Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN NY.M MASALAH MENYUSUI


dengan CA. MAMMAE di RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG
TANGGAL 19 JULI 2016
Diajukan Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Residensi di RSUP. Dr. M. Djamil
Periode Ruang Nifas 18 Juli s/d 22 Juli 2016

Oleh :
KHAIRAN NISA
BP. 1420332007

Dosen Pembimbing :
Dr. dr. Hj. YUSRAWATI, Sp.OG (K)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN


UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
TAHUN 2016

LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Laporan

: Kajian Asuhan Kebidanan Ny.M Post SC Masalah


Menyusui dengan Ca Mamae di RSUP. Dr. M. Djamil
Padang Tanggal 19 Juli 2016

Nama Mahasiswa

: Khairan Nisa, S.ST

Nim

: 1420332007

Ruang Praktik Klinik : Kamar Rawatan Kebidanan (Ruang Nifas)


Program Studi

: S2 Kebidanan

Laporan Ini Telah Dipresentasikan Dan Disetujui Dihadapan Dosen Pembimbing


Praktik Klinik Program Studi S2 Kebidanan Program Pascasarjana Universitas
Andalas Pada Tanggal :

Juli 2016

Menyetujui,
Pembimbing Residensi

Dosen Pendamping

Dr. dr. Hj. Yusrawati, SPOG (K)


NIP : 19650624 199203 2 001

Yulizawati, S.ST, M.Keb


NIP : 198107202 01404 2 001

Mengetahui,
Ketua Program Sudi S2 Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Dr. dr. Hj. Yusrawati, SPOG (K)


NIP : 19650624 199203 2 001

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Kajian Asuhan Kebidanan Ny.M Post SC Masalah Menyusui dengan Ca
Mamae di RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tanggal 19 Juli 2016. Laporan kasus
ini merupakan salah satu persyaratan menyelesaikan mata kuliah Praktik Klinik
Kebidanan pada Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kebidanan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang Tahun 2016.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Laporan kasus ini dibuat berdasarkan buku sumber dan arahan dari
pembimbing. Namun mungkin masih terdapat beberapa kesalahan pada penulisan
laporan kasus ini. Untuk itu, penulis mengharapkan arahan dan bimbingan
perbaikan dari pembaca. Mudah-mudahan laporan kasus ini dapat bermanfaat dan
menjadi acuan untuk pengembangan inovasi dalam bidang pendidikan kebidanan.

Padang, Juli 2016

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .....................................................................

ii

KATA PENGANTAR ................................................................................

iii

DAFTAR ISI ..............................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

1.1 Latar Belakang................................................................................


1.2 Tujuan.............................................................................................
1.2.1 Tujuan umum..........................................................................
1.2.2 Tujuan khusus.........................................................................

1
3
3
3

BAB II TINJAUAN TEORITIS ..............................................................

2.1 Masa Nifas......................................................................................

A. Definisi.................................................................................

B. Tujuan Asuhan Masa Nifas..................................................

C. Peran dan Tanggung Jawab Bidan.......................................

D. Kebijakan Nasional Masa Nifas...........................................

E. Perubahan Fisiologi Masa Nifas..........................................

F. Penilaian klinik....................................................................

14

G. Perawatan ibu masa nifas.....................................................

16

H. Perawatan dirumah...............................................................

22

2.2 Laktasi dan Menyusui ....................................................................

25

2.3 Kanker Payudara.............................................................................

26

BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................

33

BAB IV PEMBAHASAN...........................................................................

40

BAB V PENUTUP......................................................................................

44

3.1 Kesimpulan.....................................................................................
3.2 Saran...............................................................................................

44
44

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemberian ASI kepada bayi merupakan suatu interaksi kompleks antara
kebutuhan gizi bayi dan fisiologi ibu. Walaupun kini semakin disadari pentingnya
ASI bagi kesehatan bayi, banyak wanita yang tidak bisa memberikan ASI kepada
bayi karena ada beberapa masalah dalam menyusui. Seorang ibu, tentu ingin dapat
melaksanakan aktivitas menyusui dengan nyaman dan lancar. Namun, terkadang
ada hal-hal yang mengganggu kenyamanan dalam menyusui (Bahiyatun, 2009).
Masalah menyusui juga ditemukan pada ibu nifas, dengan diagnosa kanker
payudara dalam kehamilan. Telah diperkirakan bahwa sampai 3,8% kanker
payudara dapat didiagnosis pada wanita yang sedang hamil, dengan perkiraan 1 di
3000-3500 persalinan terjadi pada wanita dengan kanker payudara (McGrath,
2011).
Pengelolaan wanita hamil dengan kanker payudara mempunyai tantangan
yang cukup besar. Pengobatan optimal yang dibutuhkan oleh ibu, dalam waktu
yang sama bisa meminimalkan resiko bagi janin. Proses pengobatan menjadi lebih
sulit karena mengingat efek dari terapi terhadap payudara ibu, selain itu juga efek
anastesi yang ditakutkan akan mempengaruhi janin (McGrath, 2011).
Beberapa sumber menunjukkan bahwa kanker yang didiagnosis muncul saat
menyusui mungkin sudah ada sejak kehamilan, begitu juga kanker yang muncul
saat kehamilan diduga sudah ada semenjak sebelum hamil. Ini merupakan
keterlambatan dalam mendiagnosa (yang et.al, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian, tingginya angka kejadian kanker payudara pada


ibu turut mempengaruhi pemberian ASI dimasa menyusui, beberapa ibu bahkan
sudah didiagnosa mengalami kanker payudara semenjak kehamilan (Pechlivani,
2012).
Menyusui bayi pada ibu yang mengalami kanker payudara lebih rumit karena
mengalami beberapa masalah diantaranya Jumah ASI yang sangat sedikit
menyulitkan ibu untuk menyusui bayi. Hal ini merupakan efek dari kanker yang
diderita ibu, dimana kanker payudara yang dialaminya mempengaruhi jumlah
pengeluaran ASI selama masa menyusui (Breastfeeding After Breast Cancer,
2013).
Ibu yang menderita kanker payudara dimasa kehamilan dan masa nifasnya
banyak yang mengalami kebingungan diantara, apakah mungkin ibu dapat
menyusui bayi setelah didiagnosa kanker payudara. Peneliatn menunjukan bahwa
seorang yang didiagnosa terkena kanker payudara, dapat menyusui bayinya,
dalam beberapa kasus setidaknya diharapkan ibu dapat melakukan perawatan pada
bayinya sampai proses penyembuhan. Hasil penelitian juga menegaskan telah
terbukti Menyusui dapat menguntungkan ibu dan bayi karena kandungan
nutrisinya (American Cancer Society, 2016).
Namun dalam beberapa kasus yang telah didapat dilapangan, tidak jarang ibu
yang didiagnosa mengalami kanker payudara semenjak kehamilannya telah
mendapatkan kemoterapi sebagai penatalaksanaan penyakitnya. Ibu yang
mendapatkan

kemoterapi

dikhawatirkan

tidak

dapat

menyusui

bayinya

dikarenakan efek obat kemoterapi yang dapat mempengaruhi kadar nutrisi dari
ASI. Oleh karena itu, ibu dapat menunggu dalam jangka waktu tertentu setelah

mendapatkan kemoterapi hingga bisa menyusui bayi (American Cancer Society,


2016).
Berdasarkan kasus yang penulis dapatkan dilapangan, akhirnya penulis tertarik
untuk melakukan kajian asuhan pada pasien dengan masalah menyusui dengan
indikasi Ca Mammae di RSUP dr. M.Djamil padang tahun 2016.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetaui tentang Kajian Asuhan Kebidanan Ny.M Masalah
Menyusui dengan Ca Mamae di RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tanggal 19 Juli
2016.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengumpulkan data pada Ny.M

Post SC Masalah Menyusui

dengan Ca Mamae.
b. Mampu memberikan Asuhan yang tepat pada Ny.M Post SC Masalah
Menyusui dengan Ca Mamae.
c. Mampu melakukan Kajian/Analisa Kasus pada Ny.M Post SC Masalah
Menyusui dengan Ca Mamae.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. MASA NIFAS
1. Definisi
Masa nifas didefenisikan sebagai periode 6 minggu segera setelah bayi
lahir dan mencerminkan kondisi ibu yang fisiologis, terutama sistem reproduksi
yang sudah kembali mendekati keadaan sebelum hamil. Bidan bertanggung jawab
mempertahankan pengawasan yang cermat terhadap perubahan fisiologis pada
masa nifas dan mengenali tanda-tanda keadaan patologis. Wanita dalam masa
nifas sangat rentan terhadap stress fisiologis, yang dapat menjadi patologis. Peran
bidan adalah mengamati dan memantau perubahan diniserta mampu membedakan
antara perubahan normal dan abnormal (Jane Coad, 2007).
nifas adalah periode pertama setelah kelahiran dengan durasi 4-6 minggu.
Nifas ditandai dengan banyaknya perubahan fisiolologis. Beberapa perubahan ini
bisa menimbulkan ketidaknyamanan pada ibu yang baru pertama melahirkan.
meskipun komplikasi serius juga dapat timbul, Beberapa ibu merasa ditinggal
karena adanya kehadiran bayi. Dengan demikian dalam masa nifas tidak menutup
kemungkinan untuk sering terjadi kecemasan terhadap ibu (Williams, 2006).
Selama masa nifas terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron
dalam sistem ibu. Penurunan konsentrasi hormon steroid mempermudah inisiasi
laktasi dan memungkinkan sistim fisiologis kembali ke keadaan prahamil. Pada
kenyataannya, masa nifas seyogyanya digambarkan sebagai fase transisi. Masa ini
dimulai saat lahirnya bayi dan berakhir saat kembalinya fertilitas. Masa nifas juga
mencerminkan konteks sosial, mencerminkan banyak transisi bagi orang tua, anak
4

dan anggota keluarga lain. Banyak perubahan fisiologis dalam masa nifas,
misalnya pembentukan keterampilan menjadi orang tua, laktasi dan pemberian
makan, dimodifikasi oleh interaksi sosial dahulu dan sekarang individu dalam
situasi keluarga yang baru (Jane Coad, 2007).
Nifas dibagi dalam 2 periode, yaitu :
1. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu sudah boleh berdiri dan
berjalan
2. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital
3. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna mungkin
beberapa minggu, bulan atau tahun (Bahiyatun, 2009).
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Ssemua kegiatan yang dilakukan, baik dalam bidang kebidanan maupun bidang
lainnya selalu mempunyai tujuan agar kegiatan tersebut terarah dan diadakan
evaluasi penilaian. Tujuan dari perawatan nifas ini adalah :
1. Memulihkan keadaan umum penderita
a. Menyediakan makanan sesuai kebutuhan
b. Mengatasi anemia
c. Mencegah infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan sterilisasi
d. Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot untuk
2.
3.
4.
5.

memperlancar peredaran darah


Mempertahankan kesehatan psikologis
Mencegah infeksi dan komplikasi
Memperlancar pembentukan ASI
Mengajarkan ibu melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas
selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Bahiyatun, 2009).


3. Peran dan Tanggung Jawab Bidan

Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas adalah memberi perawatan dan
dukungan sesuai kebutuhan ibu, yaitu melalui kemitraan dengan ibu. Selain itu,
dengan cara :
1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu nifas
2) Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan berdasarkan
3)
4)
5)
6)

prioritas masalah
Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah
Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana
Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan
Membuat rencana tindakan lanjut asuhan kebidanan bersama klien

(Bahiyatun, 2009).
4. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Paling sedikit empat kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk
mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.
Tabel 2-1 Tahapan masa nifas
Kunjunga

Waktu

Tujuan

n
I

6-8

jam

setelah

1. Mencegah perdarahan masa nifas

persalinan

akibat atonia uteri


2. Mendeteksi
dan

merawat

penyebab lain perdarahan dan


rujuk jika perdarahan berlanjut
3. Memberi konseling pada ibu atau
salah

satu

mengenai

anggota
cara

keluarga
mencegah

perdarahan masa nifas akibat


atonia uteri
4. Pemberian ASI awal
5. Melakukan hubungan antara ibu
dan bayi baru lahir

6. Menjaga bayi tetap sehat dan


mencegah hipotermia
7. Petugas kesehatan yang menolong
persalinan mendampingi ibu dan
bayi lahir selama 2 jam pertama
II

hari

setelah kelahiran atau sampai ibu


1. Memastikan
involusi
uterus

setelah

persalinan

berjalan dengan normal, uterus


berkontraksi,

fundus

dibawah

umbilikus, tidak ada perdarahan


abnormal, tidak ada bau
2. Menilai adanya demam
3. Memastikan
agar
mendapatkan

ibu

cukup

makan,

cairan dan istirahat


4. Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tidak memperlihatkan
tanda penyulit
5. Memberikan konseling pada ibu
tentang

asuhan

pada

bayi,

perawatan tali pusat, menjaga


bayi tetap hangat, dan perawatan
III

Minggu

bayi sehari-hari
Setelah Sama seperti diatas (6 hari setelah

IV

Persalinan
6 Minggu

persalinan)
Setelah
1. Mengkaji tentang kemungkinan

Persalinan

penyulit pada ibu


2. Memberi konseling

keluarga

berencana (KB) secara dini

(Bahiyatun, 2009).

5. Perubahan Fisiologi Masa Nifas


a. Perubahan Sistem Reproduksi
(1) Perubahan uterus
Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini
menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (placental site)
sehingga jaringan perlekatan plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis
dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan,
setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu
kembali pada ukuran sebelum hamil).
Segera setelah persalinan bekas implantasi plasenta berupa luka kasar
dan menonjol kedalam cavum uteri. Penonjolan tersebut diameternya kirakira 7,5 cm. Sesudah 2 minggu diameternya berkurang menjadi 3,5 cm.
Pada minggu keenam mengecil lagi sampai 2,4 cm dan akhirnya akan
pulih kembali. Disamping itu dari cavum uteri keluar cairan sekret disebut
lochia,yakni:
a) Lochia rubra (cruenta): ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum,
selama 2 hari pasca persalinan.
b) Lochia sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
c) Lochia serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada
hari ke- 7-14 pasca persalinan.
d) Lochia alba: cairan putih, setelah 2 minggu.
e) Lochia purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk.
f) Lochiostasis: lochia tidak lancar keluarnya (Rahmawati, 2009).

(2) Perubahan vagina dan perineum


a) Vagina
Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatanlipatan atau kerutan-kerutan) kembali.
b) Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,
tetapi lebih sering terjadi akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih
apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding
lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.
c) Perubahan pada perineum
Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas
episiotomi

(penyayatan

mulut

serambi

kemaluan

untuk

mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan


dengan baik.
d) Perubahan pada Sistem Pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini
umumnya disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat
selama persalinan. Disamping itu rasa takut untuk buang air besar,
sehubungan dengan jahitan pada perineum, jangan sampai lepas dan
takut juga dengan nyeri. Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari
setelah persalinan. Bilamana masih juga terjadi konstipasi dan
beraknya mungkin keras dapat diberikan obat laksan per oral atau

per rektal. Bila masih juga belum berhasil dilakukanlah klysma


(klisma), Enema (Ing) artinya suntikan urus-urus.
e) Perubahan Perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu,
tergantung pada keadaan/status sebelum persalinan, lamanya partus
kala 2 dilalui, besarnya tekan kepala yang menekan pada saat
persalinan.
f) Perubahan Sistem Muskuloskeletal atau Diatesis Rectie Abdominis
(1) Diathesis
Setiap wanita nifas memiliki derajat diathesis/konstitusi (yakni
keadaan tubuh yang membuat jaringan-jaringan tubuh bereaksi
secara luar biasa terhadap rangsangan-rangsangan luar tertentu,
sehingga membuat orang itu lebih peka terhadap penyakitpenyakit

tertentu).

Kemudian

demikian

juga

adanya

rectie/muskulus rektus yang terpisah dari abdomen. Seberapa


diastesis terpisah ini tergantung dan beberapa faktor termasuk
kondisi umum dan tonus otot. Sebagian besar wanita melakukan
ambulasi (ambulation = bisa berjalan) 4-8 jam postpartum.
Ambulasi ini dianjurkan untuk menghindari komplikasi
meningkatkan involusi dan meningkatkan cara pandang
emosional.
(2) Abdominis dan peritonium
Akibatnya peritonium berkontraksi dan ber-retraksi pasca
persalinan dan juga beberapa hari setelah itu, peritonium yang
membungkus

sebagian

besar

dari

uterus,

membentuk

lipatanlipatan dan kerutan-kerutan. Dinding abdomen tetap


kendor untuk sementara waktu. Hal ini disebabkan karena
sebagai konsekuensi dari putusnya serat-serat elastis kulit dan

10

distensi yang berlangsung lama akibat pembesaran uterus


selama hamil. Pemulihannya harus dibantu dengan cara berlatih.
Pasca persalinan dinding perut menjadi longgar, disebabkan
karena teregang begitu lama. Namun demikian umumnya akan
pulih dalam waktu 6 minggu.
(3) Perubahan Tanda-tanda Vital pada Masa Nifas
a) Suhu badan
Sekitar hari ke-4 setelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit,
antara 37,2C-37,5C. Kemungkinan disebabkan karena ikutan dari
aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai 38C pada hari kedua
sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau
sepsis nifas.
b) Denyut nadi
Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60X/menit, yakni
pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat
penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama post partum. Pada
ibu yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira 110X/menit. Bisa juga
terjadi gejala shock karena infeksi, khususnya bila disertai
peningkatan suhu tubuh.
c) Tekanan darah
Tekanan darah < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa
meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Bila
tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post
partum. Sebaiknya bila tekanan darah tinggi, merupakan petunjuk
kemungkinan adanya preeklamsi yang bisa timbul pada masa nifas.
Namun hal seperti itu jarang terjadi.
d) Respirasi
(1) Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal.

11

Mengapa demikian, tidak lain karena ibu dalam keadaan


pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Bila ada respirasi cepat
postpartum (> 30x/mnt), mungkin karena adanya ikutan tandatanda syok. (Rahmawati,2009).
Menurut Rahmawati, seorang ibu memerlukan adaptasi yang
harus dijalani. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan ibu
akan mengalami fase-fase berikut dibagi menjadi 3 tahap:
(a) Fase Taking In
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada
dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses
persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Ibu perlu
bicara tentang dirinya sendiri. Ketidaknyamanan fisik yang
dialami ibu pada fase ini seperti rasa
mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur, dan kelelahan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindari.
(b) Fase Taking Hold
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat
bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah
tersinggung dan gampang marah.
(c) Fase Letting Go

12

Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan


peran barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah
melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh
disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan
bayinya.
6. Penilaian Klinik
a. Anamnesis
Riwayat Ibu
1) Nama, umur
2) Tanggal dan tempat lahir
3) Penolong
4) Jenis persalinan
5) Masalah-masalah selama persalinan
6) Nyeri
7) Menyusui atau tidak
8) Keluhan saat ini, misalnya : kesedihan/depresi, pengeluaran
pervaginam/perdarahan/lochia, puting/payudara
9) Rencana masa datang : kontrasepsi yang akan digunakan
Riwayat sosial-ekonomi
1) Respon ibu dan keluarga terhadap bayi
2) Kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu dirumah
3) Para pembuat keputusan dirumah
4) Kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat
5) Kepercayaan dan adat istiadat
Riwayat bayi
1) Menyusu
2) Keadaan tali pusat
3) Vaksinasi
4) Buang air kecil/besar
b. Pemeriksaan kondisi ibu
1) Umum : Suhu tubuh, denyut nadi, tekanan darah, tanda-tanda
anemia, tanda-tanda edema, refleks, varices
2) Payudara
:
puting
susu,
nyeri

tekan,

abses,

pembengkakan/ASI terhenti, pengeluaran ASI


3) Perut/uterus : posisi uterus/tinggi uterus, kontraksi uterus,
ukuran kandung kemih

13

4) Vulva/perineum : pengeluaran lochia, penjahitan laserasi atau


luka episiotomi, pembengkakan, luka, hemoroid (Sarwono,
2006).
7. Perawatan ibu pada masa nifas
Selama beberapa jam pertama setelah pelahiran, tekanan darah dan
denyut nadi harus diukur tiap 15 menit sekali, atau lebih sering bila ada
indikasi tertentu. Jumlah perdarahan vagina terus dipantau, dan fundus harus
diraba untuk memastikan kontraksinya baik. Bila teraba relaksasi, uterus
hendaknya dimasase melalui dinding abdomen sampai organ ini tetap
berkontraksi. Darah mungkin terakumulasi di dalam uterus tanpa ada bukti
perdarahan luar.
Kondisi ini dapat dideteksi secara dini dengan menemukan pembesaran
uterus melalui palpasi fundus yang sering beberapa jam setelah persalinan.
Karena kemungkinan paling besar terjadi perdarahan berat terjadi segera
setelah partus, sekalipun pada kasus normal, seorang petugas yang terlatih
hendaknya tetap bersama ibu selama sekurangkurangnya 1 jam setelah
selesainya persalinan kala tiga. Identifikasi dan penatalaksanaan perdarahan
postpartum. Setelah mendapat analgesi regional atau anestesi umum, seorang
ibu harus diawasi dalam, ruang pemulihan dengan fasilitas dan staf yang
memadai.
1. Perawatan vulva
Pasien sebaiknya dianjurkan untuk membasuh vulva dari anterior ke
posterior (dari arah vulva ke anus). Perineum dapat dikompres es untuk
membantu mengurangi edema dan rasa tidak nyaman pada beberapa jam
pertama setelah reparasi episiotomi. Mulai 24 jam setelah persalinan,

14

pemanasan lembab seperti mandi berendam dapat digunakan untuk


mengurangi nyeri lokal. Mandi berendam setelah suatu persalinan tanpa
komplikasi boleh dilakukan.
2. Kandung kemih
Kecepatan pengisian kandung kemih setelah pelahiran mungkin
dapat bervariasi. Pada banyak rumah sakit, cairan intravena hampir selalu
diberikan melalui infus selama persalinan dan selama sejam setelah
pelahiran. Oksitosin, dalam dosis yang memiliki efek antidiuresis,
biasanya diinfuskan setelah persalinan pervaginam. Sebagai akibat cairan
yang diinfuskan dan penghentian efek antidiuretik oksitosin secara
mendadak, sering terjadi pengisian cepat kandung kemih. Lebih lanjut,
baik sensasi maupun kapasitas kandung kemih untuk melakukan
pengosongan spontan dapat sangat berkurang akibat anestesi, khususnya
anestesi regional, juga episiotomi, laserasi atau hematoma. Karena itu
tidaklah mengherankan bahwa retensi urin dengan overdistensi kandung
kemih merupakan komplikasi yang umum pada awal masa nifas.
Untuk mencegah overdistensi diperlukan pengamatan yang ketat
setelah pelahiran untuk menjamin kandung kemih tidak terisi berlebihan
dan setiap berkemih mengosongkan diri secara adekuat. Kandung kemih
dapat teraba sebagai suatu massa kistik suprapubik atau kandung kemih
yang membesar dapat tampak menonjol di abdomen sebagai akibat tidak
langsung pendorongan fundus uteri di atas umbilikus.
Bila wanita tersebut belum berkemih dalam 4 jam setelah pelahiran,
ada kemungkinan ia tidak dapat melakukannya. Wanita yang pada awalnya

15

sudah mengalami gangguan berkemih kemungkinan akan mengalami


masalah lebih lanjut. Kadang-kadang, diperlukan kateter yang terfiksasi
untuk mencegah overdistensi. Kemungkinan adanya hematoma traktus
genitalia harus dipikirkan jika wanita tersebut tidak dapat berkemih.
Begitu kandung kemih mengalami overdistensi, kateter terfiksasi harus
tetap terpasang sampai faktor-faktor yang menyebabkan retensi telah
teratasi.
Bila terjadi overdistensi kandung kemih, sebaiknya dibiarkan kateter
terfiksasi selama setidaknya 24 jam, untuk mengosongkan kandung kemih
seluruhnya dan mencegah terjadinya rekurensi, selain juga memungkinkan
pemulihan tones dan sensasi kandung kemih normal. Bila kateter dicabut,
wanita tersebut harus mampu menunjukkan kemampuan berkemih
normalnya secara berkala. Bila ia tidak mampu berkemih setelah 4 jam, ia
harus dikateterisasi kembali dan volume urinnya diukur. Bila terdapat
lebih dari 200 ml urin, tampaknya kandung kemih belum berfungsi
normal. Kateter sebaiknya tetap terpasang dan kandung kemih dikosongkan untuk hari berikutnya. Jika hanya terdapat kurang dari 200 ml
urin, kateter dapat dicabut dan kandung kemih diperiksa kembali seperti
telah dijelaskan sebelumnya.
3. Fungsi pencernaan
Kadang-kadang, hilangnya gerakan usus tidak lebih merupakan suatu
konsekuensi yang diharapkan setelah pemberian enema yang akan
membersihkan saluran cerna dengan efisien beberapa jam sebelum

16

melahirkan. Dengan ambulasi dan pemberian makanan secara dini,


konstipasi menjadi jauh berkurang.
4. Ketidaknyamanan pascapersalinan
Rasa nyeri yang timbul setelah seksio sesarea. Beberapa hari pertama
setelah persalinan per vaginam, seorang ibu dapat merasa tidak nyaman
karena berbagai alasan, termasuk nyeri setelah melahirkan, episiotomi dan
laserasi,

pembengkakan

payudara,

dan

terkadang,

nyeri

kepala

pascatusukan analgesi spinal. Pemberian kodein 60 mg; aspirin. 600 mg


atau asetaminofen 500 mg setiap 3 jam selama beberapa hari pertama
setelah persalinan dapat amat membantu. Kontraksi uterus umumnya
bertambah kuat selama menyusui, yang seringkah menimbulkan rasa nyeri
yang mengganggu.
Jahitan episiotomi atau laserasi dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman. Pemberian kompres es dapat mengurangi pembengkakan dan rasa
nyeri. Sebagian besar wanita juga tampaknya memperoleh rasa nyaman
dengan menggunakan semprotan anestetik local secara periodik. Nyeri
berat mungkin mengindikasikan telah terbentuknya hematoma besar di
saluran genitalia dan perlunya pemeriksaan yang teliti, terutama bila obatobatan analgetik tidak mampu meredakan nyerinya. Insisi episiotomi
biasanya menyembuh dengan baik dan hampir asimtomatik pada minggu
ketiga
5. Depresi ringan
Cukup sering seorang ibu menunjukkan gejala depresi ringan
beberapa hari setelah melahirkan. Depresi ringan sesaat atau postpartum

17

blues tersebut, paling mungkin terjadi sebagai akibat sejumlah faktor.


Penyebab-penyebab yang menonjol adalah:
a.

Kekecewaan emosional yang mengikuti kegirangan bercampur


rasa takut yang dialami kebanyakan wanita selama hamil dan
melahirkan.

b.

Rasa nyeri pada awal masa nifas.

c.

Kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan setelah


melahirkan pada kebanyakan rumah sakit.

d.

Kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayinya


setelah meninggalkan rumah sakit.

e.

Ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi.


Pada sebagian besar kasus, terapi yang efektif terkadang tidak lebih

dari sekadar antisipasi, pemahaman, dan rasa aman. Gangguan ringan ini
akan hilang dengan sendirinya dan biasanya membaik setelah 2 atau 3
hari, meskipun kadangkala menetap sampai 10 hari. Begitu depresi
postpartum menetap, atau bertambah buruk, perlu diberi perhatian khusus
untuk mencari gejala-gejala depresi, yang mungkin membutuhkan
konsultasi yang tepat.
6. Relaksasi dinding abdomen
Bebat abdomen tidak diperlukan karena tidak mampu membantu
mengembalikan postur tubuh ibu. Bila abdomen luar biasa kendur dan
menggantung, penggunaan korset biasa seringkali sudah cukup membantu.
Olahraga untuk membantu mengembalikan tonus dinding abdomen boleh

18

dimulai kapan saja setelah persalinan pervaginam dan segera setelah nyeri
pada perut berkurang pada seksio sesarea.
7. Diet
Tidak ada pantangan makan bagi wanita yang melahirkan per
vaginam. Dua jam setelah partus per vaginam normal, jika tidak ada
komplikasi yang memerlukan pemberian anestetika, pasien hendaknya
diberikan minum kalau ia haus dan makanan kalau ia lapar. Diet wanita
menyusui, dibandingkan dengan apa yang dikonsumsinya selama hamil,
hendaknya ditingkatkan kandungan kalori dan proteinnya, seperti yang
dianjurkan oleh Food and Nutrition Board of the National Research. Bila
si ibu tidak ingin menyusui bayinya, kebutuhan dietnya sama seperti
wanita tidak hamil normal.Praktik standar di Parkland Hospital adalah melanjutkan suplementasi besi selama sekurang-kurangnya 3 bulan setelah
melahirkan dan memeriksa kadarnya pada kunjungan postpartum pertama.
8. Waktu pemulangan
Setelah persalinan per vaginam, bila tidak ada komplikasi, jarang
diperlukan lebih dari 48 jam rawat inap. Sebelum pulang, seorang wanita
bersalin harus menerima instruksi seputar perubahan-perubahan fisiologis
normal pada masa nifas, termasuk pola lokhia, penurunan berat badan
akibat diuresis, dan waktu pengeluaran ASI. Wanita tersebut juga harus
mendapat pengarahan mengenai apa yang harus dilakukan bila ia
mengalami demam, perdarahan per vaginam dalam jumlah banyak, atau
mengalami nyeri, pembengkakan atau nyeri tekan pada tungkai. Sesak

19

napas dan nyeri dada dalam bentuk apapun membutuhkan penanganan


segera.
9. Kontrasepsi
Selama dirawat di rumah sakit, harus terus-menerus dilakukan usaha
untuk memberikan edukasi keluarga berencana. Kontrasepsi steroid dan
pengaruhnya terhadap laktasi.

8. Perawatan di rumah
1. Koitus
Setelah melahirkan, tidak ada kejelasan mengenai waktu yang
diperbolehkan untuk kembali melakukan koitus. Kembali melakukan
aktivitas seksual terlalu dini mungkin akan terasa tidak nyaman, bila tidak
terasa sangat nyeri, yang diakibatkan oleh belum sempurnanya involusi
uterus dan penyembuhan luka episiotomi atau laserasi.
Aturan yang paling baik untuk diikuti adalah menuruti akal sehat.
Setelah 2 minggu postpartum, koitus dapat dilakukan kembali berdasarkan
keinginan dan kenyamanan pasien. Ibu harus diberi tahu bahwa menyusui
akan menyebabkan periode supresi produksi estrogen yang memanjang
sehingga mengakibatkan atrofi dan kekeringan vagina. Keadaan fisiologis
ini akan menyebabkan penurunan lubrikasi vagina selama perangsangan
seksual.
2. Perawatan lanjutan untuk bayi
Harus dilakukan pengaturan untuk memastikan bayi baru lahir
mendapatkan perawatan tindak lanjut yang sesuai. Bayi yang dipulangkan

20

lebih awal haruslah bayi aterm, normal dan tanda-tanda vitalnya stabil.
Semua nilai pemeriksaan laboratorium harus dalam batas normal,
termasuk uji Coombs direk, bilirubin, hemoglobin, hematokrit dan gula
darah. Uji serologis ibu terhadap sifilis dan antigen permukaan hepatitis B
harus nonreaktif.
Vaksin hepatitis B awal harus diberikan, dan semua uji penapis yang
diwajibkan oleh hukum harus dikerjakan. Biasanya, yang termasuk di
antaranya

adalah

pengujian

untuk

fenilketonuria

(PKU)

dan

hipotiroidisme. Bila dibutuhkan pengujian fenilketonuria ulang setelah


bayi tersebut mendapat ASI, ibunya harus diberi tahu. Akhirnya, harus
ditekankan pentingnya pemeriksaan neonatus lanjutan dengan penekanan
pada imunisasi bayi.
3. Kembalinya menstruasi dan ovulasi
Bila seorang wanita tidak menyusui anaknya, siklus menstruasi
biasanya akan kembali dalam waktu 6 sampai 8 minggu. Tetapi, kadangkadang sulit untuk menentukan secara klinis waktu spesifik terjadinya
menstruasi

pertama

setelah

melahirkan.

Sebagian

kecil

wanita

mengeluarkan darah sedikit sampai sedang secara intermiten, segera


setelah melahirkan. Menstruasi mungkin belum muncul selama bayi masih
disusui, tetapi terdapat banyak variasi. Pada wanita menyusui, menstruasi
pertama dapat terjadi paling cepat pada bulan kedua atau selambatlambatnya 18 bulan setelah melahirkan.
Ovulasi lebih jarang terjadi pada wanita yang menyusui dibanding
pada mereka yang tidak menyusui. Meski demikian, kehamilan dapat

21

terjadi selama menyusui. Kembalinya ovulasi sering ditandai oleh


kembalinya perdarahan menstruasi yang normal. Menyusui tiap 15 menit
selama 7 kali sehari dapat menunda ovulasi. Ovulasi dapat terjadi tanpa
perdarahan (menstruasi) dan perdarahan (menstruasi) dapat bersifat anovulatorik. Mereka memperkirakan bahwa resiko kehamilan pada wanita
menyusui kurang lebih sebesar 4 persen per tahun (Cunningham, et,
al,2013).
4. Perawatan lanjutan
Pada saat pemulangan, wanita yang melahirkan normal dan sedang
dalam masa nifas dapat mengerjakan banyak kegiatan, termasuk mandi,
mengemudi dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.pada pasca natal,
sebagian besar masyarakat tidak membatasi aktivitas kerja ibu dan sekitar
separuhnya mengharapkan ibu kembali melaksanakan tugasnya secara
penuh dalam waktu 2 minggu.
Kontrasepsi yang hanya terdiri dari progestin, tidak mempengaruhi
kualitas

atau

kuantitas

ASI.

Kontrasepsi

estrogen-progesteron

kemungkinan besar menurunkan kualitas ASI, tetapi dalam kondisi


tertentu, dapat digunakan oleh ibu menyusui (Cunningham et,al, 2013).
Sejumlah perubahan metabolik, secara kualitatif sering menyerupai
perubahan pada kehamilan, telah teridentifikasi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi kombinasi. Misalnya terjadi peningkatan
tiroksin (T4) plasma total dan thyroidbinding protein. Konsentrasi
kortisol plasma meningkat hampir sebanding dengan peningkatan
transkortin (Cunningham et,al, 2013).

22

Menurut Cunningham et,al (2013) menunggu menstruasi pertama


berisiko terjadinya kehamilan, karena ovulasi biasanya mendahului
menstruasi. Tentunya setelah menstruasi pertama, kontrasepsi menjadi
penting kecuali wanita tersebut menginginkan kehamilan. Kontrasepsi
estrogen-progestin dapat menurunkan jumlah dan durasi produksi ASI.
Keuntungan pencegahan kehamilan dengan penggunaan kontrasepsi oral
kombinasi tampaknya melebihi risiko pada pasien tertentu. Kontrasepsi
progestin saja merupakan pilihan yang lebih disukai pada sebagian besar
kasus. Sebagai tambahan AKDR telah direkomendasikan untuk wanita
menyusui aktif secara seksual setelah involusi uterus.

B. Laktasi dan Menyusui


Menyusui adalah keterampilan yang dipelajarai ibu dan bayi, dimana
keduanya membutuhkan waktu dan kesabaran untuk pemenuhan nutrisi pada
bayi.selama enam bulan (Sutter Health, 2000). Sedangkan laktasi adalah
keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi
menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus
reproduksi mamalia termasuk manusia. Setiap ibu menghasilkan air susu yang
kita sebut ASI sebagai makan alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI
eksklusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang untuk
membangun SDM yang berkualitas. Seperti diketahui ASI adalah makanan satusatunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam
bulan pertama (IDAI, 2008).

23

Selain itu,

proses

menyusui yang benar, bayi

akan mendapatkan

perkembangan jasmani, emosi maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya


(Saleha, 2009). Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan pemberian ASI
eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun secara baik
dan benar serta anak mendapatkan kekebalan tubuh secara alami (Ambarwati,
dkk.2009). Menyusui merupakan proses yang cukup kompleks. Pada masa ini, ibu
dan anak membentuk satu ikatan yang kuat (IDAI, 2008).
C. Kanker payudara
1. Pengertian
Carsinoma mammae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel
normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel sel normal,
berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah
(Lynda Juall Carpenito). Kanker payudara adalah jenis kanker yang berasal
dari kelenjar saluran dan jaringan penunjang payudara. Tingkat insidensi
kanker payudara di kalangan wanita adalah 1 berbanding 8. Di Indonesia,
kanker payudara menduduki peringkat kedua dari semua jenis kanker.
Sedangkan sekitar 60-80 % ditemukan pada stadium lanjut dan berakibat
fatal. Biasanya kanker ini ditemukan pada umur 40-49 tahun dan letak
terbanyak di kuadran lateral atas.
2. Penyebab dan Faktor Predisposisi
1. Ca Payudara yang terdahulu Terjadi malignitas sinkron di payudara
lain karena

mammae adalah organ berpasangan

24

2. Keluarga Diperkirakan 5 % semua kanker adalah predisposisi


keturunan ini, dikuatkan bila 3 anggota keluarga terkena carsinoma
mammae.
3. Kelainan payudara ( benigna ) Kelainan fibrokistik ( benigna )
terutama pada periode fertil, telah ditunjukkan bahwa wanita yang
menderita / pernah menderita yang porliferatif sedikit meningkat.
4. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain Status sosial yang tinggi
menunjukkan resiko yang meningkat, sedangkan berat badan yang
berlebihan ada hubungan dengan kenaikan terjadi tumor yang
berhubungan dengan oestrogen pada wanita post menopouse.
5. Faktor endokrin dan reproduksi Graviditas matur kurang dari 20 tahun
dan graviditas lebih dari 30 tahun Menarche kurang dari 12 tahun
6. Obat anti konseptiva oral Penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang
lebih dari 12 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk terkena
kanker.
3. Gambaran Klinik dan Patofisiologi
Gambaran Klinik :
1. Tanda carcinoma Kanker payudara kini mempunyai ciri fisik yang
khas, mirip pada tumor jinak, massa lunak, batas tegas, mobile,
bentuk bulat dan elips
2. Gejala carcinoma Kadang tak nyeri, kadang nyeri, adanya keluaran
dari puting susu, puting eritema, mengeras, asimetik, inversi, gejala
lain nyeri tulang, berat badan turun dapat sebagai petunjuk adanya
metastase. Benjolan di payudara atau ketiak, perubahan bentuk dan

25

ukuran payudara yang luar biasa, kerutan atau lekuk yang luar
biasa pada payudara, puting payudara tertarik ke dalam.,
perdarahan atau keluar cairan abnormal dari puting payudara.
Patofisiologi

Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering


terjadi pada sistem duktal, mula mula terjadi hiperplasia sel sel
dengan perkembangan sel sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut
menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma
membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal
sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira
kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira kira seperempat dari
carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae
bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya
dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah ( Price, Sylvia,
Wilson Lorrairee M, 1995 ).
4. Klasifikasi Kanker Payudara
Stadium merupakan suatu tahap atau masa suatu penyakit (dr. Hendra T.
Laksana, 2002: 336). Stadium mencakup mengklasifikasikan kanker
payudara berdasarkan pada keluasan penyakit. Stadium segala bentuk
kanker sangat penting karena hal ini dapat membantu tim perawatan
kesehatan dalam merekomendasikan, pengobatan terbaik yang ada,
memberikan prognosis, dan membandingkan hasil dari program pengobatan
alternatif.

26

Adapun stadium kanker payudara menurut (Suzanne dkk, 2001: 1591)


adalah sebagai berikut:
a.

Stadium I

Terdiri atas tumor yang kurang dari 2 cm, tidak mengenai nodus limfe,
dan tidak terdeteksi adanya metastasis.
b.

Stadium II

Terdiri atas tumor yang lebih besar dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm,
dengan nodus limfe tidak terfiksasi negatif atau positif, dan tidak terdeteksi
adanya metastasis.
c.

Stadium III

Terdiri atas tumor yang lebih besar dari 5 cm, atau tumor dengan segala
ukuran yang menginvasi kulit atau dinding, dengan nodus limfe terfiksasi
positif dalam area klavikular, dan tanpa bukti adanya metastasis.
d.

Stadium IV

Terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran, dengan nodus limfe normal
atau kankerosa, dan adanya metastasis jauh.
5. Pengobatan
Menurut Sjamsuhidajat (2005), pengobatan kanker payudara dapat
dilakukan dengan tiga cara yakni kemoterapi, radiasi, dan operasi.
Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari ketentuan pasien
dalam berobat dan tergantung pada stadiumnya.
a. Operasi

27

Dilakukan dengan mengambil sebagian atau seluruh payudara untuk


membuang sel-sel kanker yang ada dalam payudara. Jenis-jenis operasi
yang dilakukan adalah:
1) Lampektomi
Merupakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat tumor
payudara beserta jaringan sekitarnya. Dengan menyisakan sebagian
jaringan payudara. Dilakukan pada kasus kanker payudara dini,
saat ukurannya masih kecil.
2) Masektomi
Merupakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat payudara
beserta kankernya, kadang beserta otot dinding dada.
3) Operasi pengangkatan kelenjar getah bening
Operasi yang dilakukan jika diduga ada penyebaran kanker
dikelenjar getah bening di ketiak.
b. Radioterapi
Merupakan pengobatan yang dilakukan dengan penyinaran dengan
tujuan merusak sel-sel kanker. Radiotherapi dapat dilakukan sesudah
operasi ataupun sebelum operasi.
c. Kemoterapi
Adalah pengobatan dengan menggunakan obat anti kanker untuk
merusak sel-sel kanker.
d. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Pengobatan

28

Setelah operasi perlu dilakukan rehabilitasi, seperti melakukan


gerakan-gerakan untuk mengembalikan fungsi gerak dan untuk
mengurangi pembengkakan.
6. Dampak kanker payudara
a) Aspek biologis kanker payudara
Adanya nyeri kanker menimbulkan efek samping yang multipel,
seperti anoreksia, insomnia, kelelahan, dan menurunnya mobilitas
pasien. Imobilitas ini akan mengganggu komplikasi, sperti dikubitus,
kontraktur, dan masalah respiratorius.
b) Aspek psikologis penyakit kanker payudara
Unsur psikologis nyeri kanker dikaitkan dengan persepsi pasien
tentang ancaman dan stres yang disebabkan oleh kanker itu sendiri.
Persepsi itu berbeda pada setiap individu. Ada tiga kategori stresor
yang disebabkan oleh kanker, yaitu:
a. Ancaman dari penyakit kanker itu sendiri.
b. Hilangnya bagian tubuh atau ancaman akan hilangnya bagian
tubuh.
c. Frustasi

dalam

memenuhi

dorongan

biologis

karena

ketidakmampuan yang diakibatkan penyakit kanker, atau efekefek samping dari pengobatan kanker.
Respon pasien terhadap tiga hal tersebut meliputi depresi,
menurunnya harga diri, permusuhan, dan mudah marah. Termasuk
dalam efek sosiologis, yaitu berkurangnya interaksi dengan keluarga
dan teman-teman, serta dapat mengurangi partisipasi dalam kegiatan
sehari-hari ( Baradero dkk, 2008 :26).
7. Studi klinis kanker payudara selama kehamilan

29

a. Trimester pertama (I)


Sejumlah pasien yang mendapatkan kemoterapi pada trimester pertama,
mayoritas diantaranya mengalami abortus spontan atau malformasi janin.
Sebagai contoh : didiagnosis pada usia kehamilan 16 minggu, dilakukan
kemoterapi (5-fluorouracil, doxorubicin dan siklofosfamid) [Paskulin et
al. 2005]. Bayi baru lahir memiliki ventri- culomegaly, katup aorta
bikuspid, langit-langit tinggi melengkung dan sindaktili, mungkin terkait
dengan pemberian kemoterapi selama trimester pertama (McGrath, 2011).
b. Trimester II dan III
Efek Kemoterapi Sitotoksik dengan menurunkan angka kejadian
malformasi tidak sebanyak Trimester I. selain itu tidak adanya anomali
kongenital.

30

BAB III
TINJAUAN KASUS

Kajian Asuhan Kebidanan NY.M Post SC Masalah Menyusui


dengan Ca. Mammae di RSUP. DR. M. Djamil Padang
Tanggal 19 Juli 2016
3.1 Pengkajian
Tanggal Masuk / Jam
Tanggal Pengkajian / Jam
No. MR

: 17 Juli 2016 / 16.00 Wib


: 18 Juli 2016 / 15.00 Wib
: 943.773

3.1.1 Data Subjektif


1. Identitas
Nama Ibu
: Ny. M
Nama Suami : Tn. M
Umur
: 41 th
Umur
: 48 th
Suku / Bangsa : Minang / Indonesia Suku / Bangsa : Minang/Indonesia
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan
: Sarjana
Pendidikan
: Sarjana
Pekerjaan
: IRT
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Kalumpang, Bandar Buat, Padang
2. Keluhan saat ini
Ibu mengatakan merasa sedikit nyeri pada luka bekas operasi.
Ibu mengatakan tidak menyusui bayi, hanya memberikan susu formula
Ibu mengatakan ada benjolan di payudara dan tidak merasakan nyeri yang
kuat.
3. Riwayat kebidanan :
a. Riwayat Menstruasi
Menarche

: 13 tahun

Siklus Haid

: 28 hari

Jumlah

: 2-3 x ganti pembalut/hari

Lamanya

: 5-7 hari

Keluhan

: Tidak ada

b. Riwayat kehamilan sekarang

31

Pasien dikenal dengan Ca.Mammae sejak usia kehamilan 6 bulan, telah


di Biopsi oleh Dokter spesialis bedah Onkologi dan dilakukan
kemoterapi sebanyak 2x. pasien mendapatkan kemoterapi terakhir 27
Mei 2016 kemudian di Stop sendiri oleh pasien.
c. Riwayat Persalinan Sekarang dan sebelumnya
Ibu mengatakan ini adalah persalinan yang ke Empat dengan SC 2
KALI DAN Abortus 1 Kali. Bayi Lahir tanggal 17 Juli 2016, jenis
kelamin laki-laki, lahir dengan SC, BB 3100 gram, PB 49 cm.
d. Riwayat Nifas Sekarang
Ibu mengatakan sedikit nyeri pada luka bekas operasi, ibu sudah bisa
duduk, berdiri dan berjalan perlahan, pengeluaran Lochea masih
berwarna merah (Rubra). Ibu mengatakan ganti Duk (Pembalut) 2 x
sehari. Ibu mengatakan tidak menyusui bayi secara Eksklusif karena
ASI sedikit dan atas petunjuk dokter untuk memberikan ASI donor
kepada bayi. Pendonor ASI adalah tetangga ibu disebelah rumah, telah
datang sekali tanggal 17 Juli 2016, tetapi hari berikutnya berhalangan
untuk datang ke rumah sakit karena alasan tempat tinggal yang jauh
dan tidak bisa meninggalkan rumah. Akhirnya ibu dianjurkan untuk
memberikan susu formula kepada bayi.
e. Riwayat Perkawinan
Nikah

: Pertama

Usia pertama menikah

: 29 Tahun

Lamanya

: 15 Tahun

f. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Lalu

32

Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti penyakit


jantung, hati, ginjal dan hipertensi.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan sekarang tidak ada penyakit seperti jantung, paru,
hati, ginjal, diabetes, dan alergi.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidakada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan,
menular dan kejiwaan.
4) Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Nutrisi
Selama hamil

: Ibu makan 3x sehari, porsi sedang, menu berupa


makanan seimbang yang terdiri dari nasi sebagai
karbohidrat, Protein seperti lauk dan sayuran.

Selama nifas

: Makan 3 kali sehari, porsi sedang, menu berupa


makanan seimbang yang terdiri dari nasi
sebagai karbohidrat, Protein seperti lauk dan
sayuran, air putih lebih kurang 6 gelas dalam
sehari

5) Eliminasi
a. Selama hamil
:
Awal kehamilan ibu mengatakan BAK lebih dari 7 kali dalam
sehari dan BAB minimal sekali sehari, hal yang sama dirasakan
saat kehamilan memasuki Trimester III bahkan kali ini frekuensi
BAK lebih sering dari sebelumnya.
b. Selama nifas
:

33

Ibu difasilitasi BAK menggunakan Kateter, BAB Sudah ada hari ke


3 setelah SC.
6) Aktifitas
Nifas hari pertama ibu masih melakukan kegiatan diatas tempat tidur,
hari kedua ibu sudah mulai melakukan mobilisasi seperti miring kiri
atau kanan dan posisi Setengah duduk. Hari ketiga ibu sudah mulai
duduk dan berdiri sedikit berjalan.
7) Personal Hygiene
Selama hamil

Ibu mandi 2 x sehari, gosok gigi 2 x, keramas

3 x seminggu, ganti baju 2 x sehari , ganti CD 2-3 x


sehari. Membersihkan payudara setiap hari mulai
usia kehamilan 7 bulan. Cebok setiap kali mandi
dan selesai kencing atau BAB.
Selama nifas

Ibu bisa mandi sendiri

8) Riwayat Ketergantungan
Selama hamil

Ibu dan suami tidak mempunyai ketergantungan merokok, minumminuman keras, minum obat bebas, dan minum jamu-jamuan.
Selama nifas

Ibu tidak memiliki ketergantungan obat-obatan apapun, ibu hanya


minum obat dan vitamin yang diberikan bidan.
9) Latar Belakang Sosial Budaya
Tidak ada kebiasaan ibu yang merugikan kesehatan.
10) Keadaan Psikososial dan Spiritual

34

Ibu dan keluarga sangatsenang atas kelahiran bayi, tetapi ibu sedikit
merasa sedih karena tidak mampu memberikan ASI secara lansung
kepada bayi. Keadaan ibu sangat baik, ibutampak bersemangat untuk
sembuh dan ingin merawat bayi secara penuh. Keluarga memberikan
dukungan kepada ibu.
11) Kehidupan Seksual
Selama 40 hari setelah persalinan ibu tidak akan melakuan hubungan
seksual.
3.1.2

Data Obyektif
a. Keadaan Umum
Kesadaran

: Komposmentis

Keadaan Umum : Sedang


b. Tanda-tanda vital
T : 110/70 mmHg

N : 80 x/menit

S : 36,8 C

R : 20 x/menit

c. Pemeriksaan antropometri
TB : 155 cm
BB : 60 kg
d. Pemeriksaan fisik
Kulit

: tidak ada kelainan

Kelenjergetah bening : tidak ada kelainan


Kepala / rambut

: tidak ada kelainan

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga

: tidak ada kelainan

35

Hidung

: tidak ada kelainan

Tenggorokan

: tidak ada kelainan

Gigi

: Caries tidak ada

e. Pemeriksaan penunjang : HB : 10,9 gr/dl, Leukosit 7.800/mm,


albumin : 3,5 gr/dl
B.ANALISA DATA
Tanggal

: 18/7/2016

Pukul

: 15.00 Wib

S:
- Ibu mengatakan senang atas kelahiran bayi
- Ibu mengatakan sedikit nyeri pada luka bekas operasi
- Ibu mengatakan Tidak memberikan bayi ASI Eksklusif melainkan susu
formula

O:
- TD : 110/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, RR : 20x/menit, S : 37C
- lochea Rubra
- Kateter terpasang
3.2 PERENCANAAN
1. Beri tahu hasil pemeriksaan pada ibu
2. Observasi TTV (Tensi, Nadi, Suhu, Pernapasan), eliminasi
3. Edukasi kepada ibu mengenai mobilisasi dini
4. Fasilitasi ibu untuk mendapatkan dukungan sosial
5. Fasilitasi ibu untuk mendapatkan dukungan emosional
6. Edukasi perawatan luka operasi
7. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian ASI
3.3 PELAKSANAAN

36

1. Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu bahwasanya keadaan umum


ibu baik, dilihat dari hasil pemeriksaan fisik, Tanda-tanda Vital ibu
dalam batas normal.
2. Memberikan edukasi kepada ibu mengenai mobilisasi dini.
Mobilisasi dapat dilakukan ibu dalam beberapa tahapan. 6 jam pertama
post SC ibu istirahat tirah baring cukup menggerakkan lengan, tangan,
menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,
menekuk dan menggeser kaki. 6-10 jam, ibu diharuskan miring ke kiri
dan ke kanan untuk mencegah trombosis dan tromboemboli. Setelah
24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar duduk, setelah ibu
bisa duduk dianjurkan ibu untuk belajar berjalan.
3. Memfasilitasi ibu untuk mendapatkan dukungan sosial.
Dukungan sosial dapat meliputi hubungan sosial yang berarti sehingga
menunjukkan adaptasi psikologis yang lebih baik. Dukungan sosial
bisa didapatkan ibu dari orang-orang sekitar seperti keluarga yang
memiliki hubungan dekat dengan ibu. Bidan memfasilitasi kehadiran
Suami dan kerabat terdekat. Bidan melakukan pendekatan dengan
keluarga seperti memberikan penjelasan kepada keluarga untuk
membantu ibu melakukan penyesuaian terhadap stress akibat kanker
payudara yang dideritanya.
4. Memasilitasi ibu untuk mendapatkan dukungan emosional.
Bidan bisa melakukan pendekatan kepada keluarga untuk memberikan
dukungan emosional kepada ibu berupa pertahitan, memberikan
semangat dan menemani menjalani pengobatan. Dukungan emosional

37

dapat mengurangi tekanan psikologis yang dialami ibu. Dalam hal ini
bidan bisa memberikan nasehat, saran, pengetahuan, informasi serta
petunjuk untuk tahap kesembuhan ibu.
5. Memberikan edukasi tentang perawatan luka operasi.
Perawatan luka operasi bisa dilakukanibu dengan berbagai cara :
a. Memelihara asupan nutrisi , ibu dianjurkan mengkonsumsi
makanan yang tinggi protein, karena kandungan protein sangat
bermanfaat untuk kesembuhna luka. Makanan yang kaya protein
seperti ikan laut, telur, dan sayur-sayuran.
b. Jika luka terasa nyeri : bisa ibu lakukan dengan menarik nafas
panjang dan menghembuskan secara perlahan saat nyeri muncl. Ibu
juga bisa melakukan gerakan relaksasi seperti gerakan memutar
pada leher, bahu lengan dan kaki.
c. Menjaga kebersihan tubuh termasuk menjaga area bekas jahitan
dengan membersihkan menggunakan waslap.
6. Memberikan penjelasan kepada ibu tentang masa laktasinya .
Ibu dengan riwayat kanker payudara yang terdiagnosa sejak usia
kehamilan 6 bulan dan sudah menjalankan kemoterapi 2 kali selama
kehamilan. Kemoterapi dihentikan 2 bulan sebelum kelahiran bayi.
Untuk itu ibu tidak dianjurkan menyusui bayi menggunakan ASI,
alasan yang mendasar adalah efek dari obat kemoterapi yang masuk ke
dalam darah dan sudah menyatu dengan darah ibu ditakutkan
mempengaruhi kandungan ASI yang akan diberikan kepada bayi. Jadi
sebaiknya ibu tidak dianjurkan untuk menyusui, melainkan cukup

38

dengan memberikan susu formula kepada bayi dengan syarat


pengolahan susu formula yang higienis.
3.4 EVALUASI
1.

Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan sepertitanda-tanda Vital


2. Ibu tampak memahami langkah-langkah mobilisasi dini dan sudah mulai
melaksanakannya.
3. Ibu sudah mendapatkan dukungan sosial dan emosional dari suami dan
keluarga terekat.

4.

Ibu memahami tentang perawatan luka operasi


5. Ibu mengerti alasan kenapa tidak dianjurkan menyusui dan ibu telah
memberikan susu formula dengan cara yang tepat.

39

BAB IV
PEMBAHASAN
Telah diperkirakan bahwa sampai 3,8% kanker payudara dapat didiagnosis
pada wanita yang sedang hamil, dengan perkiraan 1 di 3000-3500 persalinan
terjadi pada wanita dengan kanker payudara (McGrath, 2011).
Kanker payudara dapat kita cegah semenjak dini. Salah satu yang
memegang peranan penting adalah bidan yang berfungsi sebagai Pendidik dan
Pengelola. Dalam setiap asuhan yang diberikan bidan, kita bisa mengupayakan
untuk tindak pencegahan dini kanker payudara. Pencegahan bisa dimulai dari
masa remaja, pra kehamilan, masa kehamilan termasuk hingga masa laktasi.
Tindak pencegahan dan deteksi dini terhadap resiko kanker payudara dapat
kita lakukan dengan beberapa hal seperti melakukan pemeriksaan SADARI,
melakukan pola hidup sehat, termasuk memberikan Bayi ASI Ekskulif dan
meneruskan pemberian ASI sampai bayi berusia 2 tahun.
Begitu banyak upaya yang bisa dilakukan untuk pencegahan kanker
payudara, namun tetap tidak menutup kemungkinan seseorang untuk menderita
kanker payudara karena ada faktor penyebab lain yang tidak bisa dirubah hanya
dengan pola hidup sehat. Jika hal ini terjadi, fokus asuhan kita beralih menjadi
bagaimana caranya supaya seseorang yang terdiagnosa kanker payudara
menjalankan pengobatan hingga sembuh dan penyakitnya tidak berlanjut ke
stadium yang lebih parah. Hal ini jugalah yang penulis temui dilapangan.
Pasien Ny. M 41 tahun datang ke ruangan KB IGD RSIP M.Djamil padang
pada tanggal 17 juli 2016 pukul 13.00 Wib yang merupakan rujukan dari dokter
Rumah sakit swasta. Pasien dirujuk atas indikasi Ca.Mammae. Pasien mengatakan

40

hamil yang ke 4 dan keguguran 1 kali. Dokter rumah sakit merencanakan SC atas
indikasi bekas SC 2x dan Ca. Mamae dalam kemoterapi.
Pada kasus Ny. M, penulis merujuk kepada masalah dalam masa menyusui
yaitu ibu tidak memberikan ASI kepada bayi dengan indikasi Ca.Mamae dalam
kemoterapi. Selain itu ibu tampak sedikit sedih dengan apa yang sedang
dialaminya sekarang. Peran bidan dalam hal ini adalah memberikan Komunikasi
kesehatan Peran psikologis dalam setting medis Sebagai konselor, Memberikan
dan pendampingan Konseling kepada pasien maupun keluarga pasien, serta
Memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepada pasien.
Seorang ibu post partum sangat perlu mendapat dukungan psikologis dari
bidan atau tenaga kesehatan, mengingat masa-masa ini sangat rentan terjadinya
depresi post partum. Pembahasan kali ini juga mengacu pada teori yang sesuai,
dimana asuhan dan pendekatan bidan disesuaikan dengan kemungkinan dampak
kanker payudara yang dialami ibu terhadap berbagai aspek seperti aspek biologis
dan psikolohis kanker payudara.
Menurut (Baradero dkk, 2008), Aspek biologis kanker payudara Adanya
nyeri kanker menimbulkan efek samping yang multipel, seperti anoreksia,
insomnia, kelelahan, dan menurunnya mobilitas pasien. Aspek biologis pada ibu
termasuk tidak mampu menyusui bayi secara eksklusif, ibu mengatakan jumlah
ASI yang keluar sangat sedikit. Berdasarkan teori, penulis mencoba
menghubungkan adanya proses kemoterapi dan radiasi bisa mempengaruhi jumlah
dari ASI ibu.
Hasil kolaborasi dengan dokter, ibu dianjurkan terlebih dahulu
memberikan Donor ASI karena ditakutkan obat dari kemoterapi akan

41

mempengaruhi komposisi dan nutrisi dari ASI ibu.

Keputusan untuk terus

menyusui ketika ibu berada dalam masa pengobatan, misalnya, seringkali lebih
dipengaruhi oleh kekhawatiran akan masuknya zat kimia obat di dalam ASI.
Bedanya dalam halini, ASI yang dipakai bukanlah dari ibu melainkan Donor.
Kesimpulan akhir ibu tetap tidak dianjurkan untuk menyusui bayi,
kandungan obat selama kemoterapi telah masuk ke pembuluh darah ibu dan
ditakutkan akan memberikan efek yang negatif pada kandungan ASI Ibu, sehingga
tidak baik di konsumsi oleh bayi.
Sedangkan Aspek psikologis penyakit kanker payudara dikaitkan dengan
persepsi pasien tentang ancaman dan stres yang disebabkan oleh kanker itu
sendiri. Persepsi itu berbeda pada setiap individu. Ancaman dari penyakit kanker
itu sendiri, Hilangnya bagian tubuh atau ancaman akan hilangnya bagian tubuh,
Frustasi dalam memenuhi dorongan biologis karena ketidakmampuan yang
diakibatkan penyakit kanker, atau efek-efek samping dari pengobatan kanker.
Dalam memberikan dukungan aspek psikologis, sebagai bidan sangat
perlu melakukan komunikasi yang efektif. Hal yang pokok seperti Mengurangi
keraguan dan membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif Teknik,
Mendengarkan Menunjukan penerimaaan Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Mengulangi

ucapan

klien

dng

kata2

sendiri

Menawarkan

informasi

( yayasan,lembaga,teman senasib ), Memfokuskan Memberikan kesempatan


kepada pasien untuk mengungkapkan persepsinya.
Komunikasi dapat berhasil kalau Bidan melakukan komunikasi efektif
yaitu : Adanya pengertian : pasien mengerti apa yg di sampaikan Menumbuhkan
ketenangan Adanya pengaruh terhadap sikap Menumbuhkan hubungan sosial
yang baik Adanya tindakan positif ( stewart L. Tubbs & sylvia moss).

42

Respon pasien terhadap tiga hal tersebut meliputi depresi, menurunnya


harga diri, permusuhan, dan mudah marah. Termasuk dalam efek sosiologis, yaitu
berkurangnya interaksi dengan keluarga dan teman-teman, serta dapat mengurangi
partisipasi dalam kegiatan sehari-hari.
Dalam pelaksanaan asuhan, penulis mencoba melakukan observasi
terhadap pasien, ibu tampak lebih kuat dan bersemangat, karena ia sempat berkata
ia harus kuat, harus bisa membesarkan anak-anaknya yang masih kecil. Selain
itu ibu terlihat selalu didampingi oleh suami, hal ini juga merupakang dorongan
psikologis yang sangat besar pada ibu. bahkan dengan semangat yang dimilikinya,
si ibu tidak terlihat sebagai seorng pasien yang sedang menjalani pengobatan, ia
terlihat sebagai sosok yang tegar dan kuat.
Setiap dokter melakukan visite, kondisi ibu terlihat membaik, sehingga
perencanaan pulang tanggal 20 juli 2016. Sebelum pulang ibu diberikan beberapa
edukasi seperti perawatan bayi sehari-hari meliputi Pendonoran ASI, perawatan
bayi sehari-hari, tanda-tanda infeksi pada bayi dan memantau tanda-tanda infeksi
pada ibu termasuk perawatan luka bekas operasi.
Selain itu sesuai dengan petunjuk dokter, setelah luka bekas operasi ibu
pulih, ibu dianjurkan untuk tetap melanjutkan pengobatan kanker yang
dideritanya, dengan memberitahu jadwal kunjungan ibu berobat ke poliklinik
RSUP M.Djamil Padang.

43

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Telah ditegakkan diagnosis ibu P3A1H3 Post SC atas indikasi bekas SC 2x
dan Ca.Mamae, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan vital sign, serta
pemeriksaan penunjang lainnya di ruangan rawatan kebidanan RSUP. Dr. M.
Djamil Padang.
Asuhan kebidanan yang diberikan sesuai permasalahan yang dihadapi oleh
ibu, adalah dengan memberikan perawatan postpartum pada ibu serta
memfasilitasi ibu untuk mendapatkan dukungan psikologis dari keluarga terdekat
terhadap apa yang dialami ibu. Memantau proses penyembuhan luka ibu setelah
operasi serta tindak lanjut penyembuhan Ca.Mammae sesuai dengan petunjuk
dokter dan memberikan dukungan psikologis kepada ibu. Selain itu, ibu tetap
dianjurkan untuk tidak menyusui bayi karena pernah menjalani kemoterapi, dan
obat yang digunakan untuk kemoterapi ditakutkan telah menatu dengan darah
sehingga mempengaruhi kandungan ASI.
5.2 Saran
Perlunya perawatan dan melakukan pemeriksaan yang rutin selama masa
nifas untuk menghindari penyebab dan komplikasi lain selama masa nifas.

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahiyatun, dkk, 2009, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta : EGC


2. Cunningham, FG, et al, 2013. Obstetri Williams Edisi 23. Jakarta : EGC
3. Cardonick Elyce, 2014, Pregnancy-Associated Breast Cancer : Optimal
Treatment Options, DOAJ, 935-943
4. Coad Jane, dkk, 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Bidan. Jakarta: EGC
5. Conwright, dkk, 2015, Exercise after breast cancer treatment : current
perspectives, DOAJ, 353-362
6. Jassim, dkk, 2015, Psychological interventions for women with non
metastatic breast cancer, Cochrane Library, 1-110
7. J Bradt, dkk, 2015, Dance/Movement Therapy for improving Psychological
and psysical outcomes in cancer patients, Cochrane Library, 1-43
8. McGrath, dkk, 2011, Chemotherapy for brest cancer in pregnancy :
Evidance and Guidance for Oncologist, SAGE, 73-79
9. Rouzier Roman, dkk, 2008, Management of Breast Cancers During
Pregnancy, SFOG-SFCP-CNGOF, 15-22
10. Vashi Rena, dkk, 2013, Breast Imaging of the Pregnant and Lactating
Patient. American Roentgen Ray Society, 321-328
11. Varney, dkk, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC
12. Wiknjosastro, hanifa, 2006. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan bina
pustaka sarwono prawirohardjo

45

Anda mungkin juga menyukai