Anda di halaman 1dari 23

STRUMA

Aulia Fadhilah Tasruddin, Syamsul Rijal

I.

Embriologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid berkembang dari penebalan entodermal (divertikulum
tiroid) pada dasar primitif faring, dan terhubung dengan foramen sekum oleh
duktus tiroglosus. Kemudian pada masa embrional minggu ke-7, kelenjar
tiroid sudah turun, dan posisi terakhirnya berada di ventral trakea, setingkat
vertebra servikal C5, C6 dan C7 serta vertebra torakal T1, sedangkan duktus
tiroglosus rudimenter kadang masih tersisa, yang kemudian bisa kita jumpai
sebagai lobus piramidalis, yang terletak di isthmus menuju hioid (50%).
Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa
kehidupan intrauterin dan pada minggu ini folikel tiroid pertama mulai terisi
koloid1.

II.

Anatomi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus
tiroid berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat
kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang
dewasa berat normalnya antara 10-20 gram2,3.
Pada sisi posterior melekat erat pada fasia pratrakea dan laring melalui
kapsul fibrosa, sehingga akan ikut bergerak kea rah cranial sewaktu menelan.
Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis (m.
sternotiroid dan m. sternohioid) kanan dan kiri yang bertemu pada midline.
Pada sebelah yang lebih superficial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli
profunda dan superfisialis yang membungkus m. sternokleidomastoideus dan
vena jugularis eksterna. Sisi lateral berbatasan dengan a. karotis komunis, v.
jugularis interna, trunkus simpatikus dan arteri tiroidea inferior. Posterior dari
sisi medialnya terdapat kelenjar paratiroid, n. laringeus rekuren dan
1

esophagus. Esofagus terletak di belakang trakea dan laring, sedangkan


n.laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagikus2,3.
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A.tiroidea superior
berasal dari a.karotis kommunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari
a.subklavia, dan a.tiroidea ima berasala dari a.brakhiosefalik salah sau cabang
arkus aorta. Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gram/menit,
kira-kira 50 kali lebih banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya.
Pada keadaan hipertiroidisme, aliran darah ini akan meningkat sehingga
dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah
kelenjar2,3.
Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik,
sedangkan system venanya berasal dari pleksus parafolikuler yang menyatu di
permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior2,3.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar
paratiroid menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di
lobus medius2,3.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas
dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring
yang tepat berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik
dan sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening
ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar
tiroid2,3.

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid2

III.

Histologi Kelenjar Tiroid


Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:
a) Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi
suatu massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk
kolumner katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus
dilatih).
b) Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel
yang berjauhan.

Gambar 2. Histologi Kelenjar Tiroid. (a) Kelenjar tiroid mencit yang


normal, (b) Kelenjar tiroid mencit yang inaktif setelah hipofisektomi,
lumen folikel membesar, (c) Gambaran kelenjar tiroid setelah diberi
IV.

stimulasi TSH, colloid sudah mulai terlihat.


Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4).

Bentuk aktif ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari
konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh

kelenjar tiroid. Yodida anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan
bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali
yang afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Yodida anorganik mengalami
oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin
yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT) atau
diyodotirosin (DIT). Senyawa atau konjugasi DIT dengan MIT atau dengan
DIT yang lain akan menghasilkan T3 atau T4, yang disimpan dalam koloid
kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya
tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi untuk
selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada
protein, yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau
prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).1,3,4
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid
(thyroid stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur
aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai
negative feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi
thyrotropine releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Hormon kelenjar
tiroid mempunyai pengaruh yang sangat bervariasi terhadap jaringan/organ
tubuh yang pada umumnya berhubungan dengan metabolism sel. 1,3,4
Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang
menghasilkan kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut
mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum,
melalui pengaruhnya terhadap tulang. 1,3,4

Gambar 3. Fisiologi kelenjar Tiroid4


Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : 5
a)

TRH (Thyrotrophin releasing hormone). Tripeptida yang disentesis

oleh hipothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid


stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid terangsang menjadi
hiperplasi dan hiperfungsi
b)

TSH (thyroid stimulating hormone). Glikoprotein yang terbentuk

oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan
reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek
hormonal yaitu produksi hormon meningkat.
c)

Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback). Kedua hormon

(T3 dan T4) ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya
hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat
hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap
rangsangan TSH.
d)

Otoregulasi.Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi

hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid


Efek fisiologik hormon tiroid:5
a) Pertumbuhan fetus. Hormon tiroid danTSH bekerja setelah usia 11
minggu.
6

b) Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas.


Dirangsang oleh T3 di semua jaringan,kecuali otak, testis dan limpa.
c) Hormon tiroid menurunkan kadar superoksid desmustase hingga radikal
bebas anion superoksid meningkat.
d) Efek kardiovaskuler. Secara klinis terlihat sebagai naiknya cardiac output
dan takikardi.
e) Efek simpatik. Pada hipertiroid sensitivitas terhadap katekolamin amat
tinggi dan sebaliknya pada hipotiroidisme.
f) Efek hematopoetik. Eritropoesis dan produksi eritropoetin meningkat pada
hipertiroid. Volum darah tetap namun red cell turn over meningkat.
g) Efek GIT. Pada hipotiroidisme motilitas usus meningkat,obstipasi, transit
lambung melambat klinisnya bertambahnya kurus seseorang.
h) Efek pada skelet. Hipertiroidisme memberi osteopenia dalam keadaan
berat mampu meningkatkan hiperkalsemia,hiperkalsuria, dan penanda
hidroksiprolin.
i) Efek neomuskular. Kontraksi serta relaksasi otot meningkat
hiperrefleksia
j) Efek endokrin. Meningkatkan metabolic turn over. Hipertiroidisme dapat
menutupi masking dan unmasking kelainan adrenal.
Efek metabolisme Hormon Tyroid : 5
a) Kalorigenik
b) Termoregulasi
c) Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
V.

Struma
a. Definsi
Struma mengacu pada peningkatan ukuran kelenjar tiroid sebagai
akibat dari pertumbuhan yang berlebihan. Struma bisa difuse yang berarti
bahwa seluruh kelenjar tiroid membesar atau nodular yang berarti bahwa
terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodusa dapat dibagi lagi
7

menjadi uninodusa, bila hanya terdapat 1 nodul dan multinodular bila


terdapat lebih dari satu nodul pada satu lobus atau kedua lobus. 1,6
b. Etiologi7
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat terjadi oleh
karena ukuran sel-selnya bertambah besar atau oleh karena volume
jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan
struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama yaitu :
a) Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi
cairan) atau jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada
kista tiroglosus atau tiroid lingual).
b) Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan
penyakit tiroiditis Hashimoto.
c) Gangguan metabolik (misal, defisiensi yodium) serta hiperplasia,
misalnya pada struma koloid dan struma endemik.
d) Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi
adenoma (sejenis tumor jinak) dan adenokarsinoma (suatu tumor
ganas).
c. Klasifikasi7
Berdasarkan fisiologisnya, struma dibagi menjadi:
a. Eutiroid : Aktivitas kelenjar tiroid normal.
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid
yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroid : Aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal.
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar
tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan
dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari
hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang
mengalami

atrofi

atau

tidak

mempunyai

kelenjar

tiroid

akibat
8

pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi


autoimun yang beredar dalam sirkulasi.

Gambar 4. Hipotiroid
c. Hipertiroid: Aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan.
Didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat
timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang
kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan
tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.

Gambar 5. Hipertiroid
Berdasarkan klinisnya :
a) Non-Toksik (Eutiroid dan Hipotiroid)
Difusa
: Endemik goiter, gravid

Nodusa : Neoplasma
b) Toksik (Hipertiroid)
Difus
: Grave, tirotoksikosis primer
Nodusa : Tirotoksikosis skunder
HIPOTIROIDISME5,8,9,10
Definisi lama bahwa hipotiroidisme disebabkan oleh faal tiroid berkurang
sudah tidak tepat lagi. Kini, hipotiroidisme merupakan keadaan di mana efek
hormon tiroid di jaringan berkurang. Secara klinis hipotiroidisme dibagi menjadi
3 yaitu :
1. Hipotiroidisme sentral
2. Hipotiroidisme primer
3. Penyebab lain

: Kerusakan hipotalamus atau hipofisis.


: Kerusakan kelenjar tiroid.
:Farmakologis, defisiensi yodium,

kelebihan

yodium dan resistensi perifer.


