Anda di halaman 1dari 13

REKAYASA LINGKUNGAN

DAMPAK PEMBANGUAN BENDUNG PADA LINGKUNGAN SEKITAR

Bendung Sapon di Sungai Progo, Yogyakarta

Pembangunan bendung dan bendungan bermanfaat untuk menampung air


dan menaikkan level air untuk saluran irigasi, perikanan maupun tempat wisata,
dll. Pembangunan bendung yang melintang di sungai jika ditinjau dari segi
restorasi sungai mempunyai dampak negatif bagi kehidupan biotik dan abiotik di
sungai. Beberapa dampak tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Mengubah Keseimbangan Angkutan Sedimen
Dengan dibangunnya bendungan atau bendung di sungai, akan terjadi
perubahan keseimbangan angkutan sedimen (sediment balance). Dengan bendung
atau bendungan maka proses degradasi dan agradasi di sepanjang sungai akan
terganggu. Di bagian hulu akan terjadi surplus sedimen sedangkan di bagian hilir
terjadi defisit sedimen. Defisit sedimen di bagian hilir akan berpengaruh pada
penggerusan di bagian hilir bendung atau bendungan.
Terganggunya keseimbangan sedimen akan dapat menginisasi terjadinya
erosi dan sedimentasi di berbagai tempat yang sulit diprediksi. Dengan bendung
atau bendungan permanen, maka akan terjadi pemutusan ekosistem alur sungai
secara drastis dari ekosistem yang bersifat terbuka dari hulu hingga hilir, menjadi

REKAYASA LINGKUNGAN

ekosistem yang terpisah. Sungai bukan lagi sebagai ekosistem terbuka tapi suatu
ekosistem yang semi terbuka atau tertutup.
Penanggulangan dampak negatif dari ketidakseimbangan angkutan
sedimen ini adalah dengan cara membangun bendung semi permanen atau
bendung karet. Untuk konstruksi bendungan sampai saat ini belum ada teknologi
yang efektif untuk dapat menjamin keseimbangan sedimen hulu - hilir. Teknologi
pipa pengurasan (culvert) juga belum bisa menanggulangi masalah ini.
2. Merubah Elevasi Muka Air Tanah
Dengan pembendungan maka akan terjadi perubahan muka air tanah.
Peningkatan muka air tanah ini tidak mesti berdampak positif bag vegetasi di
tempat yang bersangkutan. Karena banyak vegetasi yang tidak sesuai hidup pada
kondisi muka air tanah tinggi. Dengan demikian perlu diupayakan konservasi dan
kompresinya.
3. Pengurangan Debit Air Pada Sungai Utama
Pada pembangunan bendung, sering sungai utama akan menderita defisit
sungai. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar di bawah yang merupakan suatu
contoh pembangunan bendung untuk pembangit tenaga air dengan menggunakan
konstruksi kering. Dengan konstruksi tersebut, satu sisi mudah mengerjakannya
karena semua konstruksi di kerjakan ditempat yang kering. Setelah konstruksi
selesai, bagian akhir pembatas sungai dengan saluran dibuka. Namun jika jumlah
air yang dipakai untuk memutar turbin melebihi batas maksimal , sehingga jumlah
air yang masih mengalir ke sungai utama di bawah debit air minimum yang harus
ada untuk ekologi, maka ekosistem sungai utama akan rusak.
Pada hakekatnya ekosistem sungai memerlukan debit minimal atau tinggi
muka air minimal untuk menjamin kelangsungan hidup ekosistem tersebut. Oleh
karena itu perlu ditetapkan dulu debit minimal yang harus disediakan di sungai
utama tersebut. Demikian juga bendung-bendung irigasi yang mengambil
sebagian besar air sungai untuk pertanian, perlu dikaji terlebih dahulu tentang
kebutuhan air untuk ekologi bagian hilir sungai.

