3-Sulut-Fix 20091208131455 2473 12
3-Sulut-Fix 20091208131455 2473 12
3
.
1
55
Jml
Tidak
Berpenghuni
Pulau
Berpenghuni
3
3
17
1
16
17
4
13
6
6
19
7
12
24
3
21
4
4
16
7
9
105
27
78
47
7
40
258
59
199
55
B.
POTENSI
DAN
SULAWESI UTARA
KEJADIAN
BENCANA
PROVINSI
1. Deskripsi
Ekosistem
Provinsi
Sulawesi
Utara
dan
Peruntukkannya
Ekosistem Wilayah Provinsi Sulawesi Utara dipengaruhi oleh letak
geografisnya yang terdiri dari dua ekosistem utama, yaitu daratan
(terestrial) dan perairan (estuaria). Sebagian besar wilayah daratan
Sulawesi Utara terdiri dari pegunungan dan bukit-bukit diselingi oleh
lembah yang membentuk dataran. Dataran rendah dan tinggi Sulawesi
Utara secara potensial mempunyai nilai ekonomi bagi para penghuninya,
55
55
Minahasa , 23348
Minsel , 88353
Minut, 72276
Tomohon , 2895
Manado , 16192
Bolmong , 513815
Bitung , 15643
1
2
Sangihe , 13820
55
Penggunaan Lahan
Sawah
Ladang/ tegalan
Pemukiman
Padang rumput/ Perkebunan
Danau dan rawa-rawa
Kolam/ Tambak
Lahan kering tidak digarap
Hutan
Lain-lain
Total
Luas (ha)
57.096
261.877
48.573
323.277
8.390
3.588
74.352
519.806
236.366
1.533.325
%
3,72
17,08
3,17
21,08
0,55
0,23
4,85
33,90
15,42
100
Lain-lain
Lain-lain
Sawah
Sawah
Ladang/
Ladang/tegalan
tegalan
Pemukiman
Pemukiman
Hutan
Hutan
/ / Padang
Padangrumput
rumput
Perkebunan
Perkebunan
- -Danau
Danaudan
danrawa
rawa
rawa
rawa
Lahan
Lahankering
keringtidak
tidak
digarap
digarap
Kolam/
Kolam/Tambak
Tambak
Keadaan suhu di Sulawesi Utara rata-rata per tahun dalam kurun tahun
19982005 adalah 26,5 C dengan sebaran 26,2 C - 26,8 C. Sedangkan
curah hujan rata-rata tahun 1998 2005 ialah 289,1 mm dengan sebaran
220-309 mm. Kecepatan angin rata-rata (1998 2005) ialah 2,7 knot
dengan sebaran 1,9-3,6 knot. Iklim di daerah Sulawesi Utara dipengaruhi
oleh Angin Muson. Pada bulan September sampai April, bertiup angin
pembawa hujan lebat. Bulan Mei sampai November bertiup angin selatan
ke barat laut. curah hujan di darerah pedalaman Sulawesi Utara terhitung
tinggi, yaitu 4188 mm/tahun dan jumlah curah hujan mencapai 195 hari.
Suhu pesisir pantai agak tinggi, namun daerah pegunungan temperatur
menunjukkan 26-27 derajat celsius pada musim hujan.
2.
55
besar. Dari hasil identifikasi yang dilakukan terhadap wilayah ini, maka
beberapa potensi bencana yang ada yaitu:
2.1.Gempa Bumi
Provinsi Sulawesi Utara tergolong daerah berpotensi tinggi atau rawan
dan rentan terhadap bencana gempa bumi, baik tektonik maupun
vulkanik. Kegiatan Lempeng Halmahera, dan kegiatan penunjaman
Lempeng Maluku ke arah barat di bawah busur Minahasa-Sangihe yang
masih aktif sampai sekarang dapat mengakibatkan terjadinya gempa
bumi tektonik. Menurut Peta Geologi (Apandi, 1977), di Provinsi Sulawesi
Utara terdapat beberapa Sesar, yaitu Sesar Amurang - Belang, Sesar
Ratatotok, Sesar Likupang, Sesar Selat Lembeh, Sesar yang termasuk
dalam sistem Sesar Bolaang Mongondow, dan Sesar Manado Kema.
Gempa bumi yang terjadi di daerah Sulawesi Utara antara tahun 1990
sampai dengan bulan April tahun 2007 (kurun waktu 17 tahun) tercatat
sebanyak 397 kali dengan kisaran magnitude 4,0-7,4 skala Richter (SR).
Dari data yang ada, gempa dengan magnitude 4,0-5,0 SR terjadi
sebanyak 131 kali (33,08%), gempa bumi dengan magnitude 5,1-6,0 SR
sebanyak 227 kali (57,32%), gempa bumi dengan magnitude 6,1-7,0 SR
sebanyak 36 kali (9,09%), dan gempa bumi dengan magnitude 7,1-8,0 SR
sebanyak 2 kali (0,51%). Umumnya pusat gempa terletak di Laut Maluku
dan di samping itu juga terdapat di Laut Sulawesi, di Laut Kepulauan
Talaud, di Laut Kepulauan Sangihe, di Laut Banda dan di Laut Teluk Tomini.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan gempa bumi yang dirasakan di
Sulawesi Utara.
Tabel L3.3
Gempa Bumi di Sulawesi Utara dan Sekitarnya (Tahun 1990- April
2007)
Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
7
1
19
21
9
7
6
7
0
1
1
3
0
0
2
2
Jumlah
0
0
0
0
0
0
0
0
21
11
31
28
14
12
8
12
55
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah
%
10
2
5
4
10
7
8
10
6
18
131
33,08
%
9
11
11
11
11
11
7
17
18
44
227
57,32
%
3
4
3
4
0
1
0
3
5
4
36
9,09%
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
2
0,51%
22
17
19
19
22
19
15
30
30
66
396
100%
Gambar L3.3
Peta Daerah Berpotensi Tsunami
Sumber: BMG
Jakarta
55
api. Pengertian Kawasan Rawan Bencana ini adalah kawasan yang sering
atau berpotensi tinggi mengalami letusan gunung api. Sulawesi Utara
sendiri memiliki sembilan gunung api aktif, yaitu:
a G. Awu ( 1.320 m dpl, + 3.300 m dari dasar laut), berada di bagian
utara Pulau Sangihe.
b G. Karangetang ( 1.820 m dpl, + 2.700 m dari dasar laut), berada di
bagian utara Pulau Siau, Kabupaten Kepulauan Sitaro.
c G. Ruang ( 714 m dpl, + 1.700 m dari dasar laut), G. Submarin
Banuawuhu (+ 400 m dari dasar laut), dan G. Soputan (+ 1.784 m
dpl), terletak di perbatasan Kabupaten Minahasa Selatan, Minahasa
dan Minahasa Tenggara.
d G. Lokon ( 1.579 m dpl) dan Gunung Mahawu ( 1.331 m dpl),
terletak di perbatasan Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa.
e G. Ambang ( 1.689 m dpl) di perbatasan Bolaang Mongondow dan
Minahasa Selatan.
f G. Tangkoko (G. Tangkoko 1.149 m dpl) di Kota Bitung.
Gambar L3.4
Peta Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Api di Sulawesi
Utara
5
.
