Pendahuluan
Persalinan premature adalah masalah utama dalam bidang obstetric saat ini,
yang bertanggung jawab kepada 70 persen kematian perinatal dan hampir setengah
morbiditas neurologis jangka panjang. Sekitar 10 persen dari seluruh kelahiran adalah
prematur, tetapi sebagian besar penyakit yang berat dan kematian dikonsentrasikan
pada 1 2 persen infan yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu dan
berat badannya kurang dari 1500 gram. Diperkirakan 20 persen kelahiran prematur
merupakan hasil dari keputusan dokter untuk melakukan persalinan atas dasar
indikasi ibu atau janin dan sisanya mengikuti onset persalinan spontan atau ketuban
pecah dini. Angka persalinan prematur tidak berkurang dalam beberapa dekade
terakhir, tetapi angka harapan hidup infan yang lahir prematur meningkat, sehingga
80% infan yang beratnya 500 1000 gram selamat saat ini. namun, persentase yang
selamat dengan kecacatan mengalami sedikit perubahan sehingga jumlah absolut
infan prematur yang selamat dengan kecacatan meningkat.
Infeksi bakteri di dalam uterus terjadi antara jaringan ibu dan membran
janin (yaitu di dalam rongga koriodesidua), di dalam membran bayi (amnion dan
korion), di dalam plasenta, di dalam cairan amnion, atau di dalam tali pusat atau
janin (gambar 1). Infeksi membran fetus seperti dicatat oleh temuan histologis atau
kultur, disebut korioamnionitis, infeksi tali pusat disebut funisitis dan infeksi cairan
amnion disebut amnionitis. Walaupu vili plasenta mungkin terlibat dalam infeksi
intrauterin yang berasal dari darah seperti malaria, infeksi bakteri di dalam plasenta
(vilitis) jarang terjadi.
Persalinan prematur mungkin
dengan
leukositosis cairan amnion atau korioamnion yang telah lama dikenal. Namun, bukti
mikrobiologis penting yang pertama terkait infeksi intrauterus sebelum ketuban pecah
menjadi persalinan prematur hanya ditampilkan pada akhir tahun 1970an, ketika
bakteri dikultur dari cairan amnion 7 dari 10 wanita dalam persalinan prematur yang
memiliki ketuban yang intak. Tinjauan ini menjelajahi bukti yang berkembang dalam
dua dekade terakhir terkait infeksi intrauterin dan persalinan prematur.
Epidemiologi
Persalinan prematur tidak terjadi pada setiap wanita. disparitas yang paling
jelas adalah bahwa angka persalinan prematur pada wanita kulit hitam dua kali
dibandingkan kelompok wanita ras lainnya di AS, dengan pertentangan yang lebih
besar pada angka persalinan prematur sangat dini. Perbedaan ini tidak bisa dijelaskan.
Namun, lebih banyak wanita kulit hitam yang memiliki vaginosis bakterialis,
korioamnionitis yang didiagnosis secara histologis atau klinis dan endometritis
prematur pada wanita tersebut. Faktor resiko utama lainnya untuk persalinan
prematur adalah persalinan prematur spontan sebelumnya, khususnya salah satu yang
terjadi pada trimester kedua. Beberapa wanita memiliki infeksi intrauterine kronik
bahkan antara kehamilannya, yang bisa menyebabkan persalinan prematur spontan
berulang.
Hubungan antara infeksi dan persalinan prematur tidak konsisten sepanjang
kehamilan. Infkesi jarang terjadi pada persalinan prematur akhir (pada 34 36
minggu) tetapi muncul pada kebanyakan kasus dimana kelahiran terjadi kurang dari
30 minggu, seperti yang ditunjukkan oleh pemeriksaan histologis membran janin saat
persalinan, penelitian cairan amnion dari wanita yang melahirkan dengan ketuban
yang intak dan penelitian membran janin dari wanita dengan ketuban yang intak yang
menjalani operasi cesar.
Organisme
Bakteri mungkin menginvasi uterus dengan migrasi dari kavum abdomen
melalui tuba fallopi, kontaminasi jarum suntik pada saat amniosintesis atau
pengambilan sampel vili korialis, sebaran hematogen melalui plasenta, atau pasase
melalui serviks dari vagina.
Pada wanita dengan persalinan prematur spontan dengan ketuban inta k,
bakteri yang sangat sering teridentifikasi adalah Ureaplasma urealyticum,
Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, peptostreptococci, dan spesies
bacteroides selurug organisme vaginan relatif memiliki virulensi yang rendah.
Organisme yang sering berhubungan dengan infeksi saluran genital pada wanita tidak
hamil Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis, jarang ditemukan dalam
uterus sebelum pecah ketuban, sedangkan mereka yang sangat sering berhubungan
dengan korioamnionitis dan infeksi
group B
berasal dari vagina. Walaupun tidak diteliti secara luas, infeksi virus
koriodesidua (gambar 1). Pada beberapa wanita, organisme ini melewati membran
korioamniotik yang intak ke dalam cairan amnion, dan beberapa fetus akhirnya
menjadi terinfeksi. Bukti infeksi melalui rute ini berasal dari penelitian 609 wanita
yang fetusnya dilahirkan dengan seksio sesar sebelu pecah ketubah. Setengah dari
121 wanita dnegan kultur membran positif juga memiliki organisme dalam cairan
amnion. Sebagia kecil fetus memiliki kultur darah atau cairan serebrospinal yang
positif saat persalinan. Wanita dengan kultur membran positif memiliki reapon
peradangan yang aktif, seperti diinfikasikan oleh temuan leukosit histologis pada
membran dan adanya konsentraseu interleukin 6 yang tinggi dalam cairan amnion.
Temuan ini mungkin menjelaskan
negatif tetapi dengan konsentrasi sitokin yang tinggi dalam cairan amnion resisten
terhadap obat tokolitik. Tampaknya, wanita ini sering memiliki infeksi dalam
korioamnion, suatu tempat yang tidak boleh dikultur sebelum persalinan.
Waktu infeksi
Kenapa sangat cepat, tetapi tidak lambat, persalinan prematur berhubungan
dengan infeksi intrauterine
kapan bakteri naik dari vagina. Namun, bukti terakhir menunjukkan bahwa infeksi
intrauterine mungkin terjadi jauh lebih awal saat hamil dan masih tidak terdeteksi
selama beberapa bulan. Sebagai contoh U. urealyticum telah terdeteksi pada beberapa
sampel cairan amnion yang diperoleh dari analisis kromosom rutin pada usia
kehamilan 15 18 minggu. Kebanyakan wanita ini melakukan persalinan sekitar usia
kehamilan 24 minggu. Lebih lanjut, konsentrasi interlekin 6 yang tinggi dalam cairan
amnion pada minggu 15 20 berhubungan dnegan persalinan prematur spontan
setelat 32 34 minggu.
Dalam contoh yang lain yang menunjukkan infeksi kronik, konsentrasi
fibronektin yang tinggi dalam cerviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu
(yang dipertimbangkan sebagai marker infeksi saluran genitalia atas) berhubungan
dengan terjadinya korioamnionitis rata-rata 7 minggu kemudian. Akhirnya, beberapa
wanita yang tidak hamil dengan vaginosis bakterialis memiliki kolonisasi intrauterin
yang berhubungan dengan endometritis sel plasma kronik. Oleh karena itu adalah
memungkinkan bahwa kolonisasi intrauterine yang berhubungan dengan persalinan
prematur spontan
kebanyakan infeksi saluran genitalia atas masih asimptomatik dan tidak berhubungan
dengan demam, uterus yang bengkak atau leukositosis darah tepi.
Jika organisme intrauterus tidak jelas dalam empat delapan minggu
setelah perkembangan membran yang membungkus kavitas endometrium dekat
dengan mid pregnansi, infeksi sering menjadi simptomatis dan menyebabkan
persalinan prematur spontan atau pecah ketubah. Sesuai dengan skenario ini, jika
organisme yang hampir berada dalam uterus dihancurkan oleh sistem imun ibu,
beberapa infeksi intrauterine baru terjadi sepanjang membran masih inta, karena
organisme tidak lagi naik ke atas dari vagina ke uterus. Walaupun tidak terbukti,
hipotesis ini mungkin menjelaskan hubungan yang sering antara infeksi dan
persalinan prematur dini dan kelangkaan relatif infeksi intrauterine karena wanita
mendekati aterm. Hipotesis alternatif untuk menjelaskan hubungan ini berkaitan
dengan waktu permulaan respon imun janin.
Usia kehamilan
Gambar 2. frekuensi kultur jaringan korioamniotik positif sebagai fungsi lama
kehamilan pada wanita dengan persalinan prematur spontan dengan membran
janin intak dan ibu yang melahirkan bayinya dengan SC. Kontrol adalah wanita
dengan ketuban intak yang menjalani SC sebelum onset persalinan prematur
spontan. Angka di atas balokmerupakan jumlah wanita.
Vaginosis bakterialis
Wanita yang memiliki vaginosis bakterialis, yang didefinisikan sebagai
berkurangnya spesies lactobasilus yang normalnya ada dan peningkatan masig
organisme lain, termasuk G. vaginalis, bacteroides species, mobiluncus species, U.
urealyticum, dan M. hominis, telah melipatgandakan resiko persalinan prematur
spontan. Tidak diketahui apakah vaginosis bakterialis bisa menyebabkan persalinan
prematur jika organisme tidak naik ke atas ke uterus. Vaginosis bakterialis
berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi elastase, musinase dan sialidase
dalam vagina da n serviks. Namun, karena sebagian besar wanita yang memiliki
persalinan prematur spontan dini memiliki organisme dalam uterusnya, tidak
diperlukan untuk meminta kerja lokal dari infeksi vagina sebagai penyebab persalinan
prematur. Lebih sering bahwa vaginosis bakterialis merupakan marker kolonisasi
intra uterine dengan organisme yang sama. Jika infeksi vagina tunggak (tidak ada
infeksi yang naik) atau infeksi seperti periodontitis, infeksi saluran kemih bisa
Metalloprotease
juga
meremodeling
kolagen
dalam
serviks
pecah
dan
melembutkannya.
Jalur yang lain mungkin memiliki peranan yang sama baik. Sebagai contoh,
prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin
yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan
menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan aktivitas dehidrogenase ini
yang
memungkinkan
peningkatan
kuantitas
prostaglandin
untuk
mencapai
Marker infeksi
Infeksi intrauterine seringnya terjadi kronik dan biasanya asimptomatik
hingga persalinan dimulai atau pecah ketubah. Bahkan selama persalinan,
kebanyakan wanita yang menunjukkan korioamnionitis kemudian (dengan temuan
histologis dan kultur) tidak memiliki gejala selain dari persalinan prematur tidak
demam, nyeri perut atau leukositosis darah tepi dan biasanya tidak terdapat takikardia
janin. Oleh karena itu, pengidentifikasian wanita dengan infeksi intrauterine
merupakan tantangan yang besar. Zat yang ditemukan dalam kuantitas abnormal
dalam cairan amnion dan di tempat lain pada wanita dengan infeksi intrauterine
dijelaskan dalam tabel 1.
TABLE 1. MARKER INFEKSI INTRAUTERINE PADA
WANITA HAMIL*
Tempat infeksi yang sangat baik diteliti adalag cairan amnion. Seperti
halnya bakteri yang terkandung, cairan amnion dari wanita dengan infeksi
intrauterine memiliki kadar glukosa yang rendah, jumlah sel darah putih yang tinggi
dan tingginya konsentrasi komplemen C3 dan berbagai sitokin dibandingkan cairan
dari wanita yang tidak terinfeksi. Namun, pendeteksian bakteri atau pengukuran
sitokin dan analit lainnya dalam cairan amnion memerlukan amniosintesis, dan tidak
jelas bahwa amniosintesis meningkatkan keluaran kehamilan, bahkan pada wanita
dengan gejala persalinan prematur. Saat datang, tidak cocok untuk mengambil cairan
amnion secara rutin untuk menguji infeksi intrauterine pada wanita yang sedang tidak
dalam persalinan.
Hasil yang positif pada sekret vagina untuk vaginosis bakterialis, apakah
yang dilakukan dengan pewarnaan Gram atau dengan menggunakan kriteria Amsel
(sekret vagina homogen, sel putih yang dilingkupi bakteri atau bau amina ketika
cairan vagina dicampurkan dengan kalium hidroksida dan pH di atas 4,5)
berhubungan dengan infeksi intrauterine dan memprediksikan persalinan prematur.
Pada wanita dengan persalinan prematur dan wanita asimptomatik, hasil positif
terhadap test sekret vagina atau serviks untuk fibronektin, suatu protein membran
plasenta, tidak hanya merupakan prediktor terbaik untuk persalinan prematur spontan,
tetapi juga sangat berhubungan dengan kelahiran prematur selanjutya dan sepsis
neonatorum. Diyakini bahwa infeksi intrauterine mengganggu membran basement
koriodesidua ekstraseluler, yang menyebabkan kebocoran protein ini ke dalam serviks
dan vagina.
Pada wanita dengan gejala persalinan prematur, tingginya konsentrasi
banyak sitokin di dalam sekret vagina, termasuk tumor necrosis factor, interleukin-1,
interleukin-6, dan interleukin-8, berhubungan dengan persalinan prematur. Pada
wanita yang melakukan ANC rutin, tingginya kadar
memprediksi persalinan prematur yang akan terjadi dan menambahkan nilai ukuran
prediktif untuk fibronektin. Namun,
bakterialis, tidak ada pemeriksaan vagina atau serviks yang sering digunakan untuk
memprediksi infeksi intrauterine.
Serviks yang pendek, yang ditentukan dengan USG, berhubungan dengan
beberapa marker infeksi dan korioamnionitis. Walaupun serviks yang pendek
mungkin memfasilitasi kenaikan bakteri ke uterus, ia juga seringnya pada beberapa
wanita, serviks memendek sebagai respon terhadap infeksi genital atas yang sedang
terjadi. Namun, karena persalinan prematur dini akibat infeksi susah dibedakan
dengan yang diakibatkan oleh struktur serviks yang inadekuat, masih tidak jelas
apakah panjang serviks memendek sebelum atau setelah infeksi intrauterine silent.
Wanita dengan gejala dan tanda persalinan prematur yang selanjutnya
mengalami persalinan prematur memiliki kadar interleukin-6, interleukin-8, dan
tumor necrosis factor serum yang tinggi. Pada wanita tanpa gejala persalinan
prematur yang diskrening secara rutin, granulocyte colony-stimulating factor
merupakan satu-satunya sitokin yang bersirkulasi dalam serum ditemukan menjadi
tinggi sebelum onset persalinan prematur. Marker infeksi nonsitokin meliputi serum
C-reactive protein yang tinggi dan kadar ferritin yang tinggi. Pada wanita yang
menjalani
asuhan
prenatal
rutin,
konsentrasu
feritin
serum
yang
rendan
menginikasikan cadangan besi yang rendah, tetapi tingginya kadar feritin serum
tampaknya merupakan reaksi fase akut dan memprediksikan persalinan prematur.
Kadar Feritin serum juga berlipat ganda dalam minggu pertama setelah pecah
ketubah, yang mungkin mengindikasikan infeksi intrauterine yang progresif.
Tingginya kadar feritin serviks juga memprediksi persalinan prematur spontan
selanjutnya.
Pada marker infeksi intrauterine, vaginosis
persalinan prematur dini bisa ditentukan sebelum hamil. Sebelum usia kehamilan 20
minggu, vaginosis bakterialis, kadar fibronektin yang tinggi dalam cairan vagina dan
serviks yang pendek seluruhnya berkaitan dengan infeksi kronik. Segera setelah
pertengahan hamil, pada wanita yang tidak dalam masa persalinan, tingginya kadar
fibronektin serviks dan vagina, serviks yang pendek dan konsentrasi beberapa sitokin
dalam vagina atau cairan serviks yang tinggi, dan tingginya granulocyte colonystimulating factor serum dan kadar ferritin yang tinggi telah dihubungkan dengan
meningkatnya resiko persalinan prematur spontan. Akhirnya, persalinan prematur
antara 20 dan 28 minggu hamil sendirinya berkaitan erat dengan infeksi intrauterine,
dan kaitan ini bahkan lebih kuat oada wanita dengan serviks yang pendek, kadar
fibronektin vagina atau serviks yang tinggi atau tingginya kadar berbagai sitokin
dalam cairan amnion, serviks, atau vagina atau dalam serum.
Walaupun ada hubungan ini, tidak satupun marker ditemukan
berguna
antibiotik. Untuk alasan ini, pengukuran marker lain dalam usaha untuk mengurangi
frekuensi kelahiran preterm tidak diindikasikan.
bakterialis, dengan
streptokokus grup B positif dalam vagina, saat ini ada bukti bahwa terapi ampisilin
selama perslainan mengurangi angka sepsis neonatorum dengan streptokokus grup B,
tetapi bukan mereka dengan persalinan prematur spontan.
Kesimpulan
Peningkatan pengetahuan akhir-akhir ini mengenai infeksi dan persalinan
prematur telah memunculkan banyak pertanyaan dan mendukung strategi baru untuk
pencegahan. Tidak diketahui bagaimana dan kapan bakteri menginvasi uterus dan
apakah infeksi tambahan dengan virus, protozoa atau bakteri lain selain yang telah
dijelaskan terlibat dalam persalinan prematur. Dengan memiliki lebih banyak
informasi mengenais kronisitas infeksi uterus baik sebelum dan selama hamil dan
mekanisme dimana ibu dan janin respon terhadap infeksi bakteri adalah penting untuk
mengembangkan pemahaman infeksi ini dengan lebih baik. Karena infeksi saluran
genitalia atas sangat asimptomatik,
*****