Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny.SM
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur
: 25 Tahun
No.RM
: 763786
MRS
: 17 Juli 2016
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada punggung bawah
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 5 bulan sebelum masuk Rumah Sakit dan memberat 1 bulan terakhir.
Nyeri dirasakan terus menerus dan menjalar sampai kedua tungkai bawah, terutama
sebelah kanan. Pasien dapat berjalan dengan jarak bervariasi hingga nyeri
dirasakan. Nyeri dirasakan berkurang saat berbaring.
Buang air besar biasa.dan buang air kecil lancar.
Riwayat terjatuh dijumpai pada 6 bulan yang lalu dengan posisi terduduk tapi
tidak ada keluhan.
Riwayat benjolan/tumor pada tubuh tidak ada.
Riwayat penggunanaan obat TB tidak dijumpai
III. Pemeriksaan fisis
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Compos Mentis/sakit sedang/gizi baik
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHG
Nadi : 72 x/ menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,5 C
Pain : 3 NRS
2. Status Lokalis
Kepala : anemia (-), ikterus (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran thyroid (-), nodul (-), nyeri tekan (-)
Thorax :
Inspeksi

: Simetris hemithoraks kiri dan kanan, bentuk normothoraks

Palpasi

: Nyeri tekan (-), krepitasi (-), tidak ada pelebaran sela iga,

vocal fremitus kiri = kanan


Perkusi

: Sonor kiri = sonor kanan

Auskultasi

: Suara nafas

Suara tambahan

: Rh: -/-, Wh: -/-

: vesicular

Jantung : Bunyi jantung: S1-S2 murni, reguler, murmur (-)

Abdomen
: Peristaltik (+) kesan normal, tympani, Hepar dan limpa tidak teraba
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaa
Anus dan Rektum: Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Regio Vertebra
Inpeksi
: Edema (-), deformitas (-), hematom (-), gibbus(-), jejas (-)
Palpasi
:Nyeri tekan ada setinggi vertebra lumbal 4, prosesus
spinosus teraba segaris di midline, step off (-)
Perkusi
: Nyeri ketok (-)

Foto klinis : Punggung

Ekstremitas

: Edema (-/-), atrofi (-/-)

IV. Pemeriksaan Neurologis


Pemeriksaan Motorik

Pemeriksaan Sensorik

Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Refleks Biceps

Normal

Normal

Refleks Triceps

Normal

Normal

Refleks Patella

Normal

Normal

Refleks Achilles

Normal

Normal

Refleks Patologis
Kanan

Kiri

Hoffman/Tromner

Babinski

Chaddock

Oppenheim

Pemeriksaan tambahan : Laseque (+)


I.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (17/03/2016)
o WBC
: 7200 /mm3
o RBC
: 5,0 x 106 /mm3
o HGB
: 12,5 g/dL
o HCT
: 32,1 %
o PLT
: 232 x 103/mm3
o GDS
: 109 mg/dl
o Ur / Cr
: 50 / 0,67 mg/dl
o GOT/GPT : 18 / 28 U/L
o Na/K/Cl : 138/ 3,6/ 111 mmol/l
Pemeriksaan Radiologi
Foto ThoracoLumbal AP/lateral (13/07/2016)

Foto MRI Lumbosacsral dan MR-Myelografi dengan kontras (13/07/2016)

II.

RESUME
Seorang pasien perempum berumur 25 tahun masuk ke rumah sakit dengan
keluhan nyeri pinggang bawah yang dialami sejak 5 bulan sebelum masuk Rumah
Sakit dan memberat 1 bulan terakhir. Nyeri dirasakan terus menerus dan menjalar
sampai kedua tungkai bawah, terutama sebelah kanan. Pasien dapat berjalan
dengan jarak bervariasi hingga nyeri dirasakan. Nyeri dirasakan berkurang saat
berbaring.. Riwayat terjatuh dijumapai pada 20 tahun yang lalu dengan posisi
terduduk tapi tidak ada keluhan. Riwayat benjolan/tumor pada tubuh tidakada.
Riwayat penggunanaan obat TB tidak dijumpai.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70mmHg. Tidak
didapatkan deformitas, edema ataupun nyeri tekan pada regio vertebra thoraco
lumbal. Gangguan fungsi motorik dan sensorik tidak ada.
Pada pemeriksaan radiologis didapatkan, destruksi disc CV L4-L5 serta tandatanda destruksi CV S1, stenosis total canalis spinalis pada level CV L4-L5 dan
stenosis partial canalis spinalis pada level CV L3-L4, degenerative disc , kurva
lordotik lumbalis melurus.

