BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini di Indonesia telah banyak upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Upaya meningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan Nasional,
dengan mencerdaskan kehidupan bangsa dimana setiap kegiatan yang diberikan di sekolah atau
yang diajarkan kepada siswa pada jenjang pendidikan tertentu harus jelas mendukung tujuan
tersebut. Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya untuk mengembangkan seluruh potensi
peserta didik seoptimal mungkin melalui pengembangan bakat, minat dan rekayasa kondisi
lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi tumbuh kembangnya seluruh potensi yang dimiliki
peserta didik. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kualitas suatu bangsa.
Peningkatan mutu pendidikan saat ini menjadi perhatian bagi Indonesia. Pendidikan adalah
peningkatan mutu pembelajaran yang bertujuan mampu berkarya, meningkatkan prestasi siswa
dan bersaing dengan negara-negara lain.
Berdasarkan hasil observasi kelas yang telah dilakukan di SMAN 4 Bengkulu Selatan,
proses pembelajaran yang terjadi di kelas adalah guru lebih sering menggunakan metode
konvensional seperti ceramah, mencatat dan latihan soal. Sehingga membuat siswa bosan dan
kurang aktif dalam proses pembelajaran. Tetapi hal ini juga disebabkan oleh kondisi siswa yang
sulit untuk diarakan, yaitu motivasi belajar siswa sangat sedikit dan untuk menumbuhkan sikap
aktif tidaklah mudah buktinya guru dianggap sebagai sumber belajar utama.
Proses pembelajaran kimia merupakan suatu proses untuk memperoleh pengalaman
tentang berbagai fakta, kemampuan mengenal dan memecahkan masalah, memperoleh
kemampuan dalam penggunaan laboratorium serta mempunyai sikap yang dapat ditampilkan
dalam kehidupan sehari-hari (Tresna Sastrawijaya, 1988 :113). Pembelajaran secara umum
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor intern meliputi cara belajar, minat, motivasi
intelegensi, kesehatan dan kemampuan kognitif. Faktor ekstern yang mempengaruhi meliputi
kurikulum, guru, lingkungan, metode mengajar, keadaan sosial ekonomi, dan fasilitas belajar.
Dengan demikian harus dilakukan
pembelajaran tersebut. Seorang guru yang profesional dituntut untuk dapat menampilkan
keahlian dalam mengajar di depan kelas. Komponen yang harus di kuasai adalah menggunakan
bermacam macam model pembelajaran yang bervariasi dapat menarik minat belajar siswa.
Guru tidak hanya cukup dengan memberikan ceramah di depan kelas. Hal ini tidak berarti bahwa
metode ceramah tidak baik, melainkan pada suatu saat siswa akan menjadi bosan apabila hanya
guru sendiri yang berbicara, sedangkan siswa duduk diam mendengarkan. Kebosanan dalam
mendengarkan uraian guru dapat mematikan semangat belajar siswa. Selain itu ada pokok
bahasan yang memang kurang tepat untuk disampaikan melalui metode ceramah dan lebih
efektif melalui metode lain. Oleh karena itu guru perlu menguasai berbagai model pembelajaran.
Model pembelajaran yang tepat digunakan agar proses pembelajaran berjalan dengan
baik dan
siswa dapat dengan mudah meguasai suatu pembelajaran. Ada dua jenis model
pembelajara, yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center learning) dan
berpusat pada siswa (student centered learning). Pembelajaran akan efektif apabila
menggunakan model yang berpusat pada siswa atau student centered dan membuat siswa aktif
dalam belajar. Sebab pendekatan belajar berpusat pada siswa (student centered learning)
merujuk pada teori konstruktif yang menempatkan siswa sebagai individu yang memiliki bibit
ilmu di dalam dirinya yang memerlukan berbagai aktifitas/kegiatan untuk mengembangkannya
menjadi pemahaman yang bermakna terhadap sesuatu. Guru lebih bersifat sebagai fasilitator
dalam proses membangun pengetahuan. Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, peranan
siswa dalam pembelajaran lebih besar dari guru. Dengan demikian, siswa akan berperan lebih
aktif, mereka adalah sebagai subjek pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam proses
pembelajaran adalah model kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan proses belajar
mengajar yang menekankan adanya kerjasama dalam kelompok- kelompok kecil dan saling
menguntungkan antar siswa. Pembagian kelompok dibuat heterogen dalam hal prestasi belajar
dan jenis kelamin, budaya dan tingkat sosio ekonomi yang berbeda. Dalam pembelajaran
Kooperatif terdapat tanggung jawab individu sekaligus kelompok sehingga dalam diri siswa
terbentuk sikap saling ketergantungan positif dalam kelompoknya untuk belajar, bekerja dan
bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai terselesainya tugas tugas individu dan
kelompok. Salah satu pembelajaran kooperatif adalah kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT). Model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) memiliki kelebihan dan
kekurangan. Menurut Lie (2004), kelebihan dari model NHT yaitu, siswa menjadi antusias dan
bertanggung jawab dalam belajar, karena siswa memiliki nomor di kepala masing-masing,
siswa menjadi lebih aktif untuk berpendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan dan sebagainya.
Sedangkan kekurangannya yaitu waktu yang digunakan agaka lama sehingga tidak semua siswa
mendapat kesempatan untuk menjawab.
Penelitian model
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Pada tahun 2013 Qurniawati melakukan penelitian
dengan judul, Efektivitas Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
(NHT) dengan Media Kartu Pintar dan Kartu Soal terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi
Pokok Hidrokarbon Kelas X Semester Genap SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran
2012/2013. Pada penelitian tersebut pengunaan model NHT dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada pelajaran kimia. Tahun 2009, Melati melakukan penelitian dengan judul,
Meningkatkan Aktivitas SMAN 1 Ambawang Melalui Pembelajaran Model Numbered Head
Together (NHT) pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Hasil Penelitian tersebut
yaitu dengan penggunaan model NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa
Model pembelajaran lain yang mengacu pada student center yaitu model pembelajaran
Student Teams Achievement Division ( STAD) yang disertai dengan praktikum diharapkan bisa
membantu siswa dalam memahami materi, meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar
mengajar dan prestasi belajar siswa juga menambah kemampuan siswa dalam melakukan
kegiatan praktikum. Diharapkan dengan menggunakan metode ini siswa dapat lebih antusias
dalam mengikuti pelajaran, karena siswa juga akan diajak untuk percobaan langsung sehingga
siswa akan lebih memahami pelajaran. Dan proses pembelajaran diartikan berkualitas apabila
siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan metode pembelajaran STAD (Student Teams
Achievement Division) yang termasuk dalam model Cooperative Learning ini, yang berarti
bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tujuan dan seseorang akan mencari hasil yang terbaik
bagi dirinya dan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif ini juga merupakan
pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil sehingga siswa bekerja bersama untuk
memaksimalkan kegiatan belajarnya sendiri dan juga anggota yang lain (Sri Anitah W, 2007 : 67). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian eksperimen
dengan judul : Perbandingan Hasil Belajar Siswa Terhadap Konsep Kesetimbangan Kimia
Menggunakan Model Pembelajaran Koopratif Tipe Numbered Head Together (NHT)
Dengan Model Pembelajaran STAD (Student Team Achievment Divission) Di SMAN 4
Bengkulu Selatan
Subjek penelitian adalah siswa SMAN 4 Bengkulu Selatan kelas XI IPA tahun Ajaran
2016/2017
2.
materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran juga mengecek pemahaman mereka
terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2012).
2. Model Pembelajaran STAD (Student Team Achievment Divission) adalah metode belajar
yang menggunakan salah satu metode pembelajaran yang kooperatif yang paling
sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang
menggunakan pendekatan kooperatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakekat Belajar Pembelajaran
2.1.1
Pengertian Belajar
Menurut J. Broner dalam Hidayat ( 2004 :8) belajar merupakan suatu proses aktif
yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasin yang
diberikan kepada dirinya. Sedangkan menurut Silberman (2006 :5) mengambarkan saat
belajar aktif, para siswa melakukan banyak kegiatan, mereka menggunakan otak untuk
mempelajari ide-ide, memecahkan masalah dan menyenangkan penuh semangat, dan
keterlibatan secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik harus mendengar,
melihat, menjawab, bertanya dan mendiskusikan dengan orang lain. Pembelajaran aktif
menurut Hisyam Zaini, Bermawy Munthe & Sekar Ayu Aryani (2007:xvi) adalah suatu
pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Ketika peserta didik
belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Di sisi
lain, Silberman (2006:35-41) menyatakan lingkungan fisik dalam kelas dapat mendukung
atau menghambat kegiatan belajar aktif. Sehingga dari pernyataan tersebut perlengkapan
kelas perlu disusun ulang untuk menciptakan formasi tertentu yang sesuai dengan kondisi
belajar siswa. Belajar menurut Vygotsky bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial,
yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dalam bentuk bahasa,
lambang dan simbol. Model pembelajaran konstruktivisme sering diartikan sepenuhnya
berseberangan dengan model pembelajaran behavior.
Pembelajaran beracuan behaviorisme berpusat pada upaya siswa mengumpulkan
pengetahuan dan guru berupaya mentransfer. Sedangkan konstruktivisme ini kegiatan
pada siswa daripada guru. Guru sebagai fasilisator atau pelatih yang membantu siswa
menkontruksikan konsep-konsep dan pemecahan masalah secara mandiri. Teori penting
oleh Vygotsky yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scoffolding. Zone of
Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan
sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara
mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerja sama dengan
teman sejawat yang lebih mampu. Scoffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan
kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untu mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar
setelah ia dapat melakukannya. Dari beberapa definisi belajar dapat diambil kesimpulan
bahwa belajar adalah proses perolehan pengetahuan secara bersama-sama pada suatu
oragnisasi social untuk memecahkan permasalahan (Ratna Titisari, 2010: 9).
Menurut Piaget, pengetahuan datang dari tindakan dan perkembangan kognitif
sebagian besar bergantung pada seberapa jauh siswa aktif berinteraksi dengan
lingkungan,
dalam
arti
pengetahuan
itu
merupakan
sebuah
proses.
Dalam
yang mengarah lebih tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar memahami
mereka harus bekerja keras untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan
ide-ide dan kemampuannya.
Ide pokok pada teori konstruktivisme adalah peserta didik secara aktif membagi
pengetahuan mereka sendiri. Pendekatan dalam pembelajaran konstruktivisme dapat
menggunakan pembelajaran secara kooperatif ekstensif. Menurut teori ini peserta didik
akan lebih mudah menanamkan dan mengerti akan konsep-konsep yang sulit jika mereka
dapat membicarakan dan mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Peserta
didik secara rutin bekerja dalam kelompok yang terdiri sekitar empat orang untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah dalam hal ini penekanannya pada aspek sosial
dalam pembelajaran dan penggunaan kelompok yang sederajat untuk menghasilkan
pemikiran. Pada sistem pengajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan inilah yang
disebut pengajaran gotong royong atau cooperative learning (Slavin, 2008: 2).
Strategi tersebut di atas juga memerlukan tukar pikiran, diskusi, dan perdebatan
dalam kerangka mencapai pemahaman yang sama atas materi pelajaran. Oleh karena
pembelajaran model konstruktivisme, akan terjadi pembelajaran yang melibatkan
negosiasi dan interpretasi. Kondisi penyesuaian pikiran ini dilakukan siswa dengan guru,
antara sesama siswa atau antara siswa dengan lingkungan belajarnya (E. Mulyasa, 2003:
239). Dengan demikian tercipta hubungan kerjasama antara guru dengan siswa maupun
siswa dengan siswa.
b.
dalam pembelajaran guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada
siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Slavin,1994
dalam http://www.danardiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf ). Piaget menyatakan bahwa anak
membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalamanpengalamannya. Piaget membedakan perkembangan kognitif seorang anak menjadi
empat taraf, yaitu (1) taraf sensori motor, (2) taraf pra-operasional, (3) taraf operasional
konkrit, dan (4) taraf operasional formal. Walaupun ada perbedaan individual dalam hal
kemajuan perkembangan, tetapi teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa
10
tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Perkembangan kognitif sebagian besar
bergantung seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungan.
Antara teori Piaget dan konstruktivis terdapat persamaan yaitu terletak pada peran guru
sebagai fasilitator, bukan sebagai pemberi informasi. Guru perlu menciptakan lingkunga
belajar yang kondusif bagi siswa-siswanya dan membantu siswa menghubungkan antara
apa yang sudah diketahui siswa dengan apa yang sedang dan akan dipelajari siswa.
Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut (Slavin, 1994
dalam http://www.danardiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf).
1) Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar
kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses
yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. Pengalamanpengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap
fungsi kognitif dan hanya jika guru penuh perhatian terhadap metode yang
digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan
guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2) Megutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam
kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan
jadi (ready made knowledge) tidak mendapat tekanan, melainkan anak di dorong
meemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beraneka
ragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.
3) Memaklumi
akan
adanya
perbedaan
individual
dalam
hal
kemajuan
11
Selain teori belajar kognitif yang telah dijelaskan oleh Piaget, terdapat juga teori
belajar sosial yang dikemukakan oleh Vygotsky (Paul Suparno, 1997 : 45). Dalam
penelitiannya Vygotsky lebih memfokuskan perhatian kepada hubungan dialektik
antara individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan peserta didik
sebagai akibat interaksi social, baik dalam bahasa maupun budaya pada proses belajar
anak. Ada dua pegertian interaksi sosial yang terjadi pada peserta didik, yaitu :
1) Pengertian spontan, adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman anak
sehari-hari.
2) Pengertian ilmiah, adalah pengertian yang didapatkan siswa saat pembelajaran
di kelas.
Dalam proses belajar terjadi perkembangan dari pengertian yang spontan ke yang
lebih ilmiah (Fosnot dalam Paul Suparno , 1997:45). Pengertian ilmiah tidak datang
dalam bentuk yang jadi pada seorag peserta didik, pengertian tersebut mengalami
perkembangan. Dalam proses pembelajaran, kedua pengertian tersebut saling
berelasi dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, Vygotsky menekankan
pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang lain yang mempunyai pengetahuan
lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan baik dalam hal
ini adalah teman dan guru (Cobb dalam Paul Suparno , 1997:46).
Dalam interaksi verbal dengan guru, peserta didik ditatang untuk lebih mengerti
pengertian ilmiah dan mengembangkan pengertian spontan mereka. Oleh karena itu
banyak implikasi pendidikan yang membuat peserta didik berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran. Dalam interaksi ini, peserta didik ditantang mengkonstruksikan
pengetahuannya sesuai dengan konstruksi para guru. Dengan diilhaminya karyakarya Vygotsky, teori belajar sosial lebih menekankan praktek-praktek cultural dan
social dalam lingkungan belajar peserta didik (Bereiter dalam Paul Suparno ,
1997:46). Menurut ahli konstruktivisme sosial, aktivitas mengerti selalu
dipengaruhi oleh partisipasi seseorang dalam praktek-praktek sosial yang ada seperti
: situasi sekolah, teman, guru dan masyarakat.
2.1.2 Pengertian Pembelajaran
Beberapa definisi yang berhubungan dengan pembelajaran yang dikemukakan
oleh para ahli, antara lain:
12
a. Pembelajaran adalah usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat
siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor ekstern dan intern dalam
kegiatan belajar mengajar (H.J.Gino, 1998: 32).
b. Menurut Alvin W. Howard, pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk
mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah
atau mengembangkan ketrampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan
pengetahuan (Slameto, 2003: 32).
