oleh
Aras Istawah, S.Kep
NIM 102311101022
a.
dan klavikula), humerus, ulna dan radius, karpalia, metakarpalia dan falangus.
Gelang bahu yaitu persendian yang menghubungkan lengan dengan badan.
Pergelangan ini mempunyai mangkok sendi yang tidak sempurna oleh karena
bagian belakangnya terbuka. Bagian ini di bentuk oleh dua buah tulang yaitu
skapula dan klavikula.
1. Bagian-bagian Tulang Ekstremitas
Tulang-tulang ekstremitas atas terdiri atas tulang skapula, klavikula,
humerus, radius, ulna, karpal, metakarpal, dan tulang-tulang phalangs
(Pearce, 2009).
1. Tulang Skapula
mempunyai
tulang
iga
sampai
VIII,
bentuknya
3. Tulang Humerus
4. Tulang Ulna
5. Tulang Radius
memungkinkan
terjadinya
gerak
pronasi-supinasi.
Metacarpal
Falang
Metakarpal
b.
8. M. Teres minor : Adalah otot tebal dan bulat kecil ada belikat.
Berfungsi : untuk memtar lengan ke luar.
9. M. Teres major : Adalah otot yang tebal dan bulat.
Berfungsi : untuk melekatkan, melonggarkan dan memutarkan lengan
ke arah medial.
10. M Abdector Polsis brevis : Adalah otot ditangan.
Berfungsi menarik ibu jari kedala menuju telapak tangan
11. M Aponeurosis Palmar : Adalah otot yang menjadi titik pelekatan bagi
kulit dan melindungi tendon dibawahnya.
12. M Fleksor karpi ulnaris : Adalah otot lengan bawah manusia
Berfungsi : melenturkan tangan, ataupun menekuk dan menarik
pergelangan tangan kedalam.
c.
Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang
atau
tengah
tulang
coracoclevicular
Tipe 2 A. Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang,
danligament coracoclavicular masih melekat pada fragmen.
3.
ataupunkedua-duanya.
Tipe 3. Patah tulang yang pada bagian distal clavikula
yangmelibatkan AC joint
Tipe 4. Ligament tetap utuk melekat pata perioteum,
fragmen.
Kelompok 3: patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%).
Fraktur Humerus
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada
tulang humerus (Rasjad, 2007). Fraktur humerus adalah fraktur pada
tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung
maupun tidak langsung (De Jong, 2010). Dari beberapa pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma
langsung maupun tidak langsung. Fraktur humerus dibagi menjadi dua
Fraktur ini ini dibagi menjadi jenis ekstensi dan fleksi. Jenis ekstensi yang
terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada
siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan lengan siku dalam posisi
ekstensi dengan tangan terfiksasi. Jenis fleksi biasanya terjadi akibat jatuh
pada telapak tangan dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi
dan siku dalam posisi sedikit fleksi.
b. Fraktur interkondiler humerus
Fraktur yang sering terjadi adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur
kondiler medialis humerus.
c. Fraktur batang humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur
spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi).
d. Fraktur kolum humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di bawah kaput
humeri) dan kolum sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum).
Fraktur humerus dibagi menjadi 2 berdasarkan mekanisme terjadinya
adalah: (Mansjoer, et al, 2000):
a. Tipe Ekstensi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam
posisi supinasi. Tipe ekstensi ini sering terjadi pada fraktur humerus
suprakondiler. Fraktur terjadi akibat hyperextension injury (outstreched
hand), gaya diteruskan melalui elbow joint sehingga terjadi fraktur
proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal terdorong
melalui periosteum sisi anterior di mana m.brachialis terdapat, ke arah
a.brachialis dan n.medianus. Fragmen ini mungkin menembus kulit
sehingga terjadi fraktur terbuka. Klasifikasi fraktur suprakondiler humerus
tipe ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement.
1. Tipe I undisplaced
2. Tipe II partially displaced
3. Tipe III completely displaced
b. Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi
pronasi. Tipe ini jarang menyebabkan fraktur humerus suprakondiler.
Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior elbow dengan
posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus tendon
triceps dan kulit. Klasifikasi fraktur suprakondiler humerus tipe fleksi juga
dibuat atas dasar: derajat displacement.
1. Tipe I undisplaced
2. Tipe II partially displaced
3. Tipe III completely displaced
-
Fraktur antebrachii
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
terjadi di tulang radius dan ulna yang diakibatkan oleh trauma langsung
seperti kecelakaan ataupun karena penyakit seperti osteoporosis. Pada
anak biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah
masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii
pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering
berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang.
1. Klasifikasi Fraktur antebrachii
Menurut Mansjoer (2000), jenis fraktur antebrachii yaitu:
a. Fraktur Colles
Menurut Pearce (2008) fraktur Colles adalah patah transvers dari
ujung bawah radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan, pasien
terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta
lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di
tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi). Fraktur ini terjadi
dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur distal mengalami
angulasi ke arah dorsal dan menyebabkan deformitas seperti
sendok makan (dinner fork deformity).
Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814
adalah fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan
tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal. Fraktur ini yang
paling sering ditemukan pada manula, insidennya yang tinggi
berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause,
karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada
tangan yang terlentang.
c. Fraktur Galeazzi
d. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna
disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Dislokasi ini dapat
terjadi ke lateral dan juga ke posterior. Penyebabnya biasanya
metakarpus
I,
dipertahankan
tiga
bulan
untuk
Fraktur Metakarpal
Fraktur Metakarpal adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan ditentukansesuai jenis dan luasnya (Brunner Suddarth.2002) atau
fraktur yang terjadi pada ujung jari karena trauma pada sendi interfalang,
atau terjadi pada metacarpal karena karena tidak tahanterhadap trauma
langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis metacarpal I (Arief
Mansjoer.2000)
a.
Klasifik fraktur metacarpal
1. Baseball Finger (Mallet Finger)
Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis falang
distal padainsersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam
keadaan ekstensi tiba-tiba fleksipasif pada sendi interfalang distal
karena trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen tulangbasis falang
distal pada insersi tendon ekstensor jari.Umumnya cedera atletik,
Mallet Finger terjadi ketika sendi terluar dari jariterluka. Pemain
basket dan baseball secara rutin mengalami jammed finger, tapi
cederadapat terjadi karena crush accident pada pekerjaan atau bahkan
karena jari terpotong saatbekerja di dapur
2. Boxer Fracture (Street Fighters Fracture)
Boxer fracture (street fighters fracture) merupakan fraktur kolum
metakarpal V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar.
Terjadi pada keadaan tidak tahanterhadap trauma langsung ketika
tangan mengepa
3. Racture Bennet
Fraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis metakarpal I
Fraktur phalanx
Fraktur phalang adalah hilangnya kontinuitas tulang mengenai bagian
persendian tulang ruas jari jari.
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang (Carpenito, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis
ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Black et al, 1995).
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur sebagai berikut.
1. Faktor ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang (Donna, 1995).
b. Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium satu (pembentukan hematoma)
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b.
Deformitas
5) Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah
ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh
setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggota gerak bawah.
6) Non union
Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis
dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya
dislokasi. Lihat kesegarisan antara klafikula, scapula, humerus, radius, ulna,
carpal, metacarpal, falank. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
menurut James (2003) pada pasien fraktur diantaranya:
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai
penunjang,
pemeriksaan
yang
penting
adalah
pencitraan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
d. Myelografi
Pemeriksaan ini menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
e. Arthrografi
Pemeriksaan ini menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
f. Computed Tomography-Scan (CT-Scan)
Pemeriksaan ini menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
g. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
i. Penatalaksanan
Prosedur penatalaksanaan fraktur ekstermita atas adalah sebagai
berikut:
a. Pembedahan
Metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya saat ini
adalah pembedahan. Berikut ini jenis pembedahan pada pasien fraktur
antebrachii:
1) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu prosedur pembedahan
untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan
mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah yang telah direduksi
dengan skrup, paku dan pin logam
Resiko syok
hipovolemik
resiko infeksi
Perubahan status
kesehatan
perdarahan
Luka pembedahan
(insisi)
Pre op
Intra op
Post op
Ansietas
BAB 2.
K Clinical Pathway
Nyeri akut
Spasme otot
pembedahan
Rangsang diteruskan ke
korteks serebri
Nociceptor menerima
rangsang
Kurang
pengetahuan
Kurang paparan
informasi
Pelepasan mediator
kimia
Degranulasi sel
mast
Perubahan status
kesehatan
kerusakan
integritas kulit
Resiko
infeksi
gips
Trauma
jaringan
Port dentry
Resiko syok
perdarahan
FRAKTUR
Ekstermitas Atas
traksi
Luka terbuka
Cedera sel
Rentan fraktur
Hambatan
Mobilitas Fisik
penatalaksanaan
konservatif
Keterbatasan
pergerakan fisik
Deficit perawatan
diri
Hambatan
mobilitas fisik
lokasi setempat/meluas/menjalar;
ada trauma riwayat atau tidak;
sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan;
bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditariktarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan
seterusnya;
apa yang memperberat/mengurangi nyeri;
nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari;
apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul.
b. Kelainan bentuk/pembengkokan
menurun/melemah/kelumpuhan.
3. Riwayat penyakit sekarang
3) Pemeriksaan fraktur
a) Look/inspeksi
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
Perhatikan adanya deformitas berupa
angulasi,
rotasi
dan
pemendekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organorgan lain
Keadaan vaskularisasi
b) Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Nyeri tekan
Krepitasi
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c) Move/gerakan
Periksa pergerakan dengan mengajak
penderita
untuk
untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari
daerah yang mengalami trauma
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur digerakkan,
tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul
oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulangkortikal. Pada
tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan serta kita
a.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasienfraktur adalah:
1)
2)
3)
4)
MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan, ligament
dan tendon.
Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
pengetahuan
berhubungan dengan
kurangnya
paparan
perawatan
muskuloskeletal
diri
berhubungan
dengan
gangguan
fungsi
C. RENCANA KEPERAWATAN
No
1
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan
Rasional
Paint management
1. Kaji
nyeri
secara 1. Mengetahui
kondisi
komprehensif
(lokasi,
umum
pasien
dan
karakteristik,
durasi,
pertimbangan
tindakan
frekuensi, kualitas, dan
selanjutnya
faktor presipitasi)
2. Beri penjelasan mengenai 2. Pasien
memahami
penyebab nyeri
keadaan sakitnya
3. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
3. Respon
nonverbal
terkadang
lebih
4. Segera immobilisasi daerah
menggambarkan
apa
fraktur
yang pasien rasakan
5. Tinggikan dan dukung 4. Mempertahankan posisi
ekstremitas yang terkena
fungsional tulang
6. Ajarkan pasien tentang 5. Memperlancar arus balik
alternative
lain
untuk
vena
mengatasi dan mengurangi 6. Mengatasi nyeri misalnya
rasa nyeri
kompres
hangat,
mengatur posisi untuk
mencegah
kesalahan
posisi
pada
7. Ajarkan teknik manajemen
tulang/jaringan
yang
stress misalnya relaksasi
cedera
nafas dalam
mampu
dan
7. Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan
rasa
kontrol
dan
meningkatkan
kemampuan
koping
dalam manajemen nyeri
yang mungkin menetap
8. Kolaborasi dengan tim
untuk periode lebih lama
kesehatan
lain
dalam 8. Mengontrol
atau
pemberian obat analgeik
mengurangi nyeri pasien
sesuai indikasi
Environment management
1. Kaji kulit untuk luka 1. Memberikan
informasi
terbuka terhadap benda
mengenai keadaan kulit
asing,
kemerahan,
pasien saat ini
perdarahan,
perubahan
warna
2. Massage kulit, pertahankan 2. Menurunkan
tekanan
tempat tidur kering dan
pada area yang peka dan
bebas kerutan
beresiko rusak
3. Ubah posisi dengan sering 3. Mencegah
terjadinya
4. Bersihkan kulit dengan air
dekubitus
hangat
