Nira
Nira
Gula merah aren dibuat dari tanaman aren. Nira ini dihasilkan dari penyadapan tonggol
(tandan) bunga jantan. Jika yang disadap tonggol bunga betina, maka akan diperoleh nira
yang tidak memuaskan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Setiap tongkol bunga
jantan dapat disadap selama 3-4 bulan, yaitu sampai tongkolnya habis atau mengering.
Nira hasil sadapan selama periode ini, mula-mula jumlahnya sedikit kemudian jumlahnya
meningkat sampai pertengahan masa sadap dan akhirnya kembali jumlahnya sedikit seperti
semula. Jika pertumbuhannya subur, dapat tumbuh beberapa tongkol bunga jantan dan betina
secara serentak. Pohon seperti ini dapat lebih menguntungkan karena pada satu pohon dapat
disadap beberapa tongkol bunga jantan setiap harinya.
Sebanyak 4-5 liter nira bisa dihasilkan dari satu tongkol bunga (dua kali penyadapan),
tergantung dari tingkat kesuburan pohon aren tersebut (Sunanto, 1993).
Untaian-untaian bunga jantan panjangnya hanya sekitar 50 cm, jauh lebih pendek dari
untaian-untaian bunga betina yang panjangnya bisa mencapai 175 cm.
Persiapan penyadapan nira aren merupakan kegiatan yang sangat penting agar dapat
memperoleh nira yang cukup banyak dan lama penyadapannya dapat lebih lama. Kegiatan ini
terdiri dari pembersihan tandan, bunga dan memukul-mukul tandan.
Untuk melihat apakah bunga jantan yang sudah diayun dan dipukul itu sudah menghasilkan
nira atau belum, maka tandan ditoreh (dilukai) jika torehan belum mengeluarkan cairan, maka
tandan perlu diayun-ayunkan dan dipukul-pukul lagi.
(hitam), kering dan tahan lama. Pemanasan ini diakhiri setelah nira menjadi kental dengan
volume sekitar 8%.
Proses produksi gula cetak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu langsung dari nira aren
atau dari gula semut reject.
Proses produksi gula cetak yang menggunakan nira aren biasanya hanya dilakukan di tingkat
pengrajin. Sedangkan, di tingkat industri, gula cetak diproduksi dari gula semut reject yaitu
gula semut yang menggumpal dan tidak lolos ayakan.
Meskipun demikian, secara garis besar proses produksinya tidak ada perbedaan. Proses
produksi dimulai dari penyadapan nira, pemasakan nira, pengadukan dan pencetakan gula
aren. Penyadapan nira aren biasanya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
Sebelum menyadap, lodong atau bambu penampung diberi sedikit air kapur pada dasarnya
yang bertujuan untuk mengurangi resiko rusaknya nira aren akibat pembiakan organisme
mikro.
Nira hasil sadapan pagi disaring menggunakan ijuk dari pohon aren kemudian dituang di
kuali dan dimasak hingga matang agar menjadi gula cetak setengah jadi kemudian disimpan.
Tujuan memasak nira sebelum disimpan adalah untuk menjaga daya tahan, karena nira aren
mentah hanya tahan 3 jam. Nira yang disadap sore, kemudian dicampur dengan nira pagi
yang sudah dimasak untuk kemudian dimasak bersama. Dalam pemasakan nira ini, juga perlu
ditambahkan minyak goreng atau minyak kelapa sebanyak 10 gram untuk tiap 25 liter nira.
Pada proses memasak, sesekali dilakukan pengadukan. Setelah memasuki fase jenuh yang
ditandai dengan terbentuknya buih, pengadukan dilakukan lebih sering hingga nira aren
menjadi pekat. Pada fase ini juga dilakukan pembersihan dari buih dan kotoran halus.
Kemudian gula aren dicetak di dalam cetakan dari kayu dengan membersihkan cetakan
tersebut terlebih dahulu dengan menggunakan air kapur dan merendamnya dengan air bersih
untuk memudahkan pelepasan gula aren nantinya.
Lama pemasakan nira aren hingga dicetak adalah 3-4 jam (Bank Indonesia, 2008).
Untuk memperoleh gula aren yang berkualitas tinggi sangat tergantung pada kualitas nira
yang diproses. Menurut Joseph et al (1994), nira yang disadap pada pagi hari memiliki pH
yang lebih rendah daripada nira yang ditampung pada sore hari karena nira yang disadap
pada pada pagi hari kadar sukrosanya lebih rendah dari nira yang disadap sore hari. Hal ini
karena siang hari penguapan lebih besar dari pada malam hari.
Hasil analisis Joseph et al (1994) mengungkapkan bahwa perlakuan terhadap penampungan
berpengaruh nyata terhadap kadar sukrosa nira yang disadap pada sore hari, tetapi tidak
berpengaruh nyata pada sukrosa yang disadap pada pagi hari. Nira yang digunakan pada
bahan baku gula sebaiknya diatas 12 persen (Rachman, 2009).
Diagram Alur Proses Produksi Gula Aren Cetak dan Gula Semut
oleh Pengrajin
Sumber: Rachman, 2009
Kekhasan gula merah aren dilihat dari segi kimianya dibandingkan dengan gula lainnya
adalah bahwa gula aren mengandung sukrosa lebih tinggi (84%) dibandingkan dengan gula
tebu (20%) dan gula bit (17%).
Dari segi kandungan gizinya, gula aren mengandung protein, lemak, kalium dan fosfor yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tebu dan gula bit (Rumukoi, 1990).
Demikian juga jika dibandingkan dengan nira dari pohon kelapa, nira aren lebih manis dan
aromanya lebih menyengat.
Banyak keunggulan gula aren dibandingkan dengan gula kelapa, diantaranya adalah (Dyanti,
2002) kadar gula pereduksinya lebih rendah (10,31% vs 11,72%) sehingga hasil gulanya
menjadi lebih keras dan kering dan kadar sukrosa gula aren juga lebih tinggi (Rachman,
2009).