Anda di halaman 1dari 10

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Bersih
Pengertian Air Bersih berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum, pada BAB 1
tentang pengembangan sistem penyediaan air
minum, Pasal 1, Ayat 1 : Air baku untuk air
minum rumah tangga, yang selanjutnya
disebut air baku adalah air yang dapat berasal
dari sumber air permukaan, cekungan air tanah
dan atau air hujan yangmemenuhi baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum.
Ada beberapa persyaratan yang perlu diketahui
mengenai kualitas air tersebut baik secara
fisik, kimia dan juga mikrobiologi.
2.2 Syarat Air Bersih
Persayaratan yang harus dipenuhi dalam
sistem penyediaan air bersih. adalah
persyaratan kualitatif, yang meliputi syarat
fisik, kimia, biologis dan radiologist.
Syarat kualitatif adalah persyaratan yang
menggambarkan kualitas dari air baku (air
bersih). Persyaratan ini meliputi syarat fisik,
kimia , biologis dan radiologis.
1. Kejernihan dan karakteristik alirannya.
2. Rasa Dalam air yang bersih (fisik) tidak
terdapat seperti rasa asin, manis, pahit dan
asam. Begitu pula terhadap bau.
3. Turbiditas, merupakan suatu ukuran yang
menyatakan sampai seberapa jauh cahaya
mampu menembus air
4. Temperatur
5. pH air permukaan air biasanya berkisar
antara 6,59,0 pada kisaran tersebut air
bersih masih layak untuk diminum
(dimasak).
6. Salinitas (zat padat total), didefinisikan
sebagai total padatan dalam air setelah
semua karbonat dikonversi menjadi
oksida, semua bromida dan iodida diganti
dengan klorida, dan semua bahan organik
telah dioksidasi.
7. Kelarutan oksigen atmosfer dalam air
segar/tawar berkisar dari 14,6mg/liter pada
suhu 0oC hingga 7,1mg/ liter pada suhu
35oC pada tekanan satu atmosfer.
8. BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen
(mg/l) yang diperlukan oleh bakteri untuk
mendekomposisikan bahan organik
(hingga stabil) pada kondisi aerobik.
9. Suspended Solid (SS) adalah padatan yang
terkandung dalam air dan bukan
merupakan larutan

10. Nitrogen
11. Senyawa Toksik
12. Zat Organik
13. CO2 Agresif
14. Kesadahan adalah sifat air yang
disebabkan oleh air karena adanya ion ion (kation) logam valensi
15. Kalsium
16. Besi
17. Tembaga (Cu)
18. Seng (Zn)
19. Chlorida (Cl)
20. Flourida (F)
21. Nitrit
22. Konduktivitas atau daya hantar (panas)
23. Pesistivitas
24. PTT atau TDS ( Kemampuan air bersih
untuk menghantarkan arus listrik )
2.3 Kualitas Air Bersih
Syarat dari air bersih, secara terperinci
telah diatur pada Permenkes RI No.
492/Menkes/Per/IV/2010, dimana pada
peraturan tersebut kualitas air bersih
khususnya air minum diatur berdasarkan nilai
kandungan maksimum dari parameterparameter
yang berhubungan langsung dengan
kesehatan seperti parameter mikrobiologi dan
kimia anorganik dan parameter yang tidak
berhubungan langsung dengan kesehatan
seperti parameter fisik dan kimiawi. Tabel 2.1
menjelaskan tentang peraturan tersebut.
Tabel 2.1 Tabel Permenkes, no.
492/Menkes/Per/IV/2010
2.4 Pengolahan Air Bersih
Standar kualitas air bersih yang ada di
Indonesia saat ini menggunakan Permenkes RI
No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat
syarat dan Pengawasan Kualitas Air dan PP RI
No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, sedangkan standar kualitas air minum
menggunakan Kepmenkes RI No.
907/MENKES/SK/VII/2002 tentang SyaratSyarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Bagan dari sistem pengolahan air bersih
sendiri dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah.
Gambar 2.1 Instalasi Pengolahan Air Bersih
PDAM Karangpilang III
2.4.1 Intake
Intake sendiri adalah proses pemompaan
air baku sungai untuk dialirkan ke dalam
sumur penyeimbang.
2.4.2 Aerator
Aerator dimaksudkan untuk