REKAYASA LINGKUNGAN

4. Peningkatan Luas Genangan


Pembangunan bendung atau bendungan di suatu sungai biasanya
menimbulkan perluasan area genangan. Perluasan area genangan ini selain
berdampak positif terhadap meningkatnya konservasi air, juga dapat berdampak
negatif terhadap ekosistem wilayah sungai yang tergenangi. Panjang daerah yang
terkena dampak negatif terhadap ekosistem sungai di bagian hulu pembendungan
adalah sepanjang back water effect.
Pada prinsipnya dengan penggenangan ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan kecepatan air (mendekati tidak bergerak) dan kedalaman air
bertambah. Perubahan kecepatan dan kedalaman air ini jelas akan berdampak
pada flora dan fauna di bagian hulu bendung atau bendungan tersebut.
Penyelesaian masalah ini adalah dengan cara memperkecil areal genangan. Dalam
perencanaannya harus dipilih suatu tempat yang mempunyai head cukup dengan
areal genangan seminimal mungkin.
5. Penurunan Dinamika Alamiah Sungai
Sungai sebagai suatu sistem alamiah mempunyai derajat dinamika tinggi.
Dalam arti, dengan heterogenitas fisik sungai alamiah yang tinggi, mendorong
terjadinya dinamisasi sungai yang tinggi. Dinamisasi sungai tersebut akan
berkurang jika di sungai dibangun bendung misalnya untuk hydropower plant.
Dengan bendung dan saluran buatan, kondisi sungai menjadi homogen. Misalnya
kecepatan air akan menjadi nol, maka air akan relatif tetap (homogen), profil
melintang dan memanjang berbentuk trapesium atau segiempat (homogen).
Dengan kondisi homogen ini maka diversifikasi vegetasi dan fauna akan
menurun.
Penyelesaian masalah ini dapat dilakukan dengan membangun bendung
gerak. Jika hal ini tidak memungkinkan dapat dilakukan dengan cara kompensasi
lingkungan, yaitu mengganti kondisi heterogen sepanjang back water tile yang
ada di tempat lain.
6. Memutus Daur Hidup Jenis Ikan Tetentu

REKAYASA LINGKUNGAN

Dampak biotik dari pembangunan bendung dan bendungan adalah


memutus daur hidup jenis ikan tertentu. Pada umumnya suatu sungai memiliki
berbagai macam jenis ikan, sebagian dari ikan tersebut biasanya juga mempunyai
perilaku migrasi dari hulu ke hilir atau dari hilir ke hulu. Dengan dibangunnya
bendung atau bendungan melintang sungai maka kemungkinan terjadinya migrasi
dalam sungai sangat kecil atau tertutup. Ikan tidak dapat bermigrasi lagi, akhirnya
ikan-ikan dengan sifat migrasi ini akan punah
Jenis fauna yang bermigrasi ini tidak hanya ikan saja, namun banyak dari
beberapa jenis fauna lainnya seperti kepiting, udang, dan belut. Penyelesaian
masalah ini adalah dengan membangun bangunan kemenerusan sungai misalnya
fishway (tangga ikan).
Bendung merupakan bangunan yang berfungsi untuk menaikan elevasi mu
air sungai. Bendung terdiri dari dua tipe yaitu bendung gerak dan bendung tetap.
Secara garis besar bangunan bendung dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
utama, bagian irigasi, dan bagian pelengkap. Berikut ini adalah metode pembuatan
bendung :
1. Pembuatan bendungan dimulai dengan pembuatan diversion channel
(saluran pengalihan) yang dibangun di sebelah kanan sungai
2. Pekerjaan dimulai dengan dengan mengerjakan diversion work dengan
menggali tanah dan pembuatan tanggul untuk mengalihkan aliran sungai.
Setelah sungai dialihkan lokasi bendung dapat dikeringkan melalui proses
dewatering.

REKAYASA LINGKUNGAN

Gambar pengalihan aliran sungai


3. Selanjutnya pekerjaan bendung dilanjutkan dengan pekerjaan galian tanah
dengan excavator dan hasil galian diangkut dengan dump truck untuk
dibuang ke disposal area atau disimpan sebagai stock untuk material
timbunan sesuai dengan jenis dan spesifikasi tanah

Gambar pekerjaan galian tanah


4. Bila galian menemui lapisan tanah keras, dilakukan pekerjaan galian batu
5. Dipilih metode drilling and blasting, yaitu pada permukaan batuan dibuat
pola blasting. Kemudian dibuat lubang dengan rock drill (cradler rock
driller) atau canal drilling untuk diisi sejumlah bahan peledak (dynamit)
dan detonator sebagai pemicunya

Gambar pekerjaan pada tanah keras


6. Setelah peledakan, hasil galian dikumpulkan dengan excavator dan
diangkut dump truck ke disposal area
7. Galian

batuan

dengan

blasting

(peledakan)biasanya

sulit

untuk

membentuk dasar galian yang rapi sesuai rock line excavation yang ada
dalam shop drawing

REKAYASA LINGKUNGAN

8. Selanjutnya digunakan giant breaker yang dipasangkan pada excavator


untuk membentuk dan merapikan galian batuan
9. Sebelum pekerjaan beton fondasi bendung dimulai, pekerjaan yang harus
dilakukan adalah finising permukaan batuan dengan membersihkan semua
loose material dan menutup permukaan dengan splash grouting.
10. Splash grouting adalah campuran semen pasir dan air yang disiramkan ke
permukaan batuan

