Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
yang meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien
dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien
gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun (Kapita Selekta
Kedokteran, 2014)
Anestesi umum adalah keadaan tak sadar tanpa nyeri (dengan reflek otonomik
minimal) yang reversible akibat pemberian obat-obatan. Anestesi inhalasi, anestesi
intravena, anestesi intramuskular, antestesi per-rektal adalah sub bagian dari anestesi
umum. Anestesi local menunjukkan anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri
tanpa kehilangan kesadaran kecuali digunakan tehknik anestesi gabungan anetesi umum
dan anestesi local atau sedasi. Anestesi regional sering kali digunakan sebagai sinonim
anestesi local yang lebih menunjukkan akibat blockade saraf, pleksus, medulla spinalis
yang jauh dari daerah yang dibuat tidak peka (Prof.Dr.Soenarjo,2013).
Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan
obat langsung ke dalam pembuluh darah secara perenteral, obat obat tersebut digunakan
untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Anestesi yang ideal akan
bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera
sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar
dengan efek samping yang sangat minimal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan
pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan
dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anaestesi dikatakan lebih aman
dari pada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang
satu lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat
penting.Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin mengkaji tentang anestesi
intravena yang sering dilakukan pada tindakan anestesi.
1

I.2. Perumusan Masalah


Terdapat beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh seorang ahli anestesi dalam
menentukan tindakan pre-operatif yang tepat untuk seseorang yang akan dilakukan
tindakan anestesi intravena, diantaranya ketepatan identitas dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang, dan melihat hal apa saja yang dapat mempersulit tindakan
intubasi sebagai salah satu tindakan untuk menjaga jalan nafas. Selain itu juga diperlukan
tindakan pre medikasi untuk mengurangi kecemasan dan memperlancar induksi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut perlu diketahui lebih baik lagi bagaimana sebaiknya
melakukan tindakan anastesi intravena pada pasien yang akan dilakukan tindakan
operatif.
I.3. Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang bagaimana tata cara melakukan manajemen tatalaksana
anestesi intravena terhadap pasien yang akan di lakukan tindakan operatif.
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan prosedur anastesi secara umum
2. Menjelaskan anestesi intravena
I.4. Manfaat
Manfaat dari segi teoritis adalah menambah wawasan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan anestesi intravena, terutama jenis jenis anestesi intravena yang akan
di lakukan pada tindakan operatif.

BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. TINJAUAN PUSTAKA


II.1.1. Anestesi Intravena Total
Anastesi intravena total (TIVA) didefnisikan adalah teknik anestesi umum dengan
hanya menggunakan obat-obat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa
penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan untuk mencapai 4
komponen penting dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental,
refleks, sensoris dan motoric atau trias A (3A) dalam anestesi yaitu :
1)
2)
3)
4)

Amnesia
Arefleksia otonomik
Analgesik
+/- relaksasi otot
TIVA telah menjadi lebih populer dan mungkin beberapa karena sifat

farmakokinetik dan farmakodinamik propofol dan ketersediaan short acting opioid


sintetik. Obat yang paling umum digunakan untuk TIVA adalah propofol, remifentanil,
alfentanil, sufentanil, ketamin, midazolam, dan dexmedetomidine. Obat ini disampaikan
baik dengan menggunakan panduan infus skema atau dengan menggunakan metode yang
disebut Target dikendalikan infus (TCI)
Kelebihan TIVA :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Induksi sangat cepat pada onset


Onset yang cepat dari aksi independen ventilasi alveolar
Peningkatan kualitas munculnya dari anestesi
Sangat lembut dan pemulihannya baik
Pengurangan kejadian mual dan muntah pasca operasi
Peningkatan kenyamanan pasien, kepuasan pada periode pasca operasi
Propofol mengurangi metabolisme otak dan aliran darah otak, maka yang

digunakan dalam penurunan tekanan intrakranial


8. Dapat diandalkan diberikan untuk mempertahankan anestesi pada pasien yang
menjalani prosedur jalan napas
Kelemahan TIVA :
1. Nyeri selama injeksi propofol
2. Sulit untuk memperkirakan konsentrasi darah propofol

II.2.2. Anestesi Intravena


II.2.2.1. Definisi Anestesi Intravena
Anestesi Intravena adalah anetesi yang diberikan melalui jalur intravena baik untuk
tujuan hipnotik, analgetik maupun pelumpuh otot. Tahapan tindakan yang dilakukan
untuk anestesi intravena antara lain :
1. Penilaian dan persiapan pra anestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, klasifikasi status fisik, masukan oral dan
premedikasi.
2. Induksi anestesi intravena beserta pemeliharaanya dan pemulihannya
Obat anestesi intravena setelah berada di dalam vena akan diedarkan ke seluruh
tubuh jaringan melalui sirkulasi sistemik. Obat anestesi yang ideal memiliki sifat :
1. Hipnotik dengan onset cepat serta mengembalikan kesadaran dengan cepat
2.
3.
4.
5.
6.
7.

dan segera setelah pemberian dihentikan


Analgesik
Amnesia
Memiliki antagonis
Cepat dieliminasi
Depresi kardiovaskular dan pernapasan tidak ada atau minimal
Farmakokinetiknya tidak dipengaruhi terhadap disfungsi organ

II.2.2.2. Indikasi Anestesi Intravena


Indikasi anestesi intravena adalah :
1. Obat induksi untuk anestesia umum
2. Obat tunggal untuk anestesia pada pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan untuk anestesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)
II.2.2.3. Cara Pemberian Anastesi Intravena
1. Suntikan intravena tunggal untuk induksi anestesi atau pada operasi-operasi
singkat seperti pencabutan gigi
2. Suntikan berulang untuk prosedur yang tidak memerlukan anestesi inhalasi
dengan dosis ulangan lebih kecil dari dosis permulaan seperti kuretase
3. Melalui infus untuk menambah daya anestesi.
II.2.2.4. Jenis Anestesi Intravena
II.2.2.4.1. Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek
anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
4

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum, pada
pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin,
glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya
asam etilen-diamin-tetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik
pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.
a. Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA (Gamma Amino Butired Acid).
b. Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu
paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya
di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan
tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan
kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol
10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun
relaksasi otot.
c.

Farmakodinamik
sistem saraf pusat

Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam


dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai
efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB)
pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan
perubahan mood tapi tidak

sehebat thiopental. Dapat

menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular


sebanyak 35%.
CpC50 - respon terhadap perintah hilang (verbal ) = 2.3 - 3.5
mcg/ml
1) Pemeliharaan : 1.5-6 mcg/ml
2) Pasien bangun: < 1.6 mcg/ml

3) Pasien terorientasi: < 1.2 mcg/ml


Sistem kardiovaskuler

Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada


jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali
disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan
Propofol

mempunyai

efek

mengurangi

pembebasan

katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik


sebanyak 30%.
Pengaruh pada jantung tergantung dari :
1) Pernafasan spontan sehingga mengurangi depresi jantung
berbanding nafas kendali
2) Pemberian drip lewat infus sehingga mengurangi depresi
jantung berbanding pemberian secara bolus
3) Umur, semakin tua usia pasien makin meningkat efek
depresi jantung
Sistem pernafasan

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal,


dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas
kebanyakan muncul pada pemberian diprivan, Pada 25%-40%
kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan
dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.
1) Pemberian 2,4 mg/kg akan
memperlambatfrekuensi pernafasan selama 2
menit dan volume tidal (VT) menurun selama 4
menit
2) Pemberian 100 g/kg/min
menyebabkan respons CO2 sedikit menurun
dan VT berkurang 40% ,frekuensi pernafasan
meningkat 20%
3) Pemberian 200 g/kg/minakan menyebabkan
sedikit depresi VT dan paCO2 menurun.

d. Dosis dan penggunaan


1) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
2) Sedasi : 25 sampai 75 g/kg/min dengan IV infus
3) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV.
6

4) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila
digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
5) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang
minimal 0,2%
6) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam
lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih
dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
e.

Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa

muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat
dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan
1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan,
berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali
ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.
Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada
pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada
sebagian kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate
atau methohexital).
Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi
kasusnya sangat jarang.Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi
subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.
II.2.2.4.2. Tiopental
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan
nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan
obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat
dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah
mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak
dan kesadaran kembali seperti semula.Dosis yang banyak atau dengan menggunakan
infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental, dan thiamylal.Terdapat juga turunan
barbiturat yang dipakai sebagai induksi seperti secobarbital dan pentobarbital tetapi
7

penggunaannya sangat jarang. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan


thiobarbiturates, sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.
Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental
merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak
dipergunakan untuk induksi anestesi.
a. Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan
menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat
menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat
regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi
vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih
berpengaruh pada sinaps saraf dari pada akson.Barbiturat menekan transmisi
neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA).Mekanisme
spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan
reseptor (postsinap).

b. Farmakokinetik
Absorbsi

Barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi


anestesi umum pada orang dewasa dan anak anak. Perkecualian
pada tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital untuk
induksi pada anak anak. Sedangkan phenobarbital atau sekobarbital

Distribusi

intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.


Didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan diikat
oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi,
secara perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti
hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi
obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat dari otak

Metabolisme

ke dalam jaringan lemak


Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif

Ekskresi

Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi


8

terjadi 3 ml/kg/menit dan pada anak anak terjadi 6 ml/kg/menit


c.

Farmakodinamik

Sistem

saraf Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan

pusat

hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan


metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada dosis yang
tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental
turut menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat

Mata

menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi


Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi
thiopental atau methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah
pemberian induksi thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke

Sistem

nilai sebelum induksi


Menurunkan tekanan

kardiovaskuler

meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat

darah

dan

cardiac

output

,dan

dapat

tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan


karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung
turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak
terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi
CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan
pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara
cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini
terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat
vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh
Sistem

karena efek depresi langsung obat pada miokard.


Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO 2

pernafasan

menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan


dapat sampai menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga
menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding propofol
sehingga

menyebabkan

laringospasme.

Jarang

menyebabkan

bronkospasme
d. Dosis

Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg.Untuk menghindarkan


efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil
menunggu reaksi pasien.
e. Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan
obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal
ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat
juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan
menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu
terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan
nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

II.2.2.4.3. Ketamin
Adalah derivat pencylidin dengan rumus kimia 2-O-chloropenyl-2 metyl amino
cyclohexanon HCL. Merupakan kristal putih yang larut dalam air mempunyai pH 3.5-5.5
mula-mula di sintese oleh Steven pada tahun 1965 untuk anestesi.
a. Mekanisme kerja :
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak
dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap
reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.
b. Farmakokinetik :
Absorbsi

Pemberian ketamin dapat dilakukan secara cepat sesudah diberikan

Distribusi

secara intravena atau intramuscular


Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan
didistribusikan ke seluruh organ. Efek muncul 10-60 detik setelah
pemberian secara IV dengan dosis induksi pasien tidak sadar, reflek
bulu mata, korneal dan laringeal agak terdepresi. Tonus otot

10

meningkat sering terjadi gerakan involunter dan kadang bersuara


meskipun pasien mengalami amnesia dan akan mencul kembali
Metabolisme

pemulihan setelah 10-15 menit


Terjadi di microsomal P450 hati. Disini mengalami demetilasi
menjadi non ketamin. Zat ini kemudian mengalami dehidrasi atau

Eskresi

hidroksilasi. Selain itu ketamin mengalami hidroksilasi.


Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui
ginjal. Selama hasil metabolisme ini mengalami konjugasi dan
diekresi melalui urin dan feses.

c. Farmakodinamik :
1. Susunan Saraf Pusat
Menimbulkan anestesi disosiasi, setiap di rangsang yang diterima akan di
interprestasikan berbeda. Ketamin menimbulkan gangguan fungsi dan gangguan
elektrofisiologi antara thalamokortical dan sistem limbik. Dalam hal ini mengalami
katalepsi, mendapatkan analgesi yang kuat dan amnesi tetapi sedais yang ringan. Pasien
dapat mengalami halusinasi dan mimpi buruk kejadian lebih sering pada wanita dan
orang dewasa. Kadang pasien mengalami diplopia atau gangguan penglihatan lain yang
bertahan beberapa saat setelah pemulihan kesadaran. Ketamin meningkatkan aliran darah
ke otak, konsumsi oksigen otak dan tekanan intrakranial karena itu berbahaya
memberikan ketamin penderita tekanan intrakranial yang tinggi. Selain itu meningkatkan
terjadinya kejang pada pasien epilepsi.
Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia ketika
operasi kurang lebih antara 0,7 sampai 2,2 g/ml (sampai 4,0 g/ml buat anak-anak).
Pasien dapat terbangun jika Cp dibawah 0,5g/ml.
Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang non
kompetitif yang menyebabkan :
-

Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamate

Mengurangi pembebasan presinaps glutamate

Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)

Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:


-

Mimpi buruk
11

Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)

Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi

Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan

20%-30% terjadi pada orang dewasa

Dewasa > anak-anak

Perempuan > laki-laki

2. Sistem Kardiovaskular
Dapat meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan curah jantung. Peningkatan
maksimal terjadi 2-4 menit sesudah pemberian intravena kemudian perlahan-lahan antara
10-20 menit akan kembali normal diduga akibat eksitaso pusat simpatis. Dengan adanya
efek stimulasi cardiovaskular, maka ketamin dipakai untuk induksi pasien syok.

3. Sistem Respirasi
Hanya sedikit mengurangi respiratory rate. Kadang menyebabkan apneu pada
penyuntikan IV cepat atau pasien yang mendapat narkotik. Sedang pemberian dosis kecil
diazepam menimbulkan sedikit pengaruh pada respirasi tetapi dengan dosis tinggi
menimbulkan depresi nafas. Reflek dan tonus otot jalan nafas atas biasanya masih aktif.
Sekresi kelenjar tracheo bronkial dan saliva meningkat efek ini dihambat dengan obat
anti sekresi. Ketamin mempunyai sifat melebarkan bronkus dan dapat menjadi antagonis
broncho konstriktor akibat histamin oleh karena itu ketamin dapat dipakai untuk
penderita asma bronchiale. Obat ini menimbulkan nause dan vomitus.
4. Mata
Terjadi peningkatan tekanan oculi yang menyebabkan pergerakan bola mata dan
nistagmus.
d. Dosis dan Pemberian :

12

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak.Ketamin bersifat larut air
sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M.
-

Induksi IV

: 0.5-2 mg/kg BB

IM

: 4-6 mg/kg BB

Analgesi

: 0.2-0.8 mg/kg BB iv
2-4 mg/kg BB

Preemptif Analgesi

: 0.15-0.25 mg/kg BB iv

Maintance

: 15-45 mg/kg BB/menit dengan 50-70% N2o


30-90 mg/kg BB/ menit tanpa N20

e. Onset :
-

IV

: 10-60 detik

IM

: 3-20 menit

Preparat biasanya dikemas dalam flacon berisi 10 cc larutan ada yang tiap cc
mengadungg 50 mg dan ada yang 100 mg.

f. Bioavabilitas :
Route

% bioavailabilitas

Nasal

50

Oral

20

IM

90

Rektal

25

Epidural

77

g. Efek Samping :
1) Peningkatan sekresi air liur pada mulut
2) Agitasi dan perasaan lelah
3) Halusinasi dan mimpi buruk pascaoperasi
13

4) Pada otot menimbulkan efek nioklonus pada otot rangka


5) Meningkatkan tekanan intrakranial
6) Pada mata menyebabkan nistagmus dan diplopia.
h. Kontraindikasi :
1) Hipertensi tidak terkontrol
2) Gagal jantung
3) Ekslamsia/pre ekslamsia
4) Tekanan intrakranial tinggi dan perdarahan serebri
5) Hipertiroid
6) Unstable angina, infark miokard
7) Tekanan intraokuli tinggi
8) Trauma pada mata

II.2.2.4.4. Opioid
Opioid telahdigunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat
opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium
berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids.Morphine, meperidine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering
digunakan dalam general anestesi.efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang
besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi,
farmakokinetik dan efek samping
a. Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan
jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. Walaupun opioid
menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik
dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah

14

reseptornya aktif.Aktivasi reseptor opiat menghambat presinaptik dan respon postsinaptik


terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.
b. Farmakokinetik
Absorbsi

Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan


meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma
setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral
merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan
sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi

Distribusi

pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).


Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan
lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati
sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi
kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil

Metabolisme

onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus.


Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di
hepar, aliran darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang

Ekskresi

tidak aktif.
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10%
melewati bilier dan tergantung pada aliran darah hepar. 5
10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk
metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi
darah dan otot polos esterase.

c. Farmakodinamik
Sistem kardiovaskuler System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik
kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh
darah.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun
karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan
sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau
Sistem pernafasan

morfin karena adanya pelepasan histamin.


Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan
penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang
15

menurun .PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2


tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser
ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat
nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas,
opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis
Sistem

tertentu.
Opioid menyebabkan

gastrointestinal
Sistem Endokrin

pengosongan lambung juga terhambat.


Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan

penurunan

peristaltik

sehingga

metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan,


sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.

d. Dosis dan pemberian


Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5
mg/Kgbb, sedangkan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari
petidin.
II.2.2.4.5. Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah
Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan
lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam
tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan
nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah,
midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan
PH 3,5.
a. Mekanisme kerja
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,
antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.Benzodiazepine bekerja di reseptor
ikatan GABA.Afinitas pada reseptor GABA berurutan seperti berikut

lorazepam >

16

midazolam > diazepam.

Reseptor spesifik benzodiazepine akan berikatan pada

komponen gamma yang terdapat pada reseptor GABA.


b. Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul
setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara intravena dan waktu paruh dari
benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya
akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan
secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien
tua.
Clearance in ml/kg/min
Short

midazolam

6-11

Intermediate

lorazepam

0.8-1.8

Long

diazepam

0.2-0.5

c. Farmakodinamik
Sistem saraf pusat

Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik,


relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik
tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju

Sistem Kardiovaskuler

metabolisme.
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan
menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi
frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik
mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila

Sistem Pernafasan

dikombinasi dengan opioid.


Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume
tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada
pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan

Sistem saraf otot

retardasi mental.
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang
bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga
sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan
otot rangka.
17

d. Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
e.

Untuk preoperatif digunakan 0,5 2,5mg/kgbb


Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 5 mg
Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

Efek samping
Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai sedasi.

Lorazepam dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan trombophlebitis.
Benzodiazepine turut memperpanjang waktu sedasi dan amnesia pada pasien. Efek
Benzodiazepines dapat di reverse dengan flumazenil (Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg
IV prn to 1 mg, dan 0.5 - 1 mcg/kg/menit berikutnya.
II.2.2.4.6 Etomidat
Etomidat (Amidat) merupakan obat induksi intravena yang bekerja cepat dengan
efek gangguan hemodinamik yang minimal beserta efek depresi pernafasan yang sedikit.
Selain efek hemodinamik yang stabil dan kurang mendepresi pernafasan obat ini juga
bahkan memproteksi fungsi serebral serta lebih aman dibandingkan dengan tiopental.
Etomidat bersifat tidak stabil dan tidak larut dalam air sehingga etomidat biasanya
tersedia 2 mg/ml dalam propylene glycol (35% dalam vol) dengan pH 6,9.
a. Farmakokinetik
Absorbsi di dalam plasma antara 300-600 ng/ml. Metabolisme di dalam hepar dengan
cara hidrolisis ester menjadi metabolit yang tidak aktif.Metabolit etomidat diekskresi
ke urin sebanyak 85% dan sisa 15% diekskresikan lewat empedu. Hanya 2% obat di
eksresikan dalam bentuk asli.
- Nt1/2(distribusi)
= 3 menit
- t1/2(redistribusi)
= 30 menit
- t1/2(eliminasi)
= 4 jam
- clearance (oleh hepar), Cl = 20 ml/kg/menit
b. Farmakodinamik
Sistem saraf pusat

Bersifat hipnotik dengan dosis 0,2-0,3 mg/kgIV dengan


rentang waktu 5-15 menit. Efek hipnotik kemungkinan

berasal dari efek sistem GABA-Adrenergik.


Etomidat tidak mempunyai efek analgesik sama sekali.
18

Etomidat menurunkan tekanan intracranial dan aliran


darah serebral. Selain itu dapat menurunkan kadar

metabolit oksigen pada otak (CMRO2).


Tekanan mean arteri (MAP) tidak banyak berubah jadi
perfusi serebral akan meningkat dan ratio oksigen suplai

pada serebral : demand turut meningkat.


Etomidat memberikan gambaran EEG yang mirip dengan
barbiturate. Obat ini juga bisa menyebabkan gerakan

Mata
Sistem

mioklonik.
Menurunkan tekanan intraocular dalam waktu 5 menit
Etomidat mempunyai efek yang minimal pada sistem

Kardiovaskuler

kardiovaskular. Hanya 10% efek dari etomidat yang


meningkatkan nadi. Induksi etomidat dengan dosis 0.3
mg/kg hanya menyebabkan perubahan yang minimal
(<10%) pada MAP (Mean arterial pressure), Stroke volume
(SV) dan CVP (central venous pressure). Suplai O2

Sistem pernafasan

miokard : demand tetap stabil.


Depresi pada respon CO2 lebih sedikit berbanding
barbiturat. Bolus induksi dapat menyebabkan hiperventilasi
pada permulaan pemberian, bisa juga terjadi apnoe pada
awal pemberian, sedikit peningkatan pada PaCO2, bisa
timbul hiccup dan kadang-kadang menyebabkan batuk.

Sistem endokrin

Tidak ada penglepasan histamin.


Ciri khas dari etomidat adalah dapat menginhibisi sintesis
steroid adrenal. Etomidat memblokir secara reversibel
pada

11-beta-hydroxylase

(sedikit

pada

17-alpha-

hydroxylase) yang menyebabkan penurunan produksi

dari kortisol, kortikosteron dan aldosteron.


Mekanisme tersebut berasal dari ikatan imidazole bebas
pada sitokrom-P450 yang menghambat sintesis asam
askorbat. Asam askorbat diperlukan dalam memproduksi
steroid dalam tubuh. Biasanya Vitamin C diberikan
setelah pasien selesai operasi jika pasien telah diinduksi
19

dengan etomidat.
c.

Dosis

Induksi 0.2 - 0.4 mg/kg IV

Rektal induksi (peds) 6.5 mg/kg -> hipnotik dalam 4 menit


(hemodinamikstabil, recovery cepat)

Maintenance: diperlukan 300 - 500 ng/ml plasma level


"TECHNIC OF TENS":
10x10 = 100 ug/kg/mnt untuk 10 menit berikutnya,
10 g/kg.mnt dan D/C 10 menit sebelum dibangunkan.

d. Efek samping
Menyebabkan nyeri pada injeksi tetapi dapat dikurangi dengan
Menggunakan sediaan dalam propylene glycol
Volume yang lebih besar
Premedikasi
Pemberian Lidokain 1-2 menit sebelumnya
Dapat menyebabkan gerakan mioklonik dan dapat dikurangi dengan premedikasi
benzodiazepine atau obat narkotika lainnya.Bisa menyebabkan mual dan muntah tapi
jarang.Setelah pemberian etomidat dapat terjadi hiccup.Bisa juga menyebabkan
trombophlebitis kebanyakannya pada pemberian sediaan dalam propylene glycol.
e.

Kontraindikasi
Jangan diberikan dalam jangka panjang selama beberapa jam atau hari karena

dapat menginhibisi sintesis adrenal steroid sehingga terjadi penurunan kortisol dan
aldosteron.

20

BAB III
KESIMPULAN
Total intravenus anestesia atau TIVA merupakan salah satu jenis anestesi umum
yang meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat
reversibel. Obat yang paling umum digunakan untuk TIVA adalah propofol, ketamin dan
opioid.Anestesi Intravena adalah anetesi yang diberikan melalui jalur intravena baik
untuk tujuan hipnotik, analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada di dalam vena,
obat-obat ini akan diedarkan ke seluruh tubuh jaringan melalui sirkulasi sistemik.
Obat anestesi yang ideal memiliki sifat hipnotik dengan onset cepat serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat dan segera setelah pemberian dihentikan,
analgesik, amnesia, memiliki antagonis, cepat dieliminasi, depresi kardiovaskular dan
pernapasan tidak ada atau minimal.
Indikasi anestesi intravena adalah obat induksi untuk anestesia umum, obat
tunggal untuk anestesia pada pembedahan singkat, tambahan untuk obat inhalasi yang
kurang kuat, obat tambahan untuk anestesi regional dan menghilangkan keadaan
patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi).
Derivat fenol merupakan derivat yang banyak digunakan sebagai anastesia
intravena, karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi
cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga
relatif singkat. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun
relaksasi otot.

21

Anda mungkin juga menyukai