Anda di halaman 1dari 36

5.

Perencanaan di tingkat puskesmas (microplanning/managemen)


1. Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup
a. Pengertian:
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu
ditunjang oleh manajemen Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah
rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran
Puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan
oleh Puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen. Ada tiga fungsi manajemen
Puskesmas yang dikenal yakni Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta
Pengawasan dan Pertanggungjawaban. Semua fungsi manajemen tersebut harus
dilaksanakan secara terkait dan berkesinambungan.9
b. Tujuan:
-

Umum:

Meningkatkan cakupan pelayanan program prioritas sesuai dengan masalah


yang dihadapi Puskesmas, sehingga dapat meningkatkan fungsi Puskesmas.

Khusus:

Tersusunnya rencana kerja Puskesmas untuk jangka waktu 5 tahun secara


tertulis.

Tersusunnya rencana kerja tahunan Puskesmas, sebagai jabaran rencana


kerja 5 tahunan tersebut secara tertulis.

c. Ruang Lingkup:
Rencana yang disusun tersebut seyogyanya meliputi seluruh kegiatan pokok
Puskesmas, akan tetapi dapat dibatasi sesuai dengan masalah yang dihadapi; dengan
memperhatikan prioritas, kebijaksanaan dan strategi yang telah ditetapkan oleh Pusat,
Dati I dan Dati ll-nya.
2. Langkah langkah penyusunan rencana
Dalam melaksanakan kegiatan penyusunan rencana tingkat Puskesmas, ada 4
(empat) langkah pokok yang perlu dilaksanakan yaitu:

Identifikasi keadaan dan masalah.

Penyusunan rencana.

Penyusunan POA tahun pertama.

Penulisan naskah rencana.

a. Identifikasi Keadaan dan Masalah


Langkah ini akan menghasilkan satu rumusan tentang keadaan dan prioritas
masalah yang dihadapi Puskesmas serta alternatif pemecahannya.
Kegiatan-kegiatan ini mencakup:

Mengetahui kebijaksanaan yang telah ditetapkan

Pengumpulan data

Analisa data

perumusan masalah

Penentuan peringkat masalah

Mengetahui kebijakan yang telah ditetapkan oleh:


PUSAT, misalnya SKN, RP3JPK, Repelita V dan kebijaksanaan sektor lain
yang terkait
DATI-I, misalnya Repelita Propinsi, target strategi pelaksanaan program
propinsi dan sektor lain yang terkait yang dikeluarkan Dati-I.
DATI-II, misalnya target, strategi pelaksanaan program dan kebijaksanaan
sektor lain terkait yang dikeluarkan Dati-I I.
Pengumpulan Data
(a) Data Umum
Data yang dihimpun meliputi keadaan umum wilayah kerja Puskesmas,
misalnya pembagian administratif, sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.
(b) Data wilayah
Data yang dihimpun meliputi peta, luas wilayah, jumlah desa, jumlah RK/RW,
jarak desa ke Puskesmas, sarana komunikasi, dan lain sebagainya.
(c) Data Penduduk
Data yang dihimpun meliputi jumlah seluruh penduduk, distribusi per desa
dan per RK/RW; menurut jenis kelamin dan golongan umur dengan penekanan pada
distribusi yang disesuaikan dengan sasaran program.
(d) Data Sumber Daya
o Puskesmas:
Sarana Fisik

meliputi seluruh bangunan fasilitas kesehatan (Puskesmas, Puskesmas


Pembantu), Puskesmas Keliling, kendaraan, peralatan medis & nonmedis.
Tenaga
meliputi seluruh macam tenaga, status kepegawaiannya, jumlah dan latar
belakang pendidikannya.
Dana
meliputi semua dana yang diterima Puskesmas yaitu yang berasal dari APBN,
APBD I dan II termasuk dari BKKBN, PHB dan sektor lain yang terkait, serta
kemungkinan sumbangan-sumbangan yang bisa didapatkan.
o Masyarakat:
Sarana Fisik
meliputi Posyandu, Pos KB dan Pos lainnya serta peralatan yang dimiliki
seperti dacin, set alat masak, dukun kit dan lain sebagainya.
Tenaga
meliputi kader PKK, kader Dasawisma, kader Posyandu dan kader lainnya,
serta dukun bersalin atau tenaga kesehatan tradisional lainnya.
Dana
meliputi Dana Sehat, Dana Koperasi Simpan Pinjam dan dana lainnya yang dapat
dipergunakan untuk kegiatan kesehatan.
(e) Data Status Kesehatan
Data yang dihimpun meliputi data indikator derajat kesehatan yaitu 1MR
(Infant Mortality Rate), CMR (Children Mortality Rate), MMR (Maternal Mortality
Rate), CDR (Crude Death Rate), Incidence/Prevalence Rate dan CFR (Case Fatality
Rate) penyakittertentu, CBR (Crude Birth Rate), FR (Fertiiity Rate), LE (Level of
Education) dan lain sebagainya.
(f) Data Cakupan Program
Data yang dihimpun meliputi data cakupan untuk masing-masing program
sesuai dengan indikator dan variabelnya. Sebagai pegangan dapat dipakai
indikator/variabel yang dipergunakan dalam perhitungan stratifikasi Puskesmas.
Untuk mempermudah analisa data, maka semua data yang telah dikumpulkan disusun
dalam suatu tabel/matrix.
3. Analisis data
Analisa keadaan dan masalah dalam perencanaan meliputi:

(a) Analisa Derajat Kesehatan


Analisa ini akan menjelaskan masalah kesehatan yang dihadapi, dimana akan
tergambarkan ukuran-ukuran derajat kesehatan secara kuantitatif, penyebaran masalah
tersebut menurut kelompok umur, tempat dan waktu. Dengan perkataan lain,
pendekatan analisa derajat kesehatan mempergunakan pendekatan epidemiologis.
(b) Analisa Aspek Kependudukan
Analisa ini akan menghasilkan ukuran-ukuran demografis dalam wilayah
tertentu misalnya kecamatan.
Beberapa ukuran yang penting adalah : jumlah penduduk, penyebarannya berdasarkan
kelompok umur dan wilayah serta waktu, pertumbuhan penduduk, kelahiran, kematian,
mobilitas penduduk dan lain sebagainya. Angka-angka ini sangat berguna untuk
dipergunakan sebagai "denominator" dari angka derajat kesehatan dan luaran program,
sebagai dasar perhitungan target pelayanan serta dasar perhitungan target pelayanan
serta dasar perhitungan intensitas atau jumlah pelayanan yang diperlukan.
(c) Analisa Upaya Pelayanan Kesehatan
Analisa ini akan menghasilkan data atau informasi mengenai masukan, proses,
keluaran atau kalau mungkin dampak pelayanan/upaya kesehatan yang dapat
berbentuk upaya promotif, preventif, kuratif atau rehabilitatif.
Aspek masukan meliputi sarana, tenaga dan dana; aspek proses meliputi
mekanisme pelaksanaan upaya kesehatan termasuk koordinasi, supervisi dan lain
sebagainya; aspek luaran meliputi hasil upaya kesehatan berupa cakupan dan lain
sebagainya.
(d) Analisa Perilaku
Analisa ini memberikan gambaran tentang sikap dan perilaku masyarakat
terhadap kesehatan dan upaya kesehatan.
Sebagai contoh analisa ini memberi keterangan tentang sikap masyarakat
terhadap Puskesmas, pola masyarakat dalam mencari pengobatan, sikap masyarakat
terhadap imunisasi, penggunaan oralit dan juga memberikan keterangan tentang
derajat peran serta masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan.
(e) Analisa Lingkungan
Analisa lingkungan meliputi lingkungan fisik dan biologis, sosial budaya serta
ekonomi. Lingkungan fisik misalnya sumber/sarana air bersih, peruipahan, limbah
rumah tangga atau industri, sarana komunikasi, transportasi dan lain sebagainya.
Lingkungan biologis misalnya gambaran vektor penyakit yang ada di wilayah

tersebut. Lingkungan sosial budaya menggambarkan derajat interaksi sosial dalam


masyarakat, misalnya pendidikan, sistem sosial yang ada (gotong-royong) dan lain
sebagainya.