Pembelajaran dapat diartikan sebagai pengajaran yang mempunyai arti proses,
perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan. Pembelajaran terdiri atas beberapa
komponen yang saling berkaitan yang bekerja sama secara terpadu untuk tercapainya
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Komponen dari sistem pembelajaran ada
empat, yaitu: tujuan, materi, strategi belajar mengajar, dan evaluasi. Dari berbagai
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari
pengajar untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan pengetahuan,
ketrampilan dan tingkah laku pada diri pebelajar. Ciri-ciri interaksi belajar mengajar
yaitu memiliki tujuan, ada suatu prosedur yang direncana, ditandai suatu penggarapan
materi secara khusus, ditandai suatu aktivitas, ada guru sebagai pembimbing,
membutuhkan disiplin dan ada batas waktu untuk pencapaian tujuan serta ada
penilaian (Sardiman, 2007 :15-17).
Menurut Sri Anitah W. (2007: 2.16-2.17) ada beberapa faktor yang berkaitan
dengan kegiatan pembelajaran di antaranya:
a. Isi pelajaran, berkaitan dengan pengetahuan, ketrampilan, aturan, konsep atau
proses kreatif yang akan dipelajari pebelajar.
b. Bahan, bahan pelajaran berwujud tulisan, bentuk fisik atau stimuli visual yang
digunakan dalam pembelajaran.
c. Strategi pembelajaran, pemilihan strategi pembelajaran yang digunakan untuk
mengajar isi pembelajaran merupakan perencanaan sentral guru.
d. Perilaku guru, guru melakukan sejumlah kegiatan selama proses pembelajaran
dan membantu pebelajar dalam kegiatan-kegiatan belajar.
13
belajar,
ketika
kegiatan
belajar
direncanakan,
perlu
14
2.2.1
15
yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan
mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta ketrampilanketrampilan sosial
yang bermanfaat bagi kehidupannya dimasyarakat. Dengan metode Cooperative
Learning, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru
dalam proses belajar mengajar, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya,
dan sekaligus mempunyai kesematan untuk membelajarkan siswa yang lain.
Proses
menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompokkelompok kecil yang biasanya terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa. Pada saat siswa
belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar kolaboratif dalam
hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar
dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya dan
belajar secara bekerja sama.
Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecil si
pembelajar. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan
bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati
menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggotannya dapat bekerja
sama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu sama
lainnya. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari
apa yang disajikan dan membantu teman anggotanya untuk belajar. Ketika
kerjasama ini berlangsung tim menciptakan atmosfir pencapaian dan selanjutnya
pembelajaran ditingkatkan ( Karen L. Medsker dan Kristina M. Holdsworth, 2001
: 287). Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa
bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Kebanyakan
melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 siswa yang mempunyai
kemampuan yang berbeda (Slavin ,2008 : 3) dan ada yang menggunakan ukuran
kelompok yang berbeda-beda (Johnson and Johnson, 2003 : 16)
Pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa dituntut untuk bekerja
dalam kelompok melalui rancangan-rancangan tertentu yang sudah dipersiapkan
oleh guru sehingga seluruh siswa harus bekerja lebih aktif. Anita Lie ( 2002 : 25),
16
harus
melaksanakan
tugasnya
dengan
baik
untuk
perbedaan,
memanfaatkan
kelebihan
dan
mengisi
kekurangan.
4) Harus ada komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibelaki dengan berbagai
ketrampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung
pada
kesediaan
para
anggotanya
untuk
saling
17
18
pada
penggunaan
struktur
tertentu
yang
dirancang
untuk
19
a.
b.
c.
Kelompok Heterogen.
2.
3.
4.
Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu
siapa yang akan mewakili kelompok tersebut.
2.3.2
Model NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap
yang digunakan untuk mereviu fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk
mengatur interaksi siswa. Adapun langkah dalam pembelajan NHT antara lain yaitu
penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab Ibrahim (2000:
28) (dalam Siswanto dan Rechana, 2011):
1. Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi
siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 4-5 orang dan memberi
siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor yang berbeda, sesuai
dengan siswa didalam kelompok.
2. Pengajuan Pertanyaan
20
Pendahuluan
Persiapan
1)
2)
b.
3)
4)
Kegiatan Inti
Pelaksanaan pembelajaran model NHT (Numbered Heands Together)
Tahap pertama
1)
Tahap kedua
21
Menjawab: guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengajungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh
kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya
terhadap hasil diskusi hasil kolompok tersebut.
2)
memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik. Guru
memberikan soal latihan sebagai
mereka.
c.
Penutup
1)
2)
3)
2.3.3
b)
Memperbaiki kehadiran,
c)
d)
e)
22
f)
g)
h)
i)
j)
Selain itu secara lebih umum lagi bahwa kelebihan dari model Cooperative Learning
tipe Numbered Heads together yaitu
a) setiap siswa menjadi siap semua,
b) dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh,
c) siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai, d) tidak ada
siswa yang mendominasi dalam kelompok.
2. Kekurangan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
Setiap model yang kita pilih, tentu memiliki kekurangan dan kelebihan sendirisendiri. Salah satu kekurangan pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) adalah
kelas cenderung jadi ramai jika guru tidak dapat mengkondisikan dengan baik,
keramaian itu dapat menjadi tidak terkendalikan. Sehingga mengganggu proses belajar
mengajar, tidak hanya di kelas sendiri tetapi bisa juga mengganggu kelas lain. Terutama
untuk kelas dengan jumlah siswa yang lebih banyak.
2.4
sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang
menggunakan pendekatan kooperatif.
Universitas John Hopkin merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana serta sebuah bentuk model yang bagus untuk memulainya bagi pembelajar
yang baru dalam menggunakan pendekatan kooperatif. Menurut Richard. I Arends
pembelajar yang menggunakan STAD juga mengacu pada kelompok pembelajar,
menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan
presentasi verbal atau teks. Menurut penelitia oleh Dr. Francis A. Adesoji dan Dr. Tunde
L.. Ibrahim dengan judul Effect of Student Teams Achivement Division Strategy and
23
Pebelajar di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari
empat atau lima anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen baik
jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang, rendah).
2)
Tiap anggota kelompok bekerja saling membantu untuk menguasai bahan ajar
melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim.
3)
Secara individu atau kelompok, tiap minggu atau tiap dua minggu pembelajar
mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik
yang dipelajari.
4)
Tiap pebelajar atau tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan
ajar. Pembelajar secara individu atau secara kelompok yang meraih prestasi tinggi
diberi penghargaan. Penghargaan ini diberikan kepada beberapa kelompok jika
mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu.
2.4.1
24
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian kelas
dalam kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnis. Fungsi utama dari tim
adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan
mempersiapkan anggotanya untuk mengerjakan kuis dengan baik setelah guru
menyampaikan materinya.
3) Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode guru memberikan presentasi dan satu
atau dua periode praktik tim, para siswa mengerjakan kuis individual.
4) Skor kemajuan Individual
Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada
tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih
giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya.
5) Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim juga dapat menentukan
20% dari peringkat mereka.
Menurut Arends dalam Sukarmin tahap pelaksanaan pembelajaran Metode
STAD (Student Teams Achiment Division ) ada beberapa fase sebagai berikut :
ke
Guru
menjelaskan
kepada
siswa
dalam bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok
agar melakukan transisi secara efisien
25
Fase 4 :
Membimbing
belajar
kelompok
bekerja
Fase 5 :
Evaluasi
Fase 6 :
Memberikan penghargaan
kurang.
Selain
mempertimbangkan
kemampuan
akademik,
perlu
juga
26
10
dasar
Sama dengan skor dasar sampai 10
20
poin diatas
Lebih dari 10 poin diatas skor dasar
30
Nilai sempurna
30
( Slavin, 2008 : 159)
Kelompok penghargaan
Hebat
Sangat hebat
Super hebat
( Slavin, 2008 : 160)
2.5
27
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat
tinggi.
28
b.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
c.
2.5.2
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Syah (1997:97) (dalam Prantalo, 2012) mengatakan bahwa faktor intern adalah
factor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor
ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. Faktor intern ini meliputi tiga
bagian yaitu:
a. Faktor jasmaniah merupakan proses belajar seorang peserta didik akan
terganggu jika kesehatan peserta didik tersebut terganggu. Selain itu juga ia
akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, dan ngantuk jika
badannya lemah, kurang darah ataupun ada kelainan fungsi alat inderanya
serta tubuhnya. Dengan demikian apabila peserta didik cacat tubuh, hal itu
akan mempengaruhi hasil belajar. Peserta didik yang cacat, belajarnya akan
terganggu. Jika hal itu terjadi hendaknya peserta didik tersebut belajar pada
lembaga pendidikan khusus atau diusahakan dengan member alat bantu agar
dia dapat menghindari atau mengurangi kecacatannya.
b. Faktor psikologis merupakan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar
yang muncul dari segi kejiwaan. Pada faktor ini, sekurangnya-kurangnya ada
tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi
29
2.
3.
2.6
Kesetimbangan Kimia
Dalam Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian 2004, standar
kompetensi dari materi pokok Kesetimbangan Kimia adalah siswa dapat memahami
kesetimbangan reaksi kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Materi dalam
Kesetimbangan
Kimia
meliputi
konsep
kesetimbangan
dinamis,
pergeseran
Abu hasil pembakaran kertas tidak akan dapat menghasilkan kertas kembali. Reaksi
seperti itu digolongkan sebagai reaksi yang berlangsung searah atau reaksi yang tidak
dapat balik (irreversibel). Proses-proses alami yang dapat balik (reaksi reversible)
contohnya perubahan wujud air menjadi gas dan menjadi es. Di laboratorium maupun
dalam proses industri banyak ditemukan reaksi yang dapat balik.
30
Salah satu contoh reaksi reversibel adalah terjadinya reaksi antara hidrogen dan
nitrogen untuk membentuk amonia dan reaksi penguraian amonia membentuk hidrogen
dan nitrogen. Bila hidrogen dan nitrogen dicampur dalam angka banding volume 3 : 1
pada suhu kamar maka tidak terjadi suatu reaksi. Namun pada suhu tinggi yaitu pada
suhu 200o C dan tekanan 30 atm serta ditambah dengan katalis maka reaksi tersebut akan
berjalan cepat. Reaksi pembentukan amonia dari hidrogen dan nitrogen dapat ditulis
sebagai berikut:
3H2 (g) + N2 2NH3 (g) ..(1)
Sebaliknya amonia juga tidak terurai pada suhu kamar. Tetapi pada suhu 200o C dan
tekanan 30 atm serta ditambah dengan katalis maka penguraian ammonia akan berjalan
cepat. Reaksi penguraian amonia menjadi hidrogen dan nitrogen dapat ditulis sebagai
berikut: 2NH3 (g)
Dari kedua fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa reaksi pembentukan amonia
merupakan kebalikan dari reaksi penguraian ammonia atau dapat disebut juga sebagai
reaksi reversible (reaksi bolak-balik) sehingga kedua reaksi tersebut dapat ditulis sebagai
berikut: 3H2 (g) + N2 (g)
2NH3 (g)..(3)
Pada suhu 200 oC dan tekanan 30 atm campuran hidrogen dan nitrogen bereaksi
dengan cepat membentuk ammonia sampai sekitar 67,6 persen. Sebaliknya pada kondisi
yang sama ammonia terurai menghasilkan hidrogen dan nitrogen sebanyak 32,4 persen.
Selama campuran dipertahankan pada suhu 200 oC dan tekanan 30 atm maka banyaknya
ketiga zat tersebut tidak akan mengalami perubahan lebih lanjut, sehingga dapat
disimpulkan bahwa reaksi tersebut telah mencapai kesetimbangan. Pada keadaan
kesetimbangan ini secara mikroskopik tidak ada perubahan yang bisa diamati, seolah
reaksi telah berhenti. Akan tetapi secara mikroskopik, yaitu pada tingkat molekul, reaksi
tetap berlangsung. Oleh karena itu kesetimbangan kimia disebut sebagai kesetimbangan
dinamis. Dalam tinjauan mikroskopik ini, kesetimbangan tercapai pada saat laju reaksi
maju sama dengan laju reaksi balik. (Elizabeth Kean, 1984: 278).
Keadaan
kesetimbangan
tersebut
dapat
dijelaskan
sebagai
berikut:
reaksi
pembentukan amonia dari hidrogen dan nitrogen mula-mula berlangsung cepat kemudian
dengan bertambahnya waktu konsentrasi N2 dan H 2 semakin berkurang, maka
pembentukan NH3 semakin lambat, sedangkan reaksi penguraian amonia menjadi
31
hidrogen dan nitrogen mula-mula lambat kemudian semakin cepat karena amonia semakin
bertambah. Akhirnya kecepatan kedua reaksi yang berlawanan tersebut menjadi sama. Reaksi
pembentukan amonia dan penguraian amonia dapat dijelaskan dengan Gambar 1 di bawah ini.
Jika dimulai dengan amonia dengan wadah tertutup pada suhu 200 oC dan tekanan
30 atm, reaksi-reaksi yang sama akan berlangsung tetapi urutannya terbalik. Jika laju
reaksi telah sama serta suhu dan tekanan tidak berubah dan tidak ada yang ditambahkan
atau diambil, maka banyaknya hidrogen, nitrogen dan amonia tidak berubah. Contoh
reaksi reversibel yang lain adalah reaksi antara timbal (II) sulfat dengan natrium iodida,
jika serbuk timbal (II) sulfat direaksikan dengan larutan natrium iodida, terbentuk
endapan kuning dari timbal (II) iodida sebagai berikut:
PbSO4 (s) + 2NaI (aq)
Putih
Sebaliknya, jika endapan timbal (II) iodide direaksikan dengan larutan natrium
sulfat akan terbentuk endapan timbal (II) sulfat yang berwarna putih:
PbI2 (s) + Na2SO4 (aq)
kuning
2.6.2
Pergeseran Kimia
32
33
Fe (SCN)2+ (aq)
Tak berwarna merah darah
34
Pengubahan Suhu
Apabila
suhu
suatu
sistem
kesetimbangan
dinaikkan
maka
2NO(g) H = + 180,5 kj
2.6.3
35
rekasi
kimia
sebanyakbanyaknya
untuk
dengan
memproduksi
memanfaatkan
suatu
pergeseran
zat
dalam
dengan
sistem
kesetimbangan. Sehingga proses ini dapat dilakukan secara ekonomis dan produk
yang dihasilkan optimal. Pemilihan kondisi optimal dapat dilakukan dengan
menggunakan azas Le Chatelier.
1)
Pembuatan Amonia
Pembuatan amonia berasal dari gas-gas nitrogen dan hidrogen. Reaksi
yang berlangsung adalah:
N2 (g) + 3H2 (g)
Pada suhu biasa, reaksi berjalan lambat sekali. Jika suhu dinaikkan reaksi
akan berjalan jauh lebih cepat. Akan tetapi penambahan suhu menyebabkan
reaksi bergeser ke kiri, sehingga mengurangi hasil NH3. Dengan
memperhitungkan faktor waktu dan hasil, maka suhu yang digunakan adalah
500 oC.
Untuk mempercepat tercapainya kesetimbangan, dipakai katalis oksida
besi. Agar reaksi bergeser ke kanan, tekanan yang digunakan harus tinggi.
Tekanan 200 atm akan memberikan hasil amonia 15%, tekanan 350 atm
menghasilkan amonia 30% dan tekanan 1000 atm akan menghasilkan amonia
40% Selama berlangsung, gas-gas hidrogen dan nitrogen terus-menerus
ditambahkan ke dalam campuran. Sedangkan NH3 yang terbentuk harus
segera dipisahkan dari campuran dengan cara mengembunkannya, sebab titik
didih NH3 jauh lebih tinggi dari titik didih N2 dan H2 (Irfan Anshory,
1987:177).
2)
SO2 (g)
2SO3 (g)
H2S2O7 (l)
H2SO4 (aq)
36
Tahap terpenting dari proses ini adalah reaksi yang kedua. Reaksi ini
merupakan reaksi kesetimbangan dan eksoterm. Reaksi ini hanya berlangsung
baik pada suhu tinggi. Akan tetapi pada suhu tinggi justru kesetimbangan
bergeser ke kiri. Sehingga mengurangi hasil SO3, maka pada proses ini
digunakan suhu sekitar 5000 oC.
