Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PROMOSI KESEHATAN

PUSKESMAS OESAPA

Oleh :
Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S.Ked
1108011018

BAGIAN IKM-IKKOM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2016

LAPORAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN


PENYULUHAN I
Oleh :
Maria Septianti Ningdiah Rasnan
1108011018

1.

Judul Penyuluhan : ASI eksklusif

2.

Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-

garam anorganik yang di sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi
bayinya (WHO, 2004). ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih tidak diberikan
dalam tahap ASI eksklusif ini (Depkes RI, 2004) ASI eksklusif selama enam bulan pertama
hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif
itu cukup empat bulan) sudah tidak berlaku lagi (WHO, 2001).
Keuntungan menyusui meningkat seiring lama menyusu eksklusif hingga enam bulan.
Setelah itu, dengan tambahan makanan pendamping ASI pada usia enam bulan, keuntungan
menyusui meningkat seiring dengan meningkatnya lama pemberian ASI sampai dua tahun. ASI
merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna untuk
memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan
bayi, dapat juga melindungi infeksi gastrointestinal. ASI tidak mengandung beta-lactoglobulin
yang dapat menyebabkan alergi pada bayi. ASI juga mengandung zat pelindung (antibodi) yang
dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan pertama, seperti Immunoglobulin Lysozyme,
Complemen C3 dan C4, Antistapiloccocus, lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin.

ASI dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan bayi serta meningkatkan jalinan kasih
sayang ibu dan anak Suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia dapat memberikan kehidupan
kepada bayinya dan hubungan yang lebih erat karena secara alamiah terjadi kontak kulit yang
erat, bagi perkembangan psikis dan emosional antara ibu dan anak. Dengan menyusui, rahim ibu
akan berkontraksi yang dapat menyebabkan pengembalian rahim keukuran sebelum hamil serta
mempercepat berhentinya pendarahan post partum.
Dengan menyusui kesuburan ibu akan menjadi berkurang untuk beberpa bulan dan dapat
menjarangkan kehamilan. ASI juga dapat mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa
yang akan datang .Keadaan yang menguntungkan dari ASI meliputi asam amino dan kandungan
protein yang optimal untuk bayi normal. Asam lemak esensial dalam jumlah yang berlimpah
tetapi tidak berlebihan, kandungan natrium yang relatif rendah tetapi adekuat, beban solut yang
rendah dibandingkan dengan susu sapi, dan absorbs yang sangat baik untuk zat besi, kalsium dan
seng, yang menyediakan jumlah yang adekuat dari zat-zat nutrisi ini untuk bayi yang disusui ASI
secara penuh selama 4-6 bulan (Merenstein, 2001).
ASI tidak saja mengandung makronutrien, vitamin,dan mineral tatapi juga faktor
pertumbuhan, hormon, dan faktor protektif. Paling sedikit terdapat 100 komponen pada ASI,
termasuk zat yang belum teridentifikasi dan belum jelas perannya. Agar pemberian ASI eksklusif
dapat berhasil, selain tidak memberikan makanan lain perlu pula diperhatikan cara menyusui
yang baik dan benar yaitu tidak dijadwal, ASI diberikan sesering mungkin termasuk menyusui
pada malam hari. Ibu menggunakan payudara kiri dan kanan secara bergantian tiap kali
menyusui. Disamping itu, posisi ibu bisa duduk atau tiduran dengan suasana tenang dan santai.
Bayi dipeluk dengan posisi menghadap ibu. Isapan mulut bayi pada puting susu harus baik yaitu
sebagian besar areola (bagian hitam sekitar puting) masuk kemulut bayi. Apabila payudara terasa
3

penuh dan bayi belum mengisap secara efektif, sebaiknya ASI dikeluarkan dengan menggunakan
tangan yang bersih
Keadaan gizi ibu yang baik selama hamil dan menyusui serta persiapan psikologi selama
kehamilan akan menunjang keberhasilan menyusui. Seorang ibu yang menyusui harus menjaga
ketenangan pikiran, menghindari kelelahan, membuang rasa khawatir yang berlebihan dan
percaya diri bahwa ASI-nya mencukupi untuk kebutuhan bayinya. Apabila ibu yang sedang
menyusui bayinya tidak mendapat tambahan makanan, maka akan terjadi kemunduran dalam
pembuatan ASI. Terlebih jika pada masa kehamilan ibu juga mengalami kekurangan gizi. Karena itu
tambahan makanan bagi seorang ibu yang sedang menyusui anaknya mutlak diperlukan (Arifin,
2004). Makanan yang harus dihindari oleh ibu menyusui adalah alkohol, merokok, dan juga hindari
makanan pedas seperti sambal dan makanan beraroma keras karena dapat membuat bau tertentu pada
ASI dan akan mengganggu bayi. Ini juga bisa membuat bayi sakit perut.

3.

Tujuan
1) Menjelaskan pengertian dari ASI, ASI eksklusif
2) Menjelaskan keuntungan ASI eksklusif bagi IBU
3) Menjelaskan Kenuntungan ASI eksklusif bagi bayi
4) Menjelaskan kandungan yang ada dalam ASI
5) Menjelaskan factor yang mempengaruhi ASI

4.

Manfaat
1) Menjadi media informasi bagi masyarakat mengenai ASI Eksklusif
2) Menjadi sumber informasi agar masyarakat dapat melakukan memberikan ASI eksklusif
bagi bayinya.

5.

6.

7.

Pelaksanaan Kegiatan
-

Pembicara

: Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S.Ked

Narasumber

: Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S.Ked

Moderator

: Petugas Poli KIA

Waktu

: Jumat, 22 April 2016

Tempat

: Posyandu bougenvil 04

Peserta

: Ibu-ibu posyandu

Isi materi

: Terlampir

Jumlah Peserta

: 20 Orang

Media

Leaflet

: 25 eksemplar

Pertanyaan
1.

Bagaimana dengan ibu yang air susunya tidak bias keluar ?

2.

Makanan apa saja yang bias membantu ASI lancer ?

Lampiran

Dokumentasi penyuluhan ASI Eksklusif


5

LAPORAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN


PENYULUHAN II
Oleh :
Maria Septianti Ningdiah Rasnan
1108011018

1. Judul

: Teknik menyusui yang baik dan benar

2. Latar belakang :

Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu di seluruh dunia berhasil menyusui
bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI bahkan ibu yang buta huruf pun dapat
menyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini
melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah (Utami Roeli, 2000).
Keberhasilan menyusui harus diawali dengan kepekaan terhadap waktu yang tepat saat
pemberian ASI. Kalau diperhatikan sebelum sampai menangis bayi sudah bisa memberikan
tanda-tanda kebutuhan akan ASI berupa gerakan-gerakan memainkan mulut dan lidah atau
tangan di mulut.
Kendala terhadap pemberian ASI telah teridentifikasi, hal ini mencakup faktor-faktor
seperti kurangnya informasi dari pihak perawat kesehatan bayi, praktik-praktik rumah sakit yang
merugikan seperti pemberian air dan suplemen bayi tanpa kebutuhan medis, kurangnya
perawatan tindak lanjut pada periode pasca kelahiran dini, kurangnya dukungan dari masyarakat
luas (Maribeth Hasselquist, 2006).
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai masalah, hanya
karena tidak mengetahui cara-cara yang sebenarnya sangat sederhana, seperti cara menaruh bayi
pada payudara ketika menyusui, isapan yang mengakibatkan puting terasa nyeri dan masih
7

banyak lagi masalah lain. Untuk itu seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya
dalam merawat bayi termasuk dalam menyusui. Orang yang dapat membantunya terutama adalah
orang yang berpengaruh besar dalam hidupnya atau disegani seperti suami, keluarga atau kerabat
atau kelompok ibu-ibu pendukung ASI dan dokter atau tenaga kesehatan. Untuk mencapai
keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan mengenai tehnik-tehnik menyusui yang benar
(Soetjingsih, 1997).

3.

Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut :


- Sebagai tugas individu
- Untuk mengetahui cara menyusui yang baik dan benar
- Untuk mengetahui masalah-masalah dalam pemberian ASI
4.

Manfaat
Bagi Ibu Menyusui di harapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan ibu tentang

cara menyusui.
5.

Pelaksanaan Kegiatan
-

Pembicara

: Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S.Ked

Narasumber

: Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S.Ked

Moderator

: Petugas Poli KIA

Waktu

: Selasa, 10 Mei 2016

Tempat

: Posyandu Permata Bunda 4

Peserta

: Ibu-ibu posyandu

Isi materi

: Terlampir

Jumlah Peserta

: 20 Orang
8

6.

Leaflet

: 25 eksemplar

Pertanyaan
1.

7.

Media

Bagaimana dengan ibu yang air susunya tidak bias keluar

Lampiran

Dokumentasi penyuluhan II

LAPORAN KEGIATAN IMUNISASI


PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR (P2M)
PUSKESMAS OESAPA

Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S. Ked


1108011018

KEPANITERAAN KLINIK STASE IKM-IKKOM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
PUSKESMAS OESAPA KUPANG
2016

10

LAPORAN KEGIATAN IMUNISASI


PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR (P2M)
PUSKESMAS OESAPA
Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S. Ked
1108011018

Pendahuluan
Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin
kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap suatu penyakit tertentu.
Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin, BCG, DPT, campak dan melalui
mulut seperti vaksin polio.(1)
Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk
kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori
akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali
oleh antigen yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari vaksin yang
pernah dihadapi sebelumnya.(1)
WHO (Global Immunization Data) tahun 2010 menyebutkan 1.5 juta anak meninggal
karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan hampir 17% kematian pada anak

<5

tahun dapat dicegah dengan imunisasi. Berdasarkan hasil Riskesdas Tahun 2007, pneumoni
merupakan penyebab kematian no. 2 di Indonesia, 1/3 etiologi pneumoni disebabkan karena Hib.
Meningitis merupakan radang selaput otak dan Hib merupakan penyebab utama meningitis pada
bayi usia 1 tahun, jika penyakit ini tidak diobati 90% kasus akan mengalami kematian dan jika
disertai pengobatan adekuat 9-20 % kasus akan mengalami kematian. (2)

11

Imunisasi telah mencegah 2-3 juta kematian anak di dunia setiap tahunnya. Namun
demikian masih terdapat 22,6 juta anak di dunia tidak terjangkau imunisasi rutin. Lebih dari 13
persen anak Indonesia belum mendapatkan imunisasi secara lengkap karena berbagai sebab,
padahal imunisasi lengkap dapat melindungi anak dari wabah, kecacatan dan kematian.
Imunisasi dianggap sebagai upaya kesehatan yang paling efektif. Orang tua diharapkan
melengkapi imunisasi anak mereka agar seluruh anak Indonesia terbebas dari penyakit yang
sebenarnya dapat dicegah lewat imunisasi. Imunisasi melindungi anak-anak dari beberapa
penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan, bahkan kematian. Jadi, imunisasi adalah salah satu
langkah tepat bagi orang tua untuk menjamin kesehatan anaknya. Lebih lanjut, imunisasi tidak
membutuhkan biaya besar, bahkan di Posyandu anak-anak mendapatkan imunisasi secara
gratis.(2)
Ada lima (5) jenis imunisasi yang diberikan secara gratis di posyandu, yang terdiri dari
imunisasi Hepatitis B, BCG, Polio, Dpt-Hb, serta campak. semua jenis vaksin ini harus diberikan
secara lengkap sebelum anak berusia 1 tahun diikuti dengan imunisasi lanjutan pada batita. tahun
2013 pemerintah telah menambahkan vaksin Hib (haemophilus influenza tipe b), yang
digabungkan dengan vaksin DPT-HB menjadi DPT-HB-HIB. imunisasi DPT-HB-HIB dan
imunisasi lanjutan pada batita mulai dilaksanakan pada tahun 2013 di 4 provinsi yaitu: Jawa
Barat, Yogyakarta, Bali dan NTB. selanjutnya, akan dilaksanakan di semua provinsi mulai bulan
april tahun 2014.

12

LAPORAN KEGIATAN
a. Pendahuluan
1. Pengertian Imunisasi Polio
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomielitis
yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah empat kali. Waktu pemberian imunisasi
polio pada umur 0-11 bulan dengan interval pemberian empat minggu. Cara pemberian imunisasi
polio melalui oral.
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap
penyakit poliomielitis yaitu penyakit radang yang menyerang syaraf dan dapat mengakibatkan
lumpuh kaki.
2. Tujuan Imunisasi Polio
Imunisasi polio digunakan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit polimielitis
atau penyakit polio yang biasanya disebabkan oleh virus polio, yang terbagi menjadi tiga tipe
yaitu tipe P1, P2 dan P3.
3. Jadwal Pemberian Imunisasi Polio
a. Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral
diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi
lain).
b. Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1, yaitu pada umur lebih dari 6 minggu.
c. Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2, yaitu pada umur 16 minggu
d. Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3, yaitu pada umur 6 bulan
e. Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4, yaitu pada umur 18 bulan
13

f. Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5, yaitu pada umur 5 tahun.


4.

Cara Pemberian

Cara pemberian imunisasi polio bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV),
atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di Indonesia yang digunakan adalah OPV,
karena lebih aman. OPV diberikan dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung
kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis.
Imunisasi polio diberikan 4 x dengan jarak minimal 4 minggu.
5. Efek Samping
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot.
6. Tingkat Kekebalan
Dapat mencapail hingga 90%. Pemberian imunisasi polio untuk memutus rantai penularan virus
polio.
7.

Kontra Indikasi

Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (diatas 38 0C),
muntah atau diare, penyakit kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan
radiasi umum, serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
8. Jenis Vaksin Polio
a. Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
IPV dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam media pembiakkan, kemudian dibuat tidak
aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia. Karena IPV tidak hidup dan tidak dapat
replikasi maka vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit polio walaupun diberikan pada anak
dengan daya tahan tubuh yang lemah.

14

Orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan mendapatkan OPV


maka dapat menggunakan IPV. Demikian pula bila ada seorang kontak yang mempunyai daya
tahan tubuh yang lemah maka bayi dianjurkan untuk menggunakan IPV.
b. Oral Polio Vaccine (OPV)
Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat
dari virus liar (wild) hidup yang dilemahkan. Komposisi vaksin tersebut terdiri dari virus Polio
tipe 1, 2, dan 3 adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated).
Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis
sebanyak 2 tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak
lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada
salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang
beredar dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang dilemahkan).
Cara pemberiannya melalui mulut. Dibeberapa negara dikenal pula tetravaccine yaitu kombinasi
DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari atau
selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan
dengan

BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulang diberikan bersamaan dengan

imunisasi ulang DPT, pmberian imunisasi polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap
penyakit poliomyelitis.
b. Pelaksanaan Kegiatan
- Waktu

: Sabtu,7 Mei 2016

- Tempat

: Posyandu Bougenvil 2 Oesapa

- Pendamping

: Bidan Ayu
15

- Pasien
Nama

: Ayulfa Felisa Lete

Jenis Kelamin: Perempuan


Umur
c. Alamat

: 3 bulan

: Oesapa RT 10/RW 04

d. Dokumentasi Kegiatan

Gambar 1. Proses imunisasi polio yang dilakukan oleh dokter muda

16

Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) 3


a.

Pendahuluan

1. Pengertian imunisasi DPT


Imunisasi DPT yaitu merupakan imunisasi dengan memberikan vaksin mengandung racun
kuman yang telah dihilangkan racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentukan zat
anti(toxoid) untuk mencegah terjadinya penyakit difteri,pertusis,dan tetanus,yang diberikan 3
kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu.
2. Penyimpanan
Lemari es, suhu 2-8 C
3.