Lingkungan

ekonomi

misalnya

mata

pencaharian,

pendapatan,

pengangguran dan lain sebagainya.


4. Perumusan masalah
Dari data yang sudah ditabulasikan, kemudian dianalisa berdasarkan ke-5
aspek tersebut di atas, sehingga dapat diidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh
Puskesmas.

Permasalahan

tersebut

harus

dirumuskan

dengan

baik

secara

epidemiologis, sehingga
tergambarkan masalahnya, dimana, kapan dan seberapa besar. Dengan perkataan lain,
besarnya masalah diusahakan dapat tergambar secara kwantitatif.
5. Penentuan peringkat masalah
Dari beberapa masalah yang telah dirumuskan tersebut, lalu dilakukan
penentuan peringkat masalah yang perlu diutamakan penanggulangannya. Untuk
menentukan peringkat masalah, dapat dipergunakan cara Defoecq atau cara Hanlon
Dengan cara Delbecq masalah tersebut didiskusikan oleh anggota kelompok
dengan saran dari nara sumber. Cara Hanlon lebih sering digunakan, karena lebih
sederhana dan setiap anggota rapat Puskesmas dapat ikut berperan. Semua anggota
rapat diminta memberikan nilai terhadap masalah tersebut, melalui sistem scoring
untuk masing- masing kriterianya.
Kriteria yang dipakai untuk masing-masing masalah adalah
(a) Besarnya masalah
Penentuan score untuk besarnya masalah dilaksanakan dengan memberi nilai
(0 - 10) pada faktor-faktornya yaitu:
-

persentase penduduk yang terkena

biaya yang dikeluarkan per orang per bulan karena masalah


tersebut

kerugian yang dialami penduduk

(b) Tingkat kegawatan masalah


Penentuan score untuk kegawatan masalah dilaksanakan dengan memberi nilai
(0 -

10) pada faktor-faktornya yaitu:


-

tingkat keganasannya

tingkat urgensinya

kecenderungannya

(c) Kemudahan penanggulangan masalah


Penentuan kemudahan penanggulangan masalah dilaksanakan dengan
memberi nilai (0,5-1,5)
(d) PEARL factor yaitu untuk menentukan dapat atau tidaknya program tersebut
dilaksanakan.
Penentuan scorenya untuk masing-masing faktor dilaksanakan melalui voting
(1 = ya, 0 = tidak)
-

P = Appropriatness (tepat guna)

E = Economic Feasibility (secara ekonomi murah)

A = Acceptability (dapat diterima)

R = Resource Availability (tersedianya sumber)

L = Legality (legalitas terjamin)

Hasil voting tersebut untuk masing-masing faktor kemudian dkalikan sehingga


didapatkan hasil akhir dari PEARL factor tersebut.
Score untuk masing-masing kriteria, kemudian ditabulasi dan dihitung hasil
akhirnya dengan memperhitungkan pembobotan (bila dirasakan perlu oleh
Puskesmas). Dari hasil perhitungan maka didapatkan peringkat masalah-masalah
tersebut, untuk kemudian disusun secara sistematis. Contoh: (bentuk tabel scoring).
b. Penyusunan rencana
Setelah Puskesmas menentukan peringkat masalah di wilayah kerjanya,
kemudian disusun rencana dengan sistematika (urutan) sebagai berikut:

Perumusan tujuan dan sasaran

Perumusan kebijaksanaan dan langkah-langkah

Perumusan kegiatan

Perumusan sumber daya

(1) Perumusan tujuan dan sasaran.


Perumusan tujuan dan sasaran dilakukan setelah peringkat masalah kesehatan
di wilayah kerja Puskesmas ditentukan. Perencanaan pada dasarnya merupakan
bagian dari proses pemecahan masalah. Oleh sebab itu perumusan masalah secara
tepat merupakan langkah awal yang sangat menentukan, terutama untuk menentukan
tujuan dan sasaran. Tujuan pada dasarnya merupakan gambaran suatu keadaan di
masa yang akan datang, yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan yang akan

dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan masalah yang dihadapi. Sedangkan


sasaran lebih
meggambarkan keadaan kuantitatif yang akan dicapai di masa datang. Masa yang akan datang
tersebut bisa janngka panjang (25 tahunan), jangka menengah (5 tahunan) jangka pendek
(tahunan). Sehingga dengan demikian, tujuan mempunyai silat kualttari dan sasaran
mempunyai sifat kuantitatif; keduanya merupakan satu kesatuan.
Tujuan dan sasaran jangka panjang (Goal), merupakan pernyataan yang
tertinggi dan akan dicapai dalam kurun waktu jangka panjang. Misalnya: Tercapainya
Masyarakat Adil dan Makmur, terwujudnya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS\ meningkatnya derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya,
dan lain-lain. Di sini sasarannya sulit ditentukan secara kuantitatif, karena di sini lebih
bersifat filosofis.
Tujuan dan sasaran jangka menengah, menyatakan yang lebih spesifik dari apa
yano akan dicapai pada tujuan dan sasaran jangka panjang. Misalnya untuk
terwujudnya NKKBS perlu diturunkan kematian bayi dari 100 per 1000 kelahiran
hidup menjadi 70 per 1000 kelahiran hidup dalam waktu lima tahun yang akan datang;
atau perlu ditingkatkan cakupan imunisasi TT pada ibu hamil di suatu Kecamatan dari
30% tahun 1988 menjadi 80% pada tahun 1993.
Tujuan dan sasaran jangka pendek, merupakan penjabaran dari tujuan dan
sasaran jangka menengah. Misalnya untuk meningkatkan cakupan imunisasi TT ibu
hamil dari 30% tahun 1988 menjadi 80% pada tahun 1993, maka secara rata-rata
setiap tahun harus dicapai kenaikan 10% dari tahun sebelumnya.
Dari gambaran tersebut yang perlu diketahui dan ditentukan mengenai tujuan
dan sasaran yang akan dicapai oleh suatu Puskesmas pada suatu wilayah kerja tertentu
adalah yang menyangkut jangkah menengah (lima tahun) dan jangka pendek
(tahunan).
(2) Perumusan kebijaksanaan dan langkah-langkah
Setelah tujuan dan sasaran ditentukan, baik untuk jangka menengah maupun
jangka pendek, kemudian ditetapkan kebijaksanaan dan langkah-langkah, untuk
tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Misalnya : dalam mewujudkan
tercapainya NKKBS, kebijaksanaan dan langkah-langkah yang ditempuh antara lain
adalah:
-

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan


Puskesmas Pembantu.

Pemanfaatan Puskesmas Keliling seoptimal mungkin, Dan lainlain.

(3) Perumusan kegiatan.


