Anda di halaman 1dari 65

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin


meningkat, peningkatan ini dicetuskan oleh adanya kekhawatiran besar
kemungkinan terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam. Keadaan
alam yang semakin tidak menentu belakangan ini merupakan suatu pertanda dari
fenomena terjadinya pemanasan global. Pemanasan global itu sendiri merupakan
suatu fenomena meningkatnya suhu global yang disebabkan oleh peningkatan
jumlah karbon dioksida dan gas-gas Methane, CFC, dan Nitrous Oxicide pada
atmosfer bumi. (Encyclopedia Americana International edition, volume 10)
Bukti-bukti yang ditunjukan para ilmuwan dan pemerhati lingkungan, seperti
penipisan lapisan ozon yang secara langsung memperbesar prevelensi kanker kulit
dan berpotensi mengacaukan iklim dunia serta pemanasan global, memperkuat
alasan kekhawatiran tersebut. Belum lagi masalah hujan asam, efek rumah kaca,
polusi udara dan air yang sudah pada taraf berbahaya, kebakaran dan
penggundulan hutan yang mengancam jumlah oksigen di atmosfir kita dan banjir
di sejumlah kota. Bahkan sampah sekarang menjadi masalah besar karena jumlah
sampah yang semakin besar dan banyaknya sampah yang sulit di daur ulang
(Wibowo, 2002).
Kekhawatiran inilah yang kemudian memunculkan apa yang disebut
dengan Green Consumerism. Paham Green Consumerism memiliki keyakinan
adanya masalah lingkungan yang nyata, dan masalah tersebut harus ditangani
dengan serius dan disikapi dengan cara yang aktif (Smith, 1998). Kondisi seperti
ini menuntut pemasar untuk hati-hati ketika keputusan yang diambil melibatkan
lingkungan.

Perhatian

terhadap

isu-isu

lingkungan

terlihat

nyata

dari

meningkatnya pasar yang peduli lingkungan (Laroche et.al, 2001).

Green atau Environmental Marketing terdiri dari segala kegiatan untuk


menghasilkan dan memfasilitasi segala jenis pertukaran yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, dimana pemenuhan dan kebutuhan
manusia tersebut mempunyai dampak menghancurkan lingkungan yang minimum
(Polonsky, 1994). Pada penelitian yang dilakukan oleh Byrne (2003) dikatakan
bahwa environmental marketing atau green marketing merupakan fokus baru
dalam usaha bisnis, yaitu sebuah pendekatan pemasaran stratejik yang mulai
mencuat dan menjadi perhatian banyak pihak mulai akhir abad 20 (Ottman, 1998).
Lahirnya

konsep green marketing mendorong terjadinya perubahan

tantangan lingkungan yang ada saat ini menjadi peluang bagi perusahaan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dengan mengedepankan greeninput, green-process, maupun green output serta segala hal yang berhubungan
dengan penyelamatan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan. (Grant,
John, 2007)
Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi mengapa perusahaan
menerapkan konsep green marketing, yaitu:
1.

Perusahaan menganggap bahwa green marketing sebagai peluang yang


dapat digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut (Keller, 1987
; Shearer,1990).

2.

Perusahaan percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab moral untuk


lebih bertanggung jawab secara sosial (Keller, 1987; McIntosh, 1990;
Shearer, 1990)

3.

Aksi-aksi lingkungan yang telah dilakukan oleh competitor memberikan


tekanan bagi perusahaan untuk mengganti kegiatan environmental
marketing mereka (NAAG, 1990)

4.

Faktor biaya yang berkaitan dengan pengolahan limbah atau pengutangan


dari material yang digunakan mendorong perusahaan untuk merubah
perilaku mereka (Azzone dan Manzini, 1994)

Bagi perusahaan penerapan inovasi yang ramah lingkungan akan


meningkatkan keunggulan daya saing perusahaan (Yu-Shan, Chen et all., 2006).
Keunggulan daya saing perusahaan tersebut dapat diperoleh dari diferensiasi
produk yang menghasilkan peningkatan penjualan dan pangsa pasar, penguatan
brand positioning, menignkatkan corporate image, mengurangi biaya operasional,
dan juga menarik investor.
Ketika beberapa perusahaan menggunakan sebagai poros strategi
pemasarannya, seperti perusahaan kosmetik The Body Shop dan perusahaan
pakaian olah raga Patagonia (Henriques & Sadorsky, 1999), maka mulai saat itu
green marketing mulai menjadi fokus utama bisnis bagi berbagai perusahaan. The
Body Shop adalah perusahaan yang sudah terkenal dalam industri kosmetik dan
merupakan salah satu dari pelopor dari green marketing.
Prinsip dasar ramah lingkungan yang dimiliki The Body Shop lahir dari
ide-ide untuk menggunakan kembali, mengisi ulang, dan mendaur ulang apa yang
mereka bisa pakai kembali. Produk yang diproduksi oleh The Body Shop juga
berasal dari bahan-bahan alami, ramah lingkungan, dan tidak menggunakan
hewan dalam melakukan tes kelayakan produk mereka (thebodyshop.co.id). Hal
ini dilakukan The Body Shop untuk mengurangi penggunaan energi dan air serta
pengurangan sampah yang dilakukan dengan cara meminta konsumen untuk
mengembalikan kemasan yang sudah tidak dipakai kemudian didaur ulang.
(thebodyshop.co.id)
The Body Shop merupakan bisnis multi lokal dengan lebih dari 2,400 toko
di 61 negara dan lebih dari 1,200 produk. Hingga saat ini The Body Shop telah
bekerja keras untuk melakukan perubahan sosial dan lingkungan ke arah positif
melalui kampanyenya seputar nilai-nilai dasar yang dimiliki The Body Shop,
yaitu:
1. Support Community Trade
2. Against Animal Testing

3. Protect Our Planet


Survei lain dari UCLA's Higher Education Institute menunjukkan bahwa
26% dari mahasiswa berkeyakinan bahwa program pelestarian lingkungan
menjadi salah satu tujuan hidup mereka. Inilah yang mendorong para perusahaan
untuk menjadikan pasar remaja sebagai target mereka, melihat betapa pentingnya
menjaga para generasi muda ini untuk tetap peduli dan mencintai lingkungan.
Perusahaan seperti McDonalds, The Body Shop, bahkan penerbit komik Archie
juga mengedukasi remaja dengan konsep-konsep sederhana dari green marketing,
seperti reduce, reuse, dan recycle (Ottoman, 1993)
Dengan semakin sadarnya konsumen terhadap pentingnya menjaga
kelestarian lingkungan dan semakin banyak produsen yang menerapkan konsep
green marketing pada strategi pemasaran mereka, maka menjadi suatu hal yang
menarik untuk diteliti apakah perusahaan yang menerapkan konsep green
marketing memiliki citra perusahaan yang positif di mata konsumen dan apakah
pengaruh dari penerapan konsep green marketing ini dapat meningkatkan intensi
pembelian produk The Body Shop Indonesia. Maka penelitian yang berjudul
Green Marketing dan Pengaruhnya Terhadap Citra Perusahaan The Body
Shop Indonesia dan Intensi Pembelian Produk The Body Shop Indonesia pada
Mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini diharapkan dapat
memberikan wawasan baru mengenai bagaimana pengaruh dari strategi green
marketing yang diterapkan The Body Shop Indonesia terhadap citra perusahaan
The Body Shop Indonesia dan intensi pembelian konsumen terutama pada
mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
1.2. Masalah Penelitian
Pemanasan global yang terjadi membuat perubahan pada kesadaran
masyarakat akan pentingnya melestarikan lingkungan. Perubahan itu juga terjadi
dalam dunia bisnis. Banyak perusahaan yang merubah pola bsinis dan proses
produksi mereka menjadi lebih ramah lingkungan. The Body Shop Indonesia
merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan prinsip ramah lingkungan

dalam menghasilkan produk-produknya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan


pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh strategi green marketing yang diterapkan The Body


Shop Indonesia terhadap citra perusahaan The Body Shop Indonesia di
kalangan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh strategi green marketing yang diterapkan The Body


Shop Indonesia terhadap intensi pembelian mahasiswi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian


Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
dimensi yang mendasari persepsi konsumen akan citra sebuah perusahaan dan
untuk memperkirakan hubungan struktural antara kesadaran akan green
marketing, citra perusahaan, dan intensi pembelian pada konsumen mahasiswa.
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang ditentukan maka tujuan
penelitian yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh strategi green marketing yang diterapkan The
Body Shop Indonesia dalam membentuk citra perusahaan The Body Shop
Indonesia di kalangan mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh

dari strategi green marketing yang

diterapkan oleh The Body Shop Indonesia terhadap intensi pembelian


produk The Body Shop Indonesia di kalangan mahasiswi Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

1.4 Signifikansi Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Akademisi


Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi ilmu
pemasaran dalam mendalami pengaruh dri strategi green marketing yang
dilakukan sebuah perusahaan perusahaan di industri perawatan tubuh dan
kosmetik terhadap citra perusahaan dan intensi pembelian konsumen.

1.4.2 Manfaat Bagi Praktisi dan Perusahaan

Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan bahan rujukan dan


pertimbangan bagi para praktisi di bidang pemasaran dan juga perusahaan
yang akan mengambil kebijakan strategi green marketing agar dapat
terlebih dahulu mengatahui pengaruh

dari strategi green marketing

terhadap citra perusahaan dan intensi pembelian konsumen.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini terbatas pada hal-hal sebagai berikut:

1.

Topik Bahasan

Penelitian ini terbatas pada pengaruh strategi green marketing terhadap


citra perusahaan The Body Shop dan intensi pembelian konsumen yang
merupakan mahasiswi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2.

Pemilihan Responden

Responden akan diambil dari Mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas


Indonesia yang masih berstatus aktif. Hanya mahasiswi yang bersedia
dalam penelitian ini yang akan mengisi kuesioner.

1.6 Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan terbagi menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan, yang berisi latar belakang, identifikasi masalah, tujuan


penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka, yang berisi landasan teoritis mengenai konsep
produk luxury asli, produk luxury tiruan, past experience, intensi pembelian,
dan wanita karir.
Bab 3 Model dan Metodologi Penelitian, yang berisi model dan metodologi
penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data,
variabel-variabel penelitian, hipotesis, dan metode pengujian yang akan
dilakukan.
Bab 4 Hasil dan Pe mbahasan, berisi hasil pengujian statistik dan analisanya
yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian dan saran bagi perusahaan atau individu agar dapat digunakan
untuk penelitian mendatang.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Green Marketing


Green

marketing merupakan aplikasi dari alat pemasaran untuk

memfasilitasi

perubahan yang memberikan kepuasan organisasi dan tujuan

individual dalam melakukan pemeliharaan, perlindungan, dan konservasi pada


lingkungan fisik. Aktivitas green marketing membutuhkan lebih dari sekedar
pengembangan citra (Henion & Kinnear, 1976; Lozada & MintuWimsatt, 1998).
Sedangkan Pride dan Farrel (1993) mendefinisikan green marketing sebagai
sebuah upaya orang mendisain, mempromosikan, dan mendistribusikan produk
yang tidak merusak lingkungan. Charter (1992) memberikan definisi green
marketing merupakan holistik, tanggung jawab stratejik proses manajemen yang
mengidentifikasi,

mengantisipasi,

memuaskan

dan

memenuhi

kebutuhan

stakeholders untuk memberi penghargaan yang wajar, yang tidak menimbulkan


kerugian kepada manusia atau kesehatan lingkungan alam.
Kepedulian pada lingkungan diintegrasikan pada strategi, kebijakan dan
proses pada organisasi. Hal ini menuntun pengaruh aktivitas pemasaran pada
lingkungan

alami,

juga

mendorong

praktek

yang

menghilangkan

dan

meminimalisasi efek yang merugikan. Filosofi dari pembangunan yang


berkelanjutan menyediakan dorongan tambahan pada green marketing dengan
menekankan bahwa perlindungan lingkungan bukan berarti

menghilangkan

kesejahteraan ekonomi, tetapi sebaliknya mendorong pemikiran kembali tentang


bagaimana mengaitkan pemasaran dengan perlindungan lingkungan.
Pendekatan green marketing pada area produk meningkatkan integrasi
dari isu lingkungan pada seluruh aspek dari aktivitas perusahaan, mulai dari
formulasi

strategi,

perencanaan,

penyusunan,

sampai

produksi

dan

penyaluran/distribusi dengan pelanggan. Perusahaan akan dapat memperoleh

solusi pada tantangan lingkungan melalui strategi marketing, produk, dan


pelayanan agar dapat tetap kompetitif (Czinkota & Ronkainen, 1992). Hal ini
termasuk pada :
1. Teknologi baru untuk menangani limbah dan polusi udara
2. Standarisasi produk untuk menjamin produk yang ramah lingkungan
3. Menyediakan produk yang benar-benar alami
4. Orientasi produk lewat konservasi sumber daya dan yang lebih memperhatikan
kesehatan.
Solusi ini memastikan peran serta perusahaan dalam memahami

kebutuhan

masyarakat dan sebagai kesempatan perusahaan untuk mencapai keunggulan


dalam industri (Murray & Montanari, 1986 dalam Lozada, 2000). Mereka juga
menggunakannya sebagai kesempatan potensial untuk pengembangan produk atau
pelayanan.
2.1.1 Tujuan Green Marketing ( Grant, 2007) :

Green

Bertujuan ke arah untuk berkomunikasi bahwa merek atau perusahaan adalah


peduli lingkungan hidup.

Greener
Bertujuan selain untuk komersialisasi sebagai tujuan utama perusahaan,
juga untuk mencapai tujuan yang berpengaruh kepada lingkungan hidup.
Perusahaan mencoba merubah gaya konsumen mengonsumsi/memakai
produk.

Greenest
Perusahaan berusaha merubah budaya konsumen ke arah yang lebih peduli
lingkungan hidup.

2.1.2 Green Marketing Five Is


Menurut (Grant, 2007) green marketing memiliki Lima I yaitu:
1. Intuitive Making Better Alternative Accessible and Easy to Grasp
2. Integrative Combining Commerce, Technology, Social Effects Ecology
3. Innovative Creating New Products New Lifestyles
4. Inviting A Positive Choice Not a Hair Shirt
5. Informed Lack of Knowledge Is What Most, Distorts Peoples Behaviour

2.1.3 The Reason for Green Marketing


Polonsky (1994) mengidentifikasi beberapa alasan mengapa perusahaan
harus melakukan green marketing : Social responsibility, opportunities,
governmental pressure, cost or profit issues and competitive pressure.
1. Social responsibility
Perusahaan menyadari bahwa mereka adalah anggota dari sebuah komunitas yang
lebih luas, dan dengan demikian harus berperilaku dengan cara yang ramah bagi
lingkungan ( Polonsky, 1994) . Ini berarti perusahaan menyadari bahwa mereka
harus sama-sama mencapai tujuan lingkungan serta keuntungan tujuan yang
terkait. Ini berarti bahwa perusahaan mengintegrasikan isu lingkungan ke dalam
budaya perusahaan. Polonsky (1994) mengatakan bahwa ada dua perspektif yang
tersedia untuk perusahaan dalam situasi ini :

Perusahaan dapat menggunakan kesadaran lingkungan mereka sebagai


alat pemasaran.

Perusahaan dapat bertanggung jawab terhadap lingkungan tanpa


mempromosikan fakta ini.

Banyak perusahaan ingin menerapkan kedua pendekatan secara bersamaan .


Perusahaan seperti ini mencoba untuk menawarkan solusi lingkungan yang
bertanggung jawab kepada pelanggan mereka. Selain itu, dengan pemasaran
perilaku seperti ini mereka dapat menciptakan keunggulan kompetitif ( Polonsky,
1994) .

10

2. Opportunities
Sebagian besar orang menjadi lebih peduli terhadap lingkungan , manfaat
dari melakukan green marketing menjadi semakin meningkat (Polonsky, 1994) .
Perusahaan yang telah mengadopsi green marketing ke dalam strategi perusahaan
dapat menikmati keunggulan kompetitif yang berkelanjutan atas perusahaanperusahaan yang memasarkan alternatif tanpa strategi green marketing (Polonsky,
1994). Dan perusahaan yang mengadopsi green marketing meningkatkan citra
mereka dengan bereaksi terhadap insentif pasar, bukan peraturan pemerintah (
McDaniel dan Rylander, 1993) .
Namun, green marketing tidak selalu menguntungkan karena perusahaan
dapat menggunakannya untuk menyesatkan konsumen mereka dalam upaya untuk
mendapatkan pangsa pasar. Menurut Polonsky (1994) , perusahaan telah
menggunakan klaim palsu dari efektivitas produk mereka, serta dari akurasi
perilaku mereka. Hal ini sering menyebabkan perusahaan kehilangan pelanggan
dan pangsa pasar (Polonsky, 1994). Faktor lain yang negatif dapat mempengaruhi
pangsa pasar adalah bahwa perusahaan-perusahaan yang melakukan green
marketing, tetapi bukan yang pertama, dapat dilihat sebagai peniru. Pelanggan
mungkin skeptis dengan apa yang telah dilakukan perusahaan. (McDaniel dan
Rylander, 1993) .

3. Governmental pressure
Dalam semua kegiatan pemasaran yang terkait, pemerintah mencoba untuk
melindungi konsumen. Polonsky ( 1994) mengidentifikasi beberapa cara di mana
pemerintah melindungi konsumen dan masyarakat, dengan cara :

Mengurangi produksi barang berbahaya.

Mengubah konsumen dan penggunaan industri dan konsumsi barang


berbahaya .

Pastikan bahwa semua jenis pelanggan memiliki kemampuan untuk


mengevaluasi

11

Pemerintah mencoba untuk menetapkan peraturan yang mengontrol jumlah


limbah berbahaya yang diproduksi oleh perusahaan . Mereka juga mengeluarkan
berbagai izin lingkungan untuk mengontrol produk sampingan dari produksi, yang
memodifikasi perilaku organisasi (Polonsky,

1994) . Selain itu, pemerintah

mencoba untuk mendorong konsumen akhir untuk menjadi lebih bertanggung


jawab terhadap lingkungan. Hal ini memicu keinginan perusahaan untuk menjadi
bertanggung jawab terhadap lingkungan, karena mereka memuaskan pelanggan
mereka dengan lebih baik. Selain itu, pemerintah mempublikasikan peraturan
lingkungan yang mengontrol tentang green marketing.
4. Competitive pressure
Kegiatan oleh pesaing perusahaan mempengaruhi perusahaan untuk mengubah
strateginya. Banyak perusahaan mengamati pesaing yang mempromosikan
perilaku lingkungan mereka dan mereka mencoba untuk mengikutinya.
Sebagaimana disebutkan di atas, McDaniel dan Rylander ( 1993) mengidentifikasi
pesaing sebagai alasan potensial untuk perubahan perilaku lingkungan
perusahaan.
5. Cost or profit issues
Beberapa perusahaan juga menggunakan green marketing dalam upaya untuk
mengatasi biaya atau keuntungan terkait masalah. Menurut Azzone dan Manzini (
1994), isu lingkungan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Green marketing
bertindak baik pada pendapatan dan biaya perusahaan. Green marketing sering
menyebabkan pendapatan yang lebih tinggi ( Azzone dan Manzini, 1994).
Namun, lebih membatasi standar lingkungan dapat meningkatkan manufaktur dan
non manufaktur biaya . Di sisi lain , ketika perusahaan fokus pada peningkatan
kinerja lingkungan mungkin mengakibatkan limbah yang sedikit , yang pada
gilirannya menurunkan biaya (Azzone dan Manzini , 1994). Polonsky (1994 )
berpendapat bahwa ketika mencoba untuk mengurangi limbah, perusahaan
seringkali terpaksa memeriksa kembali proses produksi mereka.

12

2.2 Corporate Image


Menurut Kotler yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan (2007:94),
citra perusahaan digambarkan sebagai kesan keseluruhan yang dibuat dalam
pikiran masyarakat tentang suatu organisasi.
Kasali (2003:30) menjelaskan bahwa citra perusahaan yang baik
dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang orang didalamnya terus
mengembangkan kreativitas bahkan memberi manfaat lebih bagi orang lain.
Shirley Harrison (2007:71) mengemukakan corporate image is a
valuable asset that companies need to manage.
Jefkins dalam Soemirat dan Ardianto, (2007:114), mendefinisikan citra
perusahaan sebagai Citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan citra
atas produk dan pelayanannya saja. Citra perusahaan ini terbentuk oleh banyak
hal. Hal-hal positif yang dapat meningkatkan citra suatu perusahaan antara lain
adalah sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilankeberhasilan di bidang keuangan yang pernah diraihnya, sukses ekspor, hubungan
industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja dalam jumlah yang
besar, kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial, komitmen mengadakan
riset, dan sebagainya.

2.3 Corporate Social Responsibility


Corporate social responsibility adalah tanggung jawab organisasi untuk
dampak keputusan dan kegiatan di masyarakat dan lingkungan melalui perilaku
yang transparan dan etis yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat, memperhitungkan harapan stakeholder, apakah sesuai
dengan hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional,
dan terintegrasi dalam budaya organisasi. (Working definition, ISO 26000
Working Group on Social Responsibility, Sydney, February 2007)
Corporate social responsibility (CSR) dikenal dengan berbagai nama lain.
antara lain, corporate responsibility, corporate accountability, corporate ethics,

13

corporate citizenship atau stewardship, responsible entrepreneurship, dan triple


bottom line. Isu Corporate social responsibility menjadi semakin terintegrasi ke
dalam bisnis praktek modern, ada kecenderungan yang menyebutnya sebagai
responsible competitiveness atau corporate sustainability.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa CSR adalah konsep
yang berkembang yang saat ini tidak memiliki definisi yang diterima secara
universal . Umumnya, CSR dipahami sebagai cara perusahaan mengintegrasikan
kepedulian sosial , lingkungan dan ekonomi menjadi nilai-nilai, budaya,
pengambilan keputusan mereka, strategi dan operasi secara transparan dan
akuntabel dan dengan demikian membangun praktik yang lebih baik dalam
perusahaan, menciptakan kekayaan dan memperbaiki masyarakat .
2.3.1 The Importance of Corporate Social Responsibility
Banyak faktor dan pengaruh yang telah menyebabkan meningkatnya
perhatian yang ditujukan untuk peran perusahaan dan CSR, antara lain :

Sustainable development: penelitian PBB dan banyak orang lain telah


menggarisbawahi fakta bahwa manusia menggunakan sumber daya alam
pada tingkat yang lebih cepat daripada yang mereka gantikan. Jika ini
terus berlanjut, generasi mendatang tidak akan memiliki sumber daya yang
mereka butuhkan untuk perkembangan mereka. Dalam hal ini, banyak
pembangunan saat ini tidak berkelanjutan, tidak dapat dilanjutkan karena
alasan praktis dan moral. Isu-isu terkait termasuk perlunya perhatian yang
lebih besar untuk pengentasan kemiskinan dan menghormati hak asasi
manusia. CSR merupakan entry point untuk memahami isu-isu
pembangunan berkelanjutan dan menanggapi mereka dalam strategi bisnis
perusahaan.