4. Mengurang kontaminasi
dengan agen luar
5. Lakukan perawatan luka 5. Mengurangi
resiko
secara steril
gangguan integritas kulit
pembedahan
pembedahan
dan
hasil
akhir
No
1
mengungkapkan
gejala
cemas
2. Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan
menunjukkan tehnik untuk
mengontrol cemas
3. Vital sign dalam batas
normal
4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan
Tujuan
Kriteria Hasil
Risiko
syok
hipovolemi
berhubungan dengan perdarahan
NOC :
1. Shock prevention
2. Shock management
kecemasan)
1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui
tingkat
pasien (ringan, sedang,
kecemasan pasien
berat, panik)
2. Dampingi pasien
2. Agar pasien merasa aman
dan nyaman
3. Ber support sistem dan 3. Meningkatkan
pola
motivasi pasien
koping yang efektif
4. Beri dorongan spiritual
4. Agar
pasien
dapat
menerima kondisinya saat
ini
5. Jelaskan jenis prosedur dan 5. Memberikan
informasi
tindakan pengobatan
sehingga
dapat
menurunkan ansietas
Intervensi Keperawatan
Rasional
Shock prevention
1. Monitor status sirkulasi
(tekanan darah, warna
kulit, suhu kulit, denyut
jantung, ritme, nadi
perifer, dan CRT)
2. Monitor tanda inadekuat
oksigenasi jaringan
3. Monitor input dan output
4. Monitor tanda awal syok
5. Kolaborasi pemberian
cairan IV dengan tepat
1. Mengidentifikasi
keadekuatan
sirkulasi
status
2. Mengetahui adakah
gangguan perfusi
jaringan
3. Mengetahui
keseimbangan cairan
4. Skrining adanya syok
5. Rehidrasi
No
1
W
SS
2
Tujuan
Intervensi Keperawatan
Exercise therapy: ambulation
1. Kaji derajat immobilisasi
yang dihasilkan oleh cidera
2. Dorong partisipasi pada
aktivitas terapeutik
3. Bantu
pasien
dalam
rentang gerak aktif atau
pasif
4. Ubah
posisi
secara
periodik
5. Kolaborasi dengan ahli
terapi/okupasi/rehabilitasi
medis
Infection control
1. Inspeksi kulit adanya
iritasi atau robekan
kontinuitas
2. Kaji kulit yang terbuka
terhadap peningkatan
nyeri, rasa terbakar,
Rasional
1. Menentukan
tindakan
keperawatan yang tepat
2. Menlatih kekuatan otot
pasien
3. Melatih rentang gerak
aktif atau pasif pasien
secara bertahap
4. Mencegah
terjadinya
dekubitus
5. Melatih rentang gerak
aktif dan pasif secara
bertahap
1. Mengkaji adanya iritasi
atau robekan kontinuitas
2. Mengetahui ada/tidaknya
tanda-tanda infeksi
3. Knowledge: Infection
control
Kurangnya
pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya
paparan informasi yang ada
3. Mengurangi resiko
infeksi
4. Mengurangi resiko
penyebaran infeksi
5. Mencegah terjadinya
infeksi
1. Membantu untuk
memahami apa yang kita
lakukan terhadap pasien
2. Membantu pasien
mengetahui tanda-tanda
penyakit dan apa yang
harus dilakukan terhadap
dirinya agar sembuh
3. Mencegah komplikasi
4. Memberikan kebaikan
terhadap keluarga dan
pasien
5. Memberikan kepercayaan
dan pasien mau
memahami penjelasan
tentang penyakit dan
pengobatan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike Budhi.
Jakarta: EGC
Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pemdokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC
Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga.Jakarta: EGC
Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Bandung: Yayasan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa oleh
Alfrina Hany. Jakarta: EGC
Pearce, Evelyn C. 2008.Anatomi Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia
Schwartz, Seymour I.2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media
Aesculapius: Jakarta.
Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby
Elsevier.
NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth. Jakarta:
EGC.
Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika.
Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensens Medikal Nursing : A Nursing
Process Approach, 4 th Edition. New York: W.B. Saunder Company.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta:
EGC.