Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR PADA

EKSTREMITAS ATAS DI RUANG SERUNI RSD dr.


SOEBANDI JEMBER

Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh
Aras Istawah, S.Kep
NIM 102311101022

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB I KONSEP DASAR FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS

a.

Kerangka Anggota Gerak Atas


Kerangka anggota gerak atas dikaitkan dengan kerangka badan dengan
perantaraan gelang bahu yang terdiri dari skapula dan klavikula. Tulangtulang yang membentuk kerangka lengan antara lain : gelang bahu (skapula

dan klavikula), humerus, ulna dan radius, karpalia, metakarpalia dan falangus.
Gelang bahu yaitu persendian yang menghubungkan lengan dengan badan.
Pergelangan ini mempunyai mangkok sendi yang tidak sempurna oleh karena
bagian belakangnya terbuka. Bagian ini di bentuk oleh dua buah tulang yaitu
skapula dan klavikula.
1. Bagian-bagian Tulang Ekstremitas
Tulang-tulang ekstremitas atas terdiri atas tulang skapula, klavikula,
humerus, radius, ulna, karpal, metakarpal, dan tulang-tulang phalangs
(Pearce, 2009).
1. Tulang Skapula

Skapula (tulang belikat) terdapat di bagian punggung sebelah luar


atas,

mempunyai

tulang

iga

sampai

VIII,

bentuknya

hampir segitiga. Di sebelah atasnya mempunyai bagian yang di


sebut spina skapula. Sebelah atas bawah spina skapula terdapat
dataran melekuk yang di sebut fosa supraskapula dan fosa
infraskapula. Ujung dari spina skapula di bagian bahu membentuk
taju yang di sebut akromion dan berhubungan dengan klavikula
dengan perantara persendian. Di sebelah bawah medial dari
akromion terdapat sebuah taju menyerupai paruh burung gagak yang
disebut dengan prosesus korakoid. Di sebelah bawahnya terdapat
lekukan tempat kepala sendi yang di sebut kavum glenoid.
2. Tulang Klavikula

Klavikula adalah tulang yang melengkung membentuk bagian


anterior dari gelang bahu.Untuk keperlua pemeriksaan dibagian atas
batang dan dua ujung. Ujung medial disebut extremitas sternal dan
membuat sendi dengan sternum. Ujung lateral disebut extremitas
akrominal, yang bersendi pada proseus akrominal dari scapula.
Klavikula merupakan tulang yang berartikulasi dengan skapula di sisi
lateral dan dengan manubrium di sisi medial yang berfungsi sebagai
penahan skapula yang mencegah humerus bergeser terlalu jauh

3. Tulang Humerus

Humerus merupakan tulang panjang pada lengan atas, yang


berhubungan dengan skapula melalui fossa glenoid. Di bagian
proksimal, humerus memiliki beberapa bagian antara lain leher
anatomis, leher surgical, tuberkel mayor, tuberkel minor dan sulkus
intertuberkular. Di bagian distal, humerus memiliki beberapa bagian
antara lain condyles, epicondyle lateral, capitulum, trochlear,
epicondyle medial dan fossa olecranon (di sisi posterior). Tulang
ulna akan berartikulasi dengan humerus di fossa olecranon,
membentuk sendi engsel. Pada tulang humerus ini juga terdapat
beberapa tonjolan, antara lain tonjolan untuk otot deltoid.
Secara anatomis tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
a. Bagian atas humerus/ kaput (ujung atas)
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala yang
membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian
dari banguan sendi bahu. Di bawahnya terdapat bagian yang lebih ramping
disebut leher anatomik. Di sebelah luar ujung atas di bawah leher

anatomik terdapat sebuah benjolan yaitu tuberositas mayor dan di sebelah


depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu tuberositas minor. Di
antara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang
membuat tendon dari otot bisep. Di bawah tuberositas terdapat leher
chirurgis yang mudah terjadi fraktur (Pearce, 2009).
b. Corpus humerus (badan humerus)
Sebelah atas berbentuk silinder tetetapi semakin ke bawah semakin pipih.
Di sebelah lateral batang, tepat di atas pertengahan disebut tuberositas
deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan
oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah
lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis
sehingga disebut celah spiralis atau radialis (Pearce, 2009).
c. Bagian bawah humerus/ ujung bawah.
Berbentuk lebar dan agak pipih di mana permukaan bawah sendi dibentuk
bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah
dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan di
sebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua
sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil
lateral dan medial. (Pearce, 2009).

4. Tulang Ulna

Ulna adalah sebuah tulang pipa yang mempunyai sebuah batang


dan dua ujung. Tulang itu adalah tulang sebelah medial dari lengan
bawah dan lebih panjang dari radius. Kepala ulna berada disebelah
ujung bawah. Di daerah proksimal, ulna berartikulasi dengan
humerus melalui fossa olecranon (di bagian posterior) dan melalui
prosesus coronoid (dengan trochlea pada humerus). Artikulasi ini
berbentuk sendi engsel, memungkinkan terjadinya gerak fleksiekstensi. Ulna juga berartikulasi dengan radial di sisi lateral.
Artikulasi ini berbentuk sendi kisar, memungkinkan terjadinya gerak
pronasi-supinasi. Di daerah distal, ulna kembali berartikulasi dengan
radial, juga terdapat suatu prosesus yang disebut sebagai prosesus
styloid.

5. Tulang Radius

Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah. Merupakan


tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek
daripada ulna. Di daerah proksimal, radius berartikulasi dengan ulna,
sehingga

memungkinkan

terjadinya

gerak

pronasi-supinasi.

Sedangkan di daerah distal, terdapat prosesus styloid dan area untuk


perlekatan tulang-tulang karpal antara lain tulang scaphoid dan
tulang lunate.
6. Tulang Karpal

Metacarpal

Falang

Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi


dengan ujung distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari
tulang metakarpal. Antara tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi
geser. Ke delapan tulang tersebut adalah scaphoid, lunate, triqutrum,
piriformis, trapezium, trapezoid, capitate, dan hamate.
a.

Metakarpal

Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan


tangan dan bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal
tulang-tulang karpal. Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan
metakarpal membuat tangan menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi
pelana yang terdapat antara tulang karpal dan metakarpal memungkinkan
ibu jari tersebut melakukan gerakan seperti menyilang telapak tangan dan
memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu. Khusus di tulang
metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat tulang sesamoid.
b. Falang

Falang juga tulang panjang,mempunyai batang dan dua ujung.


Batangnya mengecil diarah ujung distal. Terdapat empat belas falang, tiga
pada setiap jari dan dua pada ibu jari.Sendi engsel yang terbentuk antara
tulang phalangs membuat gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama
untuk menggenggam sesua. Phalanx terdiri dari tulang pipa pendek
yang berjumlah 14 buah dan dibentuk dalam lima bagian tulang yang
saling berhubungan dengan metacarpal (Syaifudin, 2012).
Setiap jari memiliki tiga phalanx, yaitu phalanx proximal, phalanx
medial, dan phalanx distal.
1) Phalanx I: terdiri dari 3 bagian yaitu basis (proximal), corpus
(medial) dan troclea (basis distal).
2) Phalanx II: bagiannya sama dengan phalanx I yaitu basis
(proximal), corpus (medial), dan troclea (basis distal).
3) Phalanx III: phalanx terkecil dan terujung dengan ujung
distal mempunyai tonjolan yang sesuai dengan tempat kuku
yang disebut tuberositas unguicilaris

b.

Otot Ekstremitas Atas

1. M. Triceps : Adalah otot yang terletak di sepanjang lengan atas.


Berfungsi : meluruskan lengan atas di siku dan meluruskan lengan.
2. M. Biceps :Adalah otot lengan atas.
Berfungsi : untuk menekuk lengan
3. M. Brachialis Adalah otot kecil yang terletak disebelah luar biceps. :
Berfungsi : Sendi Siku (Fleksi)
4. M. Brakiorodialis : Adalah otot lengan bawah
Berfungsi : bertindak untuk melenturkan lengan bawah pada siku.
5. M. Anconeus : Adalah otot kecil pada aspek posterior dari sendi siku.
Berfungsi : meluruskan siku dengan lemah dan memutar ulna untuk
menghadapkan telapak tangan ke bawah.

6. M. Deltoideus : Adalah otot yang membentuk struktur bulat pada bahu


manusia, biasanya digunakan untuk melakukan suntikan indra
mskular.
Berfungsi :mengangkat lengan menjauhi tubuh ke depan, samping dan
belakang.
7. M. Biceps brachi : Adalah terletak didekat dengan permukaan kulit
sehingga mudah terlihat.
Berfungsi : untuk menekuk lengan atas ke siku dan memutar telapak
tangan ke atas.

8. M. Teres minor : Adalah otot tebal dan bulat kecil ada belikat.
Berfungsi : untuk memtar lengan ke luar.
9. M. Teres major : Adalah otot yang tebal dan bulat.
Berfungsi : untuk melekatkan, melonggarkan dan memutarkan lengan
ke arah medial.
10. M Abdector Polsis brevis : Adalah otot ditangan.
Berfungsi menarik ibu jari kedala menuju telapak tangan
11. M Aponeurosis Palmar : Adalah otot yang menjadi titik pelekatan bagi
kulit dan melindungi tendon dibawahnya.
12. M Fleksor karpi ulnaris : Adalah otot lengan bawah manusia
Berfungsi : melenturkan tangan, ataupun menekuk dan menarik
pergelangan tangan kedalam.

c.

Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang
atau

osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga

disebabkan karena kecelakaan (Mansjoer, 2000). Fraktur adalah biasanya


disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price,
2003). Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare,
2002).
- Fraktur Klavikula
Fraktur klavikula Adalah merupakan cedera yang sering terjadi akibat
jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (outstrechedhand)
dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampaiklavikula,
namun baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnyamekanisme
secara umum patah tulang klavikula adalah hantaman langsung ke bahu
atau adanya tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan
benda keras.
a. Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL
Allmantahun 1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang
membagi patah tulang klavikula menjadi 3 kelompok
1. Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga

tengah

tulang

klavikula(insidensi kejadian 75-80%).


Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.
Umumnya terjadi pada pasien yang muda
2. Kelompok 2: patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-25%)
Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament coracoclavicular
yakni (yakni, conoid dan trapezoid).
Tipe 1. Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa
adanya perpindahan tulang maupun ganguan ligament

coracoclevicular
Tipe 2 A. Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang,
danligament coracoclavicular masih melekat pada fragmen.

3.

Tipe 2 B. Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak

ataupunkedua-duanya.
Tipe 3. Patah tulang yang pada bagian distal clavikula

yangmelibatkan AC joint
Tipe 4. Ligament tetap utuk melekat pata perioteum,

sedangkanfragmen proksimal berpindah keatas.


Tipe 5. Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa

fragmen.
Kelompok 3: patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%).

Pada kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler


b. Penyebab fraktur klavikula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu
akibat kecelakaan apakah, baik jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor,
namun kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik.
Beberapa penyebab fraktur klavikula, yaitu:
a. fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh
simphisis pubis selama proses melahirkan;
b. fraktur klavikula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh dari ketinggian dan yang lainnya;
c. fraktur klavikula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu
lama, misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat;
d. fraktur klavikula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post
radioterapi, keganasan dan lain-lain.
-

Fraktur Humerus
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada
tulang humerus (Rasjad, 2007). Fraktur humerus adalah fraktur pada
tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung
maupun tidak langsung (De Jong, 2010). Dari beberapa pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma
langsung maupun tidak langsung. Fraktur humerus dibagi menjadi dua

yaitu (Mansjoer, et al, 2000):


a. Fraktur suprakondilar humerus

Fraktur ini ini dibagi menjadi jenis ekstensi dan fleksi. Jenis ekstensi yang
terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada
siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan lengan siku dalam posisi
ekstensi dengan tangan terfiksasi. Jenis fleksi biasanya terjadi akibat jatuh
pada telapak tangan dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi
dan siku dalam posisi sedikit fleksi.
b. Fraktur interkondiler humerus
Fraktur yang sering terjadi adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur
kondiler medialis humerus.
c. Fraktur batang humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur
spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi).
d. Fraktur kolum humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di bawah kaput
humeri) dan kolum sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum).
Fraktur humerus dibagi menjadi 2 berdasarkan mekanisme terjadinya
adalah: (Mansjoer, et al, 2000):
a. Tipe Ekstensi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam
posisi supinasi. Tipe ekstensi ini sering terjadi pada fraktur humerus
suprakondiler. Fraktur terjadi akibat hyperextension injury (outstreched
hand), gaya diteruskan melalui elbow joint sehingga terjadi fraktur
proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal terdorong
melalui periosteum sisi anterior di mana m.brachialis terdapat, ke arah
a.brachialis dan n.medianus. Fragmen ini mungkin menembus kulit
sehingga terjadi fraktur terbuka. Klasifikasi fraktur suprakondiler humerus
tipe ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement.
1. Tipe I undisplaced
2. Tipe II partially displaced
3. Tipe III completely displaced
b. Tipe Fleksi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi
pronasi. Tipe ini jarang menyebabkan fraktur humerus suprakondiler.
Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior elbow dengan
posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus tendon
triceps dan kulit. Klasifikasi fraktur suprakondiler humerus tipe fleksi juga
dibuat atas dasar: derajat displacement.
1. Tipe I undisplaced
2. Tipe II partially displaced
3. Tipe III completely displaced
-

Fraktur antebrachii
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
terjadi di tulang radius dan ulna yang diakibatkan oleh trauma langsung
seperti kecelakaan ataupun karena penyakit seperti osteoporosis. Pada
anak biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah
masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii
pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering
berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang.
1. Klasifikasi Fraktur antebrachii
Menurut Mansjoer (2000), jenis fraktur antebrachii yaitu:
a. Fraktur Colles
Menurut Pearce (2008) fraktur Colles adalah patah transvers dari
ujung bawah radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan, pasien
terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta
lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di
tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi). Fraktur ini terjadi
dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur distal mengalami
angulasi ke arah dorsal dan menyebabkan deformitas seperti
sendok makan (dinner fork deformity).
Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814
adalah fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan
tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal. Fraktur ini yang
paling sering ditemukan pada manula, insidennya yang tinggi
berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause,

karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada
tangan yang terlentang.

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur


ekstensi dari radius distal. Namun yang paling sering digunakan
adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini
maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe yaitu:
1) Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler
2) Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
3) Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio karpal
4) Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio
karpal
1) Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio ulnar
2) Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi
radio ulnar

3) Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal


dan sendi radioulnar
4) Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi
radio karpal dan sendi radio ulnar
b. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan kebalikan dari fraktur Colles,
dengan angulasi ke arah anterior (volar) dari fraktur radius. Fraktur
ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan
menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi
pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya
transversal, kadang intraartikular. Penggeseran bagian distal radius
bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Patah tulang ini lebih
jarang terjadi.

c. Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai


dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan
terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah
dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi
gaya supinasi. Gambaran klinisnya bergantung pada derajat
dislokasi fragmen fraktur. Bila ringan nyeri dan tegang hanya
dirasakan pada daerah fraktur; bila berat, biasanya terjadi
pemendekan lengan bawah. Pada fraktur ini tampak tangan bagian
distal dalam posisi angulasi kedorsal. Pada pergelangan tangan
dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

d. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna
disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Dislokasi ini dapat
terjadi ke lateral dan juga ke posterior. Penyebabnya biasanya

trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu melindungi


kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi.
Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna kearah
hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya
mendorong dari depan kearah fleksi yang menyebabkan fragmen
ulna mengadakan angulasi ke posterior.

e. Fraktur Barton volar


Fraktur Barton volar sebetulnya masih bagian dari fraktur
Smith. Reduksi biasanya cukup dengan tarikan dan supinasi, tetapi
karena garis patah tulang miring reposisi yang dicapai biasanya
tetap tidak stabil sehingga kadang pembedahan akan lebih baik
hasilnya. Epalsiolisis harus diusahakan untuk reposisi secara
anatomis mungkin agar tidak terjadi gangguan pertumbuhan. Hal
ini dapat dilakukan secara tertutup, kadang secara terbuka. Dengan
atau tanpa reposisi operatif dapat dipakai kawat K yang kecil yang
cukup kuat untuk fiksasi intern sehingga fiksasi dapat dicapai tanpa
merusak cakram epiflsis.

f. Fraktur atau dislokasi tulang karpus


Patah tulang os navikulare yang agak jarang, sering
terlewat diagnosisnya, baik karena tidak terperhatikan maupun
karena tidak dibuat foto Rontgen oblik khusus. Seperti halnya
tulang yang lain, vaskularisasi tulang skafoid sebagian besar
melalui simpal sendi dan karena sebagian besar permukaan tulang
ini merupakan bagian tulang rawan sendi, vaskularisasi yang
masuk relatif sedikit. Oleh karena itu, komplikasi nekrosis
avaskuler dan kegagalan pertautan cukup sering.
Biasanya patah tulang os navikulare tidak terdislokasi
sehingga tidak perlu direposisi. Posisi dalam gips yang meliputi
lengan bawah bagian distal sampaibatas sendi metakaipofalangeal,
termasuk

metakarpus

I,

dipertahankan

tiga

bulan

untuk

menghindari pseudoartrosis. Bila lambat bertaut atau gagal-bertaut,


perludilakukan operasi cangkok tulang.Pada patali leher tulang
bagian proksimal osskafoid terancam nekrosis avaskuler karena
sebagian besar per mukaannya ditutupoleh tulang rawan sendi
sehingga darah dari bagian proksimal tidak mungkinsampai.
Dislokasi lunatum agak jarang ditemukan, tetapi sering juga
terlewatdiagnosisnya. Dislokasi yang terjadi adalah akibat trauma
jatuh pada tangan dalamposisi dorsifleksi maksimal. Pada
pemeriksaan klinis didapati pembengkakanpada pergelangan
tangan dan pasien sangat kesakitan bila jari secara pasif

diekstensikan. Bisa ditemukan adanya lesi saraf medianus oleh


adanya penekanan saraf di dalam kanalis karpal. Pada foto Rontgen
akan terlihat adanya dislokasilunatum ataupun perilunatum.
-

Fraktur Metakarpal
Fraktur Metakarpal adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan ditentukansesuai jenis dan luasnya (Brunner Suddarth.2002) atau
fraktur yang terjadi pada ujung jari karena trauma pada sendi interfalang,
atau terjadi pada metacarpal karena karena tidak tahanterhadap trauma
langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis metacarpal I (Arief
Mansjoer.2000)
a.
Klasifik fraktur metacarpal
1. Baseball Finger (Mallet Finger)
Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis falang
distal padainsersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam
keadaan ekstensi tiba-tiba fleksipasif pada sendi interfalang distal
karena trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen tulangbasis falang
distal pada insersi tendon ekstensor jari.Umumnya cedera atletik,
Mallet Finger terjadi ketika sendi terluar dari jariterluka. Pemain
basket dan baseball secara rutin mengalami jammed finger, tapi
cederadapat terjadi karena crush accident pada pekerjaan atau bahkan
karena jari terpotong saatbekerja di dapur
2. Boxer Fracture (Street Fighters Fracture)
Boxer fracture (street fighters fracture) merupakan fraktur kolum
metakarpal V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar.
Terjadi pada keadaan tidak tahanterhadap trauma langsung ketika
tangan mengepa
3. Racture Bennet
Fraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis metakarpal I

Fraktur phalanx
Fraktur phalang adalah hilangnya kontinuitas tulang mengenai bagian
persendian tulang ruas jari jari.

Fraktur phalanx dibagi menjadi tiga tipe yaitu:


1) Cedera hiperekstensi dengan avulsi phalanx tengah, tapi permukaan
sendi masih tetap kongruen atau utuh,
2) Dislokasi dorsal phalanx medial dengan disertai oleh inkongruensi
permukaan sendi dan melibatkan ligamen,
3) fraktur dan dislokasi dengan keterlibatan kurang dari sepertiga
permukaan sendi (Smith, 2009).
d. Penyebab
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan
tulang dalam menahan takanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan
berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan
membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis
tulang yang menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi,
kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
(Muttaqin, 2008).
Secara umum penyebab fraktur adalah sebagai berikut:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang. Fraktur pada anak-anak biasanya sebagai
akibat trauma dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau

penganiayaan anak. Karena jaringan lunak pada anak-anak fleksibel,


fraktur terjadi lebih sering daripada cedera jaringan lunak (Muscari, 2005).
e.

Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang (Carpenito, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis
ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Black et al, 1995).
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur sebagai berikut.
1. Faktor ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang (Donna, 1995).
b. Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium satu (pembentukan hematoma)
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan

sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini


berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Stadium dua (proliferasi seluler)
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum,dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
3. Stadium tiga (pembentukan kallus)
Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.
4. Stadium empat (konsolidasi)
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban
yang normal.
5. Stadium lima (remodelling)
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang

tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya


dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya (Apley,1995;Black et al,
1995)
f.

Tanda dan Gejala

a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b.

Deformitas

Pergeseran fragmen pada fraktur menyebakan deformitas (terlihat maupun


terasa), deformitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas yang
normal.
c. Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang terasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
d. Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
pembengkakan dan perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda
ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera
e. Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
f. Kurangnya sensasi yang dapa terjadi karena adanya gangguan saraf, di
mana syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidak stabilan tulang.
h. Pergerakan abnormal
g. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur menurut American College of
Surgeons Comittee on Trauma dalam Parahita dan Kurniyanta (2012) adalah:
1) Perdarahan arteri
Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di
dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cidera ini dapat
menimbulkan pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di
dalam jaringan lunak. Ekstrimitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya
pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma

yang membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular.


Cidera ini menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak
stabil.
2) Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot
dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga
berfungsi sebagai lapisan penahan. Kompartemen akibat edema yang
timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau
karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan tekanan dari luar
misalkan balutan yang menekan.
Tanda dan gejala sindroma kompartemen adalah :
a. Pain (nyeri) bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan
pasif yang meregangkan otot bersangkutan. Nyeri terjadi karena
saraf mendapat tekanan dari luar.
b. Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya
sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen
tersebut.
c. Pale atau pucat karena pembuluh darah juga mendapat tekanan dari
luar.
d. Paralysis
e. Pulseless, denyut nadi menjadi melemah atau menghilang karena
pembuluh darah mendapat tekanan dari luar
3) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur-fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar.
4) Mal union
Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi pemendekan atau union secara
menyilang

5) Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah
ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh
setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggota gerak bawah.
6) Non union
Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis
dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya
dislokasi. Lihat kesegarisan antara klafikula, scapula, humerus, radius, ulna,
carpal, metacarpal, falank. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
menurut James (2003) pada pasien fraktur diantaranya:
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai

penunjang,

pemeriksaan

yang

penting

adalah

pencitraan

menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi


keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu
AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas
dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-ray:
1. bayangan jaringan lunak;
2. tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi;
3. trobukulasi ada tidaknya rare fraction;
4. sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
b. Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.
c. Tomografi
Pemeriksaan ini menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan

struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.

d. Myelografi
Pemeriksaan ini menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
e. Arthrografi
Pemeriksaan ini menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
f. Computed Tomography-Scan (CT-Scan)
Pemeriksaan ini menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
g. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
i. Penatalaksanan
Prosedur penatalaksanaan fraktur ekstermita atas adalah sebagai
berikut:
a. Pembedahan
Metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya saat ini
adalah pembedahan. Berikut ini jenis pembedahan pada pasien fraktur
antebrachii:
1) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu prosedur pembedahan
untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan
mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah yang telah direduksi
dengan skrup, paku dan pin logam

2) Reduksi terbuka dengan melakukan kesejajaran tulang yang patah


setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemanjangan tulang yang
patah
3) Fiksasi ekterna yaitu mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan

jaringan lunak dimana garis fraktur direduksi, disejajarkan dan


diimobilisasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan ke dalam fragmen
tulang.
b. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk
tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur;
2) Istirahatkan dan stabilisasi;
3) Koreksi deformitas;
4) Mengurangi aktifitas;
5) Membuat cetakan tubuh orthotic.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah:
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan;
2) Gips patah tidak bisa digunakan;
3) Gips yang terlalu kecil atau longgar sangat membahayakan klien;
4) Tidak merusak / menekan gips;
5) Tidak memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk;
6) Tidak meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
c. Traksi (mengangkat/menarik)
Traksi secara umum dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.

1) Metode pemasangan traksi antara lain :


a) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency. Traksi mekanik, ada 2 macam :
b) Traksi kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
c) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
2) Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
a) Mengurangi nyeri akibat spasme otot;
b) Memperbaiki & mencegah deformitas;
c) Immobilisasi;
d) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi);
e) Mengencangkan pada perlekatannya.
3) Prinsip pemasangan traksi, meliputi:
a) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
b) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
c) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
d) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
e) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
f) Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman

Resiko syok
hipovolemik

resiko infeksi

Perubahan status
kesehatan

perdarahan

Luka pembedahan
(insisi)

Pre op

Intra op

Post op

Ansietas

BAB 2.
K Clinical Pathway

Nyeri akut
Spasme otot

pembedahan
Rangsang diteruskan ke
korteks serebri
Nociceptor menerima
rangsang
Kurang
pengetahuan
Kurang paparan
informasi

Pelepasan mediator
kimia
Degranulasi sel
mast

Perubahan status
kesehatan

kerusakan
integritas kulit

Resiko
infeksi
gips

Trauma
jaringan

Port dentry
Resiko syok
perdarahan

FRAKTUR
Ekstermitas Atas

Absorbs kalsium menurun


Kondisi patologis: osteoporosis

traksi

Luka terbuka

Cedera sel

Rentan fraktur

Hambatan
Mobilitas Fisik

penatalaksanaan
konservatif

Trauma langsung/tidak langsung

Keterbatasan
pergerakan fisik

Deficit perawatan
diri
Hambatan
mobilitas fisik

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


a. Anamnesis
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
sebagai berikut.
a. Nyeri
Sifat dari nyeri antara lain:

lokasi setempat/meluas/menjalar;
ada trauma riwayat atau tidak;
sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan;
bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditariktarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan

seterusnya;
apa yang memperberat/mengurangi nyeri;
nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari;
apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul.
b. Kelainan bentuk/pembengkokan

angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang);

benjolan atau karena ada pembengkakan


c. Kekakuan/kelemahan
Kekakuan: pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku,

atau disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu.


Kelemahan: apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot

menurun/melemah/kelumpuhan.
3. Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan penyebab dari fraktur yang


dapat membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap pasien berupa
kronologi terjadinya penyakit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian dilakukan untuk menemukan penyebab fraktur dan lama
tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit pagets menyebabkan fraktur patologis sering sulit buat
menyambung.
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga berhubungan dgn penyakit tulang adalah salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang cenderung diturunkan secara
genetik.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang dialami
pasien secara lebih jelas. Pemeriksaan fisik meliputi primary survey
(dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan secondary survey
(untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih dianggap normal atau tidak).
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.

3) Pemeriksaan fraktur
a) Look/inspeksi
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
Perhatikan adanya deformitas berupa

angulasi,

rotasi

dan

pemendekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organorgan lain
Keadaan vaskularisasi
b) Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Nyeri tekan
Krepitasi
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c) Move/gerakan
Periksa pergerakan dengan mengajak

penderita

untuk

untuk

menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari
daerah yang mengalami trauma
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur digerakkan,
tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul
oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulangkortikal. Pada
tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan serta kita

melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada gerakan tidak


normal atau tidak. Gerakan tidak normal merupakan gerakan yang
tidak terjadi pada sendi, misalnya pertengahan femur dapat
digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang
membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang sesuaidefinisi
fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak
ada fasilitas pemeriksaan rontgen.

a.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasienfraktur adalah:
1)

Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.

2)

X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme terjadinya


trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior dan lateral.

3)

CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang khusunya


pada cedera plafon.

4)

MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan, ligament
dan tendon.

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang (fraktur
terbuka)

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,


gaSngguan fungsi musculoskeletal, immobilisasi
4) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan
pembedahan dan hasil akhir pembedahan
5) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
b. Intra operasi
1) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
c. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan alat traksi/immobilisasi
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal,

Hambatan

mobilitas

fisik

berhubungan

dengan

nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal, imobilisasi


4) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit, trauma jaringan
5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis
(pemasangan fiksasi eksternal)
6) Kurangnya

pengetahuan

berhubungan dengan

kurangnya

paparan

informasi yang ada


7) Deficit

perawatan

muskuloskeletal

diri

berhubungan

dengan

gangguan

fungsi

C. RENCANA KEPERAWATAN
No
1

Diagnosa Keperawatan Pre


Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan
fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak

Tujuan

Kriteria Hasil

Setelah dilakukan tindakan 1. Mampu mengontrol nyeri


keperawatan selama 1X6 jam
(tahu
penyebab
nyeri,
diharapkan
nyeri
dapat
mampu
menggunakan
berkurang
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
NOC:
mencari bantuan)
1. Pain level
2. Melaporkan bahwa nyeri
2. Pain control
berkurang
dengan
3. Comfort level
menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi,
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

Intervensi Keperawatan

Rasional

Paint management
1. Kaji
nyeri
secara 1. Mengetahui
kondisi
komprehensif
(lokasi,
umum
pasien
dan
karakteristik,
durasi,
pertimbangan
tindakan
frekuensi, kualitas, dan
selanjutnya
faktor presipitasi)
2. Beri penjelasan mengenai 2. Pasien
memahami
penyebab nyeri
keadaan sakitnya
3. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
3. Respon
nonverbal
terkadang
lebih
4. Segera immobilisasi daerah
menggambarkan
apa
fraktur
yang pasien rasakan
5. Tinggikan dan dukung 4. Mempertahankan posisi
ekstremitas yang terkena
fungsional tulang
6. Ajarkan pasien tentang 5. Memperlancar arus balik
alternative
lain
untuk
vena
mengatasi dan mengurangi 6. Mengatasi nyeri misalnya
rasa nyeri
kompres
hangat,
mengatur posisi untuk
mencegah
kesalahan
posisi
pada
7. Ajarkan teknik manajemen
tulang/jaringan
yang
stress misalnya relaksasi
cedera

nafas dalam

Kerusakan intergritas kulit/jaringan


berhubungan dengan immobilisasi,
penurunan sirkulasi, fraktur terbuka

Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari cidera


keperawatan selama 3X24 jam 2. Pasien mampu menjelaskan
diharapkan cidera/injuri tidak
cara/metode
untuk
terjadi
mencegah injuri/cedera
3. Pasien mampu menjelaskan
NOC:
faktor
resiko
dari
Risk control
lingkungan/perilaku
personal
4. Mampu memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah
injury
5. Menggunakan
fasilitas
kesehatan yang ada
6. Mampu
mengenali
perubahan status kesehatan

Ansietas berhubungan dengan


status kesehatan, prosedur tindakan

Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien


keperawatan selama 3X24 jam
mengidentifikasi

mampu
dan

7. Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan
rasa
kontrol
dan
meningkatkan
kemampuan
koping
dalam manajemen nyeri
yang mungkin menetap
8. Kolaborasi dengan tim
untuk periode lebih lama
kesehatan
lain
dalam 8. Mengontrol
atau
pemberian obat analgeik
mengurangi nyeri pasien
sesuai indikasi
Environment management
1. Kaji kulit untuk luka 1. Memberikan
informasi
terbuka terhadap benda
mengenai keadaan kulit
asing,
kemerahan,
pasien saat ini
perdarahan,
perubahan
warna
2. Massage kulit, pertahankan 2. Menurunkan
tekanan
tempat tidur kering dan
pada area yang peka dan
bebas kerutan
beresiko rusak
3. Ubah posisi dengan sering 3. Mencegah
terjadinya
4. Bersihkan kulit dengan air
dekubitus
hangat
4. Mengurang kontaminasi
dengan agen luar
5. Lakukan perawatan luka 5. Mengurangi
resiko
secara steril
gangguan integritas kulit

Anxiety reduction (penurunan

pembedahan
pembedahan

dan

hasil

akhir

diharapkan cemas berkurang


NOC:
1. Anxiety self control
2. Anxiety level
3. Coping

No
1

mengungkapkan
gejala
cemas
2. Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan
menunjukkan tehnik untuk
mengontrol cemas
3. Vital sign dalam batas
normal
4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan

Diagnosa Keperawatan Intra


Operasi

Tujuan

Kriteria Hasil

Risiko
syok
hipovolemi
berhubungan dengan perdarahan

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan 1x6 jam syok
dapat dihindari

1. Nadi dalam batas yang


diharapkan
2. Irama jantung dalam batas
yang diharapkan
3. Frekuensi nafas daam batas
yang diharapkan
4. Irama pernafasan dalam
batas yang diharapkan
5. Natrium serum dalam batas
normal
6. Kalium serum dalam batas
normal
7. Klorida serum dalam batas
normal

NOC :
1. Shock prevention
2. Shock management

kecemasan)
1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui
tingkat
pasien (ringan, sedang,
kecemasan pasien
berat, panik)
2. Dampingi pasien
2. Agar pasien merasa aman
dan nyaman
3. Ber support sistem dan 3. Meningkatkan
pola
motivasi pasien
koping yang efektif
4. Beri dorongan spiritual
4. Agar
pasien
dapat
menerima kondisinya saat
ini
5. Jelaskan jenis prosedur dan 5. Memberikan
informasi
tindakan pengobatan
sehingga
dapat
menurunkan ansietas
Intervensi Keperawatan
Rasional
Shock prevention
1. Monitor status sirkulasi
(tekanan darah, warna
kulit, suhu kulit, denyut
jantung, ritme, nadi
perifer, dan CRT)
2. Monitor tanda inadekuat
oksigenasi jaringan
3. Monitor input dan output
4. Monitor tanda awal syok
5. Kolaborasi pemberian
cairan IV dengan tepat

1. Mengidentifikasi
keadekuatan
sirkulasi

status

2. Mengetahui adakah
gangguan perfusi
jaringan
3. Mengetahui
keseimbangan cairan
4. Skrining adanya syok
5. Rehidrasi

No
1

W
SS
2

Diagnosa Keperawatan Post


Operasi
Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan
fungsi
musculoskeletal,
immobilisasi

Resiko infeksi berhubungan dengan


tidak
adekuatnya
pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma
jaringan

Tujuan

8. Kalsium serum dalam


batas normal
9. Magnesium serum dalam
batas normal
10. Ph darah serum dalam
batas normal
Kriteria Hasil

Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien meningkat dalam


keperawatan selama 2X24 jam
aktivitas fisik
diharapkan pasien mampu 2. Mengerti
tujuan
dari
melakukan mobilitas fisik
peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan
NOC:
perasaan
dalam
1. Joint movement: active
meningkatkan kekuatan dan
2. Mobility level
kemampuan berpindah
3. Self care: ADLs
4. Memperagakan
4. Transfer performance
penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi (walker)

Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari tanda


keperawatan 1x6 jam infeksi
dan gejala infeksi
dapat dihindari
2. Mendeskripsikan
proses
penularan penyakit, faktor
NOC:
yang
mempengaruhi
1. Immune status
penularan
serta
2. Risk control
penatalaksanaannya

Intervensi Keperawatan
Exercise therapy: ambulation
1. Kaji derajat immobilisasi
yang dihasilkan oleh cidera
2. Dorong partisipasi pada
aktivitas terapeutik
3. Bantu
pasien
dalam
rentang gerak aktif atau
pasif
4. Ubah
posisi
secara
periodik
5. Kolaborasi dengan ahli
terapi/okupasi/rehabilitasi
medis
Infection control
1. Inspeksi kulit adanya
iritasi atau robekan
kontinuitas
2. Kaji kulit yang terbuka
terhadap peningkatan
nyeri, rasa terbakar,

Rasional

1. Menentukan
tindakan
keperawatan yang tepat
2. Menlatih kekuatan otot
pasien
3. Melatih rentang gerak
aktif atau pasif pasien
secara bertahap
4. Mencegah
terjadinya
dekubitus
5. Melatih rentang gerak
aktif dan pasif secara
bertahap
1. Mengkaji adanya iritasi
atau robekan kontinuitas
2. Mengetahui ada/tidaknya
tanda-tanda infeksi

3. Knowledge: Infection
control

Kurangnya
pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya
paparan informasi yang ada

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan 1x24 jam pasien
akan
menunjukkan
pengetahuan tentang proses
penyakit dengan benar
NOC:
1. Knowledge: disease
process
2. Knowledge: health behavir

3. Jumlah leukosit dalam


edema, eritema,
batas normal
drainase/bau tidak sedap
4. Menunjukkan
perilaku 3. Berikan perawatan kulit
hisup sehat
dengan steril dan aseptik
4. Tutup dan ganti balutan
dengan prinsip steril
5. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain terkait
pemberian obat antibiotik
sesuai indikasi
1. Pasien
dan
keluarga Teaching: disease process
menyatakan
pemahaman 1. Kaji tingkat pengetahuan
tentang penyakit, kondisi,
pasien dan keluarga
prognosis, dan program
pengobatan
2. Pasien
dan
keluarga 2. Jelaskan patofisiologi dari
mampu
melaksanakan
penyakit dan bagaimana
prosedur yang dijelaskan
hal
ini
berhubungan
secara benar
dengan
anatomi
dan
3. Pasien
dan
keluarga
fisiologi dengan cara yang
mampu
menjelaskan
tepat
kembali
apa
yang 3. Gambarkan tanda dan
dijelaskan
perawat/tim
gejala yang biasa muncul
kesehatan lainnya
pada penyakit dengan cara
yang tepat dan gambarkan
proses penyakit dengan
cara yang tepat
4. Sediakan bagi keluarga
informasi
tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat

3. Mengurangi resiko
infeksi
4. Mengurangi resiko
penyebaran infeksi
5. Mencegah terjadinya
infeksi

1. Membantu untuk
memahami apa yang kita
lakukan terhadap pasien
2. Membantu pasien
mengetahui tanda-tanda
penyakit dan apa yang
harus dilakukan terhadap
dirinya agar sembuh
3. Mencegah komplikasi

4. Memberikan kebaikan
terhadap keluarga dan
pasien
5. Memberikan kepercayaan
dan pasien mau

5. Diskusikan pilihan terapi


atau penanganan

memahami penjelasan
tentang penyakit dan
pengobatan pasien

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike Budhi.
Jakarta: EGC
Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pemdokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC
Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga.Jakarta: EGC
Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Bandung: Yayasan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa oleh
Alfrina Hany. Jakarta: EGC
Pearce, Evelyn C. 2008.Anatomi Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia
Schwartz, Seymour I.2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media
Aesculapius: Jakarta.
Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby
Elsevier.
NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth. Jakarta:
EGC.
Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika.

Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensens Medikal Nursing : A Nursing
Process Approach, 4 th Edition. New York: W.B. Saunder Company.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta:
EGC.

De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.


Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J.D. 2010. Handbook of Fractures. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Hoppenfield, Stanley. 2011. Treatment and Rehabilitation of Fractures. Jakarta: EGC.
Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.
Reksoprodjo, S. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher.
Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Swanson, E. Dkk. 2012. Nursing Outcome Classification (NOC): Measurenment of
Health Outcomes ed. 5. Elsevier Mosby.
Bulechek, G. M. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC) ed. 6. Elsevier
Mosby

Anda mungkin juga menyukai