Yang paling banyak ditemukan ialah hipotiroidme primer. Oleh karena itu,
umumnya diagnosis ditegakkan berdasarkan atas TSH meningkat dan free-T4
menurun.
Hipotiroidisme lebih dominan pada wanita. Dibedakan hipotiroidisme
klinis dan subklinis. Hipotiroidisme klinis ditandai dengan kadar TSH tinggi dan
kadar free-T4 rendah sedangkan pada hipotiroidisme subklinis ditandai dengan
TSH tinggi dan free-T4 normal tanpa gejala atau ada gejala yang sangat minimal.
TIROTOKSIKOSIS DAN HIPERTIROIDISME5,8,9,10
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya, manifestasi klinisnya sama
karena efek ini disebabkan oleh ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang semakin
penuh. Membedakan tirotoksikosis dan hipertiroidisme adalah perlu karena
toksikosis tanpa hipertiroidisme biasanya self-limiting disease. Kira-kira 70%
tirotoksikosis adalah karena penyakit Graves, sisanya karena struma multinoduler
toksik (morbus Plummer) dan adenoma toksik (morbus Goetsch).
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis.
Untuk ini telah digunakan indeks yang dikenal indeks Wayne dan New Castle

10

yang didasarkan oleh anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Kemudian
diteruskan dengan pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis,
status tiroid dan etiologi. Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar
total-T4, total-T3 (dalam keadaan tertentu baik diperiksa kadar free-T4 dan freeT3) dan TSH, ekskresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji tangkap I 131, sintigrafi,
antibody tiroid (ATPO-Ab, ATg-Ab), TSI dan kadang FNAB (fine needle
aspiration biopsy) tetapi tidak semua pemeriksaan ini diperlukan.
Untuk fase awal penentuan diagnosis pertu T3, T4 dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja karena sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan sudah membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh
hormon tiroid sehingga lamban pulih (lazy pituitary).
PENYAKIT GRAVES5,8,9,10
Penyakit Graves lazim juga disebut penyakit Basedow (jika trias Basedow
dijumpai, yaitu adanya struma berupa pembesaran tiroid difus, hipertiroid dan
eksoftalmus) adalah hipertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini lebih
sering ditemukan pada orang muda dengan gejala seperti keringat berlebihan,
tremor tangan, menurunnya toleransi terhadap panas, penurunan berat badan,
ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa amenore dan polidefekasi
(sering buang air besar). Klinis sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar
tiroid, kadang terdapat juga manifestasi pada mata berupa eksoftalmus dan
miopati otot ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui,
tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat ditangkap oleh reseptor
TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan produksi hormon tiroid.
Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan
metabolism di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat
jelas. Peningkatan metabolism menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori dan
sering kali asupan (intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi
penurunan berat badan secara drastis.
Peningkatan metabolism pada sistem kardiovaskular terlihat dalam bentuk
peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung sampai
2-3 kali normal dan juga dalam keadaan istirehat. Irama nadi naik dan tekanan

11

denyut bertambah sehingga menjadi pulsus sele di mana penderita akan


mengalami takikardi dan palpitasi. Beban pada miokard dan rangsangan pada
saraf autonom dapat mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ekstrasistol,
fibrilasi atrium dan fibrilasi ventrikel.
Pada saluran cerna sekresi maupun peristalsis meningkat sehingga sering
timbul polidefekasi dan diare. Hipermetabolisme susunan saraf biasanya
menyebabkan tremor, oenderita sulit tidur, sering terbangun di waktu malam.
Penderita mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran dan
ketakutan yang tidak beralasan yang sangat menganggu. Pada saluran napas,
hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea yang tidak terlalu
menggangu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian proksimal, biasanya cukup
menggangu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh gangguan
elektrolit yang dipacu oleh adanya hipertiroid tersebut. Gangguan menstruasi
dapat berupa amenore sekunder atau metrorhagi.
Kelainan mata disebabakan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibody
terhadap reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi di dalam rongga mata.
Jaringan ikat dengan karingan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata
terdorong keluar dan otot mata terjepit. Akibatnya dapat terjadi eksolftalmus yang
dapat menyebabkan kerosakan bola mata akibat keratitits. Gangguan faal otot bola
mata menyebabkan strabismus,
STRUMA NODOSA4,6
Struma endemis, biasanya dalam bentuk struma nodusa atau struma
adematosa, terutama ditemukan di daerah pergunungan yang airnya kurang
yodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi yodium. Di luar
daerah endemik, struma nodusa ditemukan pada keluarga tertentu. Jadi etiologi
struma multifaktorial. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda,
awalnya difus dan berkembang menjadi multinodular.
Struma multinodusa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut dan
perubahan yang terdapat pada kelenjar merupakan kombinasi bagian yang
hiperplasia dan bagian yang berinvolusi. Pada awalnya, sebagian dari struma
multinodusa dapat dihambat pertumbuhannya dengan pemberian hormone

