Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Ketuban Pecah Dini atau premature rupture of the membrane (PROM)
mempunyai bermacam-macam batasan/ teori/ definisi. KPD adalah pecahnya ketuban
sebelum proses persalinan dimulai, yaitu bila pembukaan serviks pada kala I kurang dari
3 cm pada primipara dan pada multipara kurang dari 5 cm. (1)
Jika ketuban pecah dini terjadi sebelum kehamilan 37 mg disebut ketuban pecah
dini preterm/ Preterm Premature Ruptura of Membranes (PPROM).(4)
II. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Penyebab dari KPD masih belum diketahui secara pasti.(5) Ada banyak teori mulai
dari defek kromosom, kelainan kolagen, infeksi, inkompetensi serviks, gemelli,
hidramnion, kehamilan preterm, disporporsi sefalopelvik serta perubahan pada selaput
ketuban baik secara biomekanik dan fisiologik. Pada sebagian besar kasus ternyata
berhubungan dengan infeksi (65%).(2)
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas yang
terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen,
yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen
pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada
korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampi dengan epitel basal korion).
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri
penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan
prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi
depolimerisasi kolagen pada selaputkorion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus
berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.(2)

Taylor, dkk telah menyelidiki bahwa KPD ada hubungannya dengan hal-hal
sebagai berikut (1)

Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.
Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, servitis, dan vaginitis terdapat
bersama-sama dengan motilitas rahim.

Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)

Infeksi (amnionitis atau korioamnitis)

Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah multipara, malposisi,


disporposi, serviks inkompeten, dll

Ketuban pecah dini artificial (amniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

III. FAKTOR PREDISPOSISI


Faktor predisposisi pada Ketuban Pecah Dini adalah:

Kehamilan multiple: kembar dua (50%), kembar tiga (90%).(2,5)

Polihidramnion (5)

Terdapat riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya (resiko 2-4 kali)
(2)

Tindakan senggama: tidak berpengaruh terhadap resiko, kecuali jika higiene


buruk, predisposisi terhadap infeksi (2)

Kekurangan vitamin dan mineral, merokok

Perdarahan pervaginam: trisemester pertama (resiko 2x), trisemester kedua/ketiga


(20x) (2)

Bakteriuria: resiko 2x (prevalensi 7%) (2,5)

pH vagina di atas 4,5: resiko 32% (2)

Serviks tipis/kurang dari 39 mm:resiko 25% (2)

Flora vagina abnormal: resiko 2-3x (2)

Fibronectin >50 ng/ml (2)

Kadar CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) maternal tinggi, misalnya pada


stress psikologis dapat manjadi stimulasi persalinan preterm. (2)

IV. DIAGNOSIS (1,2)


Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang
positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau
melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang
negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa
yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
Gejala Subjektif (1,2)

A.

Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau


mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih keruh,

jernih, hijau, atau

kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir.
Dapat disertai demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa
persalinan. Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat haid pasien dan
umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
B. Pemeriksaan Fisik (1,2)
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah
atau belum, terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.

Pemeriksaan umum: suhu normal kecuali disertai infeksi (suhu 38 C dan


dapat disertai takikardi.

Pemeriksaan abdomen: uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus
harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari
haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan
presentasi maupun cakapnya bagian presentasi.

Pemeriksaan pelvis (1,2,5)


Inspeksi: pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan
dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas. Cairan akan berbau jika terinfeksi.

Inspekulo: pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk


memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Lihat dan perhatikan
apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada
bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila
menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena
cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazan
menjadi biru bila ada cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering
(ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan
rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi
kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari
kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap stertokokus
beta group B, klamidia dan gonorea (pada populasi tertentu).
Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin
dan menyingkirkan kemungkinan prolasps tali pusat. Periksa dalam harus
dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah
ada keputusan untuk melahirkan.

Pemeriksaan pH forniks posterior adalah basa

Pemeriksaan histopatologis didapatkan air (ketuban)

Abrization dan sitologi air ketuban


Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut
periode laten = LP = lag period. Makin muda umur kehamilan makin
memanjang LP-nya. Sedangkan lamanya persalinan lebih pendek dari biasa,
yaitu pada primi 10 jam dan multi 6 jam.

C. Pemeriksaan penunjang (1,2)


o Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru
o Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15000 mungkin ada infeksi.

o USG untuk menetukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin,
letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
o Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini.
Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, bunyi jantung janin akan
meningkat.
o Amniosentesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan janin.
V. DIAGNOSIS BANDING (6)
Fistula vesiko vaginal pada kehamilan dengan stress inkontinensia
VI. PENATALAKSANAAN (1)
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi
ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterin, dan
populasi pasien. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan tana
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
Upaya untuk menghindari persalinan pada saat ketuban pecah dini dibagi menjadi
dua bentuk yang penting (1) nonintervensi atau penanganan menunggu dimana tidak ada
tindakan yang dilakukan dan hanya menunggu persalinan spontan dan (2) intervensi yang
dapat mencakup terapi kortikosteroid yang diberikan dengan atau tanpa preparat tokolitik
untuk persalinan preterm sehingga kortikostreroid mendapatkan cukup waktu guna
menginduksi maturitas pulmoner. Penanganan ketuban pecah dini pada kehamilan cukup
bulan sering ditujukan untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan
janin. Terdapat dua jenis penatalaksanaan, yaitu segera dilakukan terminasi kehamilan
dengan konsekuensi meningkatkan resiko seksio sesaria dan penanganan konservatif
yaitu diterminasi kehamilan jika terjadi infeksi, yang umumnya meningkatkan resiko
terjadinya infeksi pada ibu dan janin. Beberapa ahli berpendapat bahwa resiko dapat
terjadi setiap saat setelah ketuban pecah dan infeksi pada ibu, sehingga atas dasar alasan
tersebut mereka lebih memilih penanganan aktif, yaitu melakukan induksi segera setelah
diagnosa ketuban pecah dini ditegakkan. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa resiko
infeksi baru meningkat secara bermakna setelah periode waktu tertent. Penanganan aktif

akan meningkatan persalinan operatif, padahal hampir 90% kasus KPD akan terjadi
persalinan spontan dalam waktu 24 jam, sehingga berdasarkan alasan tersebut mereka
lebih memilih menunggu terjadinya persalinan spontan. Bila dalam waktu tertentu belum
ada tanda persalinan dilakukan induksi persalinan.
Penanganan (7)
o Rawat rumah sakit
o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solutio plasenta
o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik:

Ampisilin 2 gr IV/6 jam, ditambah dengan gentamisin 5 mg/kgBB IV/ 24


jam

Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotik pasca persalinan.

Jika persalinan dengan seksio sesaria, lanjutkan antibiotik dan berikan


metronidazol 500 mg IV/8 jam sampai bebasdemam selama 48 jam.

o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu

Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, yaitu


Ampisilin 4x500 mg selama 7 hari ditambah dengan eritromisn 250
mg/oral 3 kali perhari selama 7 hari.

Berikan kortikostreroid kepada ibu untuk mempebaiki kematangan paru


janin. Berikan betametason 12 mg IM dalam 2 dosisi/12 jam atau
deksametason 6 mg I.M dalam 4 dosis/6 jam. (jangan berikan
kortikosteroid jika ada infeksi)

Lakukan persalinan pada kehamilan 37 mg.

o Jika terdapat infeksi dan kehamilan 37 minggu

Jika ketuban telah pecah >18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk
mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B. Berikan Ampisilin 2 gr
IV/ 6 jam atau penisilin G 2 juta unit IV/ 6 jam sampai persalinan, jika
tidak ada infeksi paska melahirkan hentikan antibiotik.

Nilai seviks. Jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin. Jika belum, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin
atau lahirkan dengan seksio sesarea.

Menurut Standart Operating Procedure Kebidanan dan Penyakit Kandungan


RSUP Fatmawati:
a. Konservatif

Dirawat di rumah sakit

Bila umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama ketuban masih keluar atau
sampai tidak keluar lagi.

Bila sudah > 34 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (bergantung


pada kemampuan perinatologi)

Nilai tanda-tanda awal infeksi intrapartum

Nilai kesejahteraan janin

Pemberian: antibiotika, tokolitik bila ada kontraksi, vit C 1000 mg/ hari, minum
banyak 2000 cc/24 jam

Pematangan paru: 12 mg dexamethason/3 hari, dapat diulang perminggu

Terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda IIP (Infeksi Intra Partum)


Pervaginam: bila kehamilan 30 minggu atau TBF 1500 g (berdasarkan
USG)
Sectio sesaria: bila kehamilan 30 minggu

b. Aktif

Bila kehamilan 36 minggu dilakukan terminasi kehamilan

Pervaginam: induksi/akselerasi oksitosin dengan syarat nilai pelvik 5,


antibiotik.

Beberapa pendapat mengenai pimpinan persalinan dalam KPD antara lain:

Bila anak belum viable (kurang dari 36 minggu), penderita dianjurkan


beristirahat di tempat tidur dan diberikan antibiotik profilaksis, spasmolitika
dan robonsia dengan tujan mengundurkan waktu samapai anak viable.
Bila anak sudah viable (lebih dari 36 mingg), lakukan induksi partus 6-12 jam
setelah lag-phase dan berikan antibiotik profilaksis. Pada kasus induksi
dengan PGE2 dan atau drips sintosinon gagal, lakukan tindakan operatif.
PENENTUAN BERDASARKAN UMUR GESTASI (8)
Penentuan berdasarkan umur gestasi menjadi sangat penting dalam pelaksanaan
KPD. Bila data dikumpulkan masih membingungkan maka umur gestasi dapat ditentukan
dengan pemeriksaan USG, namun harus tetap diingat bahwa kurangnya cairan amnion
dapat mempengaruhi penilaian USG.
Pasien dengan umur gestasi >36 minggu (8)
Pasien tersebut harus segera dilahirkan pada fase ini mengingat paru-paru fetus
telah matang. Induksi harus segera dilakukan seksio. Dalam masa menunggu tidak boleh
lebih dari 24 jam untuk dilahirkan pervaginam. Dalam penelitian ini tidak menimbulkan
terjadinya infeksi maternal dan neonatal. Sebelumnya penting untuk menetukan puncak
kepala telah engaged. Bila persalinan tidak maju dalam 24 jam maka pasien harus
dilakukan induksi.
Pasien dengan umur gestasi 32-36 minggu (8)
Komplikasi tersering yang timbul pada pasien masa ini adalah khorioamnitis.
Induksi dengan oksitosin harus dilakukan bila serviks telah matang. Namun sayangnya
dalam banyak kasus serviks belum matang dan induksi biasanya berakhir dengan seksio.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa resiko dilakukan induksi dibandingkan bila
menunggu/ekspektatif adalah lebih besar. Oleh karena itu lebih baik dilakukan
penatalaksanaan menunggu yang dikombinasikan dengan terapi antibiotika. Hal tersebut
dapat menurunkan angka mortalitas perinatal, morbiditas infeksi neonatal dan insiden
HMD (Hyalin Membran Disease). Antibiotika yang dipergunakan ampicillin sulbactam
2x1,5 gr i.v per 6 jam. Ada sumber lain mengatakan, jika pasien telah mencapai usia
kehamilan 32-35 minggu dan mengalami ketuban pecah dini, tanpa diketahui mengenai

kematangan paru janin, persalinan bisa dilakukan dengan disertai adanya fasilitas NICU
yang lengkap untuk menangani komplikasi bayi prematur yang mungkin terjadi.
Pasien dengan umur gestasi 26-32 minggu (8)
Resiko yang predominan pada umur gestasi ini adalah HMD. Penggunaan
glukokortikoid dan memperpanjang masa laten sangat bermanfaat pada umur gestasi ini
dengan syarat tidak terdapatnya tanda-tanda amnionitis. Maksud dari memperpanjang
masa laten adalah untuk memetangkan paru-paru fetus. Pemeberian preparat tokolitik
tidak terlalu bermanfaat dalam memperpanjang masa laten pasien KPD namun dapat
berguna pada pasien yang berkontraksi yang mungkin menjelang persalinan dan belum
manfaat dari glukokortikoid untuk pematangan paru.
KPD pada pasien dengan masa gestasi ini harus segera dirawat di rumah sakit dan
bed rest. Fetus harus selalu dimonitor setiap hari untuk menghindari timbulnya infeksi
diberikan pematangan paru dengan betamethason (Celestone) 12 mg oral perhari terbagi
menjadi 2 dosis selama 24 jam, dan ampisilin 1 gr i.v per 6 jam. Terbutalin 2,5-5 mg oral
per 6 jam atau diganti dengan nifedipin 10 mg oral per 4-6 jam. Sangat tidak perlu dan
berbahaya bila terdapat tanda-tanda infekasi, tanda-tanda dimulainya persalinan atau bila
terdapat tanda-tanda fetal distress. Persalinan sangat tergantung dari kematangan serviks.
Bila serviks matang, kepala telah masuk ke dalam rongga pelvis dan persalinan cepat
dapat diantisipasi maka diharapkan persalinan secara pervaginam. Kalo serviks tidak
matang lebih baik lakukan seksio.
VI. KOMPLIKASI (1,2)
1. Terhadap janin, walaupun ibu belum menunjukan tanda-tanda infeksi, janin
mungkin sudah terkena infeksi. Infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi sebelum
gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas
perinatal. Perhatikan juga fungsi organ bayi terutama paru. Komplikasi berupa
asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.
2. Terhadap ibu, karena jalan telah terbuka, maka infeksi intrapartal dapat terjadi,
apalagi sering periksa dalam. Selain itu dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas),

peritonitis dan septikemia serta dry labor. Hal ini akan meninggikan angka
kematian dan morbiditas pada ibu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R. Ketuban Pecah Dini. Sinopsis Obstetri, Jilid I, Cetakan I, EGC,
Jakarta, 1998: 255-258
2. Saifuddin AB, Wikjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Ketuban Pecah Dini,
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI, Jakarta, 2002, hal M112-115
3. Standart Oprating Procedure

Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP

Fatmawati No. HK.00.07.1.358. Ketuban Pecah Dini, Agustus 2002


4. Cunningham FG, et al. Common Complications of Pregnancy. Williams
Obstetrics, 21st ed,

Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange,

Connecticut, 2001: 704-708

10

Anda mungkin juga menyukai