Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

TEKNIK RADIOGRAFI DASAR


PEMERIKSAAN RADIOLOGI SPN DENGAN INDIKASI
ETHMOIDITIS SINISTRA
DI INSTALASI RSDK SEMARANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Praktek Kerja Lapangan (PKL I)

Disusun oleh :
Rubiyanti
NIM :

PRODI D III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
2006

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas mata
kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) atas mahasiswa Radiodiagnostik dan Radioterapi
Politeknik Kesehatan Semarang yang bernama :
Rubiyanti
NIM : P 17430103032
Dengan judul laporan Pemeriksaan Radiologi dengan Indikasi Ethmoiditis Sinistra
di Instalasi RS dR. Semarang

Semarang,

Desember 2006

Pembimbing

Indah
NIP.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini dengan
judul Pemeriksaan Radiologi dengan Indikasi Ethmoiditis Sinistra di Instalasi RS Dr.
Kariadi Semarang.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah praktek kerja
lapangan di Instalasi Radiologi RS Dr. Kariadi Semarang.
Dalam pembuatan laporan khusus ini. Penulis banyak mendapat bimbingan petunjuk
serta bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu tak lupa penulis mengucapkan dengan
hormat terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ilham Setobudi, S.Kp, M. Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Semarang
2. Bapak M. Irwan Katili, S.Pd, M. Kes, selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Poltekkes Semarang
3. Bapak Direktur RSUD dr. Moewardi Surakarta
4. Ibu Dr. Widiastuti, Sp. Rad, Selaku kepala Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
5. Ibu Hermiati, selaku pembimbing di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
6. Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh staf karyawan di Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Poltekkes Semarang
7. Segenap staf Radiografer, dokter, dan semua petugas yang ada di Instalasi RSUD Dr.
Moewardi Surakarta
8. Kedua orang tua tercinta dan segenap keluarga yang telah memberikan dorongan
moril maupun materiil
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan seluruh rekan-rekan
mahasiswa jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Semarang

Untuk lebih menyempurnakan laporan ini maka penulis menerima kritik dan juga
saran yang membangun untuk pebaikan lebih lanjut,. Akhir kata penulis berharap laporan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang,

Desember 2006
Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................

ii

KATA PENGANTAR.......................................................................................

iii

DAFTAR ISI.....................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR........................................................................................

vii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN.........................................................................

A. Latar Belakang Masalah..........................................................

B. Tujuan Penulisan......................................................................

C. Metode Pengumpulan Data......................................................

D. Sistematika Penulisan..............................................................

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................

A. Anatomi Fisiologi dan Patologi...............................................

1. Anatomi dan Fisiologi.......................................................

2. Patologi..............................................................................

B. Teknik Radiografi....................................................................
BAB III

PEMBAHASAN............................................................................
A. Paparan Kasus..........................................................................
1. Identitas Pasien.................................................................
2. Riwayat Pasien ..................................................................
B. Prosedur Pemeriksaan .............................................................
C. Pembahasan ............................................................................

BAB IV

PENUTUP.....................................................................................
A. Kesimpulan...............................................................................
B. Saran ........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu radiology sejalan dengan kemajuan ilmu kedokteran dan
ilmu-ilmu pada umumnya. Kemajuan di bidang radiologi menghasilkan pemeriksaan
diagnostik (diagnostik imaging). Perkembangan ilmu radiologi yang juga diiringi
perkembangan peralatan radiologi yang semakin mutakhir menuntut manusia untuk
meningkatkan kualitas, ketrampilan dan kinerja radiografer untuk menghasilkan
gambaran radiograf yang informativ.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah salah satu program untuk meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan mahasiswa jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi
dalam bidang teknik pemeriksaan Radiologi.
Dalam kesempatan praktek kerja lapangan ini, penulis mendapat tempat di
instalasi Radiologi RS Dr.Kariadi Semarang yang banyak menangani berbagai
pemeriksaan radiologi. Salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan di instalasi ini
adalah pemeriksaan sinus paranasal dengan diagnosis suspek ethmoiditis sinistra. Oleh
karena itu penulis membuat satu laporan kassu dengan judul Pemeriksaan Radiologi
dengan Indikasi Ethmoiditis Sinistra di Instalasi RS Dr.Kariadi Semarang. Penulis
mencoba memaparkan bagaimana teknik radiografi yang biasa dilakukan sehubungan
dengan kasus tesebut di instalasi ini.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Kerja Lapangan di instalasi RSDK
Semarang.
2. Penulis ingin menjelaskan bagaimana prosedur pemeriksaan 5adiology sinusitis
Ethmoidalis yang biasa dilakukan di RS Dr. Kariadi Semarang.
3. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang teknik pemeriksaan Radiologi
khususnya tentang pemeriksaan sinus paranasal.

C. Metode Pengumpulan Data


1. Observasi
Penulis melakukan pengamatan terhadap radiograf pasien yang telah diperiksa
2. Pustaka
Penulis membaca buku-buku penunjang
3. Wawancara
Penulis mewawancarai radiografer untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan pemeriksaan tersebut.
D. Sistematika Penulisan
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Pengumpulan Data
D. Sistematika Penulisan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi dan Patologi
B. Teknik Radiografi

BAB III

PEMBAHASAN
A. Paparan Kasus
B. Prosedur Pemeriksaan
C. Pembahasan

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena
bentuknya sangat berpariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari
yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sphenoid kanan dan
kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga didalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) kedalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannnya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus ethmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero
superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara
15-18 tahun.

Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologis sinus paranasal.
Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal itu tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain (1)
sebagai pengatur kondisi udara, (2) sebagai penahan suhu, (3) membantu keseimbangan

kepala, (4) membantu resonansi suara, (5) peredam perubahan tekanan udara dan (6)
membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.
A.

Anatomi Fisiologi dan Patologi


a.

Anatomi Fisiologi
1. Sinus Maksila
Terletak dikorpus maksila dan merupakan sinus paranasal yang
terbesar.sinus ini pada anak-anak lebih kecil dan mencapai ukuran sempurna
setelah tumbuhnya gigi-gigi tetap.Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml,
sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.masing-masing sinus merupakan sebuah
rongga yang berbentuk pyramid, basisnya menuju kedinding lateral rongga
hidung dan apeknya menjorok ke prosesus zigomatikum.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fosa kanina, dinding maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya
adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah
a. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
sehingga infeksi gigi geligi mdah naik keatas yang akan menyebabkan sinusitis.
b. Sinus maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase
kurang baik, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus ethmoid anterior dan pembengkakan
akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus
maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
2. Sinus Frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke


empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infudibulum
etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8 10 tahun dan
akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari
pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang
lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih
5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan
dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuklekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus
pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan
oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi
dari sinus frontal muda menjalar ke daerah lain.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus
frontal. Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior. Resesus frontal
adalah bagian dari sinus etmoid anterior.
3. Sinus Etmoid
Dari semua paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhirakhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi
sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid
dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5
cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian
posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai
sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang
terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya
bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid
dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus
etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid
anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perekatan konka

media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit,
disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid
yang terbesar disebut pula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus
maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan
sinusitis frontal dan pembengkakan di

infundibulum dapat menyebabkan

sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis
dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus
etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
4. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya
bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan
nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan
rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a karotis interna (sering tampak sebagai indentasi)
dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah
pons.

b.

Patologi

10

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan
sinusitis sfenoid.
Bila mengenal beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai
semua sinus paranasal disebut pensinusitis.
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan
sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum.
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, merupakan sinus yang sering
terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila
hanya tergantung dari gerakan silia (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi
(prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4)
ostium sinus maksila terletak di meats medius, di sekitar hiatus semilunaris yang
sempit, sehingga muda tersumbat.
1. Patofisiologi
Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya
berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir
tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi di dalam
sinus, sehingga silila menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa
sinus menjadi lebih kental dan merupakan mediayagn baik untuk tumbuhnya
bateri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi
lendir, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi
perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan
kista.
2. Faktor predisposisi
Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertofi konka media, benda
asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga
menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak,
yang merupakan media untuk tumbuhanya bateri.

11

Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta
kering, yang mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia.
3. Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila
gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu; sinusitis subakut bila
berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila berlangsung
lebih dari 3 bulan.
Tetapi apabila dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis
akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan terdapat tanda-tanda
radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda akut sudah reda dan
perubahan histologik mukosa sinus masih irreversible, misalnya sudah berubah
menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah
berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin
dikerjakan.
a.

Sinusitis Akut
Penyakit

ini dimulai

dengan penyumbatan

daerah kompleks

ostiomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat
merupakan penyebaran dari infeksi gigi.
Etiologi
Penyebab sinusitis akut ialah (1) rintitis akut (2) infeksi faring, seperti
faringitis, adenoiditis, tonsillitis akut (3) infeksi gigi rahan atas M 1, M2, M3
serta P1 dan P2 (dentogen) (4) berenang dan menyelam (5) trauma, dapat
menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal (6) barotrauma dapat
menyebabkan nekrosis mukosa.
Gejala Subyektif
Gejala subjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat ingus kental
yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan
hidung tersumbat, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadangkadang dirasakan juga di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Pada
sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak mata dan kadang-kadang menyebar

12

ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di
depan telinga.
Rasa nyeri pada sinusitis etmoid di pangkal hidung

dan kantus

medius. Kadang-kadang dirasakan nyeri bola mata atau di belakangnya, dan


nyeri akan bertambah bila mata digerakkan. Nyeri alih dirasakan di pelipis
(pariental).
Pada sinusitis frontal rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan nyeri di
seluruh kepala. Rasa nyeri pada sinusitis sfenoid di verteks, oksipital, di
belakang bola mata dan di daerah mastoid.
Gejala Obyekif
Pada pemeriksaan sinusitis akut akan tampak pembengkakan di daerah
muka. Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak
mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, pada
sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.
Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis etmoid
posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak ke luar dan meatus superior.
Pada rinoskopi anterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
b. Sinusitis Subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang
akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri) sudah reda. Pada rinoskopi
anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau superior. Pada
rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan
transiluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap.
Pada sinusitis maksila dapat dilakukan tindakan fungsi irigasi. Pada
sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah, dapat
dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz (Proetz displacement
therapy).
Fungsi dan irigasi sinus maksila. Dilakukan untuk mengeluarkan
sekret yang terkumpul di dalam rongga sinus maksila. Caranya ialah dengan

13

memakai trokar yang ditusukkan di meatus interior, diarahkan ke sudut luar


mata atau tepi atas daun telinga. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus dengan
larutan garam fisiologis. Sekret akan keluar melalui hidung atau mulut.
Pungsi dan irigasi dapat juga dilakukan melalui fosa kanina. Pada kasus yang
meragukan, pungsi dapat digunakan sebagai tindakan diagnostik untuk
memastikan ada atau tidaknya sekret di sinus maksila.
Tindakan pencucian Proetz (Proetz displacement therapy). Pada
prinsipnya membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus
paranasal untuk dapat mengisap sekret ke luar. Diteteskan larutan
vasokonstriktor (HCL efedrin 0,5 1,5%) untuk membuka ostium yang
kemudian masuk ke dalam sinus. HCL efedrin akan mengurangi edema
mukosa dan tercampur dengan sekret di dalam rongga sinus, kemudian
dihisap ke luar. Sementara itu pasien harus mengatakan kak-kak-kak
supaya palatum mole terangkat, sehingga ruang antara nasofaring dan
otofaring, hidung seta sinus menjadi satu rongga yang bertekanan negatif
pada saat penghisapan, sehingga sekret mudah keluar.
Tindakan inranasai lain yang mungkin perlu dilakukan untuk
menghilangkan faktor predisposisi antara lainoperasi koreksi septum bila
terdapat deviasi septum, pengangkatan polip bila ada polip dan konkotomi
parsial atau total bila ada hipertrofikonka. Prinsipnya ialah supaya drenase
sekret menjadi lancar.
c. Sinusitis Kronis
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek,
umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medika-mentosa saja.
Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi
perubahan mukosa hidung. Perubahan mukosa hidung dapat juga disebabkan
oleh alergi dan defisiensi imunologik.
Gejala subyektif
Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :

14

1)

gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan


sekret pasca nasal (post nasal drip)

2)

gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok

3)

gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena


tersumbatnya tuba Eustachius.

4)

Adanya nyeri / sakit kepala

5)

Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus


naso lakrimalis

6)

Gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat


komplikasi di paru, berupa bronchitis atau bronkiektasis atau asma
bronchial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.

7)

Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan


dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.
Kadang-kadang gejala sangat ringan hanya terdapat sekret di
nasofaring yang mengganggu pasien. Sekret pasca nasal yang terus
menerus akan mengakibatkan batuk kronik
Nyeri kepala dan sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari,
dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum
diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi
penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya statis
vena.

Gejala obyektif
Pada sinus kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis
akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior
dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus
superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau
turun ke tenggorok.

Komplikasi

15

1) Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat


sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.
2) Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranesal yang berdekatan
dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian
sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah
edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan
selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
3) Kelainan intrakranial. Kelainan intrakrania. Dapat berupa meningitis,
abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus
kavernosus
4) Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronchial
B.

Teknik Radiografi
1. Persiapan Pemeriksaan

Pesawat X-Ray

Grid

Computer Radiografic.

Alat fixasi : sand bag atau soft bag

Persiapan Pasien
Persiapan pasien pada pemeriksaan sinus paranasal dengan indikasi
sinusitis ini, yaitu tidak ada persiapan khusus, tetaoi pasien diberikan
penjelasan atau arahan mengenai prosedur apa saja yang akan dilakukan oleh
radiographer. Ingatkan pasien untuk melepas benda-benda atau aksesoris
disekitar objek yang akan diperiksa

16

2. Proyeksi Radiografi
Adapun priyeksi radiografi yang dipakai dalam pemeriksaan sinus paranasal antara
lain :
a.

Proyeksi Face Bone Lateral

Posisi Pasien : pasien erect atau tidur semi prone diatas meja pemeriksaan

Posisi Objek :
kepala dirotasikan agar MSP kepala parallel dengan

meja pemeriksaan.

Sella tursika diatur tepat ditengah kaset.

Kepala sedikit menunduk sehingga IOML tegak lurus


terhadap kaset.

Central Ray : vertical tegak lurus kaset

Central Point : 1 inchi anterior MAE melalui OML, ditarik garis lurus
kesuperior 1 inchi.

FFD : 100 cm

Kriterie gambar :

Sella tursika tampak segaris

Tampak sinus frontalis, ethmoidalis, maksilaris, dan sphenodalis

Tampak os frontal, os temporal, os occipitale, os parietal, os


maksila, fossa orbita dan mandibula.

17

b.

Proyeksi Caldwel

Posisi Pasien : pasien erect atau tidur telungkup pada meja pemeriksaan
dengan kedua tangan disamping kepala sebagai fiksasi
Posisi Objek :

MSP kepala diatur tegak lurus terhadap kaset

Dahi dan hidung menempel pada kaset sehingga OML tegak


lurus terhadap kaset.

Central Ray : vertical tegak lurus kaset


Central Point : occipitale - nasion
FFD : 100 cm
Kriterie gambar :

c.

Tampak sinus frontalis, ethmoidalis, maksilaris, dan sphenodalis

Tampak os frontale, fossa orbital, fossa nasal, septum nasi.

Tampak konka nasal, os maksila, os mandibula, os zigomatikum.

Tampak os mastoid, os petrosum, dan gigi-geligi

Proyeksi Waters

18

Posisi Pasien : pasien erect atau tidur telungkup pada meja pemeriksaan
dengan disamping kepala sebagai fiksasi.
Posisi Objek :

MSP kepala diatur tegak lurus terhadap kaset

Atur dagu menempel pada kaset atau kepala di ekstensikan sehingga


MML terhadap kaset.

Central Ray : vertical tegak lurus terhadap kaset


Central Point : occipitale - acanthion
FFD : 100 cm
Kriteria gambar :

d.

Tampak sinus frontalis, ethmoidalis, maksilaris, dan sphenodalis

Tampak os zygomatikum, septum nasi, os nasal, conca nasal.

Tampak os petrosum dibawah sinus maksilaris

Tampak vomer palatum lakrimalis.

Tampak os mandibula dan air cell mastoid

Proyeksi Submentovertex

19

Posisi Pasien : pasien erect atau tidur diatas meja pemeriksaan dengan
tubuh tepat pada mid line, kedua tangan disamping tubuh.

Posisi Objek : kepala diekstensikan penuh sehingga IOML parallel dengan


meja pemeriksaan.

Central Ray : vertical tegak lurus kaset.

Central Point : pada pertengahan angulus mandibula melalui sella tursika


menuju vertex.

FFD : 100 cm

Kriterie gambar :

Tampak sinus frontalis, ethmoidalis, maksilaris, dan sphenodalis

Tampak foramen magnum, foramen rotundum, foramen ovale, voramen


spinosum.

Tampak aankle mandibula, kaput mandibula, processus coronoideus, os


vomer, os sphenoid dan dan os zygomatikum.

20

BAB III
PEMBAHASAN
A.

Paparan Kasus
1.

Identitas Pasien
Untuk refrensi penunjang dalam melekukan pemeriksaan, penulis menyajikan
identifikasi pasien dalam tinjauan kasus ini yang diperoleh dari formulir permintaan
foto radiograf yang telah didaftarkan sebelumnya.
Adapun identitas pasien tersebut antara lain :
Nama

: Ny. X

Umur:

: 60 tahun

Jenis kelamin

: perempuan

Alamat

: Semarang

No. pendaftaran

: 716981

Tanggal pemeriksaan

: 13 Nopember 2006

Tempat pendaftaran

: Instalasi Radiologi bagian rawat jalan RS Dr. Kariadi

Semarang
Permintaan foto

: SPN (waters)

Keluhan

: sering flu

Diagnosa klinis

: suspeksi sinusitis

2. Riwayat Pasien

21

Pada hari senin, tanggal 13 Nopember 2006 pasien datang dengan nama Ny. Suratmi
ke Instalasi Radiologi RS Dr. Kariadi Semarang dengan keluhan sering flu.hasil
diagnosa dokter diduga pasien yang bersangkutan mengalami suspeksi sinusitis.
B. Prosedur Pemeriksaan
a.

Persiapan Alat

Pesawat X-Ray

Grid

Computer Radiografic

Alat fixasi : sand bag atau soft bag

b.

Persiapan Pasien
Adapun persiapan pasien pada pemeriksaan sinus paranasal dengan indikasi
sinusitis ini, yaitu tidak ada persiapan khusus, tetaoi pasien diberikan penjelasan atau
arahan mengenai prosedur apa saja yang akan dilakukan oleh radiographer. Ingatkan
pasien untuk melepas benda-benda atau aksesoris disekitar objek yang akan diperiksa

c.

Teknik Pemeriksaan
Adapun teknik pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang bersangkutan yaitu
dengan proyeksi waters.
e. Proyeksi Waters

Posisi Pasien : pasien erect atau tidur telungkup pada meja pemeriksaan
dengan disamping kepala sebagai fiksasi.

Posisi Objek :
MSP kepala diatur tegak lurus terhadap kaset

22

Atur dagu menempel pada kaset atau kepala di ekstensikan sehingga


MML terhadap kaset.

Central Ray : vertical tegak lurus terhadap kaset

Central Point : occipitale - acanthion

FFD : 100 cm

Kriteria gambar :
Struktur tulang tampak baik
Tidak tampak septum deviasi
Konka nasalis tidak mengalami penebalan
Tampak kesuraman pada sinus ethmoid kiri
Tidak tampak kesuraman pada sinus maksilaris dan frontalis

Kesan : Ethmoiditis Sinistra

C. Pembahasan
Pada pemeriksaan SPN waters di Instalasi Radologi RS Dr. Kariadi Semarang
dilakukan karna pasien dicurigai mengalami suspeksi sinusitis. pasien mengeluh
karena sering mengalami flu yang berlebihan. Dari hasil radiograf yang didapat,
tampak kesuraman pada sinus ethmoid kiri. Dari hasil diagnosa dokter ternyata
pasien menderita Ethmoiditis Sinistra.
Pemeriksaan SPN untuk kasus Ethmoiditis di Instalasi Radiologi RS Dr.
Kariadi Semarang dilakukan dengan proyeksi waters saja, sesuai sesuai dangan
permintaan dokter pangirim. Pemeriksaan Face Bone Lateral tidak dilakukan karena
untuk kasus ethmoiditis dengan proyeksi Waters sudah bisa dilihat adanya kelainan
atau kesuraman pada sinus yang dicurigai, yaitu sinus Ethmoiditis Sinistra.
Disamping itu pemeriksaan dengan hanya satu proyeksi ini dari segi
pembiayaan akan lebih meringankan pasien.

23

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.

Pemeriksaan sinus paranasal dengan indikasi ethmoiditis sinistra di


Instalasi RS Dr. Kariadi Semarang, yaitu menggunakan proyeksi Waters.

2.

apabila ditinjau dari segi pembiayaan akan lebih meringankan pasien.

B. Saran
1. Proyeksi Waters bisa menampilkan adanya kesuraman pada sinus
ethmoid tetepi tidak bisa memperlihatkan seberapa luas daerah ethmoid
yang mengalami radang, untuk itu akan lebih baik apabila dilanjutkan
dengan pemeriksaan CT Scan SPN coronal.
2. Sebaiknya radiographer memperhatikan proteksi radiasi terhadap pasien.

24

DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai