golongan trisiklik beberapa memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya cukup
1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan
makanan. TCAs have the advantages of once-daily dosing, low risk of
dependence, and no dietary restrictions. Namun 35% penggunanya langsung
menghentikan pengobatan karena efek samping yang tidak menyenangkan.
Golongan trisiklik harus dimulai dengan dosis kecil untuk menghindari
amphetamine like stimulation. Biasanya pengobatan dengan menggunakan
trisiklik membtuhkan waktu sekitar 8-12 minggu untuk mencapai respon
terapi.
Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau
panik yang resisten terhadap obat antipanik terbaru. Selain itu golongan
trisiklik tidak menyebabkan ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lama. Hanya saja kelemahan golongan ini adalah, efek
sampingnya biasanya mendahului efek terapi sehingga banyak pasien yang
justru segera menghentikan pengobatan meskipun efek terapinya belum
tercapai.1,3
Mekanisme Kerja Trisiklik
Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI (serotoninnorepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok transporter serotonin
dan norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan neurotransmiter
ekstraseluler yang dapat bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama
sekali tidak bereaksi terhadap transporter dopamin sehingga efek samping
akibat peningkatan dopamin seperti halusinasi dapat berkurang.1,3
Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin, trisiklik juga
bereaksi sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT2 (5-HT2A and 5HT2C), 5-HT6, 5-HT7, 1-adrenergic, and NMDA receptors, dan sebagai
agonists pada sigma receptors (1 and 2), yang memberikan kontribusi pada
efek terapi dan efek sampingnya. Trisiklik juga dikenal sebagai antihistamin
dan antikolinergik kuat karena dapat bereaksi dengan reseptor histamine dan
asetilkolin muskarinik.
Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium,
sehingga dapat bekerja seperti obat-obatan natrium channel blocker dan
calcium channel blocker. Karena itu penggunanaan berlebih trisiklik dapat
menyebabkan kardiotoksik.1,3

Contoh Obat Trisiklik


Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM)
Imipramine menghambat reuptake norepinephrine dan srotonin pada neuron
presinaptikin.
Desipramine (Norpramin)
Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada celah
sinaptik SSP dengan ara menghambat reuptakenya di membran presinaptik.
Hal ini dapat menyebabkan efek desensitasi pada adenyl cyclase,
menurunkan regulasi reseptor beta-adrenergik, dan regulasi reseptor
serotonin.
Clomipramine (Anafranil)
Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangakan pada efeknya
uptake norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi metabolitnya,
desmethylclomipramine.
Efek Samping Trisiklik
Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang berkaitan
dengan antimuskarinik-nya. Beberapa di antaranya adalah mulut kering,
hidung kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan memori
dan peningkatan temperatur tubuh.
Efek samping lainnya adalah pusing, cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur,
akathisia, hipersensitivitas, hipotensi, aritmia serta kadang-kadang
rhabdomiolisis.1,3
2.c. MAO Inhibitor
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis
antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada
masa lalu golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan
depresi yang sudah resisten terhadap golongan trisiklik.
MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai
agoraphobia. Selain itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi migraine
dan penyakit parkinson karena target dari obat ini adalah MAO-B yang
berperan dalam timbulnya nyeri kepala dan gejala parkinson.1,3
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan
efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan trisiklik.
Cara Kerja MAOI
MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase,
sehingga ini dapat mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan
meningkatkan avaibilitasnya. Terdapat 2 jenis monoamine oxidase, MAO-A
dan MAO-B. MAO-A berkaitan dengan deaminasi serotonin, melatonin,