meningkatkan kadar oksigen terlarut (DO)


dalam air baku, yang disebut proses aerasi.
Peningkatan kadar oksigen terlarut ini berguna
untuk menurunkan kadar besi, mangan, bahan
organik, ammonia, dan sebagainya.
2.4.3 Prasedimentasi
Prasedimentasi dimaksudkan untuk
mengendapkan partikel diskret atau partikel
kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah
partikel yang tidak mengalami perubahan
bentuk dan ukuran selama mengendap di
dalam air.
2.4.4 Flash Mixer
Flash mixer adalah unit pengadukan
cepat yang berfungsi untuk melarutkan tawas
ke dalam air hingga homogen. Flash mixer ini
merupakan bagian dari proses koagulasiflokulasi.
2.4.5 Clearator
Pada clearator inilah proses koagulasi dan
flokulasi terjadi, dimana pada proses
koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku
selama beberapa saat hingga merata. Setelah
pencampuran ini, akan terjadi destabilisasi
koloid yang ada pada air baku. Koloid yang
sudah kehilangan muatannya atau
terdestabilisasi mengalami saling tarik
menarik sehingga cenderung untuk
membentuk gumpalan yang lebih besar.
2.4.6 Filter
Filter merupakan bangunan untuk
menghilangkan partikel yang tersuspensi dan
koloidal dengan cara menyaringnya dengan
media filter.
2.4.7 Desinfeksi
Desinfeksi air minum bertujuan
membunuh bakteri patogen yang ada dalam
air. Desinfektan air dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu:pemanasan, penyinaran
antara lain dengan sinar UV, ion-ion logam
antara lain dengan copper dan silver, asam
atau basa, senyawa-senyawa kimia, dan
chlorinasi.
2.4.8 Reservoir
Reservoir pada sistem IPAM ini adalah
untuk menampung air hasil pengolahan
sebelum didistribusikan ke konsumen dalam
sistem distribusi.
2.5 Proses Koagulasi
Koagulasi adalah proses destabilisasi
koloid dan partikel-partikel yang tersuspensi
didalam air baku karena adanya pencampuran
yang merata dengan senyawa kimia tertentu
(koagulan) melalui pengadukan cepat.
Ada tiga factor yang mempengaruhi

keberhasilan proses koagulasi, yaitu :


1. Jenis koagulan yang dipakai
2. Dosis pembubuhan koagulan
3. Proses pengadukan
2.5.1 Jenis Koagulan
Pemilihan koagulan sangat penting
untuk menetapkan criteria desain dari system
pengadukan serta system flokulasi yang
efektif. Jenis koagulan yang biasanya
digunakan adalah koagulan garam logam dan
koagulan polimer kationik. Contoh koagulan
garam logam diantaranya adalah :
Aluminium Sulfat atau Tawas
(Al3(SO4)2.14H2O)
Feri Khlorida (FeCl3)
Feri Sulfat (Fe2(SO4)3)
Koagulan yang digunakan di IPAM
Karang Pilang III adalah aluminium sulfat atau
tawas.
2.5.2 Dosis Koagulan
Dosis koagulan berbeda-beda
tergantung dari jenis koagulan yang
dibubuhkan, temperature air, serta kualitas air
yang diolah. Penentuan dosis koagulan dapat
dilakukan melalui penelitian laboratorium
dengan metode jar test. Prosedur jar test pada
prinsipnya mmerupakan proses pengolahan air
skala kecil.
2.5.3 Pengadukan
Unit koagulasi merupakan suatu unit
dengan pengadukan cepat dimana pengadukan
cepat (koagulasi) dilakukan dengan berbagai
cara, namun pada IPAM Karang Pilang III,
proses ini dilakukan dengan hydraulic jump
mixing, merupakan pengadukan cepat secara
hidrolis.
Koagulasi Hidrolis atau hydrolic
mixing, merupakan fenomena ilmiah dari
proses hidrolisis yang diamati pada aliran open
channel seperti sungai. Ketikan cairan pada
kecepatan tinggi bergerak ke area yang
memiliki kecepatan aliran lebih rendah,
kenaikan yang tiba-tiba akan terjadi pada
permukaan cairan. Sehingga cairan yang
mengalir cepat tiba-tiba melambat dan
mengalami kenaikan tinggi level cairan,
mengubah sebagaian energy kinetic awal
aliran menjadi energy potensial, dengan
beberapa energy yang hilang melalui
turbulensi irreversible panas. Dalam aliran
open channel, ini bertransformasi sebagai
aliran cepat yang melambat dan menumpuk
diatas lapisan cairan itu sendiri, mirip bentuk
shockwave. Jenis aliran ini lebih mudah dalam

pengoperasian dan pemeliharaannya (Schulz


dan Okun, 1984)
Rumus yang dipergunakan untuk perhitungan
pada koagulasi hidrolis adalah sebagai berikut:
Dimana P untuk koagulasi hidrolis
menggunakan rumus :
Sehingga rumus untuk gradient kecepatan
pada koagulasi hidrolisis adalah sebagai
berikut :
Dimana :
G = gradient kecepatan (1/s)
P = daya yang diberikan (kg.m2/s3)
p = densitas cairan (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
hL = head Loss (m)
Q = debit (m3/s)
= viskositas cairan (kg/m.s)
V = volume (m3)
Perhitungan gradient kecepatan pada koagulasi
hidrolisis juga dapat ditentukan dengan rumus
berikut :
Dimana hf adalah nilai dalam meter, saat
kehilangan tekanan air pada saat air mengalir
menuju clearator.

2.1
2.2
2.3
2.4

Pada IPAM Karang Pilang III, unit


pengaduk cepat hidrolisis ini menggunakan
jenis pengaduk statis, sehingga dimensi yang
dapat ditentukan dengan pemakaian tipe
pengaduk ini adalah:
Dimana :
Q = kapasitas pengolahan (m3/s)
D = diameter instalasi pengolahan air (m)
V = kecepatan aliran (m)
Air yang dialirkan dari flash mix
kearah clearator melalui pipa baja berdiameter
800 mm, dan beda tinggi antara flash mix
dengan clearator adalah 1,2 m dan panjang
pipa sekitar 34 m. Desain dari flash mix IPAM
Karang Pilang III, dapat dilihat pada gambar
2.2.
Gambar 2.2 Desain Flash Mix
Pada proses pengadukan ini, tidak ada
parameter yang dikendalikan oleh pihak IPAM
Karang Pilang III ketika proses koagulasi
berlangsung, nilai kecepatan gradient putaran
air pada flash mix disetiap perubahan waktu
koagulasi selalu dijaga bernilai 975/s (lebih
dari 700/s, yang merupakan nilai minimum
gradian kecepatan untuk criteria ideal desain
unit koagulasi, Schulz & Okun, 1992). Nilai

gradient kecepatan yang dijaga selalu konstan


itu diperoleh dengan menjaga atau memonitor
secara terus-menerus, nilai perbedaan tinggi
dari level cairan inflow terhadap outflow
adalah 2,68 m (nilai hf).
2.5.3 Jaringan Syaraf Tiruan Radial Basis
Function (RBF)
Jaringan syaraf tiruan perceptron lapis
banyak atau disebut multilayer perceptron
network merupakan pengembangan lebih
lanjut dari perceptron lapis tunggal.
Sedangkan Radial Basis Function (RBF)
adalah alternative dari jaringan Multilayer
Feedforward Neural yang telah
dikembangkan. Jaringan ini terdiri dari 3
lapisan atau layer yaitu input layer, output
layer dan hidden layer dan dimana hanya
memiliki 1 unit pada hidden layer. Fungsi
aktivasi yang umum digunakan adalah fungsi
Gauss dan linier pada output layer. Jaringan
ini telah banyak digunakan secara intensif,
RBF merupakan pemetaan fungsi taklinier
multidimensional yang bergantung pada jarak
antara vektor input dan vektor center. RBF
dengan input berdimensi m dan output
berdimensi n.
Gambar 2.4 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan
Radial Basis Function
Bentuk umum dari RBF adalah :
Dimana : y = output
wi = bobot
(ri) = fungsi basis radial
Jenis-jenis fungsi aktifasi dari RBF adalah :
1. Gauss
(r) = exp(-(r/c)2)
2. Multikuadratik
(r) = (c2 + r2), (0< <1)
3. Invers Multikuadratik
(r) = 1/(c2 + r2), (>0)
4. Thin Plate Spline
(r) = r2 log r
5. Cubic Spline
(r) = r3
6. Linier Spline
(r) = r
Alogaritma dari RBF adalah :
Tahap 0 : menentukan fungsi basis yang akan
digunakan
Tahap 1 : menentukan center dan lebar tiap
fungsi basis
Tahap 2 : menyediakan bobot sebanyak (fungsi
basis) n+1 dimana
n adalah jumlah masukkan RBF

y = f(x) = wi (ri)

n
i=1

2.5
2.6
2.7
Tahap 3 : inisialisasi bobot, w = [0 0 0 0]
dan tentukan nilai
laju konvergasinya yang akan
digunakan (0<<1)
Tahap 4 : untuk sinyal latih kerjakan tahap 6selesai
Tahap 5 : hitung output tiap fungsi basis
Tahap 6 : hitung output jaringan RBF
Tahap 7 : hitung error antara output terharap
(d) dengan output
RBF (y), error = d y
Tahap 8 : update bobot-bobot tiap fungsi basis
dan bobot bias
2.5.3.1 Menentukan Fungsi Basis
Pada tugas akhir kali ini fungsi
aktivasi dari basis yang digunakan adalah
fungsi Gaussian.
Dimana : cj = center fungsi Gaussian ke-j
j = lebar fungsi Gaussian ke-j
x = input fungsi basis
j = output fungsi basis ke-j oleh
input x
Jumlah fungsi basis yang digunakan
dalam RBF biasanya lebih dari 1 buah fungsi
basis. Berdasarkan fungsi Gaussian dan
struktur dasar jaringan RBF dapat diusulkan
beberapa strategi pembelajaran pada jaringan
RBF.
1. Posisi center pada fungsi basis
2. Lebar dari fungsi basis
3. Bobot output setiap fungsi basis
2.5.3.2 Menentukan Center RBF
Teknik clustering ini terdiri dari
beberapa teknik, salah satunya yang digunakan
dalam Tugas Akhir kali ini adalah teknik KMeans
Clustering, merupakan salah satu
metode data clustering unsupervised yang
berusaha mempartisi data yang ada kedalam
bentuk satu atau lebih cluster atau kelompok.
Metode ini mempartisi data kedalam cluster
sehingga data yang memiliki karakteristik
yang sama dikelompokkan kedalam satu
cluster yang sama dan data yang mempunyai
karakteristik yang berbeda dikelompokkan
kedalam kelompok yang lain. Adapun tujuan
dari data clustering ini adalah untuk
meminimalisasikan objective function yang
diset dalam proses clustering, yang pada
umumnya berusaha meminimalisasikan variasi

didalam suatu cluster dan memaksimalkan


variasi antar cluster.
Data clustering menggunakan metode KMeans
ini secara umum dilakukan dengan
alogaritma dasar sebagai berikut :
1. Tentukan jumlah cluster
2. Alokasikan data kedalam cluster secara
acak
3. Hitung centroid atau rata-rata dari data
yang ada di masing-masing cluster
4. Alokasikan masing-masing data ke
centroid atau rata-rata terdekat
5. Kembali ke step 3 apabila masih ada data
yang berpindah cluster atau apabila
perubahan nilai centroid ada yang diatas
nilai ambang yang ditentukan atau juga
apabila perubahan nilai pada objective
function yang digunakan diatas nilai
ambang yang ditentukan
Distance space, atau jarak antara dua titik
dihitung menggunakan rumus Eucliean yang
didefinisikan :
Dimana : p = dimensi data
Kemudian mengelompokkan data berdasarkan
jarak minimum dari setiap center, perubahan
anggota dalam tiap cluster di setiap iterasinya
menyebabkan perubahan nilai center, maka
dari itu perhitungan pusat cluster (center) yang
baru menggunakan rumus:
Dimana : vi = center dari cluster ke-i
xj = data masukkan yang merupakan
kelompok ke-i
ni = banyaknya data kelompok ke-i
2.5.3.3 Menentukan Lebar
Melalui penentuan center diatas maka
diperoleh nilai center-center cluster yang baru
yaitu vi dan vj, kemudian selanjutnya
menentukan lebar dengan menggunakan
rumus dibawah ini :
Dimana dmax diperoleh dari :
2.5.3.4 Menentukan Bobot
Proses pembelajaran dalam penentuan
bobot ini adalah:
1. Ambil vektor input xi dari himpunan
pembelajaran

(r) = exp
2 j
2

(||x - cj||)2
- 2.1
2
2.9
2.10
2.11

2.12
2.8
2. Hitung output dari neuron hidden layer
secara bersamaan ditunjukkan sebagai
vektor h
3. Hitung vektor output jaringan y.
Bandingkan dengan vektor target t,
sesuaikan setiap bobot w pada satu arah
sehingga mengurangi perbedaan.
Berikut adalah gradient descent
alogarithm :
wij(n+1) = wij(n) + (tj-yj)hi
Dimana : wij = bobot antara neuron hidden
layer i dan neuron
output layer
= koefisien learning rate
(bernilai kurang dari 1)
tj = target atau output yang
diinginkan dari neuron j
pada output layer
yj = output neuron j pada output
layer
hj = output hidden layer
4. Ulangi step 1-3 untuk setiap vektor pada
himpunan pembelajaran
5. Ulangi 1-4 sampai error yang diterima
kecil, pembelajaran berhenti atau kondisi
lain yang terjadi sehingga menyebabkan
proses pembelajaran berhenti
Persamaan 9.6 diatas merupakan
output hidden layer yang diperoleh
berdasarkan vektor input, center, dan lebar
data yang telah ditentukan terlebih dahulu
sebelumnya, adapun rumus untuk menentukan
output hidden layer adalah :
Dimana : x = data
c = center
r = lebar
2.5.4 Mean Square Error (MSE)
Pada akhir proses pelatihan akan
ditampilkan error pelatihan, kemudian dari
nilai error tersebut akan dihitung rata-rata
error pelatihan guna mengukur sejauh mana
sistem jaringan syaraf tiruan ini bekerja untuk
menentukan kadar tawas optimum yang harus
ditambahkan pada proses koagulasi.
Pada tugas akhir ini digunakan Mean
Square Error (MSE) untuk uji pada sampel.
Dalam hal ini setelah diketahui adanya
kesalahan, selanjutnya dapat diketahui
perbandingan antara data output kadar tawas
dari system dengan data output kadar tawas
sebenarnya (yang diperoleh dari plant proses
koagulasi IPAM Karangpilang III) melalui

suatu grafik yang menggambarkan kedekatan


kedua jenis data tersebut. Adapun rumus untuk
menghitung rata-rata error jaringan pada saat
pembelajaran adalah dengan menggunakan
rumus yang analog dengan :
dimana : yi = nilai data sebenarnya
yi = nilai data system
n = jumlah data input untuk proses
pelatihan
2.4.5 Mean Absolute Percentage Error
(MAPE)
Selanjutnya sebagai pengukur
validitas system jaringan syaraf tiruan
digunakan Mean Absolute Percentage Error
(MAPE) yang memiliki rumus sebagai berikut
:
dimana : yi = nilai data sebenarnya
yi = nilai data system
n = jumlah data input untuk proses
pengujian

Anda mungkin juga menyukai