12

tiroksin. Biasanya penderita struma nodusa tidak mempunyai keluhan karena tidak
terdapat hipo- atau hipertiroidism. Nodul dapt juga tunggal, tetapi kebanyakkan
nya berkembang atau berubah menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena
pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat menjadi besar tanpa
memberikan gejala. Selain adanya benjolan di leher yang dikeluhkan terutama
atas alasan kosmetik. Sebagian besar penderita struma nodusa dapat hidup dengan
struma tanpa keluhan.
Walaupun sebagian besar struma nodusa tidak mempengaruhi pernapasan
karena pertumbuhan ke lateral atau anterior, sebagian ain dapat menyebabakan
penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian
dapat terlihat dengan foto Rontgen polos dari leher terlihat sebagai trakea
pedang. Struma nodusa unilateral dapat menyebabkan pendorongan trakea
kearah kontralateral, tanpa gangguan akibat obstruksi pernapasan. Penyempitan
yang hebat dapat menyebabkan gangguan pernapasan dengan gejala stridor
inspiratoar.
Secara umum, struma adenomatosa benign walaupun besar tidak
menyebabkan gangguan neurologic, musculoskeletal, vaskuler atau respirasi atau
gangguan menelan akibat tekanan atau dorongan. Keluhan yang sering timbul
ialah rasa berat di leher, adanya benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan
dan alasan kosmetik. Hipertiroid jarang ditemukan pada struma adenomatosa.
Sekitar 5% dari struma nodusa mengalami degenerasi maligna. Tanda
keganasan yang dapat dievaluasi berupa setiap perubahan bentuk, pertumbuhan
yang lebih cepat dan tanda infiltrat pada kulit dan jaringan sekitar, juga fiksasi
dengan jaringan sekitar. Penekanan atau infiltrasi dapat terjadi ke n. rekurens
(perubahan suara), trakea (dispnea) atau esophagus (disfagia).
Benjolan tunggal harus mendapat perhatian yang cukup karena nodul
tunggal dapat berupa nodul koloid, kistik, adenoma tiroid dan / atau suatu
karsinoma tiroid. Nodul maligna sering ditemukan terutama pada pria usia muda
dan usia lanjut.
Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior, terutama
pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya, struma
reetrosternum ini tidak turut naik pada pergerakan menelan karena apertura toraks
13

terlalu sempit. Sering kali struma ini berlangsung lama dan bersifat asimptomatik
sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitarnya. Penekanan ini akan
memberi gejala dan tanda penekanan trakea atau esofagus.
d. Tanda dan Gejala4

e. Diagnosis
1.

Anamnesis7

Anamnesis penderita yang dating dengan benjolan dileher harus di


tanyakan hal-hal berikut :
a.Sejak kapan benjolan itu timbul

14

b.

Progresifitas pembesaran benjolan dan ada tidaknya rasa nyeri


pada benjolan untuk memperkirakan ganas atau jinaknya benjolan
tersebut

c.Gejala obstruktif :

Kompresi

tracheal

umumya

asimptomatik

kecuali

terjadi

penyempitan pada trachea

Terjadi dispneu dan stridor, khususnya dengan eksresi. Pada pasien


struma intratoraksik, dispneu dan stridor mungkin nocturnal atau
posisional (misalnya saat lengan pasien terangkat) ketika thoracic
outlet menyempit.

Bila pembesaran kelenjar meluas ke posterior (esophagus) dapat


menyebabkan solid food dan pill disphagia

Kompresi nervous laryngeal rekurens dan disfungsi pita suara


mungkin dapat menyebabkan hoarseness.

Kompresi venous outflow melalui thoracic inlet akibat struma


mediastinal menyebabkan facial plethora dan dilatasi leher dan
vena thoracic superior

Dievaluasi gejala disfungsi tiroid : hipertiroid (intoleransi panas,


nafsu makan meningkat, berat badan menurun, diare, menoraghia,
takikardi sewaktu tidur, tremor, eksoftalmus, insomnia) atau
hipotiroid (intoleransi dingin, hipersomnia, penambahan berat
badan tanpa peningkatan nafsu makan, konstipasi)

d. Intake iodine : makanan serta konsumsi obat-obatan yang dapat


mempengaruhi kadar iodin atau mempengaruhi kelenjar tiroid.
e. Riwayat paparan radiasi sebelumnya (pada kepala dan leher)
f. Riwayat penyakit keluarga terutama pada pasien usia tua :
dishmonogenesis, carcinoma tiroid papiler, dan carcinoma tiroid
noduler.
g. BMR (Basal Metabolic Rate)

15

BMR adalah kebutuhan kalori minimal yang dibutuhkan


seseorang untuk mempertahankan hidup dengan asumsi bahwa orang
tersebut dalam keadaan istirahat total, tidak melakukan aktifitas
sedikitpun, dalam keadaan tenang tidak dalam gangguan emosional atau
psikologis.
2. Pemeriksaan Fisik3,7
a. Inspeksi

Benjolan

Lokasinya

Warnaya

Permukaannya

Pergerakan sewaktu menelan

b. Palpasi

Nilai konsistensi benjolan

Identifikasi daerah leher untuk menilai ada atau tidaknya


limphadenopathy lain.

Pada gerakan menelan, seluruh trakhea bergerak naik turun. Satusatunya struktur lain yang turut bergerak adalah kelenjartiroid atau
suatuyang berasal dari kelenjar tiroid.

3. Auskultasi
Perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang merupakan tanda hipertiroid
C. Pemeriksaan Penunjang4
1. Laboratorium: T4 atau T3, dan TSHs.
2. Pencitraan3

Radionuclide Imaging dapat digunakan untuk membandingkan antara


fungsi dan bentuk dari kelenjar tiroid.

16

USG dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah dan ukuran nodul


tiroid tetapi tidak dapat digunakan untuk memperkirakan volume
struma.

CT Scan dan MRI sangat mahal namun baik digunakan untuk


memperkirakan kompresi trachea da perluasan struma intratorakal.

Pemeriksaan sitologi tiroid dengan aspirasi jarum halus (FNAB)


berguna untuk menetapkan diagnosis Ca tiroid, tiroiditis, atau limfoma.

Nodul dengan equivocal yang ditemukan dengan pemeriksaan


thinneedle aspiration dapat dievaluasi lebih lanjut menggunakan tyroid
scintigrafi.

Gambar 6. Diagnosis Hipotiroid9

17

Gambar 7. Diagnosis Hipertiroid3


f. Penatalaksanaan3,4
Pada dasarnya pengobatan penderita hipertyroidi meliputi:
a)

Pengobatan Umum

Istirahat
Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak
makin meningkat. Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan
yang melelahkan/mengganggu pikiran baik di rumah atau di tempat
bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit

Diet
Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini
antara lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan
nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif.

b) Pengobatan Khusus

Obat antityroid

18

Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium,


lithium, perchlorat dan thiocyanat. Obat yang sering dipakai dari
golongan thionammide adalah propylthiouracyl (PTU), 1 - methyl 2
mercaptoimidazole (methimazole, tapazole, MMI), carbimazole. Obat
ini bekerja menghambat sintesis hormon tetapi tidak menghambat
sekresinya, yaitu dengan menghambat terbentuknya monoiodotyrosine
(MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta menghambat

coupling

diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga


menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya
lebih murah sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.
Obat antityroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok
sehingga pengaruh pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat
dalam kelenjar dari pada di plasma. MMI dan carbimazole sepuluh kali
lebih kuat daripada PTU sehingga dosis yang diperlukan hanya satu
persepuluhnya.
Dosis obat antityroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk
PTU atau 30 - 60 mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8
atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24 jam. Dalam satu
penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis
tinggi akan memberi remisi yang lebih besar.
Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan
MMI/CBZ, antara lain adalah :

MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama
dibanding PTU di dalam kelenjar tyroid. Waktu paruh MMI 6

jam sedangkan PTU + 11/2 jam.


Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik

dibanding PTU.
MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80%
terikat pada albumin serum, sehingga MMI lebih bebas menembus
barier plasenta dan air susu sehingga untuk ibu hamil dan menyusui
PTU lebih dianjurkan.

19

Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24


bulan) dan dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan
mengalami perbaikan yang bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3
bulan tidak atau hanya sedikit memberikan perbaikan, maka harus
dipikirkan beberapa kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan
(tidak teratur minum obat, struma yang besar, pernah mendapat
pengobatan yodium sebelumnya atau dosis kurang).
Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin
rash dapat ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu
penghentian pengobatan. Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan
hilangnya indera pengecap, cholestatic jaundice dan kadang-kadang
agranulositosis (0,2 - 0,7%), kemungkinan ini lebih besar pada penderita
umur di atas 40 tahun yang menggunakan dosis besar. Efek samping lain
yang jarang terjadi berupa arthralgia, demam rhinitis, conjunctivitis,
alopecia, sakit kepala, edema, limfadenopati, hipoprotombinemia,
trombositopenia, gangguan gastrointestinal.

Yodium
Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut
tetapi dalam masa 3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya
escape mechanism dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga meski
sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan hormon
dan pada saat yodium dihentikan timbul sekresi berlebihan dan gejala
hipertyroid menghebat. Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk
memperoleh efek yang cepat seperti pada krisis tyroid atau untuk
persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya digunakan dalam
bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan
dosis terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan.
Marigold dalam penelitiannya menggunakan cairan Lugol dengan dosis
1/2 ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan 10 hari sebelum dan
sesudah operasi.

20

Penyekat Beta (Beta Blocker)

Terjadinya keluhan dan gejala hipertyroid diakibatkan oleh adanya


hipersensitivitas pada sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem
simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap
katekolamin. Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan
akan menghambat pengaruh hati. Reserpin, guanetidin dan penyekat beta
(propranolol) merupakan obat yang masih digunakan. Berbeda dengan
reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-kasus
yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah pemberian akan tampak
penurunan gejala. Khasiat propranolol:

Penurunan denyut jantung permenit


Penurunan cardiac output
Perpanjangan waktu refleks achilles
Pengurangan nervositas
Pengurangan produksi keringat
Pengurangan tremor
Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat

menghambat konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan,


maka dalam waktu 4 - 6 jam hipertyroid dapat kembali lagi. Hal ini
penting diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal propranolol
sebagai persiapan operasi dapat menimbulkan krisis tyroid sewaktu
operasi. Penggunaan propranolol antara lain sebagai: persiapan tindakan
pembedahan atau pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang
berat dan krisis tyroid.

c) Ablasi kelenjar gondok


Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131.
1. Tindakan pembedahan
Indikasi utama untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka
yang berusia muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antityroid.

21

Tindakan pembedahan berupa tyroidektomi subtotal juga dianjurkan pada


penderita dengan keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan dengan
I131 (wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan dalam waktu dekat).
Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatannya, penderita
yang keteraturannya minum obat tidak terjamin atau mereka dengan
struma yang sangat besar dan mereka yang ingin cepat eutyroid atau bila
strumanya diduga mengalami keganasan, dan alasan kosmetik. Untuk
persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid,
yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutyroid. Thionamid
biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian larutan Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi.
Propranolol dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi
obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum operasi. Tujuan
pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutyroid yang permanen.
Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan
sampai 0.
2. Ablasi dengan I131
Sejak ditemukannya I131 terjadi perubahan dalam bidang pengobatan
hipertyroid. Walaupun dijumpai banyak komplikasi yang timbul setelah
pengobatan, namun karena harganya murah dan pemberiannya mudah,
cara ini banyak digunakan.
Tujuan pemberian I131 adalah untuk merusak sel-sel kelenjar yang
hiperfungsi. Sayangnya I131 ini temyata menaikan angka kejadian
hipofungsi kelenjar gondok (30 70% dalam jollow up 10 20 tahun)
tanpa ada kaitannya dengan besarnya dosis obat yang diberikan. Di
samping itu terdapat pula peningkatan gejala pada mata sebanyak 1 5%
dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perubahan gen dan
keganasan akibat pengobatan cara ini, walaupun belum terbukti.

22

Penetapan dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi serta besar


dan beratnya kelenjar gondok. Dosis yang dianjurkan 140 160 micro
Ci/gram atau dengan dosis rendah 80 micro Ci/gram.
Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain: dosis
optimum yang diperlukan kelenjar tyroid, besar/ukuran dari kelenjar yang
akan diradiasi, efektivitas I131 di dalam jaringan dan sensitivitas jaringan
tyroid terhadap I131.

23

Anda mungkin juga menyukai