epinephrine and norepinephrine. Sedangkan MAO-B mendeaminasi


phenylethylamine and trace amines. Dopamine dideaminasi oleh keduanya.
Contoh Obat MAOI
Phenelzine (Nardil)
Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan dalam
mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan merlalui superioritas yang
jelas terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk mengatas
gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon
terhadap obat golongan trisiklik atau obat antidepresi golongan kedua.
Tranylcypromine (Parnate)
Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara
ireversibel pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan
meningkatkan avaibilitas sinaptik.
Efek Samping MAOI
Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine. Sehingga
ketika makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat
menderita krisis hipertensi. Jika makanan yang mengandung tiptofan dimakan
juga, maka hal ini dapat menyebabkan hiperserotonemia. Jumlah makanan
yang dibutuhkan hingga menimbulkan reaksi berbeda-beda pada tiap individu.
Mekanisme pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan krisis
hipertensi pada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan
tiramin menggantikan norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam
hal ini norepinefrin terdepak oleh tiramin. Hal ini dapat memicu aliran
pengeluaran norepinefrin sehingga dapat menyebabkan krisis hipertensi. Teori
lain menyatakan bahwa proliferasi dan akumulasi katekolamin yang
menyebabkan krisis hipertensi.
Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang
difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa seperti kacangkacangan. Makanan-makanan itu harus dihindarkan dari pengguna MAOI.1,3
2.d. Golongan Benzodiazepin
Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat piliahnyang digunakan
untuk mengatasi serangan panik akut.
Cara Kerja Benzodiazepin
Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter
GABA (gamma-butyric acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi
sehingga dapat menimbulkan kantuk, menekan kecemasan, anti-kejang,
melemaskan otot dan dapat mengakibatkan amnesia.

Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan
long acting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk
mengatasi insomnia sedangkan yang golongan long-acting digunakan untuk
mengatasi gangguan panik.1,3
Contoh Obat Benzodiazepin
Lorazepam (Ativan)
Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset singkat
dan paruh waktunya tergolong intermediate. Dengan meningkatkan aksi
GABA, yang merupakan inhibitor utama di otak, lorazepam dapat menekan
semua kerja SSP, termasuk sistem limbik dan formasi retikuler.
Clonazepam (Klonopin)
Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik lainnya.
Selain itu, obat ini memiliki waktu paru yang relatif panjang sekitar 36 jam.
Alprazolam (Xanax, Xanax XR)
Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan panik. Obat
ini dapat terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa bagian otak, termauk
sistem limbik dan RES. Meskipun begitu banyak ahli yang tidak menyarankan
penggunaan alprazolam dalam waktu lama karena tingkat ketergantungannya
sangat tinggi.
Dosis Alprazolam

Dewasa: 0.25-0.5 mg 3x/hr, dapat ditingkatkan dengan interval 3-4 hr s/d


maks 4 mg/hr dalam dosis terbagi. Lansia, pasien lemah fisik dan disfungsi
hati berat: 0.25 mg 2-3x/hr
Interaksi Alprazolam

Efek ditingkatkan oleh depresan SS, alkohol, barbiturat. Eksresi dihambat ole
simetidin
Kemasan Alprazolam

Tablet 0.5 mg x 10 x10


Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol)
Diazepam meruapakan salah satu jenis benzodiazepin yang potensinya
rendah. Namun dapat digunakan untuk mengatasi serangan panik.
Efek Samping Benzodiazepin
Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya
berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di antaranya
adalah mengantuk, pusing, dan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan.
Kurangnya koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan kecelakaan, terutama
pada orang tua. Akibat lain dari benzodiazepin adalah penurunan kemampuan
menyetir sehingga dapat berakibat pada tingginya angka kecelakaan.

Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan


terutama pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang
dapat timbul pada penggunaan benzodiazepin adalah mual, muntah,
perubahan selera makan, pandangan kabur, bingung, euforia, depersonalisasi
dan mimpi buruk. Beberapa kasus juga menunjukkan bahwa benzodiazepin
bersifat liver toksik.1,3
2.e. Serotonin Reuptake Inhibitor/Antagonist
Mekanisme kerja obat ini belum terlalu dipahami. Namun diketahui obat ini
dapat mengatasi gangguan panik dengan cara kerja yang berbeda dari MAOI,
serta tidak seperti obat jenis amphetamine, obat ini tidak menstimulasi CNS.1
Contoh Obat
Trazodone
Trazodone sangat berguna dalam terapi gangguan panik yang disertai
agorafobia. Pada hewan, obat ini secara selektif mampu menghambat uptake
serotonin melalui sinaptosom otak dan mepotensiasi perubahan perilaku
melalui induksi prekursor serotonin, 5-hidroksitriptofan.1
2.f. Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors
Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini adalah
mencegah reuptake inhibitor serotonin-norepinefrin sehingga dapat mengatasi
kepanikan.
Contoh Obat
Venlafaxine (Effexor, Effexor XR)
Venlafaxine merupakan salah satu contoh obat inhibitor reuptake
serotonin/norepinephrine selain itu cara kerja obat ini adalah menurunkan
regulasi reseptor beta.1
3.