III.

DIAGNOSIS
Radicular pain L4-L5 bilateral due to Nernia Nucleus Pulpous L4-L5

IV.

PENATALAKSANAAN
Rencana dekompresi + Spinal Fusion

KANAL STENOSIS

A.Anatomi 1,2
Vertebra merupakan jenis tulang canselous dimana sifatnya lemah terhadap kompresi
dan kuat terhadap tension. Vertebra terdiri atas 33 tulang vertebra dan 34 pasang saraf.

Gambar 1. Anatomi Vertebra


Vertebrae lumbalis I-V memiliki ciri khas, corpus vertebrae pejal, jika dilihat dari
cranial berbentuk ginjal, foramen vertebrale berbentuk segitiga, lebih besar dari
daerah servical dan thoracal, prosesus transversus panjang dan ramping, prosesus
accesorius pada permukaan dorsal pangkal setiap prosesus,

Gam
bar 2. Anatomi lumbar vertebra
Prosesus articularis facies superior mengarah ke dorsomedial, facies inferior
mengarah ke ventrolateral, prosesus mamiliaris pada permukaan dorsal setip prosesus
articularis, prosesus spinosus pendek dan kokoh. Lumbal merupakan bagian paling tegap
konstruksinya dan menanggungbeban terberat dari yang lainnya. Bagian ini
memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensitubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan
derajat yang kecil. Struktur lain yang tidak kalah penting dan menjadi istimewa adalah
sendi lengkung vertebra articulation zygapophysealis (facet joint), yang bentuknya lebar,
pendek dan kuat. letaknya sangat berdekatan dengan foramen intervertebrale yang dilalui
saraf spinal untuk meninggalkan canalis vertebralis. Sendi ini adalah sendi sinovial datar
antara prosesus articularis (zygoapophysis) vertebra berdekatan. Sendi ini memungkinkan

gerak luncur antara vertebra.Terletakpada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan


fleksi dan ekstensi ke arah anterior danposterior. Pada sikap lordosis lumbalis
(hiperekstensi lubal) kedua facet saling membebaskan sehingga gerakan ke lateral, oblik
dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksikedepan (lordosis dikurangi)
kedua facet saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan kelateral
Jika sendi ini mengalami cidera atau terserang penyakit, saraf spinal dapat ikut
terlibat. Gangguan ini dapat mengakibatkan rasa sakit sesuai dengan pola susunan
dermatom, dan kejang pada otot-otot yang berasal dari miotom yang sesuai.
Di antara dua korpus vertebra yang berdekatan, dari vertebra cervicalis II (C2) sampai
ke vertebra sacralis, terdapat diskus intervertebra. Diskus ini membentuk suatu sendi
fibrokartilaginosa yang tangguh antara corpus vertebra. Diskus intervertebra terdiri dari
dua bagian utama yaitu nucleus pulposus di bagian tengah dan anulus fibrosus yang
mengelilinginya. Diskus dipisahkan dari tulang di atas dan di bawah oleh dua lempeng
tulang rawan hialin yang tipis.
Secara umum, diskus terdiri atas tiga struktur yaitu annnulus fibrous pada bagian luar,
nucleus pulposus pada bagian dalam dan cartilage endplate. Kandungan dari nucleus
pulposus terdiri atas hirofilik, fiber collagen dan fiber elastin yang diikat kuat oleh hydran
agregasi terdiri atas gel proteoglycan. Nukleus mempunyai karakteristik dimana
mempunyai kemampuan mengikat air dan membengkak. Anulus fibrous adalah struktur
lamellar yang terdiri atas 15-26 lapisan fibrocartilage yang konsentrik yang mana
berselang seling. Dari annulus luar ke dalam, konsentrasi collagen type I menurun, dan
konsentrasi collagen type II meningkat, dan akibatnya ada banyak variasi regional
mekanik di annulus. Secara makroskopik untuk membedakan antara annulus fibrous dan
nucleus pulposus gelatinous dapat dilihat perbedaanya pada individu yang masih muda.1,6