Setelah ditetapkan kebijaksanaan & langkah-langkah, kemudian disusun
kegiatan- kegiatannya. Misalnya dalam upaya untuk mewujudkan NKKBS,
menurunkan kematian bayi merupakan salah satu kegiatan penting. Untuk
menurunkan kematian bayi dian- taranya harus dilakukan kegiatan imunisasi. Jadi di
sini imunisasi adalah merupakan kegiatan untuk terwujudnya tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai. Setiap kegiatan harus ada kuantifikasi angka yang akan dicapai.
Imunisasi terhadap bayi yang akan dicapai pada limatahun mendatang adalah sekitar
6000 orang; sehingga rata-rata per tahun perlu dicapai sekitar 1.200 orang. Penentuan
kuantifikasi tersebut harus didukung dengan dasar-dasar yang kuat. Misalnya target
bayi yang akan diimunisasi sebesar 1.200 orang tersebut di atas, diperhitungkan
berdasarkan perkiraan jumlah bayi yang ada di wilayah kerja Puskesmas dikalikan
persentase yang akan dicakup.
(4) Perumusan Sumber daya
Setelah seluruh kegiatan beserta targetnya ditentukan, kemudian diperkirakan
sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan setiap kegiatan. Sumber daya
tersebut mencakup tenaga, sarana dan biaya.
Di sini sejauh mungkin dapat digunakan standar, misalnya untuk mengadakan
imunisasi terhadap 100 bayi diperlukan vaksin sekian ampul, alat suntik sekian biji,
dan lain sebagainya. Dalam menghitung kebutuhan tenaga bisa digunakan standar
atau perhitungan-perhitungan dengan menggunakan Indicator Staff Needs (ISN), dan
dipertimbangkan adanya tenaga di Puskesmas.
Keseluruhan sarana yang dibutuhkan ditambah dengan kebutuhan-kebutuhan
yang lain, seperti kebutuhan untuk kunjungan lapangan serta kebutuhan untuk
kegiatan operasional dan pemeliharaan, dituangkan dalam rencana pembiayaan yang
dibutuhkan. Pemeliharaan di sini mencakup biaya pemeliharaan untuk bangunan
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, rumah dokter, rumah para
medis dan lain-lain yang diperlukan (antara lain pemeliharaan peralatan).
c. Penyusunan rencana pelaksanaan ( Plan of Action = POA )
Setelah rencana tersusun, kemudian perlu disusun rencana pelaksanaannya
atau lebih dikenal dengan Plan of Action (POA).

Dalam menyusun POA yang penting untuk diperhatikan oleh Puskesmas


adalah:
1. Penjadwalan
2. Pengalokasian sumber daya
3. Pelaksanaan kegiatan
(1) Penjadwalan
(a) Penentuan Waktu
Setiap kegiatan yang telah direncanakan baik untuk jangka menengah
maupun

jangka

pendek,

digambarkan

jadwal

waktu

pelaksanaannya.

Penggambarannya biasanya digunakan grafik balok tidur dalam suatu format tertentu
(Gantt Chartj. Pembagian waktu di dalam format, tergantung kebutuhan. Namun
demikian biasanya untuk jangka menengah, pembagian waktunya adalah per tahun,
sedangkan untuk jangka pendek biasanya per bulan.
(b) Penentuan lokasi dan sasarannya.
Penentuan lokasi dan sasarannya merupakan penjabaran lebih lanjut
dari kegiatan yang telah ditentukan di atas. Di sini lebih berorientasi pada keperluan
untuk operasional atau untuk kebutuhan jangka pendek.
(c) Pengorganisasian
Pengorganisasian

untuk

melaksanakan

kegiatan

yang

telah

direncanakan pada dasarnya mencakup pembagian kerja, serta penanggung jawab


pelaksanaan kegiatan di lapangan. Hal ini dapat digunakan cara-cara yang telah
diterapkan oleh Puskesmas melalui lokakarya mini.
Pengorganisasian ini pada dasarnya hanya digunakan untuk melaksanakan
rencana jangka pendek (tahunan).
(2) Pengalokasian sumber daya
(a) Harus ditentukan besarnya dana yang diperlukan, sumbernya dari mana
dan

bagaimana pemanfaatannya;
(b) Harus diperinci jenis dan jumlah sarana yang diperlukan;
(c) Harus diperinci jenis dan jumlah tenaga yang diperlukan.

(3) Pelaksanaan Kegiatan


(a) Persiapan
(b) Penggerakan Pelaksanaan
(c) Pengawasan Pengendalian dan Penilaian
6. Penggerakan pelaksanaan (lokakarya mini puskesmas)

1. Pengertian, Tujuan dan Ruang lingkup


a. Pengertian
Dalam kerangka manajemen Puskesmas yang terdiri dari P1 (Perencanaan), P2
(Penggerak-Pelaksanaan) dan P3 (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian),
lokakarya mini puskesmas merupakan pedoman untuk P2, yang untuk lebih jelasnya
adalah seperti pada skema di bawah ini :

POA
Puskesmas
termasuk
POA KB-Kes

Penggalangan
kerja sama
dalam tim

Rapat kerja
bulanan
puskesmas

Penggalangan
kerja sama lintas
sektoral

Rapat kerja
tribulanan lintas
sektoral

Stratifikasi
puskesmas

b. Tujuan
(1) Umum
Meningkatnya fungsi Puskesmas melalui peningkatan kemampuan
tenaga Puskesmas untuk bekerjasama dalam Tim dan membina kerjasama lintas
program dan lintas sektoral.
(2) Khusus
a. Terlaksananya penggalangan kerjasama Tim (teamwork) lintas
program dalam rangka pengembangan manajemen sederhana,
terutama dalam pembagian tugas dan pembuatan rencana kerja
harian.
b. Terlaksananya penggalangan kerjasama lintas sektoral dalam
rangka pembinaan peran serta masyarakat
c. Terlaksananya rapat kerja bulanan Puskesmas sebagai tindak lanjut
penggalangan kerjasama Tim Puskesmas.
d. Terlaksananya rapat kerja tribulanan lintas sektoral sebagai tindak
lanjut penggalangan kerjasama lintas sektoral.

c. Ruang lingkup
Untuk meningkatkan fungsi Puskesmas, maka petugas Puskesmas perlu
bekerja secara Tim dan masing-masing anggota Tim harus mempunyai rasa
kebanggaan, sehingga masing- masing anggota mempunyai semangat untuk membela
keberhasilan Tim-nya.
Dalam rangka membina petugas Puskesmas untuk bekerjasama dalam Tim
sehingga dapat melaksanakan fungsi Puskesmas dengan baik, telah dikembangkan
buku Pedoman Lokakarya Mini Puskesmas. Apa yang tercantum dalam buku ini
hanya merupakan pokok- pokok buku tersebut.
2. Lokakarya Mini Puskesmas terdiri dari 4 komponen
a. Penggalangan kerjasama dalam Tim Puskesmas.
b. Penggalangan kerjasama lintas sektoral.
c. Rapat kerja bulanan Puskesmas.
d. Rapat kerja tribulanan lintas sektoral
(a) Penggalangan kerjasama dalam Tim Puskesmas
(1) Pengertian
Dalam

rangka

meningkatkan

fungsi

Puskesmas

yang

terdiri

dari

pengembangan upaya kesehatan, pembinaan peran serta masyarakat dan pelayanan


upaya kesehatan pokok, tenaga Puskesmas yang terdiri dari berbagai kategori,
diharapkan dapat bekerjasama secara terpadu di bawah satu pimpinan dan satu
administrasi.
Untuk meningkatkan keterpaduan kerja antar anggota Puskesmas dan
meningkatkan produktivitas kerjanya, diperlukan pembinaan kerjasama dalam Tim,
sehingga ada keterbukaan dan tanggung jawab bersama, di samping masing-masing
mempunyai rasa kebanggaan sebagai anggota Tim.
Diperlukan suatu proses dinamika kelompok dalam suatu pertemuan
Penggalangan Kerjasama Tim, yang diikuti dengan analisa beban kerja, yang
dikaitkan dengan berbagai kelemahan penampilan kerja Puskesmas menurut hasil
Stratifikasi dan menyusun POA untuk memperbaiki penampilan kerja Puskesmas.
(2) Tujuan
Adanya