Globalization : CSR dapat memainkan peran penting dalam mendeteksi


bagaimana dampak bisnis global, kondisi tenaga kerja, masyarakat lokal
dan ekonomi, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk
memastikan bisnis membantu untuk mempertahankan dan membangun

14

kepentingan publik. Hal ini sangat penting bagi perusahaan-perusahaan


yang berorientasi melakukan ekspor di negara berkembang .

Government : Pemerintah dan badan-badan antar pemerintah, seperti PBB,


Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD dan
International Labour Organization (ILO) telah mengembangkan berbagai
pedoman, prinsip dan instrumen lainnya sebagai norma untuk perilaku
bisnis yang dapat diterima . Instrumen CSR seringkali mencerminkan
tujuan dan undang-undang tentang telah disepakati secara internasional
hak asasi manusia, lingkungan dan anti - korupsi .

2.4 Product Image


Image dapat diukur melalui pandapat, kesan, tanggapan seseorang dengan
tujuan untuk mengetahui secara pasti apa yang ada dalam pikiran setiap individu
mengenai suatu objek, bagaimana mereka memahaminya dan apa yang mereka
sukai atau tidak dari objek tersebut. Dimana suatu citra terhadap satu objek bisa
berlainan tergantung persepsi perorangan bahkan bisa saja citra satu objek sama
bagi semua orang.
Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh Bob Sabran (2009:607)
mengemukakan, Image is the set of beliefs, ideas, and impressions that a person
holds regarding an object. Peopelss attitude and actions towards an object are
highly cinditioned by that objects image. Citra terdiri dari kepercayaan, ide, dan
kesan yang dipegang oleh seseorang terhadap sebuah objek. Sebagian besar sikap
dan tindakan orang terhadap suatu objek di pengaruhi oleh image suatu objek.
Aaker (2006:22) mengemukakan The total impression of what person or
group of people think and know about an object. Total kesan dari pikiran
seseorang atau kelompok tentang sebuah objek.
Citra atau image merupakan hasil evaluasi dari diri seseorang berdasarkan
pengertian dan pemahaman terhadap rangsangan

yang telah di

olah,

diorganisasikan dan di simpan dalam benak konsumen. Citra dapat diukur melalui
pendapat, kesan tanggapan seseorang dengan tujuan untuk mengetahui secara

15

pasti apa yang ada pada setiap pikiran individu mengenai suatu objek, bagaimana
mereka memahami dan apa yang mereka sukai dan tidak dari objek tersebut.
Suatu citra terhadap objek bisa berlainan tergantung persepsi perorangan bahkan
bisa saja citra satu objek sama bagi semua orang.
Kotler dan Armstrong (1994:320) dalam buku Principles of Marketing
mengatakan A product image is a particular subjective picture consumers
actually acquire of the product. Jadi citra produk dapat diartikan sebagai sebagai
gambaran subjektif sebagian konsumen terhadap sesuatu yang didapatkan dari
produk.

2.4.1 Hubungan Product Image dengan Loyalitas Pelanggan


Pengaruh citra terhadap loyalitas ditemukan dalam hasil penelitian
Andreassen dan Lindestad (1998). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
citra produk mempunyai dampak langsung yang signifikan terhadap loyalitas
pelanggan dan ada pula yang menyatakan dampaknya tidak langsung, tetapi
melalui variabel lain. Seseorang yang mempunyai impressi tinggi terhadap suatu
produk tidak akan berpikir panjang untuk membeli dan menggunakan produk
tertentu dan akan menjadi pelanggan yang loyal.
Kemampuan

menjaga

pelanggan

yang

loyal

dan

relasi

bisnis,

mempertahankan atau bahkan memperluas pangsa pasar, memenangkan suatu


persaingan dan mempertahankan posisi yang menguntungkan tergantung pada
citra produk yang melekat dipelanggan.

2.5 Corporate Reputation


Dalam Jatmiko (2011) disebutkan bahwa terdapat beberapa aspek dalam
membentuk
reputasi perusahaan, antara lain kemampuan finansial, mutu produk dan
pelayanan, fokus
pada pelanggan, keunggulan dan kepekaan sumber daya manusia, reliability,
inovasi, tanggung jawab lingkungan, tanggung jawab sosial, dan penegakan good
corporate governance.

16

Reputasi perusahaan menurut fombrun (1996: 72) memiliki pengertian


sebagai gambaran secara keseluruhan akan tindakan perusahaan di masa lalu dan
prospek yang dimiliki perusahaan di masa yang akan datang melalui segala
kebijakan yang telah diambil apabila dibandingkan dengan perusahaan
pesaingnya. Aaker dan Keller (dalam Sulistiarini, 2008) menyatakan bahwa
reputasi perusahaan (corporate reputation) adalah persepsi pelanggan mengenai
kualitas yang dihubungkan dengan nama perusahaan. Ini berarti nama perusahaan
memberi pengaruh positif pada respon pelanggan terhadap produk atau jasa.
Reputasi kualitas perusahaan tidak terbatas hanya pada produk atau jasa yang
dihasilkan tetapi sering dihubungkan dengan reputasi perusahaan secara
keseluruhan. Pada dasarnya reputasi perusahaan merupakan penghargaan yang
didapat oleh perusahaan karena adanya keunggulan-keunggulan yang ada pada
perusahaan tersebut, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan sehingga
perusahaan akan terus dapat mengembangkan dirinya untuk terus dapat
menciptakan hal-hal yang barubagi pemenuhan kebutuhan konsumen. Disamping
itu juga adanya integritas yang tinggi dari pihak penyedia jasa atas pelayanan
yang diberikan kepada konsumen agar perusahaan dapat memberikan pelayanan
terbaik, kemampuan dari penyedia jasa untuk dapat menjalin hubungan kedekatan
dengan konsumen agar perusahaan tersebut dapat memberikan pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen yang bernacam-macam. (Herbig, Millewicz,
Golden, dalam Fitriawati :2001). Jadi dapat disimpulkan bahwa reputasi
perusahaan adalah persepsi konsumen mengenai kemampuan perusahaan dalam
memberikan pelayanan terbaik, atau penilaian tentang keadaan masa lalu dan
prospek masa yang akan datang mengenai kualitas perusahaan atau produk.

2.6 Purchase Intention


Zeithmal (1998) mengatakan bahwa consumer purchase intention
terbentuk dari perceived quality, value, objective prive, dan atribut komoditas.
Jika perceived value memiliki nilai yang tinggi maka akan semakin tinggi juga
purchase intention. Purchase intention dapat dijadikan sebagai indikator utama
dalam memprediksi perilaku konsumsi seseorang (Keller 2001). Schiffman dan

17

Kanuk (2004) mengindikasikan bahwa purchase intention dapat digunakan untuk


mengukur kemungkinan membeli sebuah produk tertentu.

Purchase intention

sangat dipengaruhi oleh nilai yang diterima seorang konsumen.

2.6.1 Hubungan Corporate Image dan Purchase Intention


Terdapat beberapa penelitian yang menunjukan adanya hubungan antara
corporate image dan purchase intention. Herbic dan Milewich (1995) mengatakan
bahwa semakin baik image yang didapat seseorang dari sebuah perusahaan
memiliki kecenderungan positif orang tersebut untuk memiliki sikap positif
terhadap perusahana tersebut. Diantara faktor-faktor corporate image, corporate
reputation memiliki efek terhadap perilaku konsumen seperti loyalitas konsumen
dan perilaku word of mouth. Berdampak dari green marketing, peneliti melihat
persepsi konsumen yang diterima dari kegiatan corporate social responsibility
yang dilakukan perusahaan. Drumright (1994) mengungkapkan bahwa reputasi
perusahaan mengenai perlindungan lingkungan secara signifikan mempengaruhi
pengambilan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian. Penelitian juga
menyebutkan bahwa kesadaran konsumen akan program CSR perusahaan akan
menciptakan sikap positif terhadap perusahaan (Jeong, 2006; Sen, Bhattacharya,
& Korschun, 2006; Yoon & Suh, 2003). Kesadaran ini nantinya akan membentuk
gambaran yang lebih laik yang nantinya akan membuat kesempatan bagi
konsumen untuk melakukan pembelian lebih tinggi lagi.

18

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian


Desain penelitian adalah sebuah kerangka kerja yang digunakan dalam
melakukan sebuah penelitian (riset pemasaran). Desain penelitian memberikan
serangkaian prosedur dalam rangka untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk menstrukturkan dan atau menjawab permasalahan penelitian
(Malhotra, 2010). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
desain penelitian deskriptif.

3.1.1 Penelitian Deskriptif


Deskriptif merupakan penelitian yang dirancang untuk membantu pembuat
keputusan dalam menentukan, mengevaluasi, dan memilih alternatif terbaik dalam
memecahkan masalah. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan penelitian
yang bertujuan untuk menggambarkan sesuatu (Malhotra, 2010).

Penelitian

kuantitatif dilakukan satu kali dalam satu periode ( cross sectional design ).
Pengumpulan data dilakukan melalui teknik survey kuesioner kepada responden,
kemudian data dioleh melalui dengan metode statistik menggunakan program
IBM SPSS Statistics 20 for Windows.

Peneliti melakukan pretest kepada 30

responden sebelum pengambilan data primer, dengan tujuan untuk mengurangi


masalah yang mungkin timbul. Pretest juga bertujuan untuk menguji pemahaman
responden terhadap petunjuk \pengisian, daftar pertanyaan, dan kata-kata pada
kuesioner yang nantinya dibagikan kepada responden.
3.2 Data Penelitian
3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan
penelitian yang sedang ditangani dalam menjawab permasalahan penelitian
(Malhotra, 2010). Untuk penelitian ini, data didapatkan dari penelitian lapangan

19

atau survei terhadap responden dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.


