Anda di halaman 1dari 4

Pupuk hayati adalah substans yang mengandung mikoorganisme

hidup yang mengkolonisasi rhizosfer atau bagian dalam tanaman dan memacu pertumb
uhan
dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer dan atau stimulus per
tumbuhan
tanaman target bila dipakai pada benih, permukaan tanaman atau tanah (FNCA Biofe
rtilizer
Project Group, 2006 dalam Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).
pada tanah masam, aktivitas mikroorganisme didominasi oleh kelompok fungi sebab
pertumbuhan optimum fungi pada pH 5 - 5,5. Sebaliknya, pertumbuhan kelompok opti
mum
pada pH netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah. kisaran hidup
bakteri
adalah pada pH 4 - 10,6 (Ginting et al., 2006).
Menurut Motsara (1995), beberapa
contoh bakteri pelarut fosfat adalah Bacillus megaterium dan Pseudomonas striata
sedangkan
contoh fungi pelarut fosfat adalah Aspergillus awamori dan Penicillium digitatum
.
Bakteri dan fungi pelarut fosfat hidup disekitar perakaran tanaman. Bakteri dan
fungi
pelarut fosfat mungkin dapat menyebabkan patogenisitas terhadap pertumbuhan tana
man.Patogenisitas adalah kapasitas atau kemampuan suatu patogen untuk menimbulka
n penyakit.
Penggunaan
pupuk hayati ditujukan sebagai upaya efesiensi pemupukan meningkatkan kapasitas
produksi produk pertanian (elsanti, subowo g. 2013. pengaruh pupuk hayati Nx ter
hadap pertumbuhandan hasil tanaman pad (oriza sativa) di rumah kaca). prosiding
ugm
upaya pengayaan mikroorganisme fungsional tanah adalah dengan memberikan pupuk h
ayati yang mengandung mikroba fungsional, baik tunggal maupun majemuk.Pemanfaata
n mikroorganisme tanah sebagai agen pemasok hara tanaman penting untuk diupayaka
n. Apabila ketersediaannya di dalam tanah belum mencukupi, dapat dilakukan penga
yaan melalui perlakuan inokulasi jenis mikroorganisme fungsional yang memiliki k
emampuan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman
Pupuk hayati cair diaplikasikan dalam bentuk larutan(20 ml pupuk hayati per 1 li
ter aquades) dengan cara disemprotkan ke permukaan tanah
secara merata pada tanaman caisim.
Pada awal pertumbuhan,
perlakuan pupuk hayati tanpa pupuk kimia mampu memacu pertumbuhan tanaman
yang lebih tinggi dapat disebabkan tingginya aktivitas mikroba tanah yang
berperan menyediakan hara bagi tanaman (Aracon et al., 2006 Arancon, N.Q., Edwa
rds, C.A., and Bierman, P. (2006). Influences of Vermicomposts on
Field Strawberries: Part 2. Effects on Soil Microbiological and Chemical Propert
ies.
Bioresource Technol., 97, 831-840.).
Sementara pada
tanah yang diberi pupuk kimia, aktivitas mikroba (aktivitas enzimatik) tanah
terhambat oleh ion anorganik dari pupuk kimia (Okur et al., 2009 Okur, N., Altin
disli, A., Cengel, M., Gocmez, S., and Kayikcioglu, H.H.. 2009. Microbial
Biomass and Enzyme Activity in Vineyard Soils Under Organic and Conventional
Farming Systems. Turk J Agric For 33: 413-423.)

sehingga
ketersediaan hara terhambat. Meningkatnya pertumbuhan tanaman caisim pada
tanah yang diberi perlakuan pupuk hayati dan pupuk kimia pada minggu ke-4
disebabkan aktivitas mikroba tanah kembali meningkat karena pengaruh pupuk
kimia mulai berkurang.Dengan demikian penggunaan pupuk hayati dapat mengurangi p
enggunaan pupuk
kimia sebesar 25 persen
nasahi,ceppy. 2010. peran mikroba dalam pertanian organik.unpad. bandung
Jumlah nitrogen yang difiksasi tergantung pada kualitas galur bakteri dan
kondisi pertumbuhan bintil (Gardner et al, 1991).Mikroba-mikroba yang hidup pada
pertanian organik dapat memperbaiki
kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah serta menekan pertumbuhan
hama dan penyakit
Sulistyowati (1999), menyatakan bahwa
akibat penggunaan pupuk kimia, tanah menjadi keras, sehingga energi yang
dibutuhkan untuk mengolah tanah menjadi lebih berat. Cacing-cacing tanah yang
berfungsi menggemburkan tanah secara alami tidak mampu mengikuti kecepatan
penguraian yang diperlukan manusia.
Pupuk anorganik selain dapat menurunkan kandungan bahan organik dalam
tanah ternyata menyebabkan kecenderungan penurunan pH pada lahan pertanian.
Pemakaian pupuk kimia seperti urea dan ZA secara terus menerus membuat
kondisi tanah semakin masam. Penggunaan pupuk N-sintetik secara berlebihan
juga menurunkan efisiensi P dan K serta memberikan dampak negatif seperti
gangguan hama dan penyakit (Musnamar,2003).
Sejalan dengan itu,
Soewardi (1987) dan Saragih (2000), menyatakan bahwa dari tahun ke tahun,
pasca diberlakukannya program Revolusi Hijau lahan-lahan pertanian di
Indonesia terus menunjukkan gejala pelandaian (leveling off). Pada, kondisi
tersebut telah mengakibatkan semakin kentaranya ketidakseimbangan antara
supply dan demand pangan. Padahal, kebutuhan akan pangan ke depan, cenderung
akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk
dan semakin terbatasnya lahan pertanian..
aliran massa, difusi dan intersepsi akar.
Sistem perakaran sangat penting dalam penyerapan unsur hara karena
sistem perakaran yang baik akan memperpendek jarak yang ditempuh unsur hara
untuk mendekati akar tanaman. Bagi tanaman yang sistem perakarannya kurang
berkembang, peran akar dapat ditingkatkan dengan adanya interaksi simbiosis
dengan Jamur mikoriza (Douds and Millner, 1999). Selain itu juga menurut
Lugtenberg and Kravchenko (1999) mikroba tanah akan berkumpul di dekat
perakaran tanaman (rhizosfer) yang menghasilkan eksudat akar dan serpihan
tudung akar sebagai sumber makanan mikroba tanah. Bila populasi mikroba di
sekitar rhizosfir didominasi oleh mikroba yang menguntungkan tanaman, maka
tanaman akan memperoleh manfaat yang besar dengan hadirnya mikroba tersebut.
Tujuan tersebut dapat tercapai hanya apabila kita menginokulasikan mikroba yang
bermanfaat sebagai inokulan di sekitar perakaran tanaman.
3.3. Strategi Keberhasilan Pemanfaatan Mikroba Tanah
Keberhasilan peningkatan peran mikroba tanah yang bermanfaat untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasil suatu tanaman perlu ditunjang langkah
berikut:
1. Seleksi isolat unggul. Isolat yang diperoleh harus diseleksi keunggulannya

dengan menguji efektivitas terhadap pertumbuhan tanaman. Seleksi bakteri


penambat N dapat melalui uji kuantitas N yang ditambatnya dengan metode
reduksi asetilen. Mikroba pelarut fosfat diseleksi berdasarkan pelarutan P
tidak larut secara kualitatif (zona bening) dan kuantitatif (jumlah P
tersedia/terlarut). CMA diseleksi berdasarkan besarnya derajat infeksi pada
akar atau peningkatan serapan P tanaman dibanding kontrol.
2. Perbanyakan isolat yang unggul sebagai inokulan dalam carrier /pembawa
yang cocok. Populasi mikroba yang akan digunakan sebagai produk
32
inokulan harus tinggi (> 108 CFU/ g media) atau inokulan mikoriza
mengandung spora >50 buah/gram carrier.
3. Viabilitas mikroba tetap tinggi pada saat diaplikasikan. Kontrol viabilitas
perlu dilakukan selama masa penyimpanan produk inokulan. Pada umumnya
kualitas inokulan yang sudah dikemas akan menurun setelah masa simpan 6
bulan.
4. Aplikasi dilapangan harus tepat baik waktu, dosis dan caranya. inokulasi
mikroba yang bermanfaat akan lebih efektif bila dilakukan bersamaan
dengan penanaman benih sehingga mikroba tersebut akan segera
mengkolonisasi benih yang berkecambah. Dosis yang digunakan harus
sesuai dengan anjuran pada kemasannya. Dosis yang tepat dapat mendukung
keberhasilan dominasi mikroba introduksi di rhizosfer tanaman. Cara
pemberian inokulan selain bersamaan dengan benih (seed inoculation) dapat
pula dilakukan di pembibitan (seedling inoculation).
Saat ini, biakan murni Azotobacter telah
digunakan sebagai pupuk hayati dan telah
menjadi bagian dalam komposisi sejumlah
pupuk organik cair. Produksi inokulan cair
biasanya dilakukan pada media kimia
terdefinisi dengan harga relatif mahal. Untuk
menekan harga pupuk hayati Azotobacter
tanpa menurunkan kualitas inokulan diperlukan
media produksi inokulan cair yang relatif
murah dan mudah didapatkan. Media ini
harus tetap mendukung pertumbuhan sel,
fiksasi N, dan produksi fitohormon (hindersah, r.dkk. 2013. penggunaan pupuk org
anik cair sebagai media produksi inokulan azotobacter chroococcum. agrologia, vo
l.2 no.2, hal 102-108).

Anda mungkin juga menyukai