Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PRILAKU KEKERASAN
A.Definisi
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan definisi ini, perilaku kekerasan
dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan saat
sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri orang
lain maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain
secara fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011).

B.PENYEBAB
A A. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam
Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:

a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik,
lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu
tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak
kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma
otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.

Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra
diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua
mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau
berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan
perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap
perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai
cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak
kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat
berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan
dalam hidup individu.
B.

Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan

(Yosep, 2009):
1.

Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam

sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2.

Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

3.

Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan

dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan


konflik.
4.

Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai

seorang yang dewasa.


5.

Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan

tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.


6.

Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga


C.Rentan Respon
Menurut Iyus Yosep, 2007 bahwa respons kemarahan berfluktuasi dalam rentang adaptif
maladaptif.
Skema 1.1. Rentang Respon Kemarahan
Respon adaptif

Respons maladaptif

I-------------------I------------------I----------------------I-------------------I
Asertif

frustasi

pasif

agresif

kekerasan

(Sumber Iyus Yosep, 2007)


1.

Perilaku asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan

atau meyakiti orang lain, hal ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu
2.

Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak

realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.


3.

Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk engungkapkan perasaan

marah yang sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu tuntunan nyata.
4.

Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan / panik. Agresif

memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk, mendekati orang lain dengan ancaman,
memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien dapat mengontrol perilaku
untuk tidak melukai orang lain.

5.

Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai

dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai pada
tingkat ringan sampa pada yang paling berat.klien tidak mampu mengendalikan diri
D.PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)

Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang
pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.

Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
E. PERILAKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

Menyerang atau menghindar (fight of flight)


Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap
sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

Menyatakan secara asertif (assertiveness)


Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan
perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.

Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku acting out untuk menarik
perhatian orang lain.
Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan
F.MEKANISME KOPING
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
1.

Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.

2.

Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.

3.

Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebihkan

sikap/ perilaku yang berlawanan.


4.

Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan

melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.


5.

Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek yang

berbahaya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang
karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut
tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit
untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat
diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayang-bayangan yang meminta
klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang
lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga
tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

G.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi
dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi
keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis
dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1.

Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap

pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan masalah
atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan
menuntut.

Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif
meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan
sebagai berikut :
Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat,
sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data
subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien
dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga.
Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau
pemeriksaan langsung oleh perawat.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang
dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada
efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa

POHON MASALAH

2. Diagnosa Keperawatan
1.

Resiko menciderai ndiri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku kekerasan.

2.

Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.

3.Fokus Intervensi
1.

Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.

TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.


TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :

Klien mau menjawab salam


Klien mau menjabat tangan

Klien mau menyabutkan nama


Klien mau tersenyum
Ada kontak mata
Mau mengetahui nama perawat
Mau menyediakan waktu untuk kontak

Intervensi :
a.

Memberi salam atau panggil nama klien

b.

Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan

c.

Jelaskan tujuan interaksi

d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat


e.

Beri sikap aman dan empati

f.

Lakukan kontrak singkat tapi sering

TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri nmaupun orang lain dan
lingkungan.
Intervensi :
a.

Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.

b.

Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.

c.

Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.

TUK 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengunngkapkan yang dialami saat marah.
Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
Intervensi :
a.

Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.

b.

Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.

c.

Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.

TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Kriteria evaluasi :

Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak.

Intervensi :
a.

Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

b.

Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

c.

Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.

TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan.


Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a.

Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.

b.

Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.

c.

Tanyakan pada klien Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.

TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secarakonstruktif.
Intervensi :
a.

Tanyakan pada klien Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.

b.

Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.

c.

Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :

a.

Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal atau memukul bantal atau kasur atau

olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.


b.

Secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal atau tersinggung atau jengkel (saya

kesal Anda berkata seperti itu : saya marah karen mami tidak memenuhi keinginan saya).
c.

Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat ; latihan asertif.

d.

Secar spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdoa atau ibadah lain meminta pada Tuhan

untuk beri kesabaran, mengadu pada Tuhan kekerasan atau kejengkelan.

TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.


Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Fisik : tarik nafas dalam olahraga menyiram tanaman,
Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah klien.
Intrevensi :
a.

Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.

b.

Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.

c.

Bantu klien untuk memaksimulasi cara tersebut (role play).

d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasi cara tersebut.


e.

Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel atau marah.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai