Anda di halaman 1dari 2

Hijrah Sejati: Momentum Perbaikan Akhlak

Kamis, 07 November 2013, 08:59 WIB


Komentar : 0

Hijrah, ilustrasi
A+ | Reset | AREPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ina Salma Febriany
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu
Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum
musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS : At Taubah (9):36).
Dzulhijjah telah pergi, Muharram pun tiba. Muharram, sebagai bulan yang ditetapkan sebagai awal
pergantian tahun hijriyah dilakukan pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, yang menetapkan
peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah. Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12
bulan, dengan jumlah hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman Allah pada
surah at-Taubah ayat 36 di atas.
Sebelumnya, orang Arab pra-kerasulan Rasulullah Muhammad SAW telah menggunakan bulan-bulan
dalam kalender hijriyah ini. Hanya saja mereka tidak menetapkan ini tahun berapa, tetapi tahun apa.
Misalnya saja kita mengetahui bahwa kelahiran Rasulullah SAW adalah pada tahun gajah. Abu Musa
Al-Asyri sebagai salah satu gubernur di zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul
Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal
dan bulan saja, sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior
waktu itu.
Mereka adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Saad bin Abi
Waqqas r.a., Zubair bin Awwam r.a., dan Thalhah bin Ubaidillah r.a. Mereka bermusyawarah mengenai
kalender Islam.
Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan

pengangkatan Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib
r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari Makka ke Yatstrib (Madinah).
Maka semuanya setuju dengan usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender
Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender
hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku pada masa itu di wilayah Arab.
Sejarah hijrah memang tak terlepas dari berpindahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah, sesuai
dengan perintah Allah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Namun, hijrah era kekinian
dipahami sebagai bentuk transformasi global di seluruh lapisan masyarakat.
Jika kita mengamati pemberitaan akhir-akhir ini, maka keadaan yang memiriskan ialah kasus adegan
seks yang menimpa generasi muda. Mereka, yang diharapkan menjadi
dzurriyah yang memiliki iman, takwa, serta kecerdasan yang membanggakan justru sebaliknya. Rasa
malu tak terhingga dirasa oleh guru, kepala sekolah, kawan-kawan, terlebih orang tua.
Menanggapi kasus ini, ada sebagian kalangan yang menyalahkan teknologi, ada pula yang menuding
orangtua, karena kurangnya pengawasan. Lebih dari itu, masa remaja adalah masa pencarian jati diri.
Tentu semua pihak berpengaruh dalam masa-masa ini. Dampak negatif dan positif dari teknologi pasti
berpengaruh jika kurangnya kontrol dari segenap pihak.
Oleh sebab itu, adanya perhatian khusus dari orangtua, pembekalan dari para guru, serta kesadaran
spiritual dan sosial siswa menentukan sikap anak-anak remaja kita saat ini.
Sejatinya, pemaknaan hijrah sangatlah dekat, tak perlu mengukur jarak antara Makkah-Madinah.
Cukuplah kesadaran pribadi sebagai ukuran, bahwa hijrah sejati ialah perpindahan dinamis
meminimalisasi akhlak madzmumah menuju akhlak mahmudah.
Wallahu a'lam bish shawwaab..

Anda mungkin juga menyukai