Pada

pengambilan data

primer

melalui

penyebaran

kuesioner, peneliti

menggunakan dua bentuk dasar dalam mendesain kuesioner, yaitu close-ended


questions, dan scaled response questions. Closed-ended questions adalah bentuk
pertanyaan dengan berbagai alternatif pilihan atau jawaban kepada responden
guna mengetahui karakteristik responden. Dan terakhir, scaled response questions
adalah bentuk pertanyaan yang menggunakan skala dalam mengukur dan
mengetahui sikap responden terhadap pertanyaan-pertanyaan di kuesioner dari
sudut pandang responden. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert
yang terbagi atas lima tingkatan, yaitu sangat tidak setuju (STS) dengan poin satu
(1) hingga sangat setuju (SS) dengan poin lima (5). Skala likert memungkinkan
responden untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuannya
pada setiap pernyataan yang terkait dengan suatu variabel tertentu. Kelebihan dari
penggunaan skala likert 1-5 adalah mudah dibuat dan dipahami. Sedangkan,
kekurangannya adalah banyak memakan waktu.
3.2.2Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber yang
sudah ada sebelumnya untuk berbagai tujuan dan untuk tujuan menyelesaikan
masalah yang sedang ditangani saat ini (Malhotra, 2010), misalnya artikel-artikel
terkait dari majalah, koran, dan situs-situs web. Peneliti juga mengumpulkan data
sekunder melalui studi pustaka untuk membangun landasan teori yang sesuai
dengan permasalahan atau model penelitian sehingga dapat menunjang
pembahasan masalah yang diteliti. Studi pustaka dilakukan dengan membaca
buku-buku referensi (baik buku-buku wajib maupun umum), tugas akhir, skripsi,
tesis, jurnal-jurnal penelitian,artikel, penelusuran internet yang berkaitan dengan
pembahasan penelitian untuk mencari teori-teori dan prinsip-prinsip yang dapat
diterapkan dalam penelitian ini.

20

3.3 Metode Pengambilan Sampel


3.3.1 Ukuran Sampel Populasi
Menurut Maholtra (2010), jumlah responden yang dibutuhkan untuk
melakukan uji validitas dan reliabilitas adalah 15 30 orang.Total responden
kami adalah 60
3.3.2 Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini

menggunakan metode pengambilan sampel nonprobability

sampling. Metode ini berdasarkan penilaian personal dari peneliti, dimana peneliti
dapat memutuskan elemen-elemen apa saja yang dimasukkan ke dalam sampel.
Metode ini dapat mengestimasi dengan baik karakteristik populasi, tetapi hasil
dari penelitian tidk dapat dievaluasi secara objektif (Malhotra, 2010). Teknik yang
digunakan adalah convenience sampling. Teknik convenience sampling artinya
responden dipilih oleh peneliti karena mereka berada pada tempat dan waktu yang
tepat sesuai dengan ruang lingkup penelitian ini. Karakteristik utama yang harus
dimiliki oleh calon responden adalah mengetahui/menggunakan produk The Body
Shop.Karakteristik kedua adalah responden adalah mahasiswi fakultas ekonomi
universitas Indonesia.
3.3.3 Metode Pengumpulan Data
Kuesioner

akan diisi

sendiri

oleh responden (self

administered

questionnaire). Peneliti akan meminta kesediaan responden untuk mengisi


kuesioner, dimana karakteristik responden haruslah sesuai dengan karakteristik
populasi yang telah ditentukan, yaitu mengetahui/menggunakan produk The Body
Shop, mahasiswa fakultas ekonomi universitas Indonesia. Penyebaran kuesioner
dilakukan secara langsung dan melalui internet. Media internet digunakan untuk
dapat menjangkau lebih banyak responden. Alat bantuan yang akan digunakan
saat menyebarkan kuesioner online adalah dengan menggunakan fasilitas Google
Spreadsheet dari Google. Proses penyebaran dan pengambilan data kuantitatif ini
dinilai sangat penting karena akan menentukan hasil dari penelitian ini.

21

3.4 Kerangka Penelitian


Penelitian ini bersumber dari penelitian terdahulu yang diteliti oleh Ko
E.,Hwang, Y.K,Kim,E.Y. yang berjudul ,(2012) Green marketing Functions in
Building Corporate Image in the Retail Setting. Journal Business Research, 66
(2013),1709-1715.

3.5 Variabel Penelitian


Dalam penelitian terdapat beberapa variabel, yaitu :
1. Green marketing and corporate image
Corporate Image mengacu pada pengetahuan, kepercayaan, ideide, perasaan, atau kesan tentang sebuah organisasi (Furman, 2010; Wan&
Schell, 2007). Dalam konteks Green Marketing, konsep corporate image
juga relevan dengan asosiasi perusahaan, di mana social responsibility
sangat mempengaruhi konsumen dari citra perusahaan, dan pada akhirnya

22

kepada perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, green bussines penting
untuk membangun corporate image yang menguntungkan dimana hal
tersebut ditentukan oleh konsumen (Berens et al., 2005;Ellen, Webb, &
Mohr, 2006). Sebagai social responsible effort yang bertanggung
jawab,green marketing dapat menjadi salah satu alat yang efektif untuk
memperkuat corporate image karena menggambarkan perusahaan yang
responsif

terhadap

kebutuhan

masyarakat.

Menurut

Environics

International CSR Monitor, tanggung social responsibility (49%) adalah


faktor yang paling penting yang mempengaruhi kesadaran konsumen
corporate image, diikuti oleh kualitas merek dan reputasi (40%) dan
fundamental perusahaan (32%). Studi akademis juga memberikan
dukungan untuk dampaknya terhadap corporate image atau reputasi
seperti yang dirasakan oleh konsumen (Brown & Dacin, 1997; Fombrun &
Shanley, 1990;
Maignan & Ferrell, 2004; Sen & Bhattacharya, 2001; Wansink,
1989). Sehubungan dengan green marketing, jurnal membagi corporate
image ke tiga elemen meliputi "social responsibility," "product image,"
dan "corporate reputation" dari perspektif konsumen; corporate image
sangat terkait dengan praktik green marketing.
H1: kesadaran konsumen tentang green marketing mempengaruhi
corporate image, social responsibility seperti (H1a), product image (H1b),
dan corporate reputation (H1c) .
2. Corporate image and behavioral intentions
Sejumlah penelitian pada corporate image menunjukkan hubungan
positif antara corporate image dan purchase intention atau loyalitas
(David et al., 2005; Kang & Yang, 2010; Keh & Xie, 2009; Lee et
al.,2010; Miles & Covin, 2000). Misalnya, Herbig dan Milewicz (1995)
menunjukkan bahwa konsumen yang menyukai suatu corporate image
,semakin tinggi kemungkinan konsumen untuk mengevaluasi produk baru
secara positif, menunjukkan pentingnya corporate image dalam purchase
intention. Corporate image mempengaruhi perilaku konsumen, seperti

23

Nama Variabel

Operasionalisasi Variabel

Skala

referensi

Pengukuran

loyalitas pelanggan dan worth of mouth. Akibatnya, corporate image


cenderung meningkatkan niat konsumen untuk membeli produk yang
perusahaan

menyediakan.

H2:

corporate

image,

seperti

social

responsibility (H2a), product image (H2b) dan corporate reputation


(H2C) memiliki efek langsung terhadap purchase intention. Mendukung
gagasan bahwa kegiatan green marketing

yang efektif dalam bisnis

perusahaan kinerja dalam hal membangun corporate image


H3: Corporate image memediasi Awareness of green marketing pada
purchase intention.
3.5.1 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan variabel di atas, maka penelitian ini memiliki enam (6)
hipotesis yang akan diuji, yaitu :
H1: Awareness of green marketing mempengaruhi corporate image, social
responsibility seperti (H1a), product image (H1b), dan corporate
reputation (H1c)
H2: corporate image, seperti social responsibility (H2a), product image
(H2b) dan corporate reputation (H2C) memiliki efek langsung terhadap
purchase intention
H3: Corporate image memediasi Awareness of green marketing pada
purchase intention.
3.5.2 Operasionalisasi Variabel
Penelitian ini dibagi atas lima variabel, yaitu Awareness of Green
marketing,Social Responsibility,Product Image,Corporate Reputation,Purchase
Intention. Pengukuran terhadap variabel dalam penelitian ini menggunakan item
berdasarkan hasil riset penelitian terdahulu oleh Ko E.,Hwang, Y.K,Kim,E.Y
yang berjudul Green marketing Functions in Building Corporate Image in the
Retail Setting pada tahun 2013.. Berikut adalah operasionalisasi variabel
penelitian ini :

24

Awareness

of

Green

Marketing

The

Shop Likert 1-5

Body

Ko

E.,Hwang,

Indonesia membagikan

Y.K,Kim,E.Y

selebaran yang terbuat

(2013)

dari

bahan

ramah

lingkungan

The

Body

Shop

Indonesia

menjual

produk

dengan

mencantumkan

label

ramah lingkungan

The

Body

Indonesia
produknya

Shop
menjual

di

toko

yang ramah lingkungan


Social Responsibility

The

Shop Likert 1-5

Body

Indonesia berkontribusi
dalam

Ko

E.,Hwang,

Y.K,Kim,E.Y

pembangunan

nasional
(pengembangan
industri kosmetik)

The

Body

Shop

Indonesia berkontribusi
dalam pengembangan
masyarakat

(Dompet

Duafa,sekolah Rimba)

The

Body

Indonesia
untuk

Shop
berusaha

melindungi

lingkungan (no animal


testing)

25

Product Image

The

Indonesia
untuk

Shop Likert 1-5

Body

berusaha

Ko

E.,Hwang,

Y.K,Kim,E.Y

meningkatkan

kepuasan konsumen

The

Body

Indonesia

Shop
memiliki

produk-produk

yang

berkualitas tinggi

The

Body

Indonesia

Shop
memiliki

produk-produk

yang

terpercaya
Corporate Reputation

The

Shop Likert 1-5

Body

Indonesia

memiliki

Ko

E.,Hwang,

Y.K,Kim,E.Y

reputasi historis yang


baik

The

Body

Indonesia

Shop
bersaing

secara global

Purchase Intention

Saya

akan

membeli Likert 1-5

The Body Shop jika

Ko

E.,Hwang,

Y.K,Kim,E.Y

harganya mirip dengan


produk yang lain

Saya

akan

merekomendasikan
produk The Body Shop
Indonesia ke orang lain

Saya

lebih

memilih

untuk terus membeli

26

produk The Body Shop


Indonesia
dibandingkan

dengan

produk kompetitornya

3.6 Sistematika Kuesioner


Kuesioner yang peneliti gunakan terdiri atas beberapa bagian yang tersusun
sebagai berikut :
a. Bagian pertama adalah screening question, untuk memastikan bahwa responden
sesuai dengan karakteristik yang peneliti inginkan. Responden haruslah
mengetahui/menggunakan produk The Body Shop, Dan merupakan mahasiswi
fakultas ekonomi universitas indonesia
b. Bagian kedua adalah pertanyaan utama mengenai variabel-variabel yang akan
diuji dan terdiri dari lima (5) bagian, yaitu :
1. Bagian A merupakan Awareness of Green Marketing produk The Body Shop
menurut Mahasiswi fakultas ekonomi yang mengetahui/menggunakan produk The
Body Shop. Bagian ini menggunakan skala likert lima (5) poin (sangat tidak setuju
hingga sangat setuju).
2. Bagian B merupakan Social Responsibility produk The Body Shop menurut
Mahasiswi fakultas ekonomi yang mengetahui/menggunakan produk The Body
Shop. Bagian ini menggunakan skala likert lima (5) poin (sangat tidak setuju
hingga sangat setuju).
3. Bagian C merupakan Product Image produk The Body Shop menurut
Mahasiswi fakultas ekonomi yang mengetahui/menggunakan produk The Body
Shop. Bagian ini menggunakan skala likert lima (5) poin (sangat tidak setuju
hingga sangat setuju).