Gambar 4. Struktur dari


discus, end

plate vertebra, dan

corpus

vertebra7

Secara mekanik annulus fibrous dan nucleus pulposus memiliki komposisi yang
berbeda dan masing-masing terbentuk dari extracellular matrix. Meskipun secara mekanik
nucleus pulposus dan annulus fibrous berbeda, tetapi komponen utama sama dan terdiri
atas:

Air
Air 80% pada nucleus, dan 70 % pada anulus
Proteolycan
Tediri atas chondroitin dan ikatan keratin sulfat, melakukan osmosis secara aktif , dan
mempertahankan hidrasi jaringan yang dari tekanan osmosis
Colagen
Secara mekanik mempunyai protein stabil, memberikan kekuatan meregang, dan
umumnya terdiri atas collagen tipe I dan collagen tipe II.
Perbedaan annulus fibrous dan nucleus pulposus, annulus terdiri atas 70% collagen

tipe I dan tipe II dimana nucleus pulposus hanya terdiri 20% collagen. Disisi lain, nucleus
pulposus akan menyebarkan beban kompressi pada diskus dengan menggunakan tekanan
hidrostatik pada annulus fibrous yang terdiri atas 50% proteoglycan, dimana annulus fibrous
hanya terdiri 20% proteoglycan. Adanya perbedaan kandungan proteoglycan ini juga
merefleksikan kandungan air pada 2 jaringan tersebut, dimana air 80% pada nucleus pulposus
dan 70% annulus fibrosus.1
Kandungan diskus tidak bersifat statis tetapi strukturnya dinamis. Komponen dari
diskus secara terus menerus mengalami degradasi dan diganti dengan molekul sintesis baru.
Degradasi komponen matrix dengan bantuan enzim katalis yaitu matrix metalloproteinases
(MMPs) dan aggrecanases yang di sintesis oleh sel diskus. Keseimbangan antara sintesis,
degradasi dan akumulasi molekul matriks akan menentukan kualitas dan integritas dari
matrix discus dan juga menentukan adaptasi/ perubahan matrix terhadap perubahan kondisi
lingkungan.1
Pada orang dewasa suplai darah untuk diskus berasal dari 2 pembuluh darah kapiler
plexus. Plexus pertama penetrasi 1 smapai 2 mm kedalam outer annulus, yang hanya
mensuplai annulus perifer, pleksus yang lain berasal dari corpus vertebra dan penetrasi ke
tulang subchondral, berakhir di perbatasan tulang dan kartilago. Vaskularisasi yang terbatas
pada diskus intervertebral menyebabkan ada bagian dari diskus yang avascular. Sehinnga
hantaran nutrisi seperti oxygen dan glukosa secara difusi. Jika oksigen rendah akan terjadi
metabolism anaerob (glycolis) sehingga konsentrasi asam laktat meningkat dan pH menurun
di nucleus. Dan Innervasi discus hanya pada lapisan luar 1 2 mm di annulus fibrous2,3