Sebenarnya tekanan yang besar akan menguntungkan produksi SO3, akan
tetapi penambahan tekanan tidak diimbangi dengan penambahan hasil
memadai. Karena tanpa tekanan besarpun, yaitu dengan adanya katalisator
V2O5 reaksi ke kanan sudah cukup sempurna. Oleh karena itu pada proses
kontak tidak digunakan tekanan besar melainkan pada tekanan normal.
2.6.4 Tetapan Kesetimbangan
Pada tahun 1864 Gulberg gan Wange menemukan adanya hubungan antara
konsentrasi komponen-komponen dalam kesetimbangan. Hubungan yang tatap
tersebut disebut hukum kesetimbangan atau tetapan kesetimbangan.
1) Rumus Tetapan Kesetimbangan Kc
Untuk reaksi umum pada kesetimbangan homogen:
pA (g) + qB (g)
rC (g) + sD (g)
2) Derajat Disosiasi
rC (g) + sD (g)
37
Derajat disosiasi adalah bagian/ presentase mol zat yang terurai terhadap
mol zat mula-mula. Derajat disosiasi dinotasikan dengan alpha ().
Reaksi Homogen
p A(g) + q B(g)
r C(g) + s D(g)
Reaksi Heterogen
P A(g) + q B(g)
r C(g) + s D(g)
38
2.7
Kerangka Berfikir
Model Pembelajaran
Menentukan Hasil
belajar
Model Pembelajaran
Model Pembelajaran
STAD
Dibandingkan
Terdapat Perbedaan
2.8
Hipotesis Penelitian
Dari kajian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa antara
penerapan model pembelajaran kompratif tipe NHT dan STAD pada pokok
pembahasan konsep kesetimbangan kimia.
Untuk hipotesis yang akan diuji adalah:
HO : 1 = 2
Ha : 1 2
Sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukaan di atas, maka dapat
dirincikan sebagai berikut:
39
Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa antara penerapan model
pembelajaran NHT dan STAD pada pokok bahasan pembahasan konsep
kesetimbangan kimia.
Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa antara penerapan model
pembelajaran NHT dan STAD pada pokok bahasan pembahasan konsep
kesetimbangan kimia.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental atau quasi eksperimental, yang
dilakukan dengan melakukan pengontrolan sesuai dengan situasi yang ada. Dalam
desain ini kontrol atau pengendalian variable tidak bisa dilakukan secara ketat atau
secara utuh (Sudjana, 1992).
Pada penelitian ini terdapat dua kelas yang diberikan perlakuan berbeda-beda
dalam metode pembelajarannya. Dimana kelas eksperimen pertama diberi perlakuan
dengan menggunakan model pembelajaran Koopratif Tipe Numbered Head Together
(NHT), lalu kelas eksperimen ke dua menggunakan model pembelajaran STAD
(Student Team Achievment Divission) dan kelas control menggunakan metode
ceramah.
3.2
3.3
3.3.1
Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 4 Bengkulu
Jumlah Siswa
XI IPA 1
24 orang
XI IPA 2
24 orang
XI IPA 3
24 orang
41
Variabel Penelitian
Variabel Bebas
Variabel bebas adalah kondisi yang oleh peneliti dimanipulasikan dalam
3.4.2
Variabel Terikat
Variabel terikat adalah kondisi yang menunjukkan pada akibat atau pengaruh
yang dikarenakan variabel bebas. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel
terikat adalah hasil belajar siswa pada kedua kelas sampel dalam pelajaran kimia.
(Hastuti, 2009).
3.5
Desain Penelitain
Pada penelitian ini, adapun desain penelitian yang digunakan yaitu Control-
Group Pretest Posttest Design. Dalam penenlitian ini, subjek penelitian terdiri dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Kedua subjek
diberi perlakuan selama waktu tertentu. Pada desain ini kedua kelompok diberikan
tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) selanjutnya dicari peningkatan antara
kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II.
Tabel 5. Desain Penelitian Control-Group Pretest Posttest Design
Kelompok
Eksperimen l
Eksperimen ll
Prtest
T1
T1
Treatment
X1
X2
Posttest
T2
T2
(Rista, 2010).
Keterangan:
X1: Pengajaran materi sub pokok bahasan konsep kesetimbangan kimia dengan
metode NHT
42
X2: Pengajaran materi sub pokok bahasan konsep kesetimbangan kimia dengan
metode STAD
T1: Prtest (tes awal) terhadap penguasaan konsep materi sub pokok bahasan konsep
kesetimbangan kimia
T2: Posttest (tes akhir) terhadap penguasaan konsep materi sub pokok bahasan
konsep kesetimbangan kimia
Setelah dilakukan pretest dan posttest, maka dilihat yang manakah memilik
selisih yang paling besar antara pretest dan posttest, apakah di kelas eksperimen I
ataukah di kelas eksperimen II.
3.6
Prosedur Penelitian
DIAGRAM ALIR
Populasi
Uji Homogenitas
Uji Homogenitas
Pretest
Uji Homogenitas
Kelas Eksperimen l
Kelas Eksperimen ll
Terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada pokok bahasan konsep kesetimbanagan kimia
yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together dan Model
pembelajaran STAD (Student Team Achievment Divission)
Gambar 2. Diagram Alir Pelaksaan Penelitian
Terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada pokok bahasan reaksi redoksantara kelas yang
43
2.
3.
4.
5.
6.
Menganalisis hasil pretest yang dilakukan pada kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II.
7.
Melaksanakan
pembelajaran
dengan
menggunakan
dengan
model
9.
10.
Membandingkan
perbedaan
hasil
belajar
kimia
siswa
pada
model
44
Studi Pendahuluan
Perumusan Masalah
Penyusunan instrument
1. Soal soal Pretest dan Posttest
Penyusunan
Rencana
Pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif
tipe NHT
dan model
pembelajaran STAD
Tahap Awal
Uji Homogenitas
Tes Awal
Model Pembelajaran
Model Pembelajaran
kooperatif tipe
NHT
STAD
Tahap Pelaksanaan
Kelas Eksperimen Il
Kelas Eksperimen I
Tes Akhir
Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 3. Alur Penelitian
Tahap Akhir
Pengolahan Data
45
3.8
Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
3.9.1
Mencari Informasi
Studi kepustakaan, dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan
memanfaatkan literatur yang relevan dengan penelitian ini yaitu dengan cara
membaca, mempelajari, menelaah, mengutip pendapat dari berbagai sumber berupa
buku, diktat, skripsi, internet dan sumber lainnya.
3.9.2
Wawancara (Interview)
Wawancara ini dilakukan dengan guru bidang studi kimia untuk
Observasi
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang
46
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki seorang individu atau kelompok (Arikunto, 2010).
1. Sebelum pembelajaran di kelas eksperimen pertama yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan di kelas
eksperimen kedua menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team
Achievment Divission) dilakukan, siswa diberi pretest, kemudian hasil tersebut
dikumpulkan dan di beri skor.
2. Setelah selesai pembelajaran di kelas eksperimen I yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) yang dan di kelas
eksperimen II yang menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team
Achievment Divission) dilakukan, siswa diberi posttest, kemudian hasil tersebut
dikumpulkan dan diberi skor.
Selisih dari hasil pretest dan posttest ini akan digunakan untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar siswa. Kemudian nilai rata-rata selisih pretest dan
posttest yang diperoleh tersebut digunakan untuk pengujian hipotesis, yaitu
untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikaan hasil belajar siswa pada
pembelajaran kimia yang menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe
47
Berdasarkan angka skor pretest dan postest dihitung rata-rata hasil belajar
siswa. Nilai rata-rata persentase hasil belajar pada kelas ekperimen I dan kelas
ekperimen II selanjutnya dianalisis untuk mengetahui peningkatan (gain) hasil
belajar siswa.
3.11 Teknik Analisis Data
3.11.1
Keterangan:
X = Rata-rata hasil belajar
X = Jumlah nilai siswa
n = Jumlah siswa
(Sudjana, 1996)
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan beberapa uji, antara
lain: uji homogenitas varians, uji normalitas, dan uji hipotesis.
3.11.1.1 Uji Homogenitas Varian
Dalam penelitian ini digunakan uji fischer dengan rumus sebagai berikut:
Jika Fhit
ung
tersebut homogen, jika Fhit ung = F tabel, maka data tidak homogen. Dengan
Ft abel = F(k-1) (n1+ n2 - 2) (Subana dan Sudrajat, 2005).
3.11.1.2 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil
belajar yang berasal dari kedua kelompok berdistribusi normal atau tidak.
48
Uji normalitas bertujuan untuk menentukan teknik analisis data yang tepat.
Secara statistik, uji normalitas dapat dituliskan sebagai berikut:
H0 : data yang berasal dari populasi yang terdistribusi normal.
Ha : data yang tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal
Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji chi kuadrat, yaitu:
Keterangan:
X2 = Uji chi kuadrat
f0 = Frekuensi yang diperoleh berdasarkan data
fh = frekuensi yang diharapkan
Dengan kriteria pengujian dengan a = 1% jika 2 hitung < 2tabel < (2 (1-a) (k-3)), maka
data terdistribusi normal (Arikunto, 2010)
49
Keterangan:
n1 = banyaknya data kelompok 1
n2 = banyaknya data kelompok 2
S1 = varians data kelompok 1 (Sd1) 2
S2 = varians data kelompok 2 (Sd2)2
b. Menentukan t hitung
Keterangan:
dsg = nilai deviasi standar gabungan
x1= rata-rata data kelompok 1
x2 = rata-rata data kelompok 2
Untuk mengetahui apakah perbedaan itu signifikan atau tidak, maka harga
t-hitung tersebut perlu dibandingkan dengan harga ttabel. Apabila diperoleh thitung
lebih besar dari pada ttabel, maka perbedaan itu signifikan.
Kriteria pengujinya: tolak HO, jika thitung > t tabel, dalam keadaan lain HO diterima.
Dengan = 0,01 dan dk = (n1 + n2 2).
50
analisis kuantitatif atau salah satu teknik analisis statistik yang dapat digunakan untuk
menguji hipotesis mengenai ada tidaknya perbedaan antar variabel yang sedang diteliti.
Jika perbedaan itu memang ada, apakah perbedaan itu merupakan perbedaan yang berarti
atau meyakinkan (signifikan), ataukah bahwa perbedaan itu hanyalah secara kebetulan
saja. Teknik analisis komparasional dengan variabel yang diperbandingkan hanya dua
buah saja, disebut taknik analisis komparasional Bivariat (Sudijono, 2012).