27

4. Bagian D merupakan Corporate Reputation produk The Body Shop menurut


Mahasiswi fakultas ekonomi yang mengetahui/menggunakan produk The Body
Shop . Bagian ini menggunakan skala likert lima (5) poin (sangat tidak setuju
hingga sangat setuju).
5. Bagian E merupakan Purhcase Intention produk The Body Shop menurut
Mahasiswi fakultas ekonomi yang mengetahui/menggunakan produk The Body
Shop. Bagian ini menggunakan skala likert lima (5) poin (sangat tidak setuju
hingga sangat setuju).
3.7 Metode Analisis Data
3.7.1 Analisis Awal
Peneliti melakukan survei awal untuk mendapatkan responden yang dapat
dijadikan objek penelitian. Pemilihan responden dilakukan sesuai dengan kriteria,
yaitu mengetahui/menggunakan produk The Body Shop, Dan mahasiswi fakultas
ekonomi universitas indonesia
3.7.2 Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu pendekatan untuk melihat apakah alat ukur yang
digunakan dapat merepresentasikan dengan tepat variabel-variabel yang diteliti
(Hair et al, 2006). Uji validitas instrumen pada penelitian ini didasarkan pada face
validity yang merupakan evaluasi terhadap instruksi dan penggunaan kata atau
bahasa dalam kuesioner melalui pretest (Malhotra, 2010) serta berdasarkan
pengujian factor loading yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana indikator
pengukuran mewakili keseluruhan karakteristik yang diukur. Sebuah alat ukur
dapat dikatakan valid, jika memiliki nilai factor loading lebih besar dari 0.5 (Hair
et al, 2006). Perhitungan factor loading akan menggunakan software IBM SPSS
Statistics 20.

28

3.7.3 Uji Reliabilitas


Uji reliabilitas adalah suatu pendekatan yang dilakukan untuk mengukur
keandalan (reliabilitas) dimana responden termasuk dalam cakupan skala yang
sama pada dua waktu yang berbeda dengan kondisi yang sama (Malhotra, 2010).
Peneliti melakukan uji reliabilitas untuk mengukur konsistensi dan
reliabilitas pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner terhadap variabelnya. Menurut
Malhotra (2010), dengan melihat batas nilai Cronbachs Alpha sebesar 0.6 maka
pertanyaan dalam kuesioner sudah dianggap reliable, konsisten, dan relevan
terhadap variabel atau faktor dalam penelitian. Uji reliabilitas akan dilakukan pada
variabel destination brand awareness, destination brand image, destination brand
quality, destination brand value, dan destination brand loyalty. Uji reliabilitas ini
akan dilakukan dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics 20
3.7.4 Analisis Faktor
Analisis faktor bertujuan untuk mereduksi data dan megidentifikasi suatu
jumlah kecil faktor yang menjelaskan beberapa faktor yang memiliki kemiripan
karakter. Analisis faktor juga merupakan cara untuk mengidentifikasi variabel
dasar atau faktor yang menerangkan pola hubungan dalam suatu himpunan
variabel observasi (Singgih, 2011). Dalam model penelitian ini, setiap variabel
dibentuk oleh beberapa pertanyaan. Analisis faktor digunakan untuk mengetahui
nilai dari setiap variabel tersebut. Pengujian pada analisis faktor ini menggunakan
beberapa metode, antara lain dengan metode Bartlett Test of Sphericity dan indeks
Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) serta pengukuran Measure of Sampling Adequacy
(MSA). Jika nilai KMO lebih besar daripada 0.5 dan nilai Bartlett Test of
Sphericity kurang dari 0.05, maka variabel dan sampel yang ada secara
keseluruhan dapat dianalisis lebih lanjut dan sampel yang ada dianggap telah
cukup untuk penelitian selanjutnya (Malhotra, 2010). Analisis faktor akan
dilakukan pada variabel destination brand awareness, destination brand image,
destination brand quality, destination brand value, dan destination brand loyalty

29

dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics 20.


3.7.5 Analisis Regresi
Di model kami terdapat 2 analisis regresi yakni regresi linier dan regresi
berganda.Analisis regresi linier dilakukan pada variabel Awareness of Green
Marketing terhadap Social Responsibility, Awareness of Green marketing
terhadap Product Image, Awareness of Green Marketing terhadap Corporate
Reputation. .Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui hubungan
asosiatif antara variabel dependen metrik dengan satu (1) atau lebih variabel
independen (Malhotra, 2010). Analisis regresi berganda memiliki empat asumsi,
yaitu uji multikolinearitas, uji homoskedastisitas, uji normalitas, Dan autokorelasi
yang akan dilakukan pada variabel Social Responsibility terhadap Purchase
Intention, Product Image terhadap Purchase Intention, Product Image terhadap
Purchase Intention dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics 20 .

30

BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Reliabilitas


Sebagai langkah awal, peneliti melakukan pretest dengan mengumpulkan data
melalui penyebaran kuesioner kepada tiga puluh (30) responden yaitu mahasiswi
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia berstatus aktif yang mengetahui atau
menggunakan produk The Body Shop. Penyebaran kuesioner dilakukan selama
satu minggu pada bulan April minggu ke empat tahun 2014 dan dilakukan secara
langsung dan juga secara online menggunakan Google Spreadsheet.

Pretest dilakukan untuk menguji konstruk pertanyaan dan bagian-bagian


penting lainnya dalam kuesioner sehingga dapat dipahami dengan benar dan
secara tepat mewakili setiap variabel yang diuji. Menurut Malhotra (2010), jumlah
responden yang dibutuhkan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas adalah
lima belas (15) sampai tiga puluh (30) orang. Oleh karena itu, peneliti
menyebarkan kuesioner kepada tiga puluh (30) responden dalam melakukan
pretest. Data awal yang terkumpul selanjutnya diproses dan diuji dengan
menggunakan bantuan software IBM SPSS Statistics 20.
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pretest

Anti
Image
Dime nsi
Awarness

Cronbach's

Pertanyaan KMO (MSA) Kesimpulan Alpha


of GM 1

Valid

0.594

Valid

Green

GM 2

Marketing

GM 3

0.661

Valid

Social

SR 1

0.595

Valid

0.586

Valid

Responsibility SR 2

0.640

0.694

0.625

Kesimpulan

0.785

Reliable

0.741

Reliable

31

Product
Image

SR 3

0.819

Valid

PI 1

0.784

Valid

PI 2

0.669

Valid

0.659

Valid

0.500

Valid

0.500

Valid

0.673

Valid

0.559

Valid

0.598

Valid

PI 3

Corporate

CR 3

Reputation

CR 2

0.694

0.500

PIN 1
Purchase

PIN 2

Intention

PIN 3

0.597

0.804

Reliable

0.825

Reliable

0.845

Reliable

Keterangan : KMO = Kaiser-Meyer-Olkin; MSA = Measure of Sampling


Adequacy
Sumber : Output IBM SPSS Statistics 20 hasil olahan peneliti
Dari tabel 4.1, dapat dilihat bahwa variable awareness of green marketing,
social responsibility, product image, corporate reputation, dan purchase intention
pada saat uji validitas menghasilkan nilai KMO dan anti image MSA yang lebih
besar dari 0.5 dimana telah memenuhi persyaratan (Hair et al, 2006). Selain itu,
uji reliabilitas menghasilkan nilai Cronbachs Alpha yang lebih besar dari 0.6 .
Oleh karena itu, peneliti tidak menghapus item-item pertanyaan dalam dimensidimensi tersebut.
Nilai

yang

terdapat pada

Bartletts Test of Sphericity

(0.000)

mengindikasikan bahwa dimensi-dimensi tersebut memang signifikan untuk


diproses, sehingga kelima dimensi tersebut dapat diteruskan analisisnya. Dapat
disimpulkan juga bahwa tiga (3) indikator awareness of green marketing, tiga (3)
indikator social responsibility, tiga (3) indikator product image, dua (2) indikator
corporate reputation, dan tiga (3) indicator purchase intention, dapat mengukur
apa yang seharusnya dapat diukur, memiliki kehandalan sebagai alat ukur, dan

32

dapat dijadikan pertanyaan yang valid dan reliable yang dapat digunakan dalam
penelitian selanjutnya.
Setelah data prestest diolah dan memberikan hasil yang valid dan reliable,
maka dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner dalam jumlah besar yang
dilakukan pada minggu keempat bulan April 2014. Penyebaran kuesioner
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan online menggunakan
fasilitas Google Spreadsheet. Responden adalah mahasiswi yang mengetahui atau
memakai produk The Body Shop.
Terkumpul sebanyak 30 kuesioner secara online melalui fasilitas Google
Spreadsheet dan 60 kuesioner yang terkumpul secara langsung, sehingga total
kuesioner yang terkumpul adalah sebanyak 90 kuesioner. Kemudian, peneliti
melakukan screening atas jawaban responden dan memilih 60 kuesioner yang
memenuhi kriteria responden dan reliable serta valid untuk diolah dan dianalisis
lebih lanjut.

4.2 Uji Reliabilitas Kuesioner

Peneliti melakukan uji reliabilitas terhadap 60 kuesioner yang berhasil


dikumpulkan pada penyebaran kuesioner. Uji reliabilitas dilakukan terhadap
variabel-variabel

yang ditanyakan

untuk

mengukur

konsistensi

internal

reliabiliitas serta keakuratan dari konstruk pertanyaan yang terdapat di dalam


kuesioner. Tingkat reliabilitas dari sebuah variabel diukur berdasarkan koefisien
Cronbachs Alpha lebih besar dari 0.6 (Malhotra, 2010). Uji reliabilitas dilakukan
dengan menggunakan bantuan software IBM SPSS Statistics 20.
Tabel 4.2 Hasil Tes Reliabilitas Kuesioner
Cronbachs Alpha

Construct

Kesimpulan

Green 0.620

Reliable

Social Responsibility

0.620

Reliable

Product Image

0.757

Reliable

Awareness

of

Marketing

33

Corporate Reputation

0.723

Reliable

Purchase Intention

0.732

Reliable

Sumber : Output IBM SPSS Statistics 20 hasil olahan peneliti


Pada tabel 4.2 dapat dilihat hasil olahan data yang menunjukkan bahwa
seluruh variabel awareness of green marketing, social responsibility, product
image, corporate reputation, dan purchase intention, yaitu memiliki nilai
Cronbachs Alpha lebih besar dari 0.6. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
pertanyaan dalam kuesioner memiliki tingkat reliabilitas yang baik dan dapat
digunakan dalam penelitian ini.
4.3 Analisis Faktor
Peneliti menggunakan analisis faktor untuk menguji apakah indikatorindikator dari suatu variabel dapat disatukan dan menjadi satu variabel tertentu.
Analisis faktor dilakukan pada lima variabel, yaitu Awareness of Green
Marketing, Social Responsibility, Product Image, Corporate Reputation, dan
Purchase Intention. Berikut adalah hasil pengujiannya :
4.3.1 Awareness of Green Marketing
Berikut ini merupakan indikator pertanyaan yang digunakan untuk
mengukur variabel Awareness of Green Marketing:
Tabel Indikator Variabel Awareness of Green Marketing
Item pertanyaan