Interaksi Obat

Adapun beberapa interaksi obat yang harus diperhatikan pada penggunaan


terapi medikasi gangguan panik antara lain:6
Obat anti-panik trisiklik (Imipramine/Clomipramine) +
Haloperidol(Phenothiazine) = mengurangi kecepatan ekskresi dari trisiklik
sehingga kadar dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya dapat terjadi
potensiasi efek samping antikolinergik seperti ileus paralitik, disuria, gangguan
absorbsi dan lain-lain.
Obat trisiklik/SSRI + CNS Depressant (alkohol, opioid, benzodiazepine, dll)
menyebabkan potensiasi efek sedasi dan penelanan terhadap pusat
pernapasan bahkan dapat terjadi gagal napas.
Obat trisklik/SSRI + Obat simpatomimetik (derivat amfetamin) = dapat
membahayakan kondisi jantung.
Obat trisiklik/SSRI + MAOI tidak boleh diberikan bersamaan karena dapat
terjadi Serotonin Malignant Syndrome. Perubahan penggunaan trisiklik/SSRI

menjadi MAOI atau sebaliknya harus menunggu waktu sekitar 2-4 minggu
untuk wash out period.
Obat trisiklik + SSRI, dapat meningkatkan toksisitas obat trisiklik.
4.

Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis

Semua jenis obat anti-panik hampir sama efektifnya dalam menanggulangi


sindrom panik pada taraf sedang dan pada stadium awal dari gangguan
panik.
Bila pasien peka terhadap efek samping obat, maka golongan obat yang
dianjurkan adalah SSRI atau RIMA yang lebih sedikit efek sampingnya.
Alprazolam menjadi pilihan untuk menangani pasien yang terkena
serangan panik akut.
Obat anti-panik harus dimulai dengan dosis kecil lalu ditingkatkan secara
perlahan hingga tercapai dosis maintenance. Dan harus diingatkan pada
pasien bahwa efek obat anti-panik bekerja dalam jangka waktu 2-4 minggu
sehingga meyakinkan pasien agar tetap patuh minum obat sangatlah penting.
Lamanya pemberian obat anti-panik bisa mencapai 6-12 bulan dan bila
sudah tidak terdapat lagi gejala, dosisnya dapat diturunkan selama 3 bulan
hingga pasien tidak tergantung lagi pada obat. Namun apabila terdapt lagi
serangan, pasien harus memulai lagi pengobatan dari awal.6
5. Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis
Semua pasien yang baru saja memakan obat anti-panik tidak dianjurkan
membawa kendaraan atau menjalankan mesin karena pasien dapat tertidur
saat melakukan aktivitas.
Semua ibu hamil tidak dianjurkan memakan obat anti-panik.
Pada manula dan yang menderita gangguan hati serta ginjal, maka dosis
obat anti-panik harus diberikan seminimal mungkin.6
VI.

KESIMPULAN

Gangguan panik merupakan suatu gangguan kejiwaan yang membutuhkan


penanganan jangka panjang. Adapun penatalaksanaan yang dianggap efektif
untuk menanganinya adalah terapi CBT, terapi medikasi SSRI dan trisiklik
sebagai terapi lini pertama dan golongan benzodiazepin potensi tinggi, MAOI
dan obat anti-panik jenis lain menjadi terapi lini kedua. CBT saja mungkin
efektif digunakan untuk terapi jangka panjang, namun efikasi terapi dapat
bertambah serta tingkat relaps dapat berkurang jika CBT dikombniasikan
dengan terapi medikasi.

http://skydrugz.blogspot.com/2011/07/penatalaksanaan-gangguan-panik.html
jam hampir sama

Anda mungkin juga menyukai