1
4
Namun dari sekian banyak gunung api yang mengelilingi sebagian besar
wilayah Sulawesi Utara, ada beberapa gunung api yang perlu diwaspadai,
terutama luasan daerahnya yang terkena dampak letusan tersebut. Tabeltabel berikut akan memaparkan lebih lanjut mengenai risio dari potensi
bencana gunung api:
Tabel L3.4
Tabel Letusan Gunung Api Dengan Luasan Daerah Berbahaya
55
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
Tinggi
DPL
(m)
Kabupaten/Kota
Nama Gunung
Bolaang
Mongondow
G. Ambang
Minahasa Selatan
G. Soputan
Kep. Sangihe
G. Karangetang
G. Ruang
G. Banuawuhu
G. Awu
Kota Tomohon
G.Lokon
G. Mahawu
Kota Bitung
G. Tangkoko
Daerah
Berbahaya
(km2)
Daerah
Waspada
(km2)
Letusan
Terakhir
(thn)
1.689
62,9
70,2
1967
1.783,3
74,0
126,5
2000, 2008
1.820
1700
0
1.784
28,0
78,6
78,6
144,
5
6,0
122,5
122,5
55,3
2001
1949
1919, 1922
1966
1.579,6
1.331
30,5
28,7
55,5
66,8
2001
1958
1.149
100,
5
89,4
1880
LOKON
(1579 m)
Posisi
Geografis &
Administrati
f
Status
Kegiata
n
Rekomendasi
Keterangan
Bahaya
Letusan
Freatik
secara tibatiba
55
Nama
Gunung
Api
MAHAW
U
(1331 m)
Posisi
Geografis &
Administrati
f
Provinsi
Sulawesi
Utara
1 21 30 LU
124 51 30
BT
Kota
Tomohon,
Provinsi
Sulawesi
Utara
Status
Kegiata
n
Level 1
(Aktif
Normal)
Rekomendasi
Tidak diperbolehkan
berkemah di Puncak
G. Mahawu.
Keterangan
melontarkan
pasir, batu.
Tingginya
konsentrasi
gas Sulfur
yang
berbahaya
bagi
kehidupan.
AMBANG
(1689 m)
Level 1
0 44 30 LU
124 243 00 (Aktif
Normal)
BT
Kab.
Minahasa,
Kab. Bolaang
Mongondow
Provinsi
Sulawesi
Utara.
Tidak
diperbolehkan
turun ke kawah.
Tidak
diperbolehkan
berada di
beberapa titik
hembusan
Solfatara dan
Fumarola.
SOPUTA
N
(1783 m)
Semburan
gas-gas
beracun
yang dapat
membahaya
kan bagi
kehidupan.
Tanggal; 6
Juni - 7 Jun
2008, terjadi
letusan
magmatik G.
Soputan.
Bahaya
Letusan abu,
lontaran pijar
dan awan
panas
guguran
serta aliran
Lahar jika
terjadi hujan.
55
Nama
Gunung
Api
Posisi
Geografis &
Administrati
f
Status
Kegiata
n
Rekomendasi
Keterangan
banjir lahar,
terutama pada
sungai-sungai yang
berhulu di sekitar
lereng G. Soputan,
seperti S.
Ranowangko, S.
Pentu, S. Lawian
dan S. Popang.
Jika terjadi hujan
abu, masyarakat
dianjurkan
menggunakan
masker penutup
hidung dan mulut,
guna
mengantisipasi
terhadap gangguan
saluran
pernapasan.
RUANG
(1700 m)
02o17 LU
Level 1
o
125
2530 (Aktif
BT
Normal)
Pulau Ruang,
Kab. Sitaro,
Provinsi
SulawesiUtara
.
Tidak
diperbolehkan
berada di bibir
kawah.
Tidak
diperbolehkan
berada di
beberapa titik
hembusan di
sekitar G. Ruang.
Semburan
gas-gas
beracun
yang mem
bahayakan
bagi
kehidupan
AWU
(1320 m)
03o40 LU
125o 30 BT
Kab. Sangihe,
Provinsi
SulawesiUtara
.
Level 1
(Aktif
Normal)
Tidak
diperbolehkan
turun ke kawah.
Tidak
diperbolehkan
berada di
beberapa titik
hembusan
Solfatara dan
Fumarola.
Kawah
sebagai
pusat
letusan
mempunyai
kandungan
gas beracun
yang
membahaya
kan bagi
kehidupan
KARANG
ETANG
(1820 m)
02o47 LU
125o 29 BT
Pulau Siau,
Kab. Sitaro,
Provinsi
SulawesiUtara
Level 2
(Waspa
da)
Bagi penduduk
yang bermukim di
sekitar daerah
aliran K. Batu
Awang, K.
Kahetang, K.
Keting, K.
Letusan
asap/abu
hingga
lontaran
batu,
Guguran
55
Nama
Gunung
Api
Posisi
Geografis &
Administrati
f
.
Status
Kegiata
n
Rekomendasi
Keterangan
Bahembang, K.
Kinali dan K. Nanitu
agar tetap
meningkatkan
kewaspadaannya
terhadap bahaya
awan panas
guguran dan
guguran lava yang
sewaktu-waktu
dapat terjadi
karena kubah lava
masih belum stabil.
Awan Panas,
aliran lava,
berpotensi
aliran Lahar
jika terjadi
hujan
Bagi masyarakat
yang bermukim di
sekitar Gunung api
Karangetang,
direkomendasikan
agar:
a Tetap waspada
dan tidak
mendekati
kawah - kawah
yang ada di G.
Karangetang
mengingat
kawah aktif
tersebut sebagai
pusat aktivitas
letusan dan gas
yang
membahayakan
bagi kehidupan.
b Pada musim
hujan
masyarakat yang
tinggal di sekitar
aliran sungai
Batuawang dan
Kahetang tetap
waspada
terhadap bahaya
sekunder berupa
aliran lahar.
Sumber: Situs resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Dep. ESDM,
Bandung, www.vsi.esdm.go.id
55
Kerugian akibat potensi letusan gunung api yang selama ini terjadi di
Sulawesi Utara kebanyakan mendatangkan kerugian dalam urusan
materiil, terutama ketika status letusan gunung api mengharuskan warga
yang tinggal di sekitar lereng tersebut harus mengungsi ke daerah yang
lebih aman. Biaya selama di masa pengungsian inilah yang cukup
memakan anggaran pemerintah setempat untuk membantu para
warganya. Sebut saja, kejadiaan G. Karangetang di Kabupaten Kepulauan
Sitaro pada tahun 2007 lalu yang menyebabkan 984 KK harus diungsikan
ke area yang lebih aman. Selain itu, risiko bencana alam letusan gunung
api terutama yang berada di daerah kepulauan kecil dan daerah
pedalaman akan membatasi perkembangan kawasan permukiman di
lereng-lerengnya. Kondisi tersebut yang menyebabkan pertumbuhan
permukiman di daerah pedalaman dan kepulauan kecil (Sangihe, Talaud,
dan Sitaro) tidak secepat pertumbuhan di kawasan pesisir.
2.4.Banjir
Banjir merupakan peristiwa bencana alam yang tidak bisa dilihat dari satu
sisi penyebab. Banjir merupakan akumulasi dari surface run off yang ada
di hulu dan ditambah dengan intensitas hujan di daerah hilir. Akibat dari
penyebab multi faktor. Penyebab multi faktor ini memberikan kontribusi
banjir yang berbeda satu sama lain. Pengaruh catchment area terhadap
surface run off adalah melalui bentuk dan ukuran catchment area
(catchment area morfometri), kerapatan sungai (drainage density),
topografi, geologi, jenis tanah, lahan kritis, dan penutupan lahan
(landcover).
Daerah rawan banjir di wilayah Provinsi Sulawesi Utara meliputi daerah
muara sungai, dataran banjir dan dataran aluvial, terutama di sepanjang
Sungai. Faktor-faktor penyebab banjir antara lain adalah curah hujan yang
tinggi, penutupan lahan di daerah hulu berkurang dan kapasitas alur
sungai terutama di daerah hilir berkurang karena sedimentasi dan
topografis daerah.
Kota Manado yang terletak di bagian hilir daerah aliran Sungai Tondano
(DAS Tondano) merupakan kawasan rawan banjir, terutama di kawasan
permukiman dekat bantaran sungai. Menurut Dinas PU Provinsi Sulawesi
Utara Tahun 2000, banjir yang tergolong ekstrim terjadi di Kota Manado
dengan luas genangan mencapai + 761 ha pada tahun 1996 pada saat
tinggi muka air mencapai + 7,04 meter di atas permukaan air laut. Khusus
untuk konteks kejadian banjir di Kota Manado yang hampir tiap tahun
terjadi, maka berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan Dinas
Kehutanan Sulawesi Utara Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Tondano (2005), maka faktor yang berpengaruh dalam memberikan
kontribusi banjir secara langsung adalah kondisi drainase yang buruk,
tingginya intensitas hujan, dan kapasitas sungai yang tidak mampu
menampung seluruh air hujan, dan pasang surut air laut.