Secara umum discus dewasa bersifat avascukar. Pembuluh darah terdekat dari matrix
discus yaitu kapiler akan memberikan nutrisi corpus vertebra yang berdekatan dan kapilerkapiler kecil yang jauh dari annulus fibrous. Pembuluh darah tersebut akan berjalan dari
ligament longitudinal ke diskus yang berdekatan dan cartilage endplate pada orang muda (<
dari 12 bulan) yang merupakan cabang dari arteri spinal. Karena sifatnya yang avascular,
sehingga suplai nutrisi untuk sel diskus dan membuang produk sisa metabolisme, melalui
difusi dari dan atau ke kapiler dari vertebra yang berdekatan. Pada percobaan experimental
hewan, adanya hambatan suplai nutrisi akan meningkatkan acidic milieu, yang menyebabkan
akumulasi asam laktat, sehingga menjadi faktor penghambat viabilitas sel (kelangsungan
hidup) dan integritas dari matrix discus.
Kekuatan kompresi dan pretensi pada ligament longitudinal dan annulus terjadi
keseimbangan tekanan osmotic swelling pada nucleus pulposus, yang mana konsentra
proportional dari hydrophilic proteoglycan. Kandungan proteoglycan dan hidrasi discus
menurun sesuai dengan bertambahnya umur merupakan proses degenerative. Jumlah cairan
yang menurun, akan menyebabkan permeabilitas intrinsic discus menurun. Cairan setiap hari
hilang sebesar 10-20% yang diamati secara in vivo dan in vitro. Cairan yang hilang setiap
harinya, akan diperoleh kembali saat malam hari selama istirahat, untuk mengganti cairan
yang hilang pada siang hari yang menyebabkan nutrisi diskus kritis.
B. Definisi2,4
Stenosis kanalis spinalis adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh pengurangan diameter
dari Spinal canal, Lateral nerve canal, neural foramina.
Klasifikasi letak stenosis canalis lumbalis
Stenosis Sentral :
Kompresi thecal sac dan cauda equina
Stenosis Lateral :
Kompresi Root
Stenosis resesus laterak : mengenai root transversal
Stenosis Foraminal : mengenaithe exiting root
Ekstra-foraminal: mengenai the exiting root

Gambar 3. Tipe-tipe stenosis kanalis spinalis


Sedangkan herniasi diskus didefinisikan sebagai displace focal dari nucleus, annular,
atau material endplate yang melewati margin dari corpus vertebra yang berada disekitarnya.
Akibat dari displace material diskus ini, menyebabkan abnormal fokal tepi discus.1
C. Faktor Resiko
Risiko terjadinya stenosis tulang belakang meningkat pada orang yang:
1. Terlahir dengan kanal spinal yang sempit
2. Berjenis kelamin laki-laki > perempuan
3. Berusia 50 tahun atau lebih (osteofit atau tonjolan tulang berkaitan dengan
pertambahan usia)
4. Pernah mengalami cedera tulang belakang sebelumnya
Pasien pada kasus ini memiliki factor resiko usia>50 tahun.
D. Etiologi
1. Primary
Kegagalan perkembangan canalis spinalis
a. Spinal Disrafisme
b. Kegagalan segmentasi vertebra
c. Stenosis intermitten (DAnguin Syndrom)
Developmental
a. Achondroplasia
b. Morquio Disease
c. Hereditary multiple exostoses
Idiopathic
a.Hipertrofi tulang vertebra
2. Secondary stenosis
a. Stenosis degenerative

b. Spondilolistesis
c. Spondylitic/spondylolisthetic
d. atrogenic (ex postlaminectomy, postfusion)
e. Posttraumatic
f. Metabolic (ex Pagets disease, fluorosis)
Beberapa pekerjaan fisik yang berhubungan dengan peningkatan sciatica dan herniasi diskus,
yaitu:1

Sering mengangkat benda berat


Sering membelokan badan dan membungkuk
Sering terpapar getaran
Duduk terus menerus
Mengemudi, tetapi sebuah studi analisis mengemukakan bahwa profesi mengemudi

tidak mempunyai hubungan terhadap kecenderungan degenerate/ atau proses patologi


Herediter atau disposisi genetik mempengaruhi degenerasi discus, melalui play a

minor modulating role


Herniasi discus traumatic jarang terjadi tanpa disertai trauma yang berat seperti
fraktur vertebra atau kerusakan ligament
Struktur anatomi yang bertanggung jawab terhadap penyempitan kanal meliputi
struktur tulang dan jaringan lunak. Struktur tulang meliputi: osteofit sendi facet
(merupakan penyebab tersering), penebalan lamina, osteofit pada corpus vertebra,
subluksasi maupun dislokasi sendi facet (spondilolistesis), hipertrofi atau defek
spondilolisis, anomali sendi facet kongenital.

Struktur jaringan lunak meliputi:

hipertrofi ligamentum flavum (penyebab tersering), penonjolan annulus atau fragmen


nukleus pulposus, penebalan kapsul sendi facet dan sinovitis, dan ganglion yang bersal
dari sendi facet. Akibat kelainan struktur tulang jaringan lunak tersebut dapat
mengakibatkan beberapa kondisi yang mendasari terjadinya spinal canal stenosis
Beberapa kelainan diskus yaitu :

Gambar 4. Beberapa kelainan diskus vertebra


Hilangnya tinggi diskus
Ketika diskus berdegenerasi, ini kehilangan kemampuan shock absorption dan menyebabkan
nyeri leher.
Spur tulang
Ketika degeneration berlanjut, tulang akan mulai membentuk spur dimana disebut osteofit.
Osteofit akan berprotrusi ke dalam canalis spinalis atau foramina, menyebabkan kompresi
medulla spinalis atau saraf. Ini akan menyebabkan nyeri leher, gejala lengan (radikulopati)
atau disfungsi medulla spinalis (mielopati)
Degenerasi faset dimana permukaan kartilago pada sendi faset terkikis dan menyebabkan
nyeri faset.
E. Patofisiologi
Faktor resiko pada pasien ini adalah faktor usia (60 tahun) dimana sejalan dengan
pertambahan usia cairan pada nukleus berkurang, akibatnya nukleus pulposus mengalami
dehidrasi dan kemampuannya mendistribusikan tekanan berkurang, memicu robekan pada
annulus. Kolagen memberikan kemampuan peregangan pada diskus. Nucleus tersusun
secara eksklusif oleh kolagen tipe-II, yang membantu menyediakan level hidrasi yang
lebih tinggi dengan memelihara cairan, membuat nucleus mampu melawan beban tekan

dan deformitas. Annulus terdiri dari kolagen tipe-II dan kolagen tipe-I dalam jumlah yang
sama, namun pada orang yang memasuki usia 50 tahun atau lebih tua dari 50 tahun
kolagen

tipe-I

meningkat

jumlahnya

pada

diskus.

Proteoglikan

pada

diskus

intervertebralis jumlahnya lebih kecil dibanding pada sendi kartilago, proteinnya lebih
pendek, dan jumlah rantai keratin sulfat dan kondroitin sulfat yang berbeda. Kemampatan
diskus berkaitan dengan proteoglikan, pada nuleus lebih padat daripada di annulus.
Sejalan dengan penuaan, jumlah proteoglikan menurun dan sintesisnya juga menurun.
Annulus tersusun atas serat kolagen yang kurang padat dan kurang terorganisasi pada tepi
perbatasannya dengan nukleus dan membentuk jaringan yang renggang dengan nukleus
pulposus.
F. Gejala Klinis
1. Sakit punggung.
2. Nyeri seperti terbakar pada bokong atau kaki. Tekanan pada saraf tulang belakang
dapat mengakibatkan rasa sakit di daerah pasokan saraf. Rasa sakit dapat digambarkan
sebagai nyeri atau rasa seperti terbakar. Ini biasanya dimulai di daerah bokong dan
menyebar ke kaki. Rasa sakit di kaki yang sering disebut "sciatica."
3. Mati rasa atau kesemutan pada bokong atau kaki. Saat tekanan pada saraf meningkat,
mati rasa dan kesemutan sering disertai nyeri terbakar. Meskipun tidak semua pasien
akan mempunyai keluhan nyeri terbakar dan mati rasa dan kesemutan pada kedua
kakinya.
4. Kelemahan di kaki atau "foot drop." Setelah tekanan pada saraf mencapai tingkat
kritis, kelemahan dapat terjadi pada satu atau kedua kaki. Beberapa pasien akan
memiliki drop foot, atau merasakan kaki mereka di tanah saat berjalan.
5. Lebih sedikit nyeri dengan bersandar ke depan atau duduk. Studi dari lumbar tulang
belakang menunjukkan bahwa bersandar ke depan benar-benar dapat menambah
ruang yang tersedia untuk saraf. Banyak pasien merasa nyaman ketika membungkuk
ke depan dan terutama dengan duduk. Nyeri biasanya diperberat dengan berdiri tegak
dan berjalan. Beberapa pasien memperhatikan bahwa mereka bisa naik sepeda statis
atau berjalan bersandar pada keranjang belanja. Berjalan lebih dari 1 atau 2 blok.
6. Abnormal fungsi usus / dan atau fungsi kandung kemih
7. Hilangnya fungsi seksual
Cardinal symptom dari herniasi diskus, yaitu :1

Nyeri menjalar (radicular) ke tungkai/ skiatika berupa rasa nyeri yang hebat pada satu

atau dua tungkai sesuai dengan distribusi akar saraf11


hilangnya sensoris

Gejala yang dirasakan sesuai dengan dermatome dan myotomenya masing-masing

dari akar saraf yang tertekan.