Umum

pengembangan

sistem

manajemen

sederhana

dengan

cara

penggalangan kerjasama antar staf Puskesmas untuk meningkatkan fungsi Puskesmas


-

Khusus

o Terciptanya semangat kerjasama dalam suatu Tim atas dasar kemauan,


kemampuan dan kesempatan yang dimiliki.
o Adanya inventarisasi hasil kegiatan setiap tenaga Puskesmas bulan lalu dan
menghitung beban kerjanya.
o Adanya pembagian tugas yang baru bagi setiap petugas Puskesmas
berdasarkan POA.
o Adanya Tim Pelayanan Terpadu dan menentukan daerah binaan/pelayanan
masing-masing tim.
o Tersusunnya rencana kerja harian untuk bulan yang akan datang.
(3) Pentahapan Pelaksanaan

Tahapan pelaksanaan penggalangan kerjasama Tim dapat digambarkan sebagai


berikut:

tujua
n

Dinamik
a
Kelompo

Masukan
Konsep KBKes
Prog. KIA
Prog. Gizi
Prog. KB
Prog.
Imunisasi
Prog. Diare
dll

Inventaris
kegiatan
PSM

Pembagi
an tugas
baru

Inventaris
kegiatan
bulan lalu
Analisis/pe
nghitunga
n beban
kerja

Rencan
a kerja
baru
Pembagi
an
tanggun
g jawab

Dinamika keiompok
Dilakukan dengan permainan huruf "T" berantakan dan Johary
Wmdow, nertujuan untuk menanamkan pentingnya kerjasama secara Tim dan
keterbukaan anggota Tim dalam memecahkan suatu masalah.

Masukan tentang konsep Keterpaduan KB - Kesehatan, POA Puskesmas dan


POA KB - Kesehatan, bertujuan untuk mengetahui pentingnya keterpaduan
KB Kesehatan dan perencanaan kegiatan untuk tahun ini serta cakupan
pelayanan yang harus dicapai.

Inventarisasi kegiatan peran serta masyarakat termasuk Posyandu, beertujuan


agar semua petugas Puskesmas mengetahui : lokasi, kegiatan, petugas yang
ditugasi membina, waktu, frekwensi dan kadernya.

inventarisasi kegiatan petugas pada bulan lalu sebagai bahan untuk beban
kerja.

Analisa/perhitungan beban kerja, bertujuan agar semua petugas dapat


menghitung beban kerjanya dan mengetahui kekurangan atau kelebihannya.

Penyusunan pembagian tugas baru bertujuan agar semua petugas mengetahui


tugas rutin dan tugas pembinaan PSM secara adil dan merata.

Pembentukan Tim pelayanan Posyandu dan pembagian tanggung jawab daerah


binaan yang bertujuan agar semua petugas Puskesmas mempunyai tangggung
jawab daerah binaan yangndibagi secara adil dan merata berdasarkan
pembagian tugas baru.

Penyusunan rencana kerja harian baru yang bertujuan agar semua petugas
Puskesmas agar membuat rencana kerja yang dibuat tiap-tiap bulan, baik
untuk tugas rutin maupun untuk pembinaan PSM.
(4) Pelaksanaan

Pembimbing dan pelatih/pengarah:


= pembimbing: Ka. Kandep/Ka. Dinkes Dt. II dan staf.
= pelatih/pengarah: Ka. Puskesmas dan staf.
-

Peserta:
Peserta Lokakarya Mini ialah semua petugas ini: dokter gigi/perawat gigi

perawat/perawat kesehatan/PK.C, bidan/PK.E, sanitarian/PK.AB, petugas p petugas


SP2TP dan petugas lain yang dianggap penting
(b) Penggalangan kerjasama lintas sektoral
(1) Pengertian
Kerjasama lintas sektoral sering sukar diwujudkan, jika tidak dilandasi oleh
saling pengertian dan keterbukaan yang mendalam antara komponen yang terlibat,
serta tidak ada kejelasan tentang tujuan bersama.
Untuk menggalang kerjasama lintas sektoral terutama dalam membina peran
serta masyarakat di tingkat kecamatan, perlu dirumuskan bersama secara jelas tentang
peran yang harus dilakukan masing-masing sektor dan mekanisme kerjanya. Dengan
perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan selama Pelita V, dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup keluarga, sasaran utamanya adalah
penurunan angka kematian bayi dan anak balita, angka kematian ' ibu melahirkan
serta angka kelahiran, dengan pendekatan keterpaduan KB - Kesehatan, kerjasama

dengan sektor lain, alih teknologi serta alih kelola kepada masyarakat, dengan
mengembangkan peran serta masyarakat dalam bentuk penyelenggaraan Posyandu.
Oleh karena itu, penggalangan kerjasama lintas sektoral pada saat ini diarahkan untuk
merumuskan kerjasama dalam membina upaya peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan.
(2) Tujuan
-

Umum

Terjalinnya kerjasama lintas sektoral dalam rangka pembinaan peran serta


masyarakat secara baik.
-

Khusus

o Adanya saling mengetahui dan saling mengenal program pembinaan peran


serta masyarakat masing-masing sektor terkait di tingkat Kecamatan.
o Adanya saling mengetahui peran masing-masing sektor yang saling mendukung, untuk membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.
o Terumuskannya rencana kerja tribulanan masing-masing sektor pembinaan
peran serta masyarakat di bidang kesehatan secara terpadu.
(3) Pentahapan Pelaksanaan
Tahapan Pelaksanaan Penggalangan Kerjasama Lintas Sektoral.

tujua
n

Dinamik
a
Kelompo

Program lintas
sektoral
tingkat
kecamatan
Prog. KB-kes
Kebijaksanaan
pengembanga
n
Peran sektor
dalam KB_kes

Pembagian
peran masing
masing
sektoral
Analisis
masalah peran
sektoral

Rencana kerja baru


pembinaan PSM,
KB-Kes

Inventarisasi
peran bantuan
lintas sektoral

Pertemuan dalam rangka penggalangan kerjasama lintas sektoral diselenggarakan oleh Camat bekerjasama dengan Tim Pembina PKK kecamatan dan dibantu
sepenuhnya oleh Puskesmas.

Secara garis besar, acara penggalangan kerjasama lintas sektoral adalah sebagai berikut:
a. Dinamika kelompok
Untuk menanamkan motivasi kerjasama dalam Tim dilakukan proses
dinamika kelompok dengan menggunakan permainan Broken T (huruf T
berantakan), yang dapat mengungkapkan pada perserta tentang pentingnya
kerjasama secara Tim dalam melaksanakan suatu program.
b. Penjelasan dari sektor-sektor
Masing-masing sektor menjelaskan kegiatannya dalam rangka
pembinaan peran serta masyarakat.
c. Penjelasan tentang Keterpaduan KB-Kesehatan dalam rangka meningkatkan
mutu hidup dan kesejahteraan keluarga dengan upaya penurunan angka
kematian bayi, anak balita dan angka kematian ibu bersalin serta angka
kelahiran dengan alih teknologi dan alih kelola melalui pengembangan dan
pembinaan Posyandu. (Topik pembahasan tidak selalu KB-Kes tapi disesuaikan dengan kebutuhan)
d. Penjelasan POA KB-Kesehatan, agar sektor yang bersangkutan mengetahui
rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dan cakupan lima program serta
pengembangan dan pembinaan Posyandu.
e. Penyajian hasil-hasil kesepakatan kerjasama lintas sektoral dalam membina
Keterpaduan KB-Kesehatan, baik di tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/
Kodya, agar peserta mengetahui peranan masing-masing sektor dalam rangka
kerjasama lintas sektoral.
f. Inventarisasi peranan saling mendukung dari masing-masing sektor dalam
membina Keterpaduan KB-Kesehatan. Tujuan dari acara ini adalah mengetahui seberapa jauh masing-masing sektor sudah berperan dalam kerjasama
dan hambatan-hambatan serta masalah yang dihadapi dalam kerjasama.
g. Analisa peranan masing-masing sektor, dilakukan dengan cara membandingkan antara peranan masing-masing sektor yang sudah dilaksanakan
dengan hasil kesepakatan (butir E) dan mengelompokkan masalah serta
hambatan yang dihadapi untuk dipecahkan bersama.
h. Merumuskan masing-masing sektor dalam pembinaan peran serta masyarakat
di bidang KB-kesehatan secara musyawarah untuk mufakat.