55
Pada tahun 2000, dengan tinggi genangan mencapai 2,5 meter, kota
Manado kembali dilanda banjir. Kejadian banjir lainnya yang melanda
wilayah Provinsi Sulawesi Utara adalah di daerah Inobonto, sekitar Desa
Kaiya (Kabupaten Bolaang Mongondow) yang terjadi pada awal tahun
2006 dan di wilayah Tanawangko, Kabupaten Minahasa (hilir Sungai
Ranowangko) serta di Kota Tomohon pada Februari 2005.
Hutan di Provinsi Sulawesi Utara menurut data Citra Landsat tahun 2007,
sekitar 70% di antaranya kondisinya sudah rusak parah. Rusaknya hutan
itu akibat pembabatan hutan dan penambangan emas tanpa izin (PETI)
kian marak, termasuk Izin Pengelolaan Kayu (IPK) yang dikeluarkan
pemerintah serta Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Selain pembabatan
hutan oknum-oknum yang tak bertanggung jawab dan maraknya
penambangan emas serta penebangan kayu untuk pembuatan rumah,
pengalokasian transmigrasi di Sulawesi Utara menyebabkan kerusakan
hutan. Hal inilah yang ikut menyumbangkan terjadinya frekuensi banjir
hingga banjir bandang semakin tinggi dari tahun ke tahun.
Kejadian bencana banjir di Sulawesi Utara kebanyakan diikuti dengan
kejadian tanah longsor yang membawa dampak kerugian jiwa dan hartabenda yang cukup masif. Berdasarkan data dari PPK-Depkes dan BakornasPB, maka frekuensi kejadian banjir dan banjir yang diikuti tanah longsor
dapat dipaparkan dalam tabel berikut ini:
Tabel L3.6
Kejadian Bencana Banjir dan Tanah Longsor Di Sulawesi Utara
(2005-2007)
Tempat
Tangg
al
Benca
na
Kota Manado
200503-25
Banjir
200602-14
Banjir
dan
tanah
longsor
Kab.
Minahasa
Kota Manado
200602-19
Banjir
dan
Tanah
Longsor
Korban
Tewa Hilan
s
g
Mengun
gsi
26
12965
Estimasi
Jumlah
Kerugian
Rp. 38 M
400 rumah
rusak, 75
rumah
penduduk
hilang dan
rusak berat
di 5 desa.
Rp. 100 M
1.526 rumah
tergenang
air, 139
rumah rusak
berat, 31
rumah
hanyut dan
40 rumah
rusak
55
Tempat
Tangg
al
Benca
na
Kab.
Minahasa
Utara
Banjir
dan
Tanah
Longsor
Kab
Minahasa
Selatan
Banjir
dan
Tanah
Longsor
Kab. Bolaang
Mongondow
200604-12
Kab. Bolaang
Mongondow
Kab.
Minahasa
Kab.
Minahasa
Utara
Kab.
Minahasa
Utara
200606-23
200707-25
200703-25
Kab.
Minahasa
2007
Kota Manado
2007
200707-25
Kab.
Minahasa
Tenggara
2007
Kab.Kepulau
an Sangihe
200701-11
Banjir
Bandan
g
Banjir
Banjir
Korban
Tewa Hilan
s
g
Mengun
gsi
2441
37596
31996
105
477
105
341
Estimasi
Jumlah
Kerugian
ringan.
Rp 283
miliar
Bendungan
di Sawangan
dan tanggul
rusak berat
serta
sejumlah
lahan
pertanian
dan rumah
penduduk
rusak parah.
Rp. 42 M
390 rumah
tergenang
air, 57
rumah rusak
berat.