Awareness of Green Marketing

GM1

The Body Shop Indonesia membagikan selebaran yang terbuat dari


bahan ramah lingkungan

GM2

The Body Shop Indonesia menjual produk dengan mencantumkan label


ramah lingkungan

GM3

The Body Shop Indonesia menjual produknya di toko yang ramah


lingkungan

Sumber: hasil olahan peneliti


34

Tabel Analisis Faktor Awareness of Green Marketing


Dimensi

Pertanyaan

KMO

Anti

Image Kesimpulan

(MSA)
Awareness of GM1

0,640

0,694

Valid

GM2

0,594

Valid

GM3

0,661

Valid

Green
Marketing

Keterangan : KMO = Kaiser-Meyer-Olkin; MSA = Measure of Sampling


Adequacy
Sumber : Output IBM SPSS Statistics 20 hasil olahan peneliti
Pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa indikator pada variabel awareness of
marketing, yaitu The Body Shop Indonesia membagikan selebaran yang terbuat
dari bahan ramah lingkungan, The Body Shop Indonesia menjual produk dengan
mencantumkan label ramah lingkungan, dan The Body Shop Indonesia menjual
produknya di toko yang ramah lingkungan. The body shop Indonesia memiliki
nilai KMO sebesar 0,640 dan nilai anti image MSA yang menunjukkan nilai di
atas 0.5 yang berarti ada hubungan yang kuat antar sesama variabel yang diuji.
Hasil ini menunjukkan bahwa indikator-indikator mengenai Awarness of Green
Marketing valid dan mampu membentuk variabel Awarness of Green Marketing.
4.3.2 Social Responsibility
Berikut ini merupakan indikator pertanyaan yang digunakan untuk mengukur
variabel Social Responsibility:
Tabel Indikator Variabel Social Responsibility
Item pertanyaan

Social Responsibility

35

SR1

The Body Shop Indonesia berkontribusi dalam pembangunan nasional

SR2

The Body Shop Indonesia berkontribusi dalam pengembangan


masyarakat

SR3

The Body Shop Indonesia berusaha untuk melindungi lingkungan

Sumber: hasil olahan peneliti


Tabel Analisis Faktor Social Responsibility
Dimensi

Pertanyaan

KMO

Anti

Image Kesimpulan

(MSA)
Social

SR1

0,625

0,595

Valid

SR2

0,586

Valid

SR3

0,819

Valid

Responsibility

Keterangan : KMO = Kaiser-Meyer-Olkin; MSA = Measure of Sampling


Adequacy
Sumber : Output IBM SPSS Statistics 20 hasil olahan peneliti
Pada tabel dapat dilihat bahwa indikator pada variabel Social Responsibility, yaitu
The Body Shop Indonesia berkontribusi dalam pembangunan nasional, The Body
Shop Indonesia berkontribusi dalam pengembangan masyarakat , dan The Body
Shop Indonesia berusaha untuk melindungi lingkungan memiliki nilai KMO
sebesar 0.625 dan nilai anti image MSA yang menunjukkan nilai di atas 0.5 yang
berarti ada hubungan yang kuat antar sesama variabel yang diuji. Hasil ini
menunjukkan bahwa indikator-indikator mengenai Social Responsibility valid dan
mampu membentuk variabel Social Responsibility.

36

4.3.3 Product Image


Berikut ini merupakan indikator pertanyaan yang digunakan untuk
mengukur variabel Product Image
Tabel Indikator Variabel Product Image
Item pertanyaan

Product Image

PI1

The Body Shop Indonesia berusaha untuk meningkatkan kepuasan


konsumen

PI2

The Body Shop Indonesia memiliki produk-produk yang berkualitas


tinggi

PI3

The Body Shop Indonesia memiliki produk-produk yang terpercaya

Sumber: hasil olahan peneliti


Tabel Analisis Faktor Product Image
Dimensi

Pertanyaan

KMO

Anti

Image Kesimpulan

(MSA)
Product

PI1

0,694

0,784

Valid

PI2

0,669

Valid

PI3

0,659

Valid

Image

Keterangan : KMO = Kaiser-Meyer-Olkin; MSA = Measure of Sampling


Adequacy
Sumber : Output IBM SPSS Statistics 20 hasil olahan peneliti
Pada tabel dapat dilihat bahwa indikator pada variabel Product Image,
yaitu The Body Shop Indonesia berusaha untuk meningkatkan kepuasan
konsumen, The Body Shop Indonesia memiliki produk-produk yang berkualitas
37

tinggi, dan The Body Shop Indonesia memiliki produk-produk yang terpercaya
memiliki nilai KMO sebesar 0,694 dan nilai anti image MSA yang menunjukkan
nilai di atas 0.5 yang berarti ada hubungan yang kuat antar sesama variabel yang
diuji. Hasil ini menunjukkan bahwa indikator-indikator mengenai Product Image
valid dan mampu membentuk variabel Product Image.
4.3.4 Corporate Reputation
Berikut ini merupakan indikator pertanyaan yang digunakan untuk mengukur
variabel Corporate Reputation
Tabel Indikator Variabel Corporate Reputation
Item pertanyaan

Corporate Reputation

CR1

The Body Shop Indonesia memiliki reputasi historis yang baik

CR2

The Body Shop Indonesia bersaing secara global

Sumber: hasil olahan peneliti


Tabel Analisis Faktor Corporate Reputation
Dimensi

Pertanyaan

KMO

Anti

Image Kesimpulan

(MSA)
Corporate

CR1

0,500

0,500

Valid

0,500

Valid

Reputation
CR2

Keterangan : KMO = Kaiser-Meyer-Olkin; MSA = Measure of Sampling


Adequacy

38

Sumber : Output IBM SPSS Statistics 20 hasil olahan peneliti


Pada tabel dapat dilihat bahwa indikator pada variabel Corporate Reputation ,
yaitu The Body Shop Indonesia memiliki reputasi historis yang baik dan The
Body Shop Indonesia bersaing secara global memiliki nilai KMO sebesar 0,500
dan nilai anti image MSA yang menunjukkan nilai 0.5 yang berarti ada hubungan
yang kuat antar sesama variabel yang diuji. Hasil ini menunjukkan bahwa
indikator-indikator mengenai Corporate Reputation valid dan mampu membentuk
variabel Corporate Reputation.
4.3.5 Purchase Intention
Berikut ini merupakan indikator pertanyaan yang digunakan untuk mengukur
variabel Purchase Intention
Tabel Indikator Variabel Purchase Intention
Item pertanyaan

Product Image

PIN1

Saya akan membeli The Body Shop jika kualitas dan harganya mirip
dengan produk yang lain

PIN2

Saya akan merekomendasikan produk The Body Shop Indonesia ke


orang lain

PIN3

Saya lebih memilih untuk terus membeli produk The Body Shop
Indonesia dibandingkan dengan produk kompetitornya

Sumber: hasil olahan peneliti


Tabel Analisis Faktor Purchase Intention
Dimensi

Pertanyaan

KMO

Anti

Image

Kesimpulan

(MSA)
Purchase

PIN1

0,597

0,673

Valid

Intention

39

PIN2

0,559

Valid

PIN3

0,598

Valid

Keterangan : KMO = Kaiser-Meyer-Olkin; MSA = Measure of Sampling


Adequacy
Sumber : Output IBM SPSS Statistics 20 hasil olahan peneliti
Pada tabel dapat dilihat bahwa indikator pada variabel Purchase Intention,
yaitu Saya akan membeli The Body Shop jika kualitas dan harganya mirip dengan
produk yang lain , Saya akan merekomendasikan produk The Body Shop
Indonesia ke orang lain,dan Saya lebih memilih untuk terus membeli produk The
Body Shop Indonesia dibandingkan dengan produk kompetitornya memiliki nilai
KMO sebesar 0,597 dan nilai anti image MSA yang menunjukkan nilai 0.5 yang
berarti ada hubungan yang kuat antar sesama variabel yang diuji. Hasil ini
menunjukkan bahwa indikator-indikator mengenai Purchase Intention valid dan
mampu membentuk variabel Purchase Intention.
4.4 Uji Multikolinearitas
4.4.1 Uji Multikorelianitas Antara Variabel Social Responsibility, Product
Image, dan Corporate Reputation terhadap purchase Intention
Collinearity
Model

Tolerance

VIF

Social Responsibility

0.98

1.021

Product Image

0.824

1.214

Corporate Reputatuion

0.839

1.191

40

Dependent Variable: Purchase Intention


Pada table diatas dapat dilihat bahwa nilai VIF berada di sekitar angka 1
dan nilai tolerance mendekati nilai 1. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa
model regresi berganda tersebut tidak terdapat masalah multikolinearitas
(Santoso, 2010).
Uji Heteroskedastisitas

Dari gambar di atas , dapat dilihat bahwa terlihat titik-titik menyebar


secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar
baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi linier, sehingga model regresi linier ini
layak dipakai untuk prediksi Social Responsibility berdasarkan masukan variabel
independennya (Santoso, 2010).

41

Dari gambar di atas , dapat dilihat bahwa terlihat titik-titik menyebar


secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar
baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi linier, sehingga model regresi linier ini
layak dipakai untuk prediksi Product image berdasarkan masukan variabel
independennya (Santoso, 2010).

42

Dari gambar di atas , dapat dilihat bahwa terlihat titik-titik menyebar


secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar
baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi linier, sehingga model regresi linier ini
layak dipakai untuk prediksi Corporate reputation berdasarkan masukan variabel
independennya (Santoso, 2010).

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa terlihat titik-titik menyebar secara acak
dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi berganda, sehingga model regresi berganda
ini layak dipakai untuk prediksi Purchase intention berdasarkan masukan variabel
independennya (Santoso, 2010

43

4.5 Uji Normalitas

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa penyebaran data ( titik) pada
sumbu diagonal dari grafik adalah menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi linier ini layak dipakai dan
memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2010).

44

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa penyebaran data (titik) pada
sumbu diagonal dari grafik adalah menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi linier ini layak dipakai dan
memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2010).

45

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa penyebaran data (titik) pada
sumbu diagonal dari grafik adalah menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi linier ini layak dipakai dan
memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2010).

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa penyebaran data (titik)


pada sumbu diagonal dari grafik adalah menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi berganda ini layak dipakai dan
memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2010).

46

4.6 Uji autokorelasi

Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson sebesar +1.639. Hal
ini berarti model regresi linier di atas tidak terdapat masalah autokorelasi karena
nilai Durbin-Watson berada di kisaran antara -2 sampai +2 (Santoso, 2010).

Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson sebesar +1.744. Hal
ini berarti model regresi linier di atas tidak terdapat masalah autokorelasi karena
nilai Durbin-Watson berada di kisaran antara -2 sampai +2 (Santoso, 2010).

47

Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson sebesar +1.899. Hal
ini berarti model regresi linier di atas tidak terdapat masalah autokorelasi karena
nilai Durbin-Watson berada di kisaran antara -2 sampai +2 (Santoso, 2010).

Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson sebesar +1.610. Hal
ini berarti model regresi berganda di atas tidak terdapat masalah autokorelasi
karena nilai Durbin-Watson berada di kisaran antara -2 sampai +2 (Santoso,
2010).
Regresi Berganda Social Responsibility, Product Image, dan Corporate
Reputation terhadap Purchase Intention
Tabel Regresi Berganda Social Responsibility, Product Image, dan Corporate
Reputation terhadap Purchase Intention

Variabel Variabel

Unstandardized

Terikat

Coefficients B

bebas

Nilai T Signifikansi

Kesimpulan

48

R Square: 0.335
(Constant)

3.47E-16
Social

Tidak

Responsibility 0.15
Purchase

Product

Intention

Image

0.14

0.889

Signifikan

0.402

3.344

0.001

Signifikan

0.283

2.38

0.021

Signifikan

Corporate
reputation

Sumber Output IBM SPSS Statistics 20


Pada table diatas dapat dilihat pada variable Social Responsibility
menunjukan hasil yang tidak signifikan karena nilai t<1.96 yaitu sebesar 0.14.
Selain itu nilai signifikansi variable social responsibility juga menunjukan hasil
tidak signifikan dapat dilihat dari nilai signifikansi diatas 0.05 yaitu sebesar 0.889.
Hasil diatas juga membuktikan bahwa social responsibility tidak memiliki
hubungan terhadap purchase intention. Hasil ini sama dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Eun Jo Ko, Yu Kyung Hwang, Eun Young Kim
(2010). Berarti adaptasi dari penelitian sebelumnya juga memiliki hasil yang sama
ketika dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda.
Kemudian nilai R square

sebesar 0.335 menjelaskan bahwa variable

product image dan corporate reputation dapat menjelaskan variable purchase


intention sebesar 33,5%.

Berarti sekitar 66,5% variable purchase intention

dijelaskan oleh keberadaan variable lain. Sementara itu nilai t pada variable
product image dan corporate reputation menunjukan hasil yang signifikan dengan
nilai t>1.96 yaitu sebesar 3.34 dan 2.38. Begitu juga dengan nilai signifikansi

49

sebesar 0.001 dan 0.021 yang <0.05 menunjukan hasil yang signifikan untuk
variable product image dan corporate reputation.
Dari hasil nilai diatas maka dapat dibuat persamaan regresi yaitu:
Y= 3.47E-16 + 0.402 X1 + 0.283 X2 + error
Dimana:

Y= Purchase Intention
X1= Product Image
X2= Corporate Reputation

Model regresi diatas menunjukan bahwa kenaikan product image sebesar


1% akan menyebabkan kenaikan purchase intention sebesar 40,2% dan kenaikan
corporate image sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan purchase intention
sebesar 0.283%. Namun, jika tidak ada perubahan dari product image dan
corporate reputation maka nilai purchase intention akan sesuai dengan konstanta
nya yaitu sebesar 3.47E-16. Berarti bagi responden penelitian ini bahwa product
image dan corporate reputation dari The Body Shop terhadap purchase intention
memiliki hubungan yang baik.
Regresi Linear antara Green Marketing terhadap Social Responsibility
Tabel Regresi Linear antara Green Marketing terhadap Social Responsibility
Unstandardized Nilai
Variabel Terikat

Variabel bebas

Coefficients B

Signifikansi Kesimpulan

R Square 0.17
(Constant)

2.97E-17
Tidak

Social Responsibilty

Green Marketing

0.132

1.015

0.314

Signifikan

Sumber Output IBM SPSS Statistics 20

50

Pada table diatas dapat dilihat bahwa variable Green Marketing memiliki
nilai T<1.96 menunjukan hasil yang tidak signifikan yaitu sebesar 1.015. Selain
itu variable green marketing juga memiliki nilai signifikansi >0.05 yaitu sebesar
0.314. Hasil ini menjelaskan bahwa green marketing tidak memiliki hubungan
terhadap social responsibility. Penelitian ini memiliki hasil yang berbeda dengan
penelitian sebelumnya oleh Eun Jo Ko, Yu Kyung Hwang, Eun Young Kim
(2010).
Hasil yang tidak signifikan membuat nilai R square tidak memiliki
pengaruh apapun. Kesimpulannya adalah tidak ada hubungan yang terjadi antara
green marketing terhadap social responsibility
Regresi Linear antara Green Marketing terhadap Product Image
Tabel Regresi Linear antara Green Marketing terhadap Product Image

Unstandardized Nilai
Variabel Terikat

Variabel bebas

Coefficients B

Signifikansi Kesimpulan

3.089

0.003

R Square .141
(Constant)

-6.81E-16

Product Image

Green Marketing

0.376

Signifikan

Sumber Output IBM SPSS Statistics 20


Pada table diatas dapat dilihat variable green marketing memiliki nilai
T>1.96 yaitu sebesar 3.089 yang menunjukan hasil signifikan. Selain itu variable
green marketing juga memiliki nilai signifikansi <0.05 yaitu sebesar 0.003 yang
juga menunjukan hasil signifikan. Dapat dikatakan bahwa green marketing
memiliki hubungan terhadap product image. Hasil ini sama dengan penelitian
sebelumnya oleh Eun Jo Ko, Yu Kyung Hwang, Eun Young Kim (2010).

51

Kemudian nilai R square sebesar 0.141 menjelaskan bahwa variable green


marketing dapat menjelaskan variable product image sebesar 14.1%. Hal ini
berarti sekitar 85.9% variable product image dijelaskan oleh variabel lain.
Dari hasil diatas maka dapat dibentuk persamaan regresi sebagai berikut:
Y= -6.81E-16 + 0.376 X1 + error
Dimana:

Y= Product Image
X1= Green Marketing

Model regresi diatas menunjukan bahwa kenaikan green marketing sebesar 1%


dapat menaikan product image sebesar 37.6%. Namun jika tidak ada perubahan
dari green marketing maka nilai product image mengikuti konstanta yaitu sebesar
-6.81E-16. Berarti responden dari penelitian ini melihat bahwa green marketing
memiliki hubungan terhadap product image.
Regresi Linear antara Green Marketing terhadap Corporate Reputation
Tabel Regresi Linear antara Green Marketing terhadap Corporate Reputation
Sumber Output IBM SPSS Statistics 20
Unstandardized Nilai
Variabel Terikat

Variabel bebas

Coefficients B

Signifikansi Kesimpulan

4.475

0.00

R Square .257
(Constant)

-1.74E-16

Corporate
Reputation

Green Marketing

0.507

Signifikan

52

Pada table diatas dapat dilihat variabel green marketing memiliki nilai T>1.96
yaitu sebesar 4.475 yang menunjukan hasil signifikan. Variabel green marketing
juga memiliki nilai signifikansi <0.05 yaitu sebesar 0.00 yang juga menunjukan
hasil signifikan. Dapat dikatakan bahwa green marketing memiliki hubungan
terhadap corporate reputation. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
oleh Eun Jo Ko, Yu Kyung Hwang, Eun Young Kim (2010).

Nilai R square sebesar 0.257 menunjukan bahwa variabel green marketing dapat
menjelaskan variabel corporate reputation sebesar 25,7%. Dengan begitu sekitar
74.3% variabel corporate reputation dijelaskan oleh variabel lain.

Dari hasil diatas maka dapat dibentuk persamaan regresi sebagai berikut:

Y= -1.74E-16 + 0.507 X1 + error

Dimana:

Y= Corporate reputation
X1= Green Marketing

Model regresi diatas menunjukan bahwa kenaikan green marketing sebesar 1%


dapat menaikan corporate reputation sebesar 50,7%. Namun jika tidak ada
perubahan pada green marketing maka nilai green marketing mengikuti nilai
konstanta yaitu sebesar -1.74E-16. Berarti responden dari penelitian ini melihat
bahwa green marketing memiliki hubungan terhadap corporate reputation.

53

4.7 Pengujian Hipotesis


Terdapat 3 Hipotesis dalam penelitian ini. Tingkat confidence level yang
digunakan adalah 95%. Terima hipotesis (tidak signifikan) apabila nilai
signifikansi >0.05 dan tolak hipotesis (signifikan) apabila nilai signifikansi <0.05.
Mediasi Corporate Image

terhadap Green Marketing kepada Purchase

Intention
Tabel Regresi mediasi Corporate Image terhadap Green Marketing kepada
Purchase Intention
Regresi
Green

Marketing

Marketing

Sig.

Beta

0.267

0.00

22.499

0.529

0.485

0.00

56.481

0.702

Terhadap

Corporate Image
Green

Adjusted R square

Terhadap

Purchase Intention
Green Marketing di Mediasi
Corporate

Image

Purchase Intention

Terhadap

(corporate
0.529

0.13

34.17

Image)

0.268

(Green
marketing)
0.00

0.561

Sumber Output IBM SPSS Statistics 20


Tabel diatas menunjukan hasil regresi untuk melihat efek dari mediasi corporate
image terhadap green marketing kepada purchase intention. Efek mediasi dilihat
dari perbedaan Beta standardized antara regresi dari green marketing terhadap
corporate image

dan green marketing di mediasi corporate image terhadap

purchase intention. Dengan hasil 0.529-0.561= -0.032 dapat dikatakan bahwa


terdapat efek mediasi yang sifatnya melemahkan. Menurut Barron dan Kenney

54

hasil efek mediasi ini termasuk kedalam mediasi parsial karena jumlah efek
mediasi bukan 0. Hasil signifikan pada penelitian ini sama dengan penelitian
sebelumnya oleh Eun Jo Ko, Yu Kyung Hwang, Eun Young Kim (2010).
4.8 Hasil Uji Hipotesis Metode Penelitian

Uji
Hipotesis

Pertanyaan Hipotesis
Consumer

awareness

Signifikansi Hipotesis
terhadap

green

Kesimpulan

marketing

mempengaruhi corporate image yang terdiri dari social


responsibility (H1a), product image (H1b), dan
H1

corporate reputation (H1c).


Consumer

H1A

green

marketing

awareness

terhadap

green

0.314
marketing

mempengaruhi product image


Consumer

H1C

terhadap

mempengaruhi Social Responsibility


Consumer

H1B

awareness

awareness

terhadap

marketing

mempengaruhi corporate reputation

Tidak

Ditolak

Signifikan

Hipotesis
0.003

green

Hipotesis

Diterima

Signifikan

Hipotesis
0.00

Diterima

Signifikan

Hipotesis

Tidak

Ditolak

Signifikan

Corporate image, yang terdiri dari social responsibility


(H2a), product image (H2b) dan corporate reputation
(H2c) memiliki efek langsung terhadap purchase
H2

intention konsumen.
Social responsibility memiliki efek langsung terhadap

H2A

purchase intention konsumen

0.889

Product Image memiliki efek langsung terhadap


H2B

purchase intention konsumen

Hipotesis
0.001

Diterima

Signifikan

55

Corporate reputation memiliki efek langsung terhadap


H2C

purchase intention konsumen

Hipotesis
0.021

Diterima

Signifikan

Corporate image melakukan mediasi efek consumer


awareness dari green marketing pada purchase
H3

intention.

Hipotesis
0.00

Diterima

Signifikan

Dari Tabel diatas yang menunjukan kesimpulan hasil uji model hipotesis didapat
hipotesis H1B, H1C, H2B dan HC diterima karena memiliki nilai signifikansi
<0.05, sedangkan hipotesis H1A dan H2A ditolak karena memiliki nilai
signifikansi >0.05. Selain itu, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut :

H1A : Consumer Awareness terhadap green marketing mempengaruhi Social


Responsibility

Social responsibility yang merujuk pada tanggung jawab sosial yang


dilakukan oleh The Body Shop yang diterima oleh masyarakat tidak dipengaruhi
secara signifikan oleh adanya Consumer awareness terhadap green marketing
yang merujuk pada adanya kesadaran konsumen terhadap adanya program green
marketing The Body Shop. Hasil ini tidak sama dengan penelitiain sebelumnya
oleh Eunju Ko, Yoo Kyung Hwang, dan Eun Young Kim (2010), dimana
consumer awareness terhadap green marketing berpengaruh secara signifikan
Social Responsibility.
Berdasarkan penjelasan diatas , dapat diketahui bahwa consumer
awareness terhadap green mareketing adalah bukan salah satu komponen yang
membentuk social responsibility . Kemungkinan adanya kesadaran konsumen
akan green marketing yang dilakuakn oleh The Body Shop tidak berarti bahwa
The Body Shop memiliki Social Responsibility yang baik karena pengaruhnya
adalah negative atau tidak signifikan. Bisa saja konsumen mengetahui green
marketing The Body Shop karena memang produk The Body Shop sangat

56

menonjolkan iklan green marketingnya.


Hal ini tentu dapat dijadikan koreksi oleh produk The Body Shop agar
lebih menunjukan juga akan social responsibility yang dilakukan oleh perusahaan,
sehingga citra perusahaan atau corporate image akan lebih baik dimata konsumen
maupun masyarakat.

H1B : Consumer awareness terhadap green marketing mempengaruhi product


image.

Product Image yang merujuk pada citra produk The Body Shop yang
dipikirkan oleh konsumen dan masyarakat ketika mendengar atau melihat produk
The Body Shop dipengaruhi secara signifikan oleh consumer awareness terhadap
green marketing yang merujuk pada adanya kesadaran konsumen terhadap adanya
program green marketing The Body Shop. Hasil ini sama dengan penelitian
sebelumnya oleh Eunju Ko, Yoo Kyung Hwang, dan Eun Young Kim
(2010),dimana consumer awareness terhadap green marketing berpengaruh secara
signifikan terhadap product image.
Berdasarkan penjelasan diatas , dapat diketahui bahwa consumer
awareness terhadap green marketing adalah salah satu komponen yang
membentuk product image. Pengaruh dari consumer awareness terhadap green
marketing adalah signifikan atau positif, jadi semakin konsumen menyadari akan
program green marketing yang dilakukan oleh The Body Shop maka citra produk
atau product image The Body Shop akan meningkat baik dimata kosumen atau
masyarakat yang mengetahui produk The Body Shop.
Hal ini dapat dijadikan strategi informasi untuk meningkatan penjualan
produk The Body Shop agar lebih baik dimata konsumen atau masyarakat.

H1C : Consumer awareness terhadap green marketing mempengaruhi corporate


reputation

57

Corporate reputation yang merujuk pada reputasi The Body Shop salah
satu bentuk dari corporate image atau citra perusahaan yang dipikirkan oleh
konsumen atau masyarakat ketika mendengar atau melihat produk The Body Shop
dipengaruhi secara signifikan oleh consumer awareness terhadap green marketing
yang merujuk pada adanya kesadaran konsumen terhadap adanya program green
marketing produk The Body Shop. Hasil ini tidak sama dengan penelitian
sebelumnya oleh Eunju Ko, Yoo Kyung Hwang, dan Eun Young Kim
(2010),dimana consumer awareness terhadap green marketing berpengaruh secara
signifikan terhadap corporate reputation.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui

bahwa

consumer

awareness terhadap green marketing adalah salah satu komponen yang


membentuk coporate reputation. Pengaruh dari consumer awareness terhadap
green marketing adalah signifikan atau positif, jadi semakin konsumen menyadari
akan program green marketing yang dilakukan oleh The Body Shop maka reputasi
perusahan atau corporate reputation The Body Shop akan meningkat baik dimata
kosumen atau masyarakat yang mengetahui atau menggunakan produk The Body
Shop.
Hal ini dapat dijadikan strategi informasi untuk meningkatan penjualan
produk The Body Shop agar lebih baik dimata konsumen atau masyarakat.

H2A: Social responsibility memiliki efek langsung terhadap purchase intention


konsumen
Purchase intention merujuk pada niatan atau tujuan pembelian yang
dilakukan oleh pembeli produk The Body Shop tidak dipengaruhi secara
signifikan terhadap social responsibility yang merujuk pada tanggung jawab
sosial yang dilakukan oleh The Body Shop yang diterima oleh konsumen atau
masyarakat. Hasil ini tidak sama dengan penelitian sebelumnya oleh Eunju Ko,
Yoo Kyung Hwang, dan Eun Young Kim (2010),dimana Social Responscibility
berpengaruh secara signifikan terhadap purchase intention.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa Social responsibility

58

adalah bukan salah satu komponen yang membentuk purchase intention.


Pengaruh dari Social responsibility adalah tidak signifikan atau negative terhadap
purchase intention. Hal ini dimungkinkan adanya social responsibility oleh
produk The Body Shop yang diketahui oleh konsumen atau masyarakat bukan
berarti akan meningkatkan atau berpengaruh terhadap masyarakat untuk akhirnya
membeli

The

Body

Shop,jadi

semakin

konsumen

mengetahui

Social

responsibility yang dilakukan oleh The Body Shop maka belum tentu orang
akhirnya akan membeli The Body Shop.
Hal ini dapat dijadikan strategi informasi untuk meningkatan penjualan
produk The Body Shop agar lebih baik dimata konsumen atau masyarakat.

H2B : Product Image memiliki efek langsung terhadap purchase intention


konsumen

Purchase intention merujuk pada niatan atau tujuan pembelian yang


dilakukan oleh pembeli produk The Body Shop dipengaruhi secara signifikan
terhadap product image yang meruju pada citra sebuah produk yang dipikirkan
oleh masayarakat. Hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya oleh Eunju Ko,
Yoo Kyung Hwang, dan Eun Young Kim (2010),dimana product image
berpengaruh secara signifikan terhadap purchase intention.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa product image
adalah salah satu komponen yang membentuk purchase intention. Pengaruh dari
product image adalah signifikan atau positif terhadap purchase intention. Jadi
semakin baik citra produk The Body Shop dimata masyarakat maka akan
berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah pembelian karena seperti yang
diketahui bahwa hubungannya adalah positif terhadap purchase intention.
Hal ini dapat dijadikan strategi informasi untuk meningkatan penjualan
produk The Body Shop agar lebih baik dimata konsumen atau masyarakat.

H2C : Corporate reputation memiliki efek langsung terhadap purchase intention


konsumen

59

Purchase intention merujuk pada niatan atau tujuan pembelian yang


dilakukan oleh pembeli produk The Body Shop dipengaruhi secara signifikan oleh
corporate reputation yang merujuk pada reputasi The Body Shop yang dipikirkan
oleh masyarakat. Hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya oleh Eunju Ko,
Yoo Kyung Hwang, dan Eun Young Kim (2010),dimana corporate reputation
berpengaruh secara signifikan terhadap purchase intention.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat

diketahui bahwa corporate

reputation adalah salah satu komponen yang membentuk purchase intention.


Pengaruh dari corporate reputation adalah signifikan atau positif terhadap
purchase intention. Jadi semakin baik reputasi perusahaan The Body Shop dimata
masyarakat maka akan berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah pembelian
karena seperti yang diketahui bahwa hubungannya adalah positif terhadap
purchase intention.
Hal ini dapat dijadikan strategi informasi untuk meningkatan penjualan
produk The Body Shop agar lebih baik dimata konsumen atau masyarakat.

H3 : Corporate image melakukan mediasi efek consumer awareness dari green


marketing pada purchase intention.

Purchase intention merujuk pada niatan atau tujuan pembelian yang


dilakukan oleh pembeli produk The Body Shop dipengaruhi secara signifikan oleh
mediasi yang dilakukan oleh corporate image yang terdiri dari social
responsibility, product image, dan corporate reputation namun negative. Jadi
adanya corporate image positif tidak selalu membuat purchase intention naik.

60

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini telah menjawab tujuan dari penelitian, antara lain adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui pengaruh strategi green marketing yang diterapkan The
Body Shop Indonesia dalam membentuk citra perusahaan The Body Shop
Indonesia di kalangan mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Strategi Green Marketing adalah salah satu komponen yang membentuk
citra perusahaan. Ketika konsumen mengetahui tentang strategi Green
marketing yang diterapakan oleh The Body Shop indonesia, maka hal ini
akan berpengaruh signifikan atau positif terhadap citra perusahaan di mata
konsumen. Pengaruh dari strategi Green Marketing adalah signifikan atau
positif, jadi semakin baik strategi Green marketing yang diterapkan
perusahaan maka akan semakin baik pula citra perusahaan the body shop
dimata konsumen.
b. Untuk mengetahui pengaruh dari strategi green marketing yang dimediasi
oleh corporate image yang diterapkan oleh The Body Shop Indonesia
terhadap intensi pembelian produk The Body Shop Indonesia di kalangan
mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Strategi green
marketing yang dimediasi oleh corporate image merupakan salah satu
komponen yang membentuk Purcase Intention. Pengaruh dari strategi
green marketing yang dimediasi oleh corporate image adalah signifikan
atau positif. Jadi semakin baik starategi green marketing yang dimediasi
oleh corporate image maka akan meningkatkan purcahse intention the
body shop Indonesia.

61

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran, baik saran
untuk penelitian selanjutnya dan saran manajerial untuk The body shop Indonesia.
5.2.1 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya
a. Penelitian selanjutnya dapat meneliti strategi Green marketing the body shop
dengan mengambil sampel tidak hanya terbatas mahasiswi FEUI.
b. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mengambil studi kasus di
perusahaan yang lain yang menerapkan strategi green marketing.
c. Penelitian ini terdapat variabel yang terbentuk hanya dari dua dimensi untuk
penelitian selanjutnya diharapkan menggunkan lebih atau sama dengan tiga
dimensi dalam membentuk satu variabel.
d. Penelitian ini dibantu dengan menggunakan alat analisis IBM SPSS Statistics
20 yang memiliki keterbatasan dalam menganalisis data dan untuk penelitian
selanjutnya dapat menggunakan SEM (Structural Equation Model) dengan
bantuan alat analisis Lisrel 8.80.

5.2.2 Implikasi Manajerial

Berdasarkan penelitian ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh The
Body Shop Indonesia.
a. The Body Shop Indonesia diharapkan untuk meningkatkan kesadaran
(awareness) tentang strategi green marketing yang mereka terapkan dalam benak
konsumen, dengan memperbanyak informasi atau mempromosikan starategi green
marketing mereka melalui iklan dari media cetak, elektronik, atau internet.
Terlebih lagi dengan mempromosikan strategi green marketing yang diterapkan
oleh the body shop melalui jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Sehingga
62

dengan semakin sadarnya konsumen terhadap strategi green marketing yang di


terapkan oleh the body shop akan memberikan citra yang baik bagi perusahaan
dan meningkatkan purchase intention konsumen.

63

64

65

Anda mungkin juga menyukai