i. Membuat rencana kerja tribulanan masing-masing sektor daiam membina


peran serta masyarakat di bidang Keterpaduan.
(c) Rapat kerja bulanan Puskesmas.
(1) Pengertian
Setelah

Puskesmas

selesai

melaksanakan

Lokakarya

Penggalangan

Puskesmas, maka segala keputusan yang telah diambil secara bersama harus
dilaksanakan sebaik-baiknya. Walaupun Lokakarya sudah diselenggarakan dan segala
hasilnya sudah dilaksanakan sebaik-baiknya, masih perlu adanya tindak lanjut yang
bertujuan untuk menilai pencapaian dan hambatan-hambatan yang dijumpai oleh para
pelaksananya, sehingga dapat dibuat perencanaan ulang yang lebih baik. Salah satu
usaha untuk melaksanakan tindak lanjut dari Lokakarya penggalangan Tim adalah
mengadakan Rapat Kerja Rutin setiap bulan, yang penyelenggaraannya serta
materinya diuraikan berikut ini.
(2) Tujuan
(a) Timbulnya kebiasaan pada seluruh petugas Puskesmas untuk selalu mengadakan tindak lanjut dari setiap kegiatan dalam melaksanakan program
kesehatan.
(b) Adanya suatu sistem manajemen sederhana dan terselenggarakannya rapat
kerja rutin bulanan Puskesmas, untuk melakukan penilaian program yang
sedang berjalan secara teratur, dan hambatan-hambatan yang dijumpai selama
satu bulan yang lalu dapat dipecahkan bersama.
(3) Pentahapan Pelaksanaan
(a) Tahap pelaksanaan rapat kerja bulanan puskesmas

MASUKAN
tujuan

Laporan hasil
kegiatan bulan
lalu
Hasil rapat PKK
kecamatan
Tambahan
pengetahuan

Analisa
hambatan
kegiatan bulan
lalu
Rencana kerja
baru
Pemecahan
masalah

Materi yang akan dibahas dalam Rapat Kerja Butanan Puskesmas adalah

sebagai berikut:
o Laporan pelaksanaan Rencana Kerja Harian dari tiap petugas dan hasil cakupan
pelayanan Posyandu tiap desa pada bulan lalu dari Tim Pembina dari daerah
binaan Posyandu.
o Kebijaksanaan dari atasan langsung yang didapat dari hasil Rapat Dinas
Kesehatan dan kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang didapat dari rapat
Kecamatan.
o Tambahan pengetahuan dan ketrampilan kepada petugas Puskesmas dalam
rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat atau dalam rangka mengatasi kejadian luar biasa.
o Analisa dari masalah/hambatan yang terjadi dan pemecahan masalah.
o Rapat Kerja ditutup dengan acara pembuatan rencana kerja harian, dari semua
petugas Puskesmas untuk bulan depan.
(d) Rapat kerja tribulanan lintas sektoral
(1) Pengertian
Semangat kerjasama dalam Tim yang telah ditimbulkan dalam lingkungan
sektor-sektor, perlu dipelihara dengan baik agar kerjasama lintas sektoral yang telah
dibina bisa berjalan mantap dan berkesinambungan. Salah satu cara untuk memelihara
kerjasama ialah dengan mengadakan pertemuan berkala dan membahas pelaksanaan
kerjasama maupun masalah yang dihadapi dan sekaligus mencari pemecahannya
bersama-sama.
(2) Tujuan
-

Umum

Meningkatnya dan terpeliharanya hubungan kerjasama lintas sektoral.


-

Khusus

o Terlaksananya pertemuan lintas sektoral berkala untuk mengkaji kegiatan


kerjasama selama 3 bulan yang lalu dalam pembinaan PSM di bidang
kesehatan.
o Terpecahkannya masalah dan hambatan yang dihadapi dalam rangka kerjasama lintas sektoral.
o Terumuskannya mekanisme dan rencana kerjasama lintas sektoral untuk
tribuan berikutnya.
(3) Pentahapan pelaksanaan

Tahapan pelaksanaan Rapat Kerja tribulanan lintas sektoral

tujuan
-

Laporan kegiatan
posyandu oleh
PKK
Masalah
hambatan dalam
pembinaan
posyandu

Analisa
masalah
masing
masing sektor

Pemecahan
masalah

Rencana
pembinaan
PSM/KB-Kes dai
masing
masing sektor

Materi yang akan dibahas dalam rapat kerja tribulanan lintas sektoral adalah
sebagai berikut:

Laporan kegiatan penyelenggaraan Posyandu oleh Ketua Tim Penggerak PKK


Kecamatan, dan hambatan/masalah yang dijumpai serta usaha yang telah
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut

Laporan sektor-sektor dalam pembinaan PSM di bidang kesehatan, dan


hambatan/ masalah yang dijumpai serta usaha yang teiah dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut. Laporan dari Puskesmas disertai dengan gambaran cakupan pelayanan Posyandu secara kumulatif, agar desa-desa yang
cakupannya rendah diketahui sektor lain.

Sambutan dari Tim Pembina Posyandu Dati II tentang usaha untuk mengatasi
hambatan/masalah dan menyampaikan kebijaksanaan Pemda maupun Tim
Pembina Posyandu Dati II.

Susunan prioritas pembinaan ke desa-desa berdasarkan cakupan yang paling


rendah.

Analisa dan pemecahan masalah yang dilakukan bersama.

Menyusun rencana pembinaan untuk tribuian yang akan datang, dan sebagai
penutup rencana kerja dari semua sektor diserahkan oleh Camat kepada Ketua
Tim Penggerak PKK Kecamatan.

V. Evaluasi program DHF dengan pendekatan sistem

1. Masukan (input)
Kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan terdiri dari
untur tenaga (man), dana (money), sarana (material), dan metoda (method)
yang merupakan variable dalam melaksanakan evaluasi program
pemberantasan Demam Berdarah Dengue.
2. Proses (process)
Kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan terdiri dari
unsure perencanaan (planning), organisasi (organization),

pelaksanaan

(activities), dan pengawasan (controlling) yang merupakan variable dalam


melaksanakan evaluasi program Demam Berdarah Dengue
3. Keluaran (output)
Kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses
dalam system dari kegiatan pemberantasan DBD
4. Dampak (impact)
Akibat yang ditimbulkan oleh keluaran dalam pemberantasan DBD
5. Umpan Balik (feed back)
Kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari system dan
sekaligus sebagai masukan dalam program pemberantasan DBD
6. Lingkungan (environment)
Dunia luar yang tidak dikelola oleh system tetapi mempunyai pengaruh
terhadap system.

Tolak ukur keberhasilan:

Terdiri dari variable masukan, proses, keluaran, umpan balik, lingkungan dan
dampak. Digunakan sebagai pembanding atau target yang harus dicapai dalam
program pemberantasan DBD.
1. MASUKAN
Tenaga
Dokter
Kooedinator P2M dan PKM
Petugas Laboratorium
Petugas Administrasi
Kader aktif
Jumantik
Dana
Dana untuk pelaksanaan program dapat diperoleh di:
1. APBD
: sebagai contoh, APBD menyediakan
anggaran untuk pengawasan dan monitoring, sarana diagnosis,
bahan cetakan, kegiatan pemecahan masalah di kotamadya.
2. Swadaya Masyarakat : contoh, menyediakan anggaran untuk
operasional, pemeliharaan, pelaksanaan, pencegahan dan

penanggulangan DBD
Sarana
Medis
Meliputi hal-hal dibawah ini :
a. Poliklinik set : stetoskop, timbangaan BB, thermometer,
tensimeter, senter
b. Alat pemeriksaan hematokrit
c. Alat penyuluhan kesehatan masyarakat
d. Formulir laporan Standart Operasional dan KDRS
(kasus DBD di Rumah Sakit)
e. Obat-obatan simptomatis untuk DBD (analgetik dan
antipiretik)
f. Buku petunjuk program DBD
g. Bagan penatalaksanaan kasuk DBD
h. Larvasida
Non-Medis
Meliputi hal-hal dibawah ini :
a. Gedung puskesmas
b. Ruang tunggu
c. Tuang administrasi
d. Ruang periksa
e. Ruang tindakan

f. Laboratorium
g. Apotik
h. Perlengkapan administrasi
i. Formulir laporan
Metode
Terdapat metode untuk:
1. Penemuan penderita tersangka DBD
Kasus dilihat dari jumlah suspe DBD yang dating ke
puskesmas
2. Rujukan penderita DBD
Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak
panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara
38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada
kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang,
kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah
darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
3. Penyuluhan Kesehatan pada Penyuluhan masyarakat meliputi :
a. Penyuluhan Perorangan : terhadap individu yang berobat
melalui konseling
b. Penyuluhan Kelompok

: Melalui diskusi, ceramah,

penyuluhan melalui poster.


4. Surveilan kasus DBD
Angka Bebas Jentik : presentasi rumah yang bebas jentik
disbanding dengan jumlah rumah yang diperiksa
5. Surveilans vector
Pengamatan Jentik Berkala : presentasi jumlah rumah yang
diperiksa jentik dibanding dengan jumlah rumah yang diperiksa
6. Pemberantasan vector
a. Abatisasi
: pemberian bubuk abate pada tempat
penampungan air yang tidak bias dikuras
b. Kegiatan 3 M : dengan Badan Gerakan 3M yang
perwujudannya melalui Jumat bersih selama 30 menit
setiap satu minggu sekali. Dilakukan dengan pengawasan
kader. Menguras, menutup, dan mengubur tempat
pertumbuhan jentik.
c. Fogging focus
7. Pencatatan dan Pelaporan
2. PROSES
Perencanaan
Ada perencanaan tertulis mengenai:
Penemuan penderita tersangka DBD

dilihat

jumlah pasien suspect DBD yang datang ke puskesmas

dari

Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda


penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari,
tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38 OC sampai
40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan
jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang,
kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi
muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok
Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik
Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala
Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi,

kegiatan 3M, dan Fogging focus


Pencatatan dan Pelaporan
Pengorganisasian
Terdapat strukur organisasi tertulis dan pemberian tugas yang jelas

dalam melaksanakan tugasnya.


Pelaksanaan
1. Penemuan penderita tersangka DBD
Kasus dilihat dar jumlah suspect DBD yang datang ke
puskesmas
2. Rujukan penderita DBD
Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak
panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara
38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada
kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang,
kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah
darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
3. Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok
4. Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik (berapa kali
per tahun)
5. Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala (berapa
kali per tahun)
6. Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan
3M, dan Fogging focus
7. Pencatatan dan Pelaporan : ada tidaknya terjadi wabah

Pengawasan dan Pengendalian


Melalui pencatatan dan pelaporan yang dilakukan
Bulanan
Triwulanan

Tahunan
3. KELUARAN
Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien
suspect DBD yang datang ke puskesmas
Contoh : 128 orang/tahun
Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD,
seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu
badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah
pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang,
kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah
atau BAB darah, tes Torniquet positif.
Contoh : dilakukan rujukan 100% kasus
Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat

untuk

PSN

(pemberantasan sarang nyamuk)


Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya
dilakukan melalui jalur-jalur informasi yang ada:
a. Penyuluhan Kelompok:
PKK, Organisaasi social masyarakat lain, kelompok agama, guru,
murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.
b. Penyuluhan Perorangan
Kepada ibu-ibu pengunjung posyandu
Kepada penderita/keluarganya di puskesmas
Kunjungan rumah oleh kader/ petugas puskesmas
c. Penyuluhan melalui media massa : TV, radio, dll .
Surveilans kasus DBD
: hasil Angka Bebas Jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua
tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui
ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup
dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat
genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang
dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah:
House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit
larva dan atau pupa. HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat
Jentik x 100%

Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang


terjangkit larva atau pupa. CI = Jumlah Container Yang
Terdapat Jentik x 100%
Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif
per-100 rumah yang diperiksa. BI = Jumlah Container
Yang Terdapat Jentik x 100 rumah

Dari

ukuran

di

atas

dapat

diketahui

persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu


jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik
per jumlah rumah yang diperiksa.
ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x
100%

Jumlah Rumah Yang Diperiksa


o Merupakan salah satu indicator keberhasilan program
pemberantasan vector penular DBD. Angka Bebas
Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector
melalui

gerakan

PSN-3M

menunjukan

tingkat

partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata


ABJ yang dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi
masyarakat dalam mencegah DBD di lingkunagnnya
masing-masing belum optimal.
o Contoh : 3x/ tahun dengan cakupan ABJ 96,07%
Surveilans vector
: melalui Pengamatan Jentik Berkala
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil
kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan
endemis pada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random
sampling).

Angka

Bebas

Jentik

dan

House

Indeks

lebih

menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah.


Pemberantasan vector
:
Perlindungan perseorangan, yaitu

memberikan

anjuran

untuk

mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan meniadakan


sarang nyamuknya di dalam rumah. Yaitu dengan melakukan

penyemprotan dengan obat anti serangga yang dapat dibeli di tooktoko seperti baygon, dll.5-7
a. Menggunakan insektisida
Abatisasi : adalah menaburkan bubuk abate ke dalam
penampung air untuk membunuh larva dan nyamuk. Cara
melakukan abatisasi : untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram
bubuk abate. Bila tidak ada alat untuk menakar gunakan sendok
makan. Satu sendo makan peres ( diratakan atasnya) berisi 10
gram abate, selanjutnya tinggal membagi atau menambah
sesuai jumlah air.dalam takaran yang dianjurkan seperti di atas,
aman bagi manusia dan tidak akan menimbulkan keracunan.
Penaburan abate perlu di ulang selama 3 bulan.7
Fogging dengan malathion atau fonitrothion. Melakukan
pengasapan saja tidak cukup, karena penyemprotan hanya
mematikan nyamuk dewasa.
b. Tanpa insektisida
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melaksanakan
penyuluhan 3M:
o Menguras tempat-tempat penampungan air sekurangkurangnya seminggu sekali
o Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
o Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau
menyingkirkan barang-barang

bekas yang dapat

menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastic


bekas dan lain-lain.
Selain itu ditambah dengan cara yang dikenal dengan istilah
3M Plus, seperti :

Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-

tempat lain seminggu sekali


Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo, pohon

dan lain-lain, misalnya dengan tanah.


Bersihkan/keringkan tempat-tempat

yang

dapat

menampung air seperti pelepah pisang atau tanaman


lainnya termasuk tempat-tempat lain yang dapat

menampung

air

hujan

di

pekarangan,

kebun,

pemakaman, rumah kosong, dan lain-lain.


Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk
Pasang kawat kasa di rumah
Pencahayaan dan ventilasi memadai
Jangan biarkan menggantuk pakian di rumah
Tidur menggunakan kelambu
Gunakan obat nyamuk untuk mencegah gigtan
nyamuk.

Pencatatan dan Pelaporan: kalau seandainya terjadi wabah


a. Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan
penderita demam berdarah dengue menggunakan formulir:
W 1/ laporan KLB (wabah)
W 2/ laporan mingguan wabah
SP2TP :
LB 1 / laporan bulanan data kesakitan
LB 2 /laporan bulanan data kematian
Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3 /
Laporan bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP)
b. Penderita demam berdarah / suspect demam berdarah perlu diambil
specimen darahnya (akut ataupun konvalesens) untuk pemeriksaan
serologis. Specimen dikirim bersama-sama de Balai Laboratorium
Kesehatan (BLK) melalui Dinas KEsehatan Dati II setempat.

2. LINGKUNGAN
Lingkungan Fisik:
Jarak dengan pemukiman penduduk (dekat/jauh)
Transportasi (mudah/sukar)
Jarak dengan fasilitas umum
Lingkungan Non-Fisik
1. Mata Pencaharian penduduk (terbanyak)
2. Tingkat pendidikan
3. UMPAN BALIK
Adanya pencatatan dan Pelaporan
Sesuai dengan waktu yang ditetapkan
Masukan dalam program pemberantasan DBD selanjutnya
Rapat kerja (berapa kali / tahun)
Antara kepala puskesmas dengan Pelaksana Unit untuk
1. Membahas laporan kegiatan bulanan
2. Evaluasi program yang telah dilakukan
4. DAMPAK

LANGSUNG

morbiditas dan mortalitas kasus DBD


TIDAK LANGSUNG
: apakah terjadi peningkatan derajat

apakah

terjadi

penurunan

angka

kesehatan masyarakat.

Daftar Pustaka
1. Standar Penanggulangan Penyakit Demam Berdara. Dinas kesehatan Propinsi
DKI Jakarta, 2002.
2. Widoyono.

Demam

berdarah

tropis,epidemiologi,penularan,pencegahan

dan

dengue.Penyakit
pemberantasan.

Jakarta.

Erlangga; 2008.h.59
3. Bustan M N. Ukuran Epidemiologi. Pengantar epidemiologi.Cetakan ke-2.
Jakarta. Rineka Cipta;2006.h 75
4. Depertemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di
sarana pelayanan kesehatan. Jakarta. Depertemen Kesehatan; 2005.hal 1
5. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Tatalaksanan demam
berdarah dengue. Jakarta. Departemen Kesehatan;2001.hal.2
6. Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas Tim. Kesehatan Lingkungan
Pemukiman. Pedoman Kerja Puskesmas. Jilid 3. Jakarta: Departeman
Kesehatan RI, 1991.h.G1-80
7. Departemen Kesehatan RI. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah
dengue oleh jumantik. Edisi ke-3 Jakarta. Departemen Kesehatan;2007.hal.7
8. Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas Tim. Puskesmas. Pedoman Kerja
Puskesmas. Jilid I. Jakarta: Departeman Kesehatan RI, 1991.h.G1-80
9. Azwar Azrul. Management Puskesmas. Keputusan Mentri Kesehatan Repuplik
Indonesia tantang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Departeman Kesehatan RI, 2004.h. 20-31
10. Richie. Evaluasi Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Puskesmas Kelurahan Jelambar Baru Periode Agustus 2007 sampai dengan
Juli 2008. Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana. Jakatra 2008.

----

LINGKUNGAN2
A. Lingkungan Fisik
1. Terdapat bermacam macam tempat perindukan nyamuk sebagai wadah di
bedakan berdasarkan bahan , warna , volume , letak di dalam atau luar rumah
serta mempunyai bekas penutup atau tidak
2. Ketinggian tempat setiap ketinggian 100 meter selisih udara dengan tempat
asal adalah derajat celcius. Perbedaan suhu yang cukup banyak akan
mempengaruhi penyebaran serta siklus pertumbuhan nyamuk pertumbuhan
virus dalam tubuh nyamuk. Di tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter
di ats permukaan laut tidak di temukan nyamuk Aedes aegypti
3. Hujan , banyaknya hujan mempengaruhi kelembapan udara di daerah pantai
dan mempengaruhi suhu di daerah pergunungan . Hujan selain menyebabkan
naiknya kelelmbapan nisbi udara juga menambah jumlah tempat perkembang
biakan ( breeding places ). Curah hujan yang lebat menyebabkan bersinhya
tempat perindukan vector kerana larvanya hanyut dan mati. Kejadian penyakit
yang di tularkan nyamuk biasanya meningkat beberapa waktu sebelum atau
sesudah musim hujan lebat. Curah yang tidak terlalu lebat tetapi dalam jangka
yang panjang akan memperbesarkan

kesempatan untuk berlembang biak

dengan subur.
4. Kecepatan angin , secara langsung pengaruh angin adalah paad penerbangan
nyamuk. Apabila kecepatan angin 11- 14 meter perdetik akan menghambat
penerbangan nyamuk, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi
evaporasi air dan suhu udara. Pengaruh angin dipelajari oleh Miura (1970)
sebuah perangkap nyamuk biasanya dapat mengumpulkan 2436 sampai 6832
nyamuk pada waktu malam tenang, dan hanya dapat menangkap 832 sehingga
956 pada malam berangin. Hampir smeua nyamuk yang masuk ke dalam
perangkap adalah pada kecepatan angin kurang 5,4 detik mempengaruhi juga
suhu udara dan pelaksanaan fogging
5. Suhu udara, nyamuk adalah binatang berdarah dingin karena proses
metabolismedan silus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan , ianya

tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhdap perubahan perubahan di


luar tubuhnya. Nyamuk dapat bertahan hidup dalam suhu rendah tetapi proses
metabolisme nya menurun bahkan berhenti apabila suhu turun sampai di
bawah siklus kritis. Pada suhu lebih dari 35 oC proses fisiologis terjadi lebih
terlambat.

Suhu

optimim

pertumbuhan

nyamuk

adalah

25-27

C.

Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10 0C
atau lebih dari

40 0C. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari

kecepatan proses metabolisme yang sebahagian di atur oleh suhu , karena


kejadian kejadian biologis tertentu seperti lamanya masa pre dewasa ,
kecepatan pencernaan darah yang di hisap , pematangan indung telur dan
frekkuensi mengambil makanan atau mengigit berbeda beda menurut suhu.
6. Tata guna tanah menentukan jarak dari rumah ke nyamuk. Rumah sempit ,
pencahayaan krang lebih di senangi nyamuk.
7. Pestisida yang digunakan mempengaruhi krentanan nyamuk
8. Kelembapan udara mempengaruhi umur nyamuk , kelembapan kurang dari 60
% umur nyamuk akan menjadi pendek , tidak cukup untuk siklus pertumbuhan
parasit di dalam tubuh nyamuk. Kebutuhan kelembaban

yang tinggi

mempengaruhi nyamuk untuk mencari tempat yang lembab dan basah.


9. Letak geografis tempat mempengaruhi iklim dan bererti berpengaruh terhadap
populasi nyamuk karena iklim adalaha satu kompenan pokok lingkungan fisk
yang terdiri dari suhu , kelembapan nisbah udara , curah hujan dan angin.
B. Lingkungan Biologis
Lingkungan biologis yang mempengaruhi

penularan penyakit DBD terutama

banyaknya tanaman hiasan dan tanaman perkarangan yang mempengaruhi


kelembapan serta pencahayaan rumah dan halamannya. Makin banyak tanaman hias
dan tanaman perkarangan yang banyak bererti makin banyak tempat yang di senangi
nyamuk untuk hinggap istirehat dan menambah umur nyamuk.
Program Pemberantasan DBD3,10
Tujuan adalah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD, mencegah
dan menanggulangi KLB serta meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dala

pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Sasaran Nasional yaitu morbiditas di


kecamatan endemic DBD < 2 per 10.000 penduduk dan menurunnya angka fatalitas
kasus penyakit DBD (CFR dari 1,26% pada 2010 menjadi < 1% pada tahun 2015).
Strategi :

Kewaspadaan dini
Penanggulangan KLB
Peningkatan ketrampilan petugas
Penyuluhan

Kegiatan :

Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis, PE) yaitu kegiatan


mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk
mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius 100m dari

rumah indeks.
Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita lain.
Jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan

kasus termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat.


Abatisasi selektif atau larvadisasi selektif, yaitu kegiatan memberikan atau
menaburkan larvasida ke dalam penampungan air yang positif terdapat jentik

Aedes.
Fogging focus (FF), yaitu kegiatan menyempprot dengan insektisida
(malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1 RW per

400 rumah per 1 dukuh.


Pemeriksaan jentik berkala (PJB), yaitu kegiatan regular tiga bulan sekali,
dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan
sampel dapat dilakukan dengan cara random atau metode spiral atau metode
zigzag. Dengan kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau

house index (HI).


Pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD di semua level administrasi, mulai

dari desa, kecamatan sampai tingkat pusat.


Penggerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M yaitu,
menutup, mengubur barang bekas, menguras tempat penampungan air bersih
dan membersihkan tempat yang berpotensi bagi pengembangbiakan nyamuk
di daerah endemic atau sporadic.

Penyuluhan tentang gejala awal penyakit, pencegahan dan rujukan penderita.


Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik
berkala oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah
sakit/Puskesmas/praktek dokter oleh dokter/perawat. Penyuluhan kelompok
dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita, pengunjung di
rumah sakit/Puskesmas/Posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan
organisasi sosial kemasyarakatan lainnya. Media yang digunakan adalah
leaflet, flip chart, slides, dan lain-lain. Penyuluhan masal dilaksanakan melalui
TV, radio atau media masa lainnya. Media komunikasi yang digunakan adalah
film, radio spot, TV spot, poster dan lain-lain.

PENCEGAHAN PRIMER8
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini
merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Surveilans Vektor
Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi,
kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat
yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan
insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk
pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan
penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk
memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik.
Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau
bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan
mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara
ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air
tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui
kepadatan jentik Aedes aegypti adalah :
a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau
pupa.

b. Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau
pupa.
c. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah
yang diperiksa.
Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu
jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa.
Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk
Aedes aegypti. Pengendalian Cara Kimiawi:

Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada


nyamuk

dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan
organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida
dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah
penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu
dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut
dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.
Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan
mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu,
lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian
di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.
Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai pemantauan hasilhasilnya
secara terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari
keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya
mewujudkan kebersihan lingkungan serta prilaku sehat dalam rangka mencapai
masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD
dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M, yaitu :

1. Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan


peliharaan minimal sekali dalam seminggu.
2. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak
dapat diterobos oleh nyamuk dewasa.
3. Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya
dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk
Aedes aegypti.
Fogging
Dengan syarat dan persetujuan dari Rumah Sakit sekitar Umumnya kebanyakan orang
terparadigma dengan pemberantasan DBD melalui fogging atau penyemprotan.
Ketika dilakukan fogging, nyamuk dewasa akan mati bila terkena asap fogging
tersebut tetapi telur, larva atau jentik yang ada di dalam air tidak mati.Sehingga kalau
suatu ketika dilakukan fogging maka nyamuk bisa jadi akan mati semua( dengan
syarat fogging dilakukan dengan benar) tetapi selang 1 10 hari kemudianakan
muncul nyamuk Aides aegyti yang baru dari hasil menetasnya telur-telur tadi.Dari
penjelasan

di

atas

mestinya

sudah

bisa

diambil

kesimpulan

bahwa

penanggulangandemam berdarah dengan cara fogging memang tidak effektif apabila


tidak diikuti dengan Pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Selain tidak begitu effektif
penanggulangan dengan cara ini juga membutuhkan biaya yang mahal.Oleh
karenanya fogging tidak perlu dilakukan kalau memang tidak sangat mendesak.
Berdasarkan alasan inilah Dinas Kesehatan memberlakukan persyaratan khusus untuk
wilayah

yang akan

dilakukan

fogging.

Persyaratan

tersebut antara

lain;

sebelumdilakukan fogging masyarakat sekitar harus dilakukan penyuluhan dan


PenyelidikanEpidemologi (PE). Penyelidikan epidemilogi adalah kegiatan pencarian
penderita DBD atau tersangka DBD lainya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular
DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/ bangunan sekitarnya.
PENCEGAHAN SEKUNDER 8
Pada pencegahan sekunder dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut ;Penemuan,
Pertolongan dan Pelaporan Penderita. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan
penderita DBD dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara :

1. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan
pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obat
penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera bawa ke dokter atau
unit pelayanan kesehatan.
2. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan
pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut
kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan segera
melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita
dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.
Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan kejadian luar
biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, disertai dengan
cara penanggulangan seperlunya.
Pengobatan Penderita DBD
Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :
a. Istirahat total di tempat tidur.
b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air
ditambah garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena
harus diberikan.
c. Berikan makanan lunak
d. Medikamentosa

yang

bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat

diberikan kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau


dipiron dan jangan diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.
e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
2. Penatalaksanaan pada pasien syok :

a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer


laktat dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi. Observasi
keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta
Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama
selanjutnya tiap 24 jam.
Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi
transfusi darah.
PENCEGAHAN TERTIER10
Pencegahan tingkat ketiga atau tertiary prevention merupakan pencegahan dengan
sasaran utamanya adalah penderita penyakit DBD dalam usaha mencegah bertambah
beratnya penyakit tersebut atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi.
Rehabilitasi ini mencakup rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi mental dan
rehabilitasi sosial.
Daftar pustaka
1. Puskesmas dan DBD, http://www.scribd.com/doc/45622771/PBL2-L1, diunduh
pada 8 Julai 2011.
2. Djakaria, S. 2006. Vektor Penyakit Virus, Riketsia, Spiroketa, Dan Bakteri. Dalam
: Gandalhusada, Srisasi,. Herry D.Ilahude,. Wita Pribadi. (editor). Parasitologi
Kedokteran. Gaya Baru, Jakarta, Indonesia. Halaman 235-237.
3. Direktur Jenderal PPM PL DepKes. Kebijaksanaan Program P2-DBD dan Situasi
Terkini DBD Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 2004. [Online] Diunduh dari
http://www.bacaanonline.com/kebijaksanaan-program-p2-dbd-dan-situasi-terkinidbd-indonesia#. Diunduh pada 9 Juli 2011.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar

(RISKESDAS)

Nasional.

2007.

[Online]

Diunduh

dari

http://www.kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf. Diunduh pada 9


Juli 2011.
5. Suhendro, Nainggolan L., Chen K., Pohan H.T. Demam Berdarah Dengue. In
Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., Marcellus S.K., Setiati S. (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Juni 2006. Pp 1709-13.
6. Pratiknya, AW. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta; 2003 .

7. Jogianto HM. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid 1. Edisi Terbaru. Indonesia


Departemen Kesehatan 1997/1998.31-56.
8. Nasrul Effendy. Pusat Kesehatan Masyarakat. In Dasar-dasar Keperawatan
Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Jakarta; Penerbit EGC; 1998. Pp 160-187.
9. Effendi F., Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik
Dalam Keperawatan. Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Penerbit Salemba
Medika. 2009. PP 273-86.
10. Departemen Kesehatan RI 1990/1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I.
Puskesmas dengan Wilayah Kerjanya. Jilid III. Pemberantasan Penyakit Menular.
Jakarta. Bakti Husada. R 362.11. Ind. P.

Anda mungkin juga menyukai