Banjir
Banjir
dan
Tanah
Longsor
Banjir
dan
Tanah
Longsor
Banjir
dan
Tanah
Longsor
Banjir
dan
Tanah
Longsor
Banjir
dan
Tanah
Longsor
30
3790
55
55
BENCANA
55
55
55
55
rehabilitasi dan rekonstruksi, maka masih tetap diemban oleh masingmasing SKPD terkait, semisal Dinas Kesehatan, dan Dinas Pekerjaan
Umum serta masih menerapkan pola koordinasi yang telah diterapkan
sebelumnya.
Langkah Provinsi Sulawesi Utara membentuk BPBD adalah satu langkah
progresif setelah Jawa Tengah dan menjadi indikasi baik akan
meningkatnya kesadaran dan pemahaman mengenai pentingnya
kebijakan penanggulangan bencana di kalangan pemerintah dan legislatif
dengan dimensi baru sesuai Undang-Undang No. 24 Tahun 2007.
1.4.Kebijakan di Bidang Penganggaran
Sebuah kebijakan tanpa disertai anggaran akan sulit mencapai tujuannya
dengan efektif. Provinsi Sulawesi Utara sendiri melihat hal ini sebagai
salah satu masalah penting untuk dicarikan solusinya, sebab sampai saat
ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur tentang alokasi anggaran
untuk masalah kebencanaan. Anggaran kebencanaan sampai saat ini
masih dalam bentuk dana tak terduga. Dana tersebutpun tidak
semuanya dapat digunakan untuk kebencanaan, namun bercampur
dengan urusan-urusan lain terkait fungsi pemerintahan dalam urusan
pelayanan kepada masyarakat.
Anggaran untuk program/kegiatan yang terkait kebencanaan, tersebar di
masing-masing SKPD yang memiliki Tupoksi kebencanaan dan belum
tentu diperoleh secara reguler tiap tahun. Apalagi mekanisme pencairan
dana dari anggaran tersebut masih memakai mekanisme penganggaran
dan keuangan dalam situasi normal yang artinya membutuhkan jalur
birokrasi yang tidak pendek. Padahal, dalam situasi tanggap darurat
ketika terjadi bencana, alokasi dana cepat dan dalam jumlah besar selalu
dibutuhkan segera untuk diberikan terutama kepada masyarakat yang
menjadi korban.
2. STRATEGI PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI SULAWESI
UTARA
Pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana perlu diikuti dengan
penyusunan sejumlah strategi. Dalam kegiatan telahaan ini, maka strategi
yang dimaksud adalah menjadikan penanggulangan bencana sebagai
bagian dari sistem perencanaan pembangunan di daerah, karena upaya
ini semestinya dapat menjamin keberlangsungan program dan
implementasi kegiatan, termasuk alokasi anggaran untuk pelaksanaan
kegiatan.
2.1.Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Hasil wawancara yang dilakukan dengan berbagai responden baik dengan
aktor pemerintah dan non-pemerintah di Sulawesi Utara, maka diperoleh
informasi bahwa urusan penanggulangan bencana saat ini sudah mulai
55
OPERASI PENANGGULANGAN
SULAWESI UTARA
BENCANA
PROVINSI
55
Dalam
telahaan
ini
yang
dimaksud
dengan
sistem
operasi
penanggulangan bencana adalah prosedur-prosedur tetap yang
dipergunakan Pemerintah Daerah dalam urusan penanggulangan
bencana, termasuk tata komando dan tata komunikasi serta aspek-aspek
operasional lainnya.
3.1.
Prosedur
Tetap
Penanggulangan Bencana
Sama seperti di daerah lain di Indonesia, maka untuk urusan
penanggulangan bencana di Provinsi Sulawesi Utara, pemerintah
setempat masih menggunakan berbagai pedoman yang dikeluarkan
Pemerintah Pusat melalui sejumlah Departemen yang memiliki kaitan erat
dengan penanggulangan bencana, semisal BNPB, Departemen Kesehatan,
Departemen Sosial, Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, dan
Departemen Dalam Negeri. Selain menggunakan pedoman tersebut,
Pemerintah Sulawesi Utara juga telah menyusun beberapa pedoman yang
terkait dengan penanggulangan bencana, terutama pada saat tanggap
darurat dalam hal pembagian tupoksi masing-masing SKPD/dinas teknis,
penetapan status aktivitas gunung api dan pemberian bantuan serta
proses rehabilitasi/rekonstruksi pasca kejadian bencana.
3.2.
Tata
Komunikasi Penanggulangan Bencana
Komando
dan
55
Aspek
Hasil Evaluasi
Efektifitas kebijakan
dalam
mengurangi
risiko bencana dan
saat bencana terjadi
Karena
kebijakan
(Perda)
yang
mendukung
penanggulangan
bencana
belum ada, maka efektifitas kebijakan
tersebut belum bisa dinilai.
Hambatan
dalam
penyusunan
kebijakan di bidang
penangulangan
bencana
(pusat
maupun daerah)
Sinergi implementasi
antar
peraturan
(adakah yang saling
kontraproduktif)
Tingkat
dukungan
politik
terkait
kebijakan
penanggulangan
bencana
Fokus
pembangunan
yang
memprioritaskan
dalam
urusan
penanggulangan bencana belum menjadi
sasaran utama untuk dilaksanakan di
Provinsi Sulawesi Utara.
Masih
ada
kontraproduktif
antara
peraturan yang dikeluarkan oleh masingmasing instansi/lembaga dan departemen.
55
Hambatan-hambatan
dalam
pelaksanaan
kebijakan
penanggulangan
bencana
Aspek
Hasil Evaluasi
Proses
penyusunan
Rencana
khusus
untuk
rencana-rencana
di
penanggulangan bencana belum disusun.
bidang penanggulangan
SKPD/Dinas terkait menyusun rencana
bencana
kegiatan sebatas hanya untuk mendukung
Tupoksinya,
sehingga
kegiatan
penanggulanagn bencana yang disusun
masih sangat terbatas ruang lingkupnya
sesuai
SKPD/Dinasnya
masing-masing
(sektoral).
55
Mekanisme
integrasi
Belum memiliki mekanisme integrasi
rencana strategis ke
khusus, karena rencana strategis khusus
dalam renja SKPD
yang
diarahkan
untuk
urusan
penanggulangan
bencana
ataupun
penguranga risiko bencana (PRB) belum
disusun.
Hambatan
dalam
Ada tumpang tindih kegiatan yang
penyusunan
rencana
diajukan oleh masing-masing SKPD/Dinas
dan
implementasi
terkait
terutama
dalam
urusan
rencana
penanggulangan bencana ketika bencana
penanggulangan
itu belum terjadi (pra bencana). Contoh:
bencana
kegiatan sosialisasi UU PB untuk sekolahsekolah. (kegiatan serupa, hanya beda
obyek).
Hambatan
dalam
Ada
aturan
dari
Pusat
yang
alokasi anggaran terkait
mengharuskan realisasi dari penggunaan
dengan
dana di masing-masing SKPD/dinas terkait
penanggulangan
di Sulawesi Utara berupa kegiatanbencana
kegiatan saja, bukan untuk situasi darurat
yang terkadang membutuhkan dana untuk
pembelian barang, bukan kegiatan.
Hambatan
dalam
Masih muncul ego sektoral antar
meraih komitmen SKPD
SKPD/dinas terkait, terutama pada situasi
dan
mekanisme
normal dan pasca bencana.
koordinasi
dalam
Tingkat pemahaman masing-masing
melaksanakan rencanaSKPD/dinas
terkait
dalam
urusan
rencana
penanggulangan bencana tidak seragam,
penanggulangan
bahkan cendrung masih sangat jauh dari
bencana
yang diharapkan.
55
No
.
Aspek
Hasil Evaluasi
Hambatan
dalam
Karena belum ada Protap khusus yang
implementasi protap di
disusun oleh SKPD terkait, maka Protap
lapangan
yang
dilaksanakan
masih
mengacu
kepada
instansi
vertikal
(departemen/dinas)
Hambatan
dalam
Koordinasi antar SKPD/dinas terkait
implementasi
tata
pada saat tanggap darurat kadang-kadang
komando
dan
tata
sulit dilakukan secara efektif.
komunikasi
55