Sediaan/ kemasan
Di Indonesia ada 3 jenis kemasan : kemasan tunggal khusus tetanus, kombinasi DT (diphteri
tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri yang telah
dilemahkan (toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus
dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT.
Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin
kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan vaksin
tetanus yaitu tunggal, kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan
pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan dengan
Kemasan : Vial 5 ml

4. Dosis
0.5 ml, tiga kali suntikan, interval minimal 4 mg
5. Masa kadaluarsa
Dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)
17

6. Reaksi imunisasi
Demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari
7.

Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat

suntikan.Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih berat, seperti demam tinggi atau
kejang, yangbiasanya disebabkan unsur pertusisnya.
8. Kontra Indikasi
Anak yang sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks, anak yang
diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan.Batuk, pilek,
demam atau diare yang ringan bukan merupakan kotraindikasi yang mutlak, disesuaikan dengan
pertimbangan dokter.
b. Pelaksanaan Kegiatan
- Waktu

: Sabtu,7 Mei 2016

- Tempat

: Posyandu Bougenvil 2 Oesapa

- Pendamping

: Bidan Ayu

- Pasien
Nama

: Yustina Selan

Jenis Kelamin: Perempuan


Umur

: 5 bulan

Alamat

: Oesapa RT 10/RW 04

18

c. Dokumentasi Kegiatan
Gambar 2. Penyuntikan vaksin DPT yang
dilakukan oleh dokter muda

KESIMPULAN
Telah dilaporkan 2 kegiatan imunisasi yang dilakukan pada balita di Puskesmas Oesapa
yaitu imunisasi polio dan DPT . Ibu pasien telah diedukasi mengenai kejadian yang dapat terjadi
setelah imunisasi seperti demam, serta cara untuk menanggulanginya di rumah. Jika tidak
membaik pasien dapat dibawa ke Puskesmas ataupun fasilitas pelayanan kesehatan lain. Ibu
pasien juga telah diberikan anti piretik untuk mengantisipasi jika terjadi demam pada bayi.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Probandari AN, Handayani S, Laksono NJDN. Ketrampilan Imunisasi. Fakultas
Kedokteran Sebelas Maret Surakarta. Modul Field Lab Revisi II 2013. p.16-7.
2. Ramli MR. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Drop Out Hasil Cakupan Imunisasi DPT
Dari Kegiatan Pengembangan Program Imunisasi Dpt Dari Kegiatan Pengembangan
Program Imunisasi Di Desa Kesongo Kecamatan Tuntang Kabupaten Daerah Tingkat Ii
Semarang Propinsi Jawa Tengah. Fakultas Kedokteran Diponegoro.

20

LAPORAN KASUS
POLI UMUM
PUSKESMAS OESAPA

Oleh :
Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S. Ked
1108011018

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN IKM-IKKOM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016

21

LAPORAN KASUS POLI UMUM


PUSKESMAS OESAPA
Hipertensi Grade II

I.

PENDAHULUAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari

140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg ada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.1
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600
juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya.
Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.2
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan
meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK
UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%, dan MONICA
Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara
untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi sebesar 38,7%.10 Hasil SKRT
1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu
penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 2035% dari kematian tersebut disebabkan oleh
hipertensi.
Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular (PTM) seperti
penyakit jantung, kanker dan depresi akan segera menggantikan penyakit menular dan malnutrisi
sebagai penyebab kematian dan disabilitas. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang
22

dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian tertinggi adalah PTM,
yaitu penyakit kardiovaskuler (31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%).2
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah
hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan
menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta
kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena
congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung2
Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear
dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Oleh sebab itu, penyakit hipertensi
harus dicegah dan diobati. Hal tersebut merupakan tantangan kita di masa yang akan datang.
II.

PRESENTASI KASUS PASIEN


Pasien wanita usia 65 tahun bernama Yohana Nalle Giri datang ke Poli Umum Puskemas

Oesapa pada tanggal 13 April 2016 dengan keluhan keram-keram pada kaki kiri dan tangan kiri
sejak 2 hari yang lalu. Keram keram dirasakan mendadak dan hilang timbul, timbul keram bisa
kapan saja, dirasakan seperti kesemutan. Pusing-punsing (-), mata kabur(-), leher tegang (-), sakit
kepala (-), muntah (-), makan dan minum dirasakan baik. Pasien juga mengeluhkan baruk
berlendir yang memberat sejak 2 hari yang lalu. Namun lendirnya sukar untuk keluar. BAB dan
BAK dirasakan baik. Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus yang terkontrol. Pasien
mengatakan pasien telah lama didiagnosis hipertensi namun pasien taat minum obat.
Hasil Pemeriksaan fisik, kesadaran compos mentis dengan frekuensi nadi 80x/menit,
frekuensi napas 24x/menit , suhu tubuh 36.5C, Tekanan Darah 160/100 mmhg. Keadaan umum
pasien tampak sakit ringan pada pemeriksaan leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah
23

bening. Pemeriksaan kulit dalam keadaan normal. Thoraks didapatkan gerakan napas (simetris),
retraksi otot pernapasan (-) , Pulmo didapatkan vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-).
Pemeriksaan Jantung , Bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, gallop (-), murmur (-). Pada pemeriksaan
Abdomen didapatkan perut datar, nyeri tekan (-) dan timpani. Ekstremitas didapatkan Akral
hangat, CRT <2 detik sedangakan Genital

tidak dievaluasi. Dilakukan juga pemeriksaan

Neurologis yakni kekuatan otot, sensoris, pemeriksaan N cranialis dan pemeriksaan refleks
patologis semua hasil pemeriksaan dalam keadaan normal.
Pasien didiagnosis Hipertensi grade II. Pasien diberikan pengobatan hipertensi dan KIE,
obat hipertensi yang digunakan adalah amilodipin 1x10 mg tab, cetirizine 1x1 tab, dan CTM 1x1
tab dan di berikan KIE agar menjaga pola makan , olah raga dan minum obat teratur serta kontrol
tekanan darah.
III.

DISKUSI
Pasien dianamnesis dan dilakukan pemeriksaan fisik yang dibutuhkan untuk memastikan

penyakit dari keluhan yang dialami. Wajib ditanyakan keluhan utam, riwayat sakit dahulu,
riwayat minum Obat anti hipertensi yang digunakan, apakah pasien patuh atau tidak dan jenis
obat yang biasa digunakan.Ditanya mengenai gejala sistem syaraf (sakit kepala, hoyong,
perubahan mental, ansietas), gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang) dan
gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif , oedem paru dan nyeri dada). 2
Diawali dengan anamnesis yang terperinci mengenai keluhan keram-keram pada tangan
dan kaki bagian kiri, anamnesis coba diarahkan untuk mengetahui apakah pasien mengalami
store atau tidak. Juga ditanyakan mengenai riwayat penyakit sistemik sebelumnya. Dari
anamnesis diketahui bahwa pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes melitus yang terkontrol.

24

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik (pengukuran tekanan darah) yang menunjukan


hipertensi. Sehingga ditakutkan telah terjadi kerusakan organ target (hipertensi Emergensi)
Pada pemeriksaan fisik dilakukan mencari kerusakan organ sasaran

( retinopati,

gangguan neurologi, payah jantung kongestif, ). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi
dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru.
Terdapat dua cara pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yakni pemeriksaan
yang segera dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan segera meliputi darah rutin, BUN, creatirine,
elektrolik, KGD, urine (Urinelisa dan kultur urine), EKG dan Foto dada. Pemeriksaan lanjutan
meliputi IVP, renald angiography
tab, CAT Scan.

( kasus tertentu ), biopsi renald ( kasus tertentu ), spinal

Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang dikarenakan

keterbatasan alat pada puskesmas. 2


Pasien didiagnosis sementara dengan hipertensi esensial grade II

( JNC VII) .

Berdasarkan JNC VIII (2014), pasien dengan umur < 60 tahun didiagnosis hipertensi apabila
tekanan darahnya > 140 untuk sistolnya dan > 90 untuk diastolnya. Umur pasien 65 tahun
sehingga dapat diadiagnosis

sebagai hipertensi. Jika dibandingkan dengan JNC VII yang

mengklasifikasikan hipertensi berdasarkan stage maka pasien ini masuk ke stage II karena TD
pasien > = 160 / 100.

4,7

25

Hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi urgensi dan emergi berdasarkan ada tidaknya
kelainan organ target. Organ target hipertensi adalah otak, ginjal, mata dan jantung. Pasien
memang mengeluh keram-keram pada tangan dan kaki sebelah kiri akan tetapi pada pemeriksaan
fungsi oragan target otak dengan melakukan pemeriksaan fungsi saraf yang diperlukan tidak
menunjukan kelainan apapun. Sehinga pasien tidak menunjukan adanya kelainan organ target.3
Hipertensi juga dibagi menjadi hipertensi essensial (primer) dan sekunder
berdasarkan bukti adanya penyebab yang diketahui atau tidak diketahui (diopatik). Dikatakan
sekunder apabila hipertensi muncul sebagai akibat suatu penyakit yang telah dialami
sebelumnya. Pada pasien ini dapat digolongkan hipertensi esensial dikarenakan pasien tidak
memiliki riwayat penyakit apapun yang menyebabkan hipertensi muncul sebagai akibat penyakit
dahulu.
Pasa pasien harus diberikan KIE mengenai bahaya hipertensi sehingga harus segera
kembali ke pusat pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas memadai ( UGD RS ) jika di
dapatkan keluhan seperti sakit kepala, keram-keram pada tangan, penglihatan kabur, dan nyeri
dada.
Pengobatan awal pasien sebelum menkonsumsi obat adalah KIE untuk memodifikasi life
style seperti

mengkonsumsi garam, melakukan olah raga secara teratur dan mengurangi

mengkonsumsi makanan yang mengandung kholestrol dan lemak yang tinggi seperti daging.

26

Berdasarkan JNC VIII, dikatakan pasien memiliki usia < 60 tahun dengan tekanan darah
tinggi (160/100) maka target TD yang harus dicapai oleh pasien < 140 untuk diastol dan < 90
untuk diastol.4,5
IV.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus Hipertensi Grade II yang terjadi pada wanita berusia 65 tahun.
Diagnosis ditegakkan melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien diberi pengobatan
yaitu amilodipine 1x10mg . Pasien juga diedukasi untuk mulai memperhatikan dan menjaga
gaya hidup sehat untuk mengkontrol hipertensi yang dialami. Prognosis pasien dubia ad bonam.

27

DOKUMENTASI

Gambar 1. Anamnesis pasien hipertensi

28

TONSILITIS AKUT

I.

PENDAHULUAN
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil
pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil ).1
Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua
sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila palatina lebih
padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di
permukaan medial terdapat kripta. Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang
berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk
ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen makanan). 1
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta
hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh
virus.2 Tanda dan gejala Tonsilitis ialah sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan
menelan.
Tonsil
tengah.Standart

dapat
untuk

membesar

bervariasi.

pemeriksaan

tonsil

Kadang-kadang
berdasarkan

tonsil

dapat

pemeriksaan

fisik

bertemu

di

diagnostik

diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap orofaring (dari medial ke lateral) yang diukur
antara pilar anterior kanan dan kiri.

29

Gambar 1.1 Klasifikasi ukuran pembesaran tonsil

T0: Tonsil terletak pada fosa tonsil, T1: 25%50%75%. Sedangkan menurut Thane dan
Cody menbagi pembesaran tonsil atas T1: batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai
jarak pilar anterior uvula. T2: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai
jarak pilar anterior-uvula. T3: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai
jarak pilar anterior-uvula. T4: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai
uvula atau lebih. 2
Pengobatan untuk Tonsilitis

tergantung spada penyebabnya. Untuk menentukan

penyebabnya, dokter akan melakukan Swap tonsil atau kultur.. Tes laboratorium dapat
mendeteksi infeksi bakteri. Jika penyebabnya virus makan tidak dapat dilakukan test ini. tetapi
dapat diasumsikan jika tes untuk bakteri negatif. Dalam beberapa kasus, temuan fisik cukup
meyakinkan untuk mendiagnosis infeksi bakteri kemungkinan. Dalam kasus ini, antibiotik dapat
diresepkan tanpa melakukan pemeriksaan laboratorium. 3

30

II.

PRESENTASI KASUS PASIEN

Seorang anak perempuan datang ke poli umum mengeluh panas sejak 3 hari sebelum
datang ke Poli umum. Panas dirasakan terus menerus, panas tidak disertai mengigil ataupun
berkeringat. Pasien juga mengeluh nyeri jika menelan, batuk namun tidak berdahak , pilek (-).
Pasien mengakui pasien serin jajan di sekolah terutama makan es. Makan dan minum dirasakan
baik . BAB dan BAK baik.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran yang kompos
mentis, nadi = 78 x/m, RR= 22 x/ menit. Pada pemeriksaan mulut ditemukan tonsil T2/T2
hiperremis. Pada pemeriksaan pemeriksaan thoraks didapatkan Pulmo : vesikuler (+/+), Ronchi
(-/-), Wheezing (-/-) dan Cor : Bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, gallop (-), murmur (-). Pada
pemeriksaan Abdomen didapatkan Inspeksi : perut datar , Palpasi : nyeri tekan (-) dan Perkusi :
timpani. Pada Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik sedangakan Genital : tidak dievaluasi.
Pasien didiagnosis menderita Tonsilitis. Pada pasien ini diberikan Selain pengobatan
medikamentosa Vitamin C 1x1 tablet, Parasetamol 3x1 tablet, dexa 3x1 tablet. Pasien juga
diedukasi untuk istirahat. Selaim itu juga dianjurkan mengkonsumsi makanan yang bergizi
untuk meningkatkan kekebalan tubuh karena penyebab penyakit ini adalah virus.

31

III.

DISKUSI
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta

hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh
virus
Epidemiologi menunjukan penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering
terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian
prevalensi karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari
14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang
dilakukan di Skotlandia, usia tersering penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29
tahun, yakni sebesar 50 % .
Pasian pada kasus masih tergolong anak-anak sehingga

sesuai dengan teori yang

dikemukakan di mana anak-anak menderita tonsilitis lebih banyak dibandingkan orang dewasa.
Berdasarkan jenis kelamin, beberapa penelitian menyatakan bahwa anak perempuan lebih
banyak mengalami tonsilitis, seperti penerlitian yang dilakukan Rumah Sakit Serawak di
Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan
wanita 315 (48%) Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis
kelamin wanita. Pada kasus ini tonsilitis diderita oleh seorang anak peremupuan.
Gejala yang mungkin muncul adalah nyeri tenggorokan, lapisan putih atau kuning pada
amandel, lepuhan yang nyeri atau borok pada tenggorokan, suara serak atau kehilangan suara,
sakit kepala, kehilangan selera makan, sakit telinga, kesulitan menelan atau bernapas melalui
mulut, pembengkakan kelenjar di leher atau rahang daerah, demam, menggigil, bau mulut dan
sakit perut. Pada pasien ini ditemukan gejala, panas tinggi dan nyeri menelan serta ditemukan
juga tonsil membesar T2/T2 hiperemis.
32

Pasien diberikan pengobatan Vitamin C 1x1 tablet, Dexa 3x1 tablet serta paracetamol
3x1 tablet. Berdasarkan teori yang pengobatan untuk tonsilitis harus disesuaikan penyebabnya.
Pada pasien ini tonsilitis akut

yang diderita disebabkan oleh virus hal ini di simpulkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan.


Jika ditemukan penyebabnya bakteri maka akan ditemukan psedomembran, berbau, terdapat
luka, terdapat keluhan mual muntah. Sedangkan pada pasien ini hanya ditemukan tonsil yang
hiperemis tampa ditemukan psedomembran. Dan tidak disertai gejala penyerta yang lain.
Sehingga pasien diberikan paracetamol untuk mengobati keluhan panas, vitamin C untuk
meningkatkan kekebalan tubuh. Pasien diberikan Dexa untuk menguragi keluhan nyeri.

IV.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus Tonsilitis Akut. Diagnosis ditegakkan melalui hasil anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Pasien diberi pengobatan yaitu Vitamin C 1x1 tablet, Parasetamol 3x1
tablet dan dexa 3x1 tablet Pasien juga diedukasi untuk istirahat, menghindari konsumsi es,
makanan jajanan ataupun makanan warung. Prognosis pasien dubia ad bonam.

33

DOKUMENTASI

34

DAFTAR PUSTAKA
1. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.
2. Kartono M. Penyakit pada Anak. MEDIKA. No.XX, tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.

35

LAPORAN KASUS
POLI KESEHATAN IBU DAN ANAK
PUSKESMAS OESAPA

Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S. Ked


1108011018

KEPANITERAAN KLINIK STASE IKM-IKKOM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
PUSKESMAS OESAPA KUPANG
2016
36

I. PENDAHULUAN
Kejadian kematian ibu dan bayi yang terbanyak terjadi pada saat persalinan, pasca
persalinan, dan hari-hari pertama kehidupan bayi masih menjadi tragedi yang terus terjadi di
negeri ini. Untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir diperlukan upaya dan
inovasi baru, tidak bisa dengan cara-cara biasa.(1)
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan yang
terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015,
yakn menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan
angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai. Waktu
yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, tidak akan cukup untuk mencapai sasaran itu tanpa
upaya-upaya yang luar biasa.(1)
Menurut hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab langsung
kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan.
sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor keterlambatan, yang
menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat
mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat mengenali tanda bahaya), terlambat
sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan terlambat memperoleh pelayanan
yang memadai oleh tenaga kesehatan. sedangkan pada bayi, dua pertiga kematian terjadi pada
masa neonatal (28 hari pertama kehidupan). (1)
Republik Indonesia (Depkes RI) tempat yang ideal untuk persalinan adalah fasilitas
kesehatan dengan perlengkapan dan tenaga yang siap menolong bila sewaktu-waktu terjadi
komplikasi persalinan, minimal di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas yang mampu
memberikan pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar (PONED).(3)

37

AKI Provinsi NTT pada periode 2004 2007 cenderung mengalami penurunan yang
cukupbermakna. Pada tahun 2004 AKI NTT sebesar 554 per 100.000 kelahiran hidup
(Surkesnas) dan menurun menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI
2007). Namun berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, AKI meningkat menjadi 387
per 100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan dengan angka nasional 228 per 100.000
kelahiran hidup (SDKI 2007) maka fluktuasi AKI NTT sangat tinggi.
Untuk mengatasi masalah ini maka rovinsi NTT telah menginisiasi terobosan-terobosan
dengan Revolusi KIA dengan motto semua ibu melahirkan di Fasiitas Kesehatan yang memadai.
Dengan capaian indikator antaranya adalah menurunnya peran dukun dalam menolong
persalinan atau meningkatkan peran tenaga kesehatan terampil dalammenolong persalinan.
Program Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (Revolusi KIA) di Propinsi NTT telah ditetapkan
melalui Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 42 Tahun 2009. Program ini secara
serentak dilakukan di semua wilayah kabupaten/kota di Propinsi NTT sejak tahun 2009.(3)
Dampak dari revolusi ini terlihat jelas memberikan penurunan yang signifikan dalam
menekan kematian ibu dan anak. Sejak dicanangkan pada tahun 2009, terlihat jelas penurunan
angka kematian ibu dari 2500 tiap 100.000 kelahiran hidup menjadi 153/100.000 kelahiran hidup
dan angka kematian bayi sebesar 47 bayi dalam 1.000 kelahiran hidup menjadi 27/1.000
kelahiran hidup pada tahun 2013.(4)
Diharapkan dengan melaksanakan Revolusi KIA terutama konseling yang baik dan
pemeriksaan kesehatan yang teratur dan baik pada pelayanan asuhan antenatal (Antenatal Care)
semua ibu hamil dapat mengerti dan memiliki kesadaran agar melakukan persalinan di pelayanan
kesehatan yang memadai dapat mencapai target MDGs pada tahun 2015.

38

I.

KASUS I

1. Identitas
Nama

: Ny. M. T

Umur

: 40 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Oesapa

Pendidikan

: SD

Nama Suami : Tn. A. Y


Agama

: Kristen Protestan

Umur

: 42 tahun

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Tukang

Tanggal Pemeriksaan : 12 April 2016


2. Anamnesis
Pasien datang ke Puskesmas Oesapa untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.
Pada saat kedatangannya pasien memiliki keluhan sakit perut bagian bawah yang
dirasakan sejak 2 hari. Pasien juga mengeluh kepala pusing-pusing yang dirasakan
beberapa hari sebelum datang ke puskesmas. Demam tidak dirasakan pasien makan
minum dirasakan baik hanya sering merasa mual namun tidak muntah. Buang air besar
(BAB) dan buang air kecil (BAK) dirasakan baik.

39

Pasien datang ketiga kali untuk melakukan pemeriksaan kehamilannya pada


tanggal 12 april 2016 dan pada kehamilan sebelumnya pasien belum pernah datang
memeriksakan kehamilannya , pasien datang pada saat itu pada usia kehamilan 36-37
minggu. Saat itu berat badan pasien 48,5 kilogram dengan hasil pemeriksaan tinggi
fundus uteri 2 jari diatas pusat, denyut jantung bayi positif (+) 150 x/m, dan berikan
parasetamol 2x1 tablet , B compleks 1x1, disarankan istirahat. Saat itu belum dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan malaria dan pemeriksaan jumlah hemoglobin (HB).
Riwayat haid :
- HPHT

: 04 Agustus 2015

- HTP

: 11 Mei 2016

- Usia Kehamilan

: 36-37 minggu

Riwayat kehamilan

: G6P5A0, saat hamil anak pertama hinngga kelima pasien

tidak rutin melakukan pemeriksaan ke tempat pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan
lokasi pelayanan kesehatan jauh dari rumahnya dan saat itu lebih percaya kepada dukun.
Riwayat persalinan

: pasien melahirkan anak pertama , kedua dan ketiga di

rumah dibantu oleh ibu kandungnya, keempat dan kelima di bantu ibu bidan. Kelima
anaknya lahir hidup.
3. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 110/70 mmhg

Berat Badan

: 48,5 kg

Tinggi Badan

: 150 cm
40

Mata

: Conjungtiva anemis (-), sklera anikterik

Leher

: struma (-), pembesaran limfe nodus (-)

Paru

Inspeksi

: Pengembangan simetris, retraksi (-)

Palpasi

: vocal fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: suara napas vesikuler (+/+), suara napas tambahan (-)

Jantung

: Bunyi Jantung S1/S2 tunggal, regular. Bising (-)

Abdomen

: tampak buncit, striae gravidarum (+), bising usus (+) kesan normal.

Ekstremitas

: akral hangat, udema pretibial (-/-)

- Status Obstetrik : Pemeriksaan Luar


Inspeksi

: Perut tampak membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (-),

putting susu nampak normal dan baik.


Palpasi
Leopold 1

:Tinggi fundus uteri 2 jari di atas umbilikus,

Leopold 2

: Punggung kiri, DJJ (+) 150x/menit

Leopold 3

: Letak kepala

Leopold 4

:Kepala belum masuk pintu atas panggul

Pemeriksaan Laboratorium

4. Diagnosis Kerja

: G6P5A0, umur kehamilan 36-37 minggu.

5. Penatalaksanaan

: vitamin B compleks 1x1 pagi.

41

Dokumentasi kegiatan
6. KIE
-

Perawatan sehari hari seperti menjaga kebersihan badan dengan mandi 2 kali sehari
dengan sabun, gosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur.

Tetap konsumsi makanan yang bergizi dan secara teratur mengkonsumsi suplemen yang
diberikan

Kurangi kerja berat dan istirahat berbaring minimal 1 jam di siang hari dengan posisi
tidur miring.

Rencanakan persalinan di tempat pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi


dan dapat cepat mendapat penanganan dari petugas kesehatan bila terjadi komplikasi.

Jangan lupa datang kembali bulan depan untuk memeriksakan kehamilan.

Bila terjadi perdarahan, bengkak pada kaki, tangan, wajah, sakit kepala dan kejang, atau
demam segera ke pusat pelayanan kesehatan.

42

II.

KASUS II

1. Identitas
Nama

: Ny. E.S

Umur

: 29 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Katolik

Alamat

: Lasiana

Nama Suami : Tn. B. B


Umur

: 30 tahun

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Ojek

Tanggal Pemeriksaan : 12 April 2016


2. Anamnesis
Pasien datang ke poli KIA untuk memeriksakan kehamilannya. Pasien mengetahui
dirinya hamil dengan melakukan tes kehamilan . Kehamilan ini adalah yang pertama. Pasien
mengatakan bahwa persalinan akan dilakukan di kampung halamannya dan dibantu oleh ibu
kandungnya.
Pasien mengeluh sering cepat capeh jika berjalan , cepat capeh dirasakan pasien
terutama jika berjalan dan melakukan aktifitas, selain itu pasien tidak mengeluhkan apa-apa.
Makan dan minum pasien dirasakan baik dan BAB dan BAK pasien dalam keadaan normal.

43

Riwayat haid :
- HPHT

: 17 November 2015

- HTP

: 24 Agustus 2016

- Usia Kehamilan

: 21 minggu

Riwayat kehamilan

:-

Riwayat persalinan

:-

3. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 110/70 mmhg

Berat Badan

: 53 kg

Tinggi Badan

: 153 cm

Mata

: Conjungtiva anemis (-), sklera anikterik

Leher

: struma (-), pembesaran limfe nodus (-)

Paru

Inspeksi

: Pengembangan simetris, retraksi (-)

Palpasi

: vocal fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: suara napas vesikuler (+/+), suara napas tambahan (-)

Jantung

: Bunyi Jantung S1/S2 tunggal, regular. Bising (-)

Abdomen

: tampak datar, striae gravidarum (-), bising usus (+) kesan normal.

Ekstremitas

: akral hangat, udema pretibial (-/-)

44

- Status Obstetrik : Pemeriksaan Luar


Inspeksi

: Perut datar, linea nigra (-), striae gravidarum (-), putting susu

nampak normal dan baik.


Palpasi
Leopold 1

:Tinggi fundus uteri 2 jari di atas umbilikus, Ukuran : 21 cm

Leopold 2

: Punggung kiri, DJJ (+) 149x/menit

Leopold 3

: Letak bokong, punggung kiri

Leopold 4

: teraba kosong dan tidak keras , bokong ada bibagian terendah

4. Pemeriksaan Laboratorium

:-

5. Diagnosis Kerja

: G1P0A0, umur kehamilan 21 minggu

6. Penatalaksanaan

: Vitamin B kompleks 1x1, SF 1x1, Kalk 1x1

Dokumentasi kegiatan

45

7. KIE
-

Jika mual mual, muntah dan tidak nafsu makan pilihlah makanan yang ridak berlemak
dan meyegarkan, seperti roti, ubi, singkong, biskuit, dan buah.

Kurangi kerja berat

Istirahat berbaring minimal 1 jam di siang hari dengan posisi tidur miring.

Bila ada tanda tanda perdarahan pada hamil muda atau muntah dan tidak mau makan
terus menerus segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Rencanakan persalinan di tempat pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi


dan dapat cepat mendapat penanganan dari petugas kesehatan bila terjadi komplikasi.

Jangan lupa untuk kembali memeriksakan kehamilan bulan depan di fasilitas pelayanan
kesehatan.

46

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.gizikia.depkes.go.id/artikel/upaya-percepatan-penurunan-angka-kematian-ibudan-bayi-baru-lahir-di-indonesia/?print=pdf di akses tanggal 12 April 2016
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2008
3. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara TImur.Profil Kesehatan Tahun 2012.Dinas
Kesehatan Provinsi NTT. 2012. P 30-1
4. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara TImur. Pedoman Revolusi KIA Provinsi NTT :
Percepatan Penurunan Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir. . Dinas Kesehatan Provinsi NTT.
Kupang. 2009

47

LAPORAN KASUS
POLI GIZI
BALITA DENGAN GIZI BURUK

Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S. Ked


1108011018

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN IKM-IKKOM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
PUSKESMAS OESAPA KUPANG
2016

48

LAPORAN KASUS GIZI


BALITA DENGAN BERAT GIZI BURUK
PUSKESMAS OESAPA
Maria Septianti Ningdiah Rasnan, S. Ked
1108011018

I. PENDAHULUAN
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya
di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena
kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita
(bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Penyakit atau
keadaan klinis yang diakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan protein dan energy, dapat karena
asupan yang kurang atau kebutuhan/keluaran yang meningkat atau keduanya secara bersama.
Sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain.
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau
dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud
bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah
bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2013 diketahui terjadi peningkatan prevalensi gizi
buruk di Indonesia. Pada tahun 2013 prevalensi gizi buruk-kurang adalah 19,6% yang terdiri dari
5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan pada tahun 2007 yaitu 18,4% dan
tahun 2010 sebesar 17,9%, maka prevalensi pada tahun 2013 terlihat meningkat. Prevalensi gizi
49

buruk sendiri mengalami peningkatan dimana pada tahun 2007 adalah 5,4%, tahun 2010 sebesar
4,9% dan tahun 2013 sebesar 5,7%. Berdasarkan hasil ini maka masalah gizi buruk masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang perlu mendapat penanganan serius.
Di antara 33 propinsi, NTT merupakan salah satu dari ketiga propinsi dengan kategori prevalensi
gizi buruk sangat tinggi, setelah Sulawesi Barat dan Papua Barat.
Disebutkan malnutrisi primer bila kejadian Gizi Buruk akibat kekurangan asupan nutrisi,
yang pada umumnya didasari oleh masalah social ekonomi, pendidikan serta rendahnya
pengetahuan di bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi maslaah nutrisi seperti di atas
disebabkan adanya peyakit utama, seperti kelainan bawaa, infeksi kronis ataupun kelainan
pencernaan dan metabolic, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi
yang turun dan/ atau meningkatnya kehilangan nutrisi.
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan
untuk menghasilkan kalori. Dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian
cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolic. Bila terjadi stress katabolik
(infeksi) maka kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, bila kondisi ini terjadi pada saat kondisi ini terjadi pada saat status gizi
masih di atas -3 SD

(-2SD-3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut

ataudecompensated malnutrition). Bila stress katabolic ini terjadi pada saat status gizi di
bawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Bila kondisi kekurangan ini terus
dapat teradaptasi sampai di bawah -3SD, maka akan terjadilah marasmik (malnutrisi kronis atau
compensated malnutrition).Dengan demikian pada Gizi Buruk dapat terjadi: gangguan
petumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan haemoglobin, penurunan
system kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesis enzim

50

Berikut ini dilaporkan dua kasus gizi buruk yang terjadi pada dua orang balita yang
ditemukan di kelurahan bello Puskesmas Sikumana. Wilayah kerja posyandu Cendawan II

II.PRESENTASI KASUS
A. KASUS I
Identitas :
- Nama

: An. Alfa Malafu

- Jenis kelamin

: laki-laki

- Umur

: 54 bulan

- Nama ayah

: Tn . Samual Malafu

- Alamat

: RT 10 RW o5 wilayah kerja posyandu Cendawan 2

Pasien ditemui di rumah pasien di RT 10 RW 5 wilayah kerja posyandu Cendawan 2 .


Anamnesis :
Ibu kandung pasien mengeluhkan bahwa pasien mengalami pilek sejak beberapa hari yang
lalu, namun tidak disertai batuk panas maupun mual muntah menurut ibunya pasien
melakukan aktifitas seperti biasa.
Riwayat penyakit sekarang

: Menurut ibu kandung pasien pasien selalu memiliki berat

yang seperti sekarang tidak bertambah besar maupun bertambah kecil. Perkembangan anak
tidak terlihat normal. Menurut ibunya anaknya lincah dan aktif bermain.
Riwayat Makan

: Anak mendapat ASI eksklusif dari usia 0 hingga 6 bulan. Setelah usia 6

bulan anak masih menyusui dan sudah diberikan MP-ASI yaitu bubur yang dimasak dan
dicampur dengan sayuran. Pasien berhenti menyusui saat berusia 1 tahun 7 bulan. Menurut
ibunya nafsu makan pasien baik, namun pasien cenderung lebih suka makan makanan ringan

51

daripada nasi. Sehari-hari pasien biasa makan nasi dengan sayur yang kadang ditambah
dengan lauk seperti tahu, tempe ataupun ikan.
Riwayat penyakit dahulu

: Pasien sering menderita sakit pada usia 3 tahun kembali

dari Soe setelah didiagnosis gizi buruk, tampak kurus namun tidak sempat masuk rumah sakit.
Riwayat kehamilan

: Ibu pasien melakukan ANC teratur saat mengandung

pasien. Ibu mengkonsumsi tablet tambah darah dan vitamin yang diberikan dari Puskesmas,
tidak mengkonsumsi alkohol, tidak merokok dan tidak ada riwayat sakit saat hamil. Menurut
ibu pasien, saat hamil ia sering bekerja jadi tidak memperhatikan gizi waktu hamil.
Riwayat persalinan

: Pasien lahir di rumah ditolong oleh dukun. pasien. pasien

lahir cukup bulan, lahir langsung menangis. 2 hari setelah lahir dibawa ke bidan dan
dilakukan penimbangan BB 3.0 Kg.
Riwayat imunisasi

: Pasien mendapat imunisasi lengkap sesuai umur.

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum

: Pasien tampak kurus, aktif bermain.

Berat badan

: 9.9 kg

Panjang badan

: 80 cm

Status gizi

Berdasarkan BB/U : < -3 SD Gizi buruk


Berdasarkan PB/U : < -3 SD Sangat pendek
Berdasarkan BB/PB : < -3 SD Gizi buruk
Kepala

: Bentuk gizi buruk , rambut warna hitam kecoklatan, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil Isokor

Hidung

: Rhinore (+/+), napas cuping hidung (-/-)

52

Telinga dan mulut : dalam batas normal


Leher

: Pembesaran KGB (-/-)

Paru

: Vesikuler +/+, Ronchi -/-, Wheezing -/-

Jantung

: S1 dan S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: dalam batas normal

Ekstremitas

: CRT < 2, akral hangat.

Dokumentasi :

Dokumentasi anamnesis ibu padien dengan gizi buruk

53

B. KASUS II
Identitas :
- Nama

: An. Francis Sapai

- Jenis kelamin

: Laki-laki

- Umur

: 18 bulan

- Nama ayah

:Tn. Daniel Sapai

- Nama Ibu

: Ny. Maria Sonbai

Pasien ditemui dirumah pasien dan dilakukan di posyandeu Cendawan 2.

Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengeluh berat badan anaknya tidak naik. Saat ini anaknya menderita batuk sejak
1 minggu yang lalu. Batuk disertai pilek dan panas. Makan minum dirasakan baik tidak
disertai mual muntah. Menurut ibu pasien sejak lahir anaknya memiliki berat badan kecil,
hingga lahir hingga sekarang berat badan anaknya hanya naik 3,5 kg dan sulit bertambah.
makan minum pasien dirasakan baik dan tidak ada kelainan pertumbuhan.
Riwayat Makan

: Pasien mendapat ASI ekslusif sejak usia 0 hingga 6 bulan.

Setelah usia 6 bulan pasien masih menyusui hingga sekarang dan mulai makan bubur. Pasien
tidak pernah minum susu formula. Pasien sulit makan dan lebih suka makan makanan ringan
dibanding makan nasi. Dan sangat menyukai makanan yang berkuah.
Riwayat penyakit dahulu

: Pasien mempunyai riwayat sering kejang apabila pasien

demam. Pasien pernah dirawat di RS Umum selama 2 minggu.

54

Riwayat kehamilan

: Ibu pasien saat hamil

tidak melakukan ANC secara

teratur,. Saat hamil ibu biasa makan nasi, sayur dan tahu/tempe. Jika harganya terjangkau baru
ibu pasien bisa membeli ikan atau daging.
Riwayat persalinan

: Pasien lahir RS Umum , cukup bulan, lahir langsung

menangis. Berat badan lahir 2500 gram , panjang badan tidak diingat ibu pasien
Riwayat imunisasi

: Riwayat imunisasi pasien belum lengkap. Pasien baru

mendapat imunisasi Hepatitis B, BCG, Polio 1, DPT 1 , polio 2 dan campak.


Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum

: Pasien tampak kurus, tampak rewel

Berat badan

: 7,7 kg

Panjang badan

: 69 cm

Status gizi

Berdasarkan BB/U : < -3 SD Gizi buruk


Berdasarkan PB/U : < -3 SD Sangat pendek
Berdasarkan BB/PB : < -3 SD Gizi buruk
Kepala

: Normocephal, rambut warna coklat dan mudah dicabut.

Mata

: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Rhinore (+/+), napas cuping hidung (-/-)

Telinga dan mulut : Dalam batas normal


Leher

: Pembesaran KGB (-/-)

Paru

: Vesikuler +/+, Ronchi +/+, Wheezing -/-

Jantung

: S1 dan S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: dalam batas normal

55

Ekstremitas

: CRT < 2, akral hangat.

Dokumentasi

Foto saat melakukan anamnesa dengan ibu pasien

Edukasi :
Pada kedua orangtua dari kedua pasien gizi buruk ini diberikan edukasi yaitu :
1. Masalah gizi yang dialami oleh anak adalah masalah kekurangan gizi yang terjadi sejak
lama dan apabila dibiarkan menyebabkan banyak komplikasi pada anak. Selain
menyebabkan anak mudah terkena berbagai infeksi penyakit bahkan yang dapat
menimbulkan kematian, gizi yang buruk juga dapat mempengaruhi perkembangan dan
perumbuhan anak. Oleh karena itu peran orangtua dan keluarga untuk menangani
masalah ini sangat penting yaitu dengan berusaha memenuhi kebutuhan gizi anaknya.
Pemberian nutrisi dapat dengan memberikan makanan yang tinggi karbohidrat dan
protein seperti nasi, ubi, telur, tahu atau tempe, ikan, daging, kacang-kacangan seperti
kacang hijau serta sayuran dan buah-buahan. Karena berat badan anak di atas 7 Kg, anak
dapat diberikan makanan padat biasa.

56

2. Orangtua harus waspada terhadap tanda-tanda bahaya seperti hipoglikemi, hipotermi dan
dehidrasi. Tanda hipoglikemi adalah anak menjadi rewel, apatis, nadi lemah bahkan
sampai kehilangan kesadaran. Jika teraba dingin maka anak menderita hipotermi. Tandatanda dehidrasi yaitu ubun-ubun besar anak teraba cekung, air mata anak sedikit atau
tidak ada saat menangis, bibir dan mulut anak tampak kering serta jumlah air kencing
anak menjadi sedikit bahkan tidak ada. Jika ditemukan tanda-tanda seperti ini maka anak
harus segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Anak dengan gizi buruk mudah terkena penyakit sehingga penting bagi orangtua untuk
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4. Mengedukasi keluarga pasien untuk mengurus surat BPJS.

Pasien sekarang dalam

keadaan sakit, sehingga dapat menerima bantuan dari pemerintah dan mendapat
keringanan biaya apabila pasien dirawat dirumah sakit.

57

III.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan dua kasus gizi buruk yaitu balita dengan berat badan yang berada di

bawah garis merah pada balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sikumana. Orangtua
pasien diedukasi mengenai gizi dan tanda-tanda bahaya harus diwaspadai pada anak dengan gizi
buruk. Pasien juga diedukasi mengenai pentingnya mengurus kartu jaminan kesehatan.

58

IV.

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief A,Firmansyah A,Tumbelaka A.R,Usman A,Kurniawan A:editor. Gizi Buruk.
Dalam: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: IDAI ; 2008. p.
193-202.
2. Davidz I, Manubulu M, Angreihini S. Kurang Energi Protein. Dalam Materi Dasar
Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, Kupang :Fakultas Kedokteran Undana ; 2015.
P 28-9
3. Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013.

59

LAPORAN KASUS
SANITASI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PUSKESMAS OESAPA

Maria Septianti N. Rasnan, S. Ked


1108011018

KEPANITERAAN KLINIK STASE IKM-IKKOM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
PUSKESMAS OESAPA KUPANG
2016

60

LAPORAN KASUS
SANITASI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PUSKESMAS OESAPA
Maria Septianti N. Rasnan, S. Ked
1108011018
IMPETIGO BULOSSA

PENDAHULUAN
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit
Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering
merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari pediculosis, skabies, infeksi jamur dan
pada insect bites. Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Di amerika serikat impetigo merupakan 10% dari masalah kulit
yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada
daerah tenggara amerika . Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak
2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa.
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus beta hemolitikus grup A
(Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan patogen primer pada impetigo bulosa dan
ecthyma .(1)
Di Indonesia penyakit kulit menempati urutan ke-3 setelah infeksi saluran napas dan diare.
Dari data jumlah kunjungan pasien ke poliklinik Divisi Dermatologi Ilmu Kesehatan Kulit dan
kelamin (IKKK) Fakultas kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr Cipto Mangunkusomo
(FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukan pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%)
dari 2190 kunjungan baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2 setelah dermatitis atopik. Sedangkan
tahun 2002 terbanyak 328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan baru. Pioderma primer terbanyak
61

secara berturut-turut adalah furunkulosis (19,32%), impetigo krustosa (15,0%), impetigo


vesikobulosa (14,02%), dan ektima (11,59%). Infeksi sekunder terbanyak dijumpai pada skabies
dan dermatitis atopik.

(2)

Dari data 8 Rumah Sakit di 6 kota besar di Indonesia pada tahun 2001 didapatkan 13,86%
dari 8919 kunjungan baru pasien kulit anak adalah pioderma. Yang terbanyak adalah
furunkulosis (26,35%), diikuti impetigo vesikobulosa (23,76%), dan impetigo krustosa (22,79%).
lima pioderma adalah infeksi kulit (epidermis, dermis) dan subkutan yang disebabkan oleh
kuman stafilakokus dan streptokokus atau oleh keduanya. Menurut beberapa kepustakaan bentuk
PS (pioderma superfisialis) yang sering dijumpai adalah impetigo, sedangkan di Divisi
Dermatologi anak Depertemen IKKK FKUI/RSCM penyakit ini menempati urutan kedua setelah
furunkulosis, impetigo terutama disebabkan oleh staphylococcus aureus (S. aureus) dan kadang
oleh streptococcus pyogenes grup A (S.pyogenes).

Sumber : (3)
Hygiene perorangan dan lingkungan berhubungan dengan pioderma. Hasil ini sejalan dengan
Saad dan Sugastiasti (2008) yang melaporkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
hygiene perorangan dengan angka kejadian infeksi kulit, dengan sampel sebanyak 100 orang.

62

Kelompok pioderma di RSI Sultan Agung, Semarang pada pioderma Agustus-Desember 2010 yang
terbanyak adalah pioderma jenis karbunkel sebanyak 16 orang (53,3%), impetigo 5 orang (16,7%),
folikulitis 5 orang (16,7%), dan pada furunkel 4 orang (13,3%), sedangkan pioderma jenis ektima dan
erisipelas tidak ditemukan.

Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya cuci tangan segera
dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan pasien, terutama apabila terkena
luka, jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita, bersihkan dan lakukan
desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan pada orang lain, setelah digunakan
pasien, mandi teratur dengansabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat
mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif), higiene yang baik, mencakup cuci
tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih, jauhkan diri dari orang dengan
impetigo, cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya.
Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas.
Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan dan gunakan sarung tangan saat
mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu
PRESENTASI KASUS
Anak laki-laki , Timotius Taelaka berusia 3 bulan dibawa oleh ibunnya ke poli anak
Puskesmas Oesapa dengan keluhan timbul bintik kemerahan belakang tubuh sejak 1 minggu lalu.
Awalnya, hanyalah bercak kemerahan yang

berubah menjadi bentol-bentol kemerahan yang

berisi nanah, pasien juga demam sejak 1 hari SMRS. Batuk(-) dan pilek (-). Muntah 1 kali tadi
malam, namun makan dan minum masih dirasakan baik. BAB dan BAK baik.
Hasil pemeriksaan fisik, kesadaran compos mentis dengan frekuensi nadi 78x/menit,
frekuensi napas 30x/menit dan suhu tubuh 36.5C. Keadaan umum pasien tampak sakit ringan
pada pemeriksaan leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, pemeriksaan kulit
63

tampak papul pustul hingga bulla diatas kulit yang eritematous yang sirkumsrib ukuran milaria
yang ditemukan pada belakang, kepala dan lengan. Pemeriksaan thoraks didapatkan jantung dan
paru paru dalam batas normal. Pada abdomen tampak datar, nyeri tekan (-) dan timpani.
Akral teraba hangat, CRT <2 detik sedangkan genital tidak dievaluasi
Pasien didiagnosis menderita impetigo bullosa. Pada pasien diberikan pengobatan
medikamentosa yakni amoksilin tab, Paracetamol tablet, dan vitamin C tablet. Ibu pasien
diedukasi menjaga kebersihan lingkungan tempat anaknya tidur dan memperhatikan kebersihan
diri dari anaknya.
PRESENTASI SANITASI DAN KEADAAN LINGKUNGAN

Rumah pasien ini berukuran 30 meter x 30 meter beratapkan seng dan terbuat dari
tembok batu, rumah ini dihuni 10 orang, yaitu nenek pasien, tanta pasien serta sepupu pasien.
Masuk ke dalam rumah tampak rumah berserakan belum dibersihkan, dalam rumah tampak
lemari dan meja lama yang diatasnya terdapat barang yang kotor. Terdapat kamar-kamar tidur
yang sangat pengap dan gelap. Ruangan tidur kurang pencahayaan dan bersuhu panas.
Kamar mandi keluarga ini terletak dibelakang berdekatan dengan dapur. Letak kamar
mandi juga tidak jauh rumah utama dan berdekatan dengan kamar-kamar keluarga yang lain

64

dibelakang rumah utama. Sarana air bersih pada rumah ini berasal dari PDAM namun jika
PDAM macet maka keluarga menggunakan air sungai untuk mencuci dan memasak.

DISKUSI
Dari keadaan-keadaan seperti yang digambarkan diatas, maka intervensi dibidang lingkungan
yang dapat dilakukan antara lain adalah :
1. Membersihkan rumah dan menanam tanaman, agar debu yang sering berterbangan dapat
dikurangi.
2. Mengupayakan air mengalir untuk mencuci tangan dan untuk mandi apabila air macet.
Usahakan pasien mandi dengan air bersih dan hangat
3. Sering membuka jendela kamar- kamar agar sikulasi udara dalam ruangan baik dan tidak
panas.
4. Sering mencuci tangan dan menggunting kuku tangan ibu agar tetap besih jika menyusui
pasien.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus impetigo bulosa pada anak perempuan usia 4 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Oesapa. Pasien diberikan ampisilin tab, Paracetamol tablet, dan
vitamin C tablet . Ibu pasien diedukasi menjaga kebersihan lingkungan tempat anaknya tidur
dan memperhatikan kebersihan diri dari anaknya.

65

LAPORAN SANITASI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PUSKESMAS OESAPA
Maria Septianti N. Rasnan, S. Ked
1108011018
INSPEKSI SANITASI RUMAH
PENDAHULUAN
Rumah adalah tempat untuk berlindung dari pengaruh keadaan alam sekitarnya (misalnya
hujan, matahari dan lain-lainnya) serta tempat untuk beristirahat setelah bertugas memenuhi
sehari-hari. Definisi perumahan (housing) menurut WHO adalah : suatu struktur fisik di mana
orang menggunakannya untuk tempat berlindung, di mana lingkungan dari struktur tersebut
termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.
Menurut WHO rumah adalah suatu struktur fisik yang dipakai orang atau manusia untuk
tempat berlindung, di mana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani
serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Untuk mewujudkan rumah dengan
fungsi di atas, rumah tidak harus mewah/besar tetapi rumah yang sederhanapun dapat dibentuk
menjadi rumah yang layak huni
Rumah disamping merupakan lingkungan fisik manusia sebagai tempat tinggal, juga
dapat merupakan tempat yang menyebabkan penyakit, hal ini akan terjadi bila kriteria rumah
sehat belum terpenuhi. Menurut angka statistik kematian dan kemiskinan paling tinggi yang
terjadi pada orang-orang yang menempati rumah yang tidak memenuhi syarat dan terletak pada
tempat yang tidak sanitar. Bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan rendah
demikian sebaliknya. Oleh karena itu kondisi lingkungan pemukiman harus mampu mendukung
tingkat kesehatan penghuninya.
66

PEMERIKSAAN INSPEKSI RUMAH SEHAT


Persyaratan kesehatan perumahan adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib
dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan dan
masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan. Persyaratan kesehatan perumahan yang
meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan pemukiman serta persyaratan rumah itu sendiri,
sangat diperlukan karena pembangunan perumahan berpengaruh sangat besar terhadap
peningkatan derajat kesehatan individu, keluarga dan masyrakat.
Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut keputusan
Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai
berikut:
1.

Lokasi

a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah
longsor, gelombang tsunami, daerah gempa dan sebagainya.
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas
tambang
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan
penerbangan.
2.

Kualitas Udara
Kualitas udara di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beradun dan

memenuhi syarat baik mutu lingkungan sebagai berikut:


a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 g maksimum 150 g/m3
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm

67

d. Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari


3.

Kebisingan dan Getaran


a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik

4.

Kualitas Tanah di Daerah Perumahan dan Pemukiman


a. Kandungan timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1mg/kg

5.

Prasarana dan Sarana Lingkungan


a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang
aman dari kecelakaan.
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit
c.

Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak

mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan


penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan
tidak menyilaukan mata.
d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas yang memenuhi
persyaratan kesehatan
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan
f.

Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja,

tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian dan lain sebagainya.

68

g. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya


h. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi
makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
6.

Vektor Penyakit
a. Indeks lalat harus memenuhi syarat
b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%

7.

Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga

berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.


Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut (PPM &
PL, 2002) :
1.

Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang
cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

2.

Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah.

3.

Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan


penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit
dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang
cukup.

4.

Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan
luar maupun dalam rumah, antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang

69

tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh
tergelincir,
Rumah yang sehat harus dapat mencegah dan mengurangi resiko kecelakaan seperti
terjatuh, keracunan dan kebakaran (APHA). Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam
kaitan dengan hal tersebut antara lain :
1.

Membuat konstruksi rumah yang kokoh dan kuat

2.

Bahan rumah terbuat dari bahan tahan api

3.

Pertukaran udara dalam rumah baik sehingga terhindar dari bahaya racun dan gas

4.

Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin sehingga bahaya jatuh dan kecelakaan
mekanis dapat terhindari.

1.

Parameter Penilaian Rumah Sehat

Lingkup penilaian rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen rumah, sarana sanitasi
dan perilaku penghuni, sebagai berikut :

1. Kelompok komponen rumah, meliputi :


a.

Langit-langit

b. Dinding
c.

Lantai

d. Jendela kamar tidur


e.

Jendela ruang keluarga dan ruang tamu

f.

Ventilasi

g. Sarana pembuangan asap dapur

70

h. Pencahayaan
2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi :
a.

Sarana Air Bersih

b. Sