Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut Harun Nasution bahwa persoalan kalam yang


pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa
yang bukan kafir. Persoalan ini berdampak pada kemunculan
Mutazilah yang tidak sepakat dengan pendapat kaum Khawarij
yang mengatakan orang yang berdosa besar adalah kafir, yang
tegasnya murtad dan wajib dibunuh, dan juga tidak sependapat
dengan kaum Murjiah yang mengatakan bahwa orang yang
telah berbuat dosa besar masih tetap mukmin, bukanlah kafir.
Golongan Mutazilah berpendapat bahwa orang yang telah
berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan juga bukanlah kafir,
tetapi menempati posisi antara keduanya, yang dikenal dengan
istilah al- Manzilah baina al-Manzilatain.
Persoalan lain yang menjadi bahan di antara aliran-aliran
kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan. Tarik menarik di antara
aliran kalam dalam menyelesaikan persoalan ini, tampaknya
dipicu oleh klaim yang dibangun atas dasar kerangka berpikir
masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap-tiap aliran
mengaku bahwa fahamnya dapat menyucikan dan memelihara
keesaan Allah. Perdebatan antara aliran kalam tentang sifat Allah
tidak berbatas pada persoalan apakah Allah memiliki sifat atau
tidak, tetapi juga pada persoalan-persoalan cabang sifat-sifat
Allah, seperti antropomorphisme melihat Tuhan, dan esensi alQuran.

Dalam makalah ini akan di terangkan tentang aliran


Mutazilah, dengan harapan bisa menjadi sedikit tambahan
refrensi dalam keilmuan, penulis juga menyadari akan makalah
ini jauh akan kesempurnaan, untuk itu penulis mengajak untuk
belajar

dan

mengembangkan

keilmuan

bersama

untuk

menambah pengetahuan dan wawasan.


BAB II
PEMBAHASAN

1. Asal Usul Mutazilah


Golongan ini muncul pada masa pemerintahan Bani
Umayyah tetapi baru menghebohkan pemikiran keislaman
pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah dalam masa yang
cukup panjang. Namun para ulama berbeda pendapat tentang
waktu munculnya golongan ini.
Pada umumnya ulama berpendapat bahwa tokoh utama
Mutazilah adalah Washil Ibn Atha. Ia adalah salah seorang
murid semasa kuliah ilmu Hasan al-Bashri. Dalam kuliah
tersebut, timbul satu masalah yang hangat pada waktu itu
yaitu

masalah

pelaku

dosa

besar.

Washil

berselisihan

pandangan dengan Hasan al-Bashri dengan mengatakan


bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin, bukan juga kafir
tetapi

ia

berada

antara

keduanya.

Kemudian

Washil

menjauhkan diri dari kuliah itu dan membentuk kuliahnya


sendiri di satu sudut yang lain.
Dalam kitab-kitab Mutazilah pula, para penulisnya
berpendapat bahwa awal kemunculan faham itu jauh lebih
dahulu dari kisah Washil tersebut, mereka berpendapat bahwa
2

di antara penganut mazhab itu adalah banyak yang berasal


dari keluarga Muhammad SAW termasuklah Hasan al-Bashri
sendiri.
Walau bagaimanapun berkenaan waktu yang tepat
kemunculannya adalah tatkala keluarnya fatwa Washil dan
Amr adalah masa yang yang tepat awal kemunculan aliran
Mutazilah ini kerana kedua-duanya dianggap telah dewasa
sehingga mampu untuk menganalisis terhadap masalahmasalah yang besar seperti itu.
Dalam Ensiklopedi Islam pula disebut bahwa golongan
Mutazilah ini muncul antara tahun 105 131 H. Masa ini
merupakan
Menurut

masa-masa

Zuhdi

produktifnya

Jarullah

berpendapat

Washil

dan

bahwa

Amr.

golongan

Mutazilah muncul antara tahun 100 110 H. Alasan beliau


ialah kerana Washil dan Amr adalah mustahil akan memulai
gerakannya sebelum mencapai usia 20 tahun. Ini kerana
keduanya baru dilahirkan dalam tahun 80 H itu. Juga adalah
mustahil jika ia muncul selepas tahun 110 H kerana pada
tahun itu Hasan al-Bashri telah pun meninggal dunia.
Penulis kitab Adab al-Mutazilah pula mengemukakan
bahwa tahun munculnya Mutazilah adalah antara tahun 98
100 H. Pada ketika itu, Washil Ibn Atha dan Amr Ibn Ubaid
telah pun berusia 18 tahun.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa Mutazilah
itu lahir pada akhir abad pertama pada masa Hasan al-Bashri.
Mutazilah muncul di kota Bashrah yang merupakan pusat
peradaban yang dipenuhi dengan berbagai bentuk pemikiran.
Kesan utama kemunculan Mutazilah ini adalah keluarnya
Washil bin Atha dari kuliah ilmu Hasan al-Bashri, kemudian
3

mereka mengetengahkan idea barunya tentang al-Manzilah


Baiyna al-Manzilataini
Penulis Islam klasik, seperti Syahrastani, al-Baghadadi,
ar-Razi, ibn Khillikin, dan lain-lain mengatakan bahwa firqah
(golongan) Mutazilah lahir dari Majelis pengajian (Halqah
Talim) hasan al-Bashri di Baghdad (wafat tahun 110). Beliau
ini seorang pemuka tabiin yang terkenal dan merupakan
seorang imam dan guru yang mengajar agama di Majlis agung
pada waktu itu.1
Dari peristiwa inilah timbul istilah Mutazilah yang
diberikan kepada washil dan para pengikut yang sepaham
dengannya, sebelum ini, istilah Mutazilah juga telah timbul
dalam masyarakat Islam waktu itu dan diberikan kepada
orang-orang yang tidak mau turun serta dalam peristiwa
politik yang terjadi dalam zaman Saidina Hasan bin Ali.
Setelah Saidinah Ali meninggal dunia, para pengikutnya yang
terdiri dari para sahabat dan tabiin terhimpun di sekitar
putranya Hasan dan melantiknya sebagai khalifah karena
mereka tidak bersedia mengakui Muawiyah sebagai khalifah.
Yang

terjadi

kemudian,

saidinah

Hasan

menyerahkan

kekhalifahannya itu kepada Muawiyah, sehingga menimbulkan


kekecewaan

yang

sangat

mendalam

di

kalangan

para

pengikut. Lalu sebagian mereka memisahkan diri dari kancah


politik, tidak lagi berpihak kepada siapapun dan memilih
tinggal di rumah menghabiskan masa untuk beribadat dan
berpuasa.

1 Ahmad Daudi, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: PT Bulan Bintang,


1997), 99.
4

Kaum Mutazilah adalah golongan yang membawa


persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat
filosofi daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum
khawarij dan murjiah. Dalam pembahasan, mereka banyak
memakai akal sehingga mereka mendapat nama Kaum
Rasionalis Islam.
Berbagai analisa yang dimajukan tentang pemberian
nama Mutazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut
buku-buku ilm kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi
antara Wasil bin Ata serta temannya Amr ibn Ubaid dan
Hasan al-Bashri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaranpelajaran yang diberikan Hasan al-Basri di mesjid Basrah.
Pada suatu hari datang seorang bertanya mengenai
pendapatnya tentang orang yang berdosa besar. Sebagai
diketahui kaum Khawarij memandang mereka kafir sedang
kaum Murjiah memandang mereka mukmin. Ketika Hasan alBasri masih berpikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri
dengan mengatakan:
Saya

berpendapat

bahwa

orang

yang

berdosa

besar

bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil


posisi diantara keduanya; tidak mukmin dan tidak kafir.
Kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri
pergi ke tempat lain di mesjid; di sana ia mengulangi
pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri
mengatakan: Wasil menjauhkan diri dari kita (Itazilaanna).
Dengan demikian ia serta teman-temanya, kata al-Syarastani,
disebut Mutazilah.

Dari penjelasan di atas, tentang penamaan aliran ini


dengan Mutazilah, jelas bahwa penamaan ini bukanlah
berasal dari kalangan Mutazilah sendiri, namun dari pihak
lain, dalam hal ini secara kongkritnya adalah al-Hasan alBashri yang mengungkapkan: Washil telah mengasingkan diri
dari kita () . Kalangan Mutazilah sendiri pada
awalnya tidak senang dengan sebutan ini, sebab sebutan ini
bisa disalahartikan oleh lawan-lawannya dengan konotasi
negatif untuk menyudutkan mereka. Karena tidak ada jalan
untuk menghindarinya, sehingga merekapun mengemukakan
alasan kebaikan penggunaan nama Mutazilah bagi mereka,
seperti yang dilakukan Ibnu al-Murtadha dalam kitab alMunyah wa al-Amal, dia mengatakan bahwa mereka sendiri
yang memberikan nama itu atas diri mereka, bukan kelompok
lain,

dan

mereka

tidak

menyalahi

Ijmak,

akan

tetapi

sebaliknya justru mereka menggunakan Ijmak yang ada di


masa-masa

awal

Islam.

menggunakan

Bahkan

Ibnu

al-Quran

al-Murtadha
dan

juga
Hadits

untuk mendukung penamaan ini, seperti:


1. QS. Al-Muzammil: 10
..dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.
Menjauhi mereka adalah dengan itizal (memisahkan diri) dari
mereka.
2. Hadits: Siapa yang menjauhi keburukan, akan jatuh dalam
kebaikan
Sesungghnya

yang

dilakukan

Ibnu

al-Murtadha

ini

hanyalah usaha untuk menutupi kelemahan dan membantah


tudingan-tudingan

negatif

dari

lawan-

lawan mereka. Disamping Mutazilah, banyak nama lain yang


mereka sandang, seperti Ahlu al-Adli wa al-Tauhid, Ahlu al6

Haq, al-Qadariyah, al-Jahmiyah, al-Khawarij, al-Waidiyah, dan


al-Muaththilah. Namun mereka lebih menyukai istilah Ahlu
al-Adli wa al-Tauhid (golongan keadilan dan tauhid) sebagai
nama bagi golongan mereka. Istilah ini diambil dari dua
prinsip dari lima prinsip yang menjadi dasar seluruh ajaran
mereka

(al-ushul

al-khamsah).

Meskipun banyak kalangan yang mengkonotasikan


nama Mutazilah dengan makna negatif, tapi pada dasarnya
istilah ini adalah istilah biasa yang netral, tidak berkonotasi
positif

ataupun

negatif,

hanya

saja

pada

masa-masa

berikutnya dalam perkembangan aliran ini, mereka mulai


memunculkan

paham-paham

yang

dianggap

aneh

dan

berbahaya oleh jumhur, sehingga lambat laun istilah ini


menjadi berkonotasi negatif.2
2. Akidah Mutazilah
Walaupun golongan Mutazilah mengalami berbagai
perpecahan dan paham yang berbeda, sesama mereka dalam
masalah akidah, seperti halnya Syiah dan Khawarij, namun
mereka memiliki asas atau prinsip yang mengikat mereka
dalam suatu golongan (firqah) dan yang karena ini, mereka
disebut

sebagai

golongan

Mutazilah.

Selagi

mereka

berpegang pada lima prinsip )) gelar tersebut


tetap

melekat

pada

mereka

walaupun

dalam

masalah

rinciannya mereka berselisih. Dalam zaman washil, baru


empat prinsip yang telah dirumuskan, yaitu: tauhid, keadilan
Allah, manzilah baina al-manzilataini, dan penilaian bahwa
ada yang salah antara pihak yang bertarung. Siapa yang
bersalah dalam peristiwa-peristiwa yang berdarah itu. Dengan
2 http://ragab304.wordpress.com/2009/02/05/mutazilah-asal-usuldan-ide-ide-pokok/
7

empat

prinsip

perbedaannya

ini,

golongan

dengan

ini

golongan

menjadi

lain.

Dan

lebih

jelas

pada

masa

golongan ini dipimpin oleh Abu al-Huzail bin Atha, ajaran asas
golongan ini telah berkembang menjadi lima,3 yaitu:
1. At-Tauhid (Keesaan Allah)
At-Tauhid adalah prinsip dan dasar pertama dan
yang paling utama dalam aqidah islam. Dengan
demikian prinsip ini bukan hanya milik mutazilah,
melainkan milik semua umat islam. Akan tetapi
mutazilah

lebih

mengkhususkannya

lagi

kedalam

empat, beberapa pendapat diantaranya:

Menafikan sifat-sifat Allah.


Dalam hal ini mutazilah tidak mengakui
adanya sifat pada Allah. Apa yang dipandang
orang sebagai sifat bagi mutazilah tidak lain
adalah Dzat Allah itu sendiri, dalam artian
Allah tidak mempunyai sifat karena yang
mempunyai sifat itu adalah makhluk. Jika
tuhan mempunyai sifat berarti ada dua yang
qadim yaitu dzat dan sifat sedangkan Allah
melihat,

mendengar

itu

dengan

dzatnya

bukan dengan sifatnya.

Al-Quran adalah makhluk.


Dikatakan

makhluk

karena

al-Quran

adalah firman dan tidak qadim dan perlu


diyakini bahwa segala sesuatu selain Allah itu
adalah makhluk.

Allah tidak dapat dilihat dengan mata.

3 Ahmad Daudiya, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: PT Bulan Bintang,


197), 100.
8

Karena Allah adalah dzat yang ghaib, dan


tidak mungkin dapat dilihat dengan mata
akan tetapi kita harus meyakininya dengan
keyakinan yang pasti.

Berbeda dengan makhluknya (Mukhalafatuhu


lilhawadist)

2. Al-Adl (keadilan tuhan)


Prinsip

ini

mengajarkan

bahwa,

Allah

tidak

menghendaki keburukan bagi hambanya, manusia


sendirilah yang menghendaki keburukan itu. Karena
pada dasarnya manusia diciptakan dalam kedaan
fitrah

(Suci).

Hanya

dengan

kemampuan

yang

diberikan tuhanlah, manusia dapat melakukan yang


baik. Karena itu, jika ia melakukan kejahatan, berarti
manusia

itu

sendirilah

yang

menghendaki

hal

tersebut. Dari prinsip inilah, timbul ajaran mutazilah


yang dikenal dengan nama Al-Shalah Wa Al-Ashlah,
artinya Allah hany menghendaki sesuatu yang baik,
bahkan sesuatu terbaik untuk kemaslahatan manusia.

3. Al-Wad Wa-Al-Waid (Janji baik dan ancaman)


Dalam

hal

ini

Allah

menjanjikan

akan

memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik


dan akan menyiksa kepada orang yang berbuat jahat.
Janji ini pasti dipenuhi oleh tuhan karena Allah tidak
akan ingkar terhadap janjinya. Dalam prinsip ini

mutazilah menolak adanya syafaat atau pertolonagn


dihari kiamat. Sebab syafaat bertentangan dengan
janji tuhan.
4. Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain (Posisi diantara
dua posisi)
Pendapat ini dikemukakan oleh Washil Bin Atha
dan merupakan pendapat yang pertama dari aliran
mutazilah. Menurut ajaran ini, seorang muslim yang
melakukan dosa besar dan tidak sempat bertaubat
kepada Allah SWT maka ia tidaklah mukmin dan tidak
pula kafr. Ia berada diantara keduanya. Dikatakan
tidak mukmin karena ia melakukan dosa besar dan
dikatakan tidak kafir karena ia masi percaya kepada
Allah

dan

syahadat.

berpegang
Dengan

teguh

pada

demikian

Washil

dua
bin

kalimat
atha

menyebutnya sebagai orang fasiq.


5. Amar Makruf dan Nahi munkar.
Prinsip ini menitik beratkan kepada permasalahan
hukum fiqh, bahwa amar makruf dan nahi munkar
harus

ditegakkan

dan

wajib

dilaksanakan.

Kaum

mutazilah sangat gigih melaksanakan prinsip ini,


bahkan pernah melakukan kekerasan demi amar
makruf dan nahi munkar.

10

3. Tokoh-Tokoh Mu'tazilah dan Beberapa Pemikirannya


1. Washil Ibn Atha'
Abu Huzaifah ibn A'tha al-Ghazali(nama lengkap),
lahir di Madinah tahun 80 H, dan wafat pada tahun 131 H.
Mengenai pemikiran dan pendapat-pendapat Washil ibn
Atha', yaitu tentang faham al-manzilah bain almanzilatain,
dikarenakan ia menghindar atau tidak sependapat ketidak
tuntasan

golongan

Murjiah

serta

berlebih-lebihannya

golongan Khawarij. Yang kedua adalah faham qodariah yang


dianjurkan oleh Mabad dan Ghailan.4tuhan itu bersifat adil
dan tak dapat berbuat jahat atau dzalim, dan manusialah
yang menciptakan perbuatan baik atau buruknya. Yang
ketiag yaitu tentang nafy al-sifat dalam arti bahwa apa-apa
yang disebut sifat tuhan sebenarnya bukanlah sifat yang
mempunyai wujud diluar zat Tuhan, etapi sifat adalah esensi
Tuhan itu sendiri.
2. Abu al-Huzail al- Allaf
Nama lengkapnya adalah Abu al-Huzail Muhammad
ibn Abdillah ibn Makhul al-Allaf, ia lahir pada tahun 135 H,
dan wafat pada tahun 235 H, dan banyak hubungannya
dengan falsafah yunani. Beliau menjelaskan tentang apa
arti dari nafy al-sifat, menurut beliau sifat tuhan itu adalah
dzat tuhan, sehingga persoalan adanya yang qodim selain
Tuhan menjadi hilang dengan sendiinya. Selanjutnya Abu
Huzail berpendapat bahwa dengan akalnya manusia dapat
dan wajib mengetahui Tuhan.

4 Nasution, Harun, Teologi Islam, (Universitas Indonesia Press,


Jakarta: 2008), 45
11

3. Al-Nazzam
Nama lengkap Abu Ishaq Ibrahim ibn Sayyar ibn
Mani' al-Nazzam, lahir di Basrah pada tahun 185 H dan
wafat pada tahun 221 H. ia adalah murid Abu Huzail al-Allaf,
seorang tokoh Mu'tazilah di Basrah. Keduanya pernah samasama menghadiri majelis al-Makmun.
An-Nazzam

mempunyai

pemikiran

yang

sangat

menarik, yaitu bahwa Allah tidak bisa disifati dengan alqudrah untuk berbuat jahat dan maksiyat. Perbuatan
tersebut tidak ada dalam kekuasaan Tuhan. Dan berlawanan
dengan pendapat para sahabat yang menyatakan bahwa
tuhan

kuasa

melakukannya.

Tapi

tidak

melakukannya

karena perbuatan tersebut termasuk buruk, melainkan


Tuhan tidak sanggup berbuat yang tidak baik, tuhan yang
wajib berbuat hanya bagi manusia.
Menurut An-Nazzam, bahwa yang menjadi hakekat
manusia adalah jiwanya, badan hanya sebagai alat saja.
Jiwalah yang mempunyai daya, kemampuan kehidupan dan
kehendak.
4. Al-Jubba'i
Abu Ali Muhammad ibn Abdul Wahab ibn Khalid ibn
Imran ibn Aban al-Jubba'I, di lahirkan di Jubba', daerah
Khuzistan,pada tahun 235 H dan wafat pda bulan sya'ban
tahun 303 H. Diantara pemikiran yang menonjol yaitu :
a. Tentang zat Allah dan sifat-sifatnya.
Mengenai
berpendapat

peniadaan

bahwa

12

Tuhan

sifat

Tuhan,

mengetahui

beliau
melalui

esensi-Nya, demikian pula berkuasa dan hidup


melalui esensinya.
b. Perbuatan Manusia
perbuatan
kebaikan

yang

atau

diciptakan

kejahatan,

manusia
ketaatan

yaitu
atau

kemaksiatan, itu semua karena kebebasannya dan


adanya kemampuan sebelum berbuat.
c. Kedewasaan, Akal dan Ilmu
Kedewasaan manusia tidak tergantung pada
umumnya, tetapi tergantung pada kesempurnaan
akalnya. Yang juga disebut (al-bulugh takammulul
al'aql).

4. Mu'tazilah dan Perkembangan Berikutnya


Aliran Mu'tazilah telah berkembang pesat pada masa
khalifah al-Makmun, bahkan ia dijadikan sebagai madzhab
resmi di negara. Ia beranggapan bahwa sistematika berfikir
dalam mu'tazilah akan dapat melahirkan ilmu-ilmu yang
tangguh dan tahan uji menghadapi serangan kaum Zindiq dan
musuh-musuh Islam lainnya.
Berbeda dengan al- rasyid, khalifah al-Makmun justru
mengambil keputusan untuk mengangkat Mu'tazilah sebagai
madzhab negara. Yang dikeluarkan pada tahun 833 M, semua
qadi harus diperiksa mengenai pendapat khalqu al-Qur'an.
Dengan demikian timbullah sejarah Islam yang disebut
sebagai al-Mihnah atau inquisition.

13

Gerakan al-Mihnah tersebut mempunyai tujuan ganda


yaitu:

pertama,

ia

ingin

membersihkan

para

aperatur

pemerintahannya dan pemimpin-pemimpin masyarakat dari


perbuatan-perbuatan syirik. Kedua, ia ingin memperbesar
pengikut Mutazilah yang minoritas itu. Akan tetapi fakta
menunjukkan, al-Mihnah sama sekali tidak menguntungkan
bagi

khalifah,

lebih-lebih

bagi

Mu'tazilah.

Akibatnya,

Mu'tazilah kehilangan simpati di kalangan masyarakat, karena


di anggap sebagai sumber bencana.
Melalui al-Mihnah, al-Makmun berharap agar Mu'tazilah
memperoleh pengikut dan simpatisan yang banyak, tetapi
yang terjadi malah sebaliknya, Mu'tazilah dirugikan dan
lawan-lawannya semakin banyak.
Kemunduran

aliran

Mu'tazilah

merupakan

kerugian

besar bagi dunia Islam, karena setelah itu pemikiran dunia


Islam secara perlahan-lahan menjadi beku dan jumud, seperti
yang dikemukakan oleh Muhammad Amin: "Hilangnya aliran
mu'tazilah merupakan bencana terbesar bagi kaum muslimin
".5 ini disebabkan karena ungkapan-ungkapan mereka yang
rasional-filosofik lebih mudah di terima para pemikir rasional
yang kebanyakan dewasa, ini lahir di negara barat.
BAB III
KESIMPULAN

Mutazilah itu lahir pada akhir abad pertama pada masa


Hasan al-Bashri. Mutazilah muncul di kota Bashrah yang
5 Nasution, Harun, Teologi Islam, (Universitas Indonesia Press,
Jakarta: 2008), 59.
14

merupakan pusat peradaban yang dipenuhi dengan berbagai


bentuk pemikiran. Kesan utama kemunculan Mutazilah ini
adalah keluarnya Washil bin Atha dari kuliah ilmu Hasan alBashri, kemudian mereka mengetengahkan idea barunya
tentang al-Manzilah baina al-Manzilataini.
Ada 5 hal pokok yang dijadikan dasar ajaran kaum
Mutazilah, yang disebut al-Ushul al-Khamsah, yaitu:
1. Al-Tauhid (Tauhid)
2. Al-Adl (Keadilan)
3. Al-Wad wa al-Waid (Janji dan Ancaman)
4. Al-Manzilah baina al-Manzilatain (Tempat di
Antara Dua Tempat)
5. Al-Amru bi al-Maruf wa al-Nahyu an alMunkar (Menyuruh Kebaikan dan Melarang
Keburukan)
Peristiwa al-Mihnah merupakan salah satu penyebab
kemunduran kaum Mutazilah, yang mengakibatkan Mu'tazilah
kehilangan simpati di kalangan masyarakat, karena di anggap
sebagai sumber bencana.

15

Anda mungkin juga menyukai