Kelemahan motorik
Gejala tambahan, tetapi frekuensinya jarang ditemukanyaitu:

Parasthesia pada dermatom yang terkena


Nyeri radicular yang di provokasi akibat tekanan, bersin
Nyeri yang menghilang ketika posisi supine dengan pinggul dan lutut difleksikan
Sebelumnya terdapat episode back pain yang akut

G. Diagnosis
Diagnosis stenosis tulang belakang dimulai dengan anamnesis yang lengkap dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis berupa keluhan serta gejala gejala yang dirasakan penderita.
Setelah membahas gejala dan riwayat medis, dokter akan memeriksa punggung Anda. Ini
meliputi dengan cara melihat punggung dan mendorong pada daerah yang berbeda untuk
melihat apakah itu menimbulkan rasa yang menyakitkan. Dokter bisa meminta penderita
membungkuk ke depan, ke belakang, dan sisi ke sisi untuk mencari keterbatasan atau rasa
sakit. Pemeriksaan fisik ini dapat membantu dengan menentukan keparahan kondisi dan
apakah atau tidak adanya kelemahan dan / atau mati rasa.Pada pemeriksaan fisis, tanda
stenosis spinal yang dapat ditemukan yaitu Gangguan persepsi nyeri, kelemahan otot, dan.
penurunan reflex tendon.

Gambar 5. Straight leg Raising Test.

Straight leg Raising Test untuk mengidentifiikasi iritasi dari nerve root lumbar. Kedua
kaki relaksasi dan lutut diekstensikan. Pemeriksa mengangkat dan menahan tumit dengan
telapak tangan.

Gambar 6. Laseque test


Laseque test. Kaki di dorsofleksikan. Jika nyeri maka laseque test positif.

Dapat pula dengan tes pencitraan seperti x-ray, magnetic resonance imaging (MRI), atau
computerized tomography (CT) scan untuk memastikan diagnosa.
1. X-ray. Meskipun mereka hanya memvisualisasikan tulang, sinar-X dapat membantu
menentukan apakah Anda memiliki stenosis spinal. X-ray akan menunjukkan
perubahan proses penuaan, seperti kehilangan ketinggian disk atau tulang taji.
X-ray diambil sambil bersandar ke depan dan ke belakang dapat menunjukkan
"ketidakstabilan" pada sendi Anda. Sinar-X juga dapat menunjukkan terlalu
banyaknya mobilitas. Ini sering disebut spondylolisthesis.
2. Magnetic resonance imaging (MRI) dan Myelografi. Pemeriksaan ini dapat membuat
gambar yang lebih baik dari jaringan lunak, seperti otot, cakram, saraf, dan sumsum
tulang belakang.
3. Tes tambahan. Computed tomography (CT) scan dapat membuat penampang gambar
tulang belakang. juga dapat dilakukan myelogram. Dalam prosedur ini, zat warna
disuntikkan ke tulang belakang untuk membuat saraf muncul lebih jelas. Hal ini
dapat membantu dokter menentukan apakah pada saraf sedang terjadi dikompresi
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengeluh nyeri punggung bawah yang
telah dialami sejak 3 bulan lalu dan bertambah berat 1 bulan terakhir. Nyeri menjalar
sampai ke ujung kaki kanan` Pasien dapat duduk namun kesulitan berjalan karena

nyeri yang dirasakan. Dari pemeriksaan fisis tidak ditemukan adanya penurunan
kekuatan motoric dan sensorik.

Gambar 7. Spinal Dermatom

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, pasien ini didiagnosis dengan Low
back pain suspek penyempitan kanalis spinalis. Untuk menentukan secara pasti letak lesi dan

penyebabnya maka dilakukan pemeriksaan X-ray Lumbosakral AP/Lateral dan pemeriksaan


MRI-spine serta myelografi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi foto AP/lateral Thoracolumbal pada pasien ini
ditemukan adanya osteofit pada Cv L4-L5 penyempitan diskus dan foramen intravertebralis
pada lumbal 4 sampai lumbal 5, dan lumbal 5 dan sacral1.
Radiological finding, dekstrusio disc CV L4-L5 which compress CV S1, bulging disc CV L3L4 which compress thecal sac and nerve root bilateral and causing facet joint having bilateral
edema, total stenosis canalis spinal CV L4-L5 and partial stenosis CV L3-L4, degenerative
disc disease.
H. Tatalaksana
Pengobatan non operatif
1. Pilihan pengobatan non operatif difokuskan untuk mengembalikan fungsi dan
menghilangkan rasa sakit. Meskipun metode non-bedah tidak meningkatkan
penyempitan kanal tulang belakang, banyak orang melaporkan bahwa perawatan ini
membantu meringankan gejala.
Terapi fisik. Latihan peregangan, pijat, penguatan lumbal dan perut sering membantu
mengatasi gejala.
Traksi lumbal. Walaupun mungkin membantu dalam beberapa pasien, traksi memiliki
hasil yang sangat terbatas. Tidak ada bukti ilmiah keefektifannya.
2. Obat anti-inflamasi. Karena rasa nyeri stenosis disebabkan oleh tekanan pada saraf
tulang belakang, mengurangi inflamasi (pembengkakan) di sekitar saraf dapat
meredakan nyeri. Nonsteroid antiinflammatory drugs (NSAID) awalnya memberikan
penghilang rasa sakit. Ketika digunakan selama 5-10 hari, mereka juga dapat
memiliki efek anti inflamasi.
Kebanyakan orang terbiasa dengan NSAID tanpa resep dokter, seperti aspirin dan
ibuprofen. Baik terlaludijual bebas atau kekuatan resep, obat-obat ini harus
digunakan dengan hati-hati. Mereka dapat menyebabkan gastritis atau ulkus
lambung. Jika timbul refluks asam atau sakit perut saat menggunakan anti-inflamasi,
dapat konsultasi pada dokter.
3. Injeksi steroid. Kortison adalah anti inflamasi kuat. Suntikan kortison pada sekitar
saraf atau di "ruang epidural" bisa mengurangi pembengkakan dan rasa sakit. Tetapi
sebetulnya tidak dianjurkan untuk menerima ini, karena pemberian yang lebih dari 3
kali per tahun. Suntikan ini lebih cenderung untuk mengurangi rasa sakit dan mati
rasa namun bukan mengurangi kelemahan pada kaki.

4. Akupuntur. Akupuntur dapat membantu dalam mengobati rasa sakit untuk kasuskasus yang kurang parah. Meskipun sangat aman, namun kesuksesan pengobatan ini
secara jangka panjang belum terbukti secara ilmiah.
Pengobatan operatif
1. Pembedahan untuk lumbal spinal stenosis umumnya ditunda pada pasien yang
memiliki kualitas hidup yang buruk karena rasa sakit dan kelemahan. Pasien
mungkin mengeluhkan ketidakmampuan untuk berjalan untuk jangka waktu yang
panjang tanpa duduk. Ini sering menjadi alasan bahwa pasien mempertimbangkan
operasi. Ada dua pilihan operasi utama untuk mengobati stenosis tulang belakang
lumbal: laminektomi dan fusi spina. Kedua opsi dapat menghilangkan rasa sakit yang
sangat baik. Dan perlu mengetahui keuntungan serta kerugiannya.
a) Laminektomi. Prosedur ini melibatkan mengeluarkan tulang, taji tulang, dan
ligamen yang menekan saraf. Prosedur ini juga dapat disebut "dekompresi."
Laminektomi dapat dilakukan dengan operasi terbuka, di mana dokter
melakukan sebuah sayatan yang besar untuk mengakses tulang belakang.
Prosedur ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode minimal
invasif, di mana dibuat beberapa sayatan kecil.
b) Spinal fusion. Jika arthritis telah berlanjut terhadap ketidakstabilan tulang
belakang, kombinasi dekompresi dan stabilisasi atau spinal fusion dapat
dianjurkan.
Pada spinal fusion, dua atau lebih vertebra disembuhkan secara permanen atau
menyatu bersama-sama. Cangkok tulang diambil dari tulang panggul atau
tulang pinggul yang digunakan untuk memadukan tulang belakang.
Fusion menghilangkan gerakan antara tulang dan mencegah terjadinya selip
yang akan memperburuk setelah operasi. Dokter bedah juga dapat
menggunakan batang dan baut untuk menahan tulang belakang di tempat agar
tulang menyatu. Penggunaan batang dan baut membuat fusi tulang terjadi
lebih cepat dan kecepatan pemulihan.
I. Komplikasi
1. Stenosis tulang belakang yang memberat dapat menyebabkan disfungsi usus dan /
atau disfungsi kandung kemih.
2. Bedah komplikasi termasuk infeksi, cedera neurologis, pseudarthrosis, sakit kronis,
dan cacat.
J. Prognosis
Prognosis baik bila dekompresi adekuat, stabilitas sendi facet terjaga, pembedahan lebih
awal, pemakaian korset post-op, latihan pasca operasi. Prognosis buruk bila terjadi
dominan back pain, segmen yang terkena multilevel, penundaan lama pembedahan,

terdapat tanda defisist neurologis, wanita, operasi sebelumnya gagal, pasien dengan
penyakit sistemik kronis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of neurology. 7th ed. McGraw Hill co.
New York. 2005: 194-212.
2. Amundsen T, Weber H, Lilles F, Nordal HJ, Abdelnoor M, Magnaes B. Lumbar spinal
stenosis. Clinical and radiologic features. Spine (Phila Pa 1976). May 15
1995;20(10):1178-86.
3. Bernhardt M, Hynes RA, Blume HW, White AA 3rd. Cervical spondylotic
myelopathy. J Bone Joint Surg Am. Jan 1993;75(1):119-28.Caputy AJ, Luessenhop AJ.
Long-term evaluation of decompressive surgery for degenerative lumbar stenosis. J
Neurosurg. Nov 1992;77(5):669-76.
4. Frohna WJ, Della-Giustina D. Chapter 276. Neck and Back Pain. In: Tintinalli JE,
Stapczynski JS, Cline DM, Ma OJ, Cydulka RK, Meckler GD, eds. Tintinalli's
Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 7th ed. New York: McGraw-Hill;
2011.
5. Greenberg MS. Spinal stenosis. In: Handbook of Neurosurgery. Vol 1. Lakeland, Fla:
Greenburg Graphics, Inc; 1997:207-217.
6. Harkey HL, al-Mefty O, Marawi I, Peeler DF, Haines DE, Alexander LF. Experimental
chronic compressive cervical myelopathy: effects of decompression. J Neurosurg. Aug
1995;83(2):336-41.
7. Heller JG. The syndromes of degenerative cervical disease. Orthop Clin North Am. Jul
1992;23(3):381-94.
8. Kalichman L, Cole R, Kim DH, Li L, Suri P, Guermazi A, et al. Spinal stenosis
prevalence and association with symptoms: the Framingham Study. Spine J. Jul
2009;9(7):545-50.
9. Keith L. Moore, Anne M R. Agur. Anatomi Klinis Dasar. 2002. Jakarta:Hipokrates.
10. Luke A, Ma C. Chapter 41. Sports Medicine & Outpatient Orthopedics. In: Papadakis
MA, McPhee SJ, Rabow MW, eds. CURRENT Medical Diagnosis & Treatment 2013.
New York: McGraw-Hill;
11. McRae, Ronald. Clinical Orthopaedic examination. 2004. Fifth Edition: 151-152.
12. Steven R. Garfin, Harry N. Herkowitz and Srdjan Mirkovic. Spinal Stenosis. Journal
Bone Joint Surg Am. 1999; 81:572-86.
13. White AA III, Panjabi MM. Clinical Biomechanics of the Spine. 2nd ed. Philadelphia,

Pa: JB Lippincott; 1990:342-378.

Anda mungkin juga menyukai