Gambar pekerjaan splash grouting


11. Tahap selanjutnya adalah pekerjaan beton (concrete) untuk fondasi, tubuh
bendung, kolam olakan (stilling basin) dan piers serta column
12. Di permukaan bendung yang terjadi pergesekan dengan air sungai dimana
diasumsikan terdapat batuan lepas, ranting dan pohon, oleh karena itu
perlu dilapisi dengan steel fibre concrete
13. Pada bendung gerak dibuat bangunan hoist room yaitu tempat mesin
penggerak pintu, dipasang berupa katrol (hoist) elektrik untuk menaikkan
dan menurunkan pintu

REKAYASA LINGKUNGAN

Gambar hoist room bendung gerak


14. Setelah bagian utama terlaksana, diikuti bangunan lantai apron dan lantai
stilling basin yang diikuti pekerjaan backfill dengan material terseleksi
(selected embankment)
15. Jembatan pelayanan dibuat terpisah di fabrikasi karena menggunakan
precast prestressed concrete, yang dilaunching dengan metode launching
trus
16. Pekerjaan sipil utama yang paling berat adalah pembuatan pier dan hoist
deck, karena perlu ketelitian dan akurasi yang tinggi agar interfacing
dengan pekerjaan pintu (hydro mechanical) tidak banyak menemui
kesulitan
17. Dalam penentuan penggunaan perancah bekisting di lantai hoist room
perlu penanganan khusus karena pada ketinggian 28 m, harus melakukan
pekerjaan beton dengan beban ratusan ton dan lendutan yang cukup besar

Gambar urutan pekerjaan tubuh bendung

REKAYASA LINGKUNGAN

Gambar pemasangan pilar movable weir dan masangan king shore hoist
deck
18. Pelaksanaan bendung gerak dan bendung tetap merupakan lintasan kritis .
Sedangkan pekerjaan apron, stilling basin dan fishway merupakan
pekerjaan tidak kritis tetapi dapat dilaksanakan paralel dengan pekerjaan
bendung sesuai kapasitas penyediaan beton per hari
19. Untuk pembuatan pier dan kolom beton digunakan climbing formwork
dengan dua tipe, yaitu untuk lengkung dipakai bekisting baja dan untuk
yang lurus digunakan bekisting kayu dan plywood

Gambar pembuatan pier dan kolom beton

REKAYASA LINGKUNGAN

20. Pada tahap pelaksanaan pengecoranbeton untuk pier terdapat dua jenis
beton yang harus dilaksanaan bersama untuk menghindari sambungan
dingin (cold joint) yaitu antara beton biasa dan beton campuran berton
campuran steel fibre
21. Agar kedua jenis beton tidak tercampur, digunakan kawat ayam yang
ditahan dengan besi beton atau wire mesh
22. Pengecorannya dilakukan secara bergantian dalam waktu yang relatif
bersamaan antara steel fibre concrete dan beton biasa
23. Dilanjutkan dengan pengecoran bagian-bagian pada dan elevasi di atasnya
sesuai dengan ketinggian climbing formwork

Gambar pengecoran pier dan kolom beton bendung


24. Untuk dinding bangunan hoist room yang awalnya adalah beton biasa,
dilakukan inovasi menjadi kolom dan balok rangka baja dengan dinding
precast prestressed panel (hollow core wall) untuk dinding maupun plat
atap.

REKAYASA LINGKUNGAN

DAMPAK SAMPAH TPA PADA LINGKUNGAN SEKITAR

1. Sampah sebagai bahan pencemar lingkungan


Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi penyebab
gangguan dan ketidak seimbangan lingkungan. Sampah padat yang menumpuk
ataupun yang berserakan menimbulkan kesan kotor dan kumuh. Sehingga nilai
estetika pemukiman dan kawasan di sekitar sampah terlihat sangat rendah. Bila di
musim hujan, sampah padat dapat memicu banjir; maka di saat kemarau sampah
akan mudah terbakar. Kebakaran sampah, selain menyebabkan pencemaran udara
juga menjadi ancaman bagi pemukiman.
a. Pencemaran udara
Sampah (organik dan padat) yang membusuk umumnya mengeluarkan gas
seperti methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta senyawa lainnya. Secara
global, gas-gas ini merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas
lingkungan (udara) karena mempunyai efek rumah kaca (green house effect) yang
menyebabkan peningkatan suhu, dan menyebabkan hujan asam. Sedangkan secara
lokal, senyawa-senyawa ini, selain berbau tidak sedap / bau busuk, juga dapat
mengganggu kesehatan manusia. Sampah yang dibuang di TPA pun masih tetap
berisiko; karena bila TPA ditutup atau ditimbun terutama dengan bangunan akan
mengakibatkan gas methan tidak dapat keluar ke udara. Gas methan yang
terkurung,

lama

kelamaan

akan

semakin

banyak

sehingga

berpotensi

menimbulkan ledakan. Hal seperti ini telah terjadi di sebuah TPA di Bandung,
sehingga menimbulkan korban kematian.

b. Pencemaran air
Proses pencucian sampah padat oleh air terutama oleh air hujan
merupakan sumber timbulnya pencemaran air, baik air permukaan maupun air

REKAYASA LINGKUNGAN

tanah. Akibatnya, berbagai sumber air yang digunakan untuk kebutuhan seharihari (sumur) di daerah pemukiman telah terkontaminasi yang mengakibatkan
terjadinya penurunan tingkat kesehatan manusia / penduduk. Pencemaran air tidak
hanya akibat proses pencucian sampah padat, tetapi pencemar terbesar justru
berasal dari limbah cair yang masih mengandung zat-zat kimia dari berbagai jenis
pabrik dan jenis industri lainnya. Air yang tercemar tidak hanya air permukaan
saja, tetapi juga air tanah; sehingga sangat mengganggu dan berbahaya bagi
manusia.
c. Penyebab banjir
Fisik sampah (sampah padat), baik yang masih segar maupun yang sudah
membusuk; yang terbawa masuk ke got / selokan dan sungai akan menghambat
aliran air dan memperdangkal sungai. Pendangkalan mengakibatkan kapasitas
sungai akan berkurang, sehingga air menjadi tergenang dan meluap menyebabkan
banjir. Banjir tentunya akan mengakibatkan kerugian secara fisik dan mengancam
kehidupan manusia (hanyut / tergenang air). Tetapi yang paling meresahkan
adalah akibat lanjutan dari banjir yang selalu membawa penyakit ( Tobing, 2005).
2. Sampah sebagai sumber penyakit
Sampah merupakan sumber penyakit, baik secara langsung maupun tak
langsung. Secara langsung sampah merupakan tempat berkembangnya berbagai
parasit, bakteri dan patogen; sedangkan secara tak langsung sampah merupakan
sarang berbagai vektor (pembawa penyakit) seperti tikus, kecoa, lalat dan
nyamuk. Sampah yang membusuk; maupun kaleng, botol, plastik; merupakan
sarang patogen dan vektor penyakit. Berbagai penyakit yang dapat muncul karena
sampah yang tidak dikelola antara lain adalah, diare, disentri, cacingan, malaria,
kaki gajah (elephantiasis) dan demam berdarah. Penyakit penyakit ini merupakan
ancaman bagi manusia, yang dapat menimbulkan kematian. Warga Air Sebakul
lokasi TPA menyatakan resah dengan makin banyaknya lalat didekat pemukiman
warga akibat dekatnya lokasi dengan pemukiman warga.

REKAYASA LINGKUNGAN

Konsepsi Pengelolaan TPA sampah Kota Bengkulu yang Berkelanjutan


Dalam rangka mengurangi terjadinya dampak potensial yang mungkin terjadi
selama kegiatan pembuangan akhir berlangsung diperlukan pengamanan
lingkungan TPA (dampak potensial dapat dilihat pada tabel 1). Upaya tersebut
meliputi :

Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat (SNI No. 03-3241-1997

tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA).


Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai
dengan persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan

peruntukan lahan dan tata ruang .


Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA.
Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA

secara lebih memadai terutama ketersediaan SDM yang handal serta ketersediaan
biaya operasi dan pemeliharaan TPA. Menurut Tobing (2005) Pengelolaan
sampah, tidak harus dilakukan dengan memperbanyak tempat pembuangan
sampah, tetapi akan lebih efektif dengan memanfaatkannya kembali. Sampah anorganik telah banyak dimanfaatkan dengan mendaur ulang dan memanfaatkannya
kembali, dan sampah organik juga sangat potensial untuk diolah dan dimanfaatkan
kembali.

KESIMPULAN
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam
yang tidak mempunyai nilai ekonomi bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi
yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau
membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.
Tempat pembuangan akhir (TPA) Sampah Air Sebakul yang merupakan
satu-satunya TPA di kota Bengkulu, pada kenyataannya sudah menerapkan system

REKAYASA LINGKUNGAN

Open Dumping, pada kenyataannya masih memberikan dampak negatif pada


lingkungan, sehingga secara operasional diperlukan penyempurnaan melalui
proses monitoring dan evaluasi secara berkala. Dampak negatif yang perlu
menjadi perhatian serius adalah berkembangnya berbagai parasit, bakteri dan
patogen; sedangkan secara tak langsung sampah merupakan sarang berbagai
vektor (pembawa penyakit) seperti tikus, kecoa, lalat dan nyamuk. Dimana sudah
dirasakan lansungakibatnya oleh penduduk sekitar lokasi TPA. Strategi
pengelolaan sistem lama ini perlu di ubah, karena disamping memerlukan biaya
operasioanl dan lahan bagi pembuangan akhir yang besar juga menimbulkan
banyak dampak yang kurang menguntungkan bagi masyarakat serta akan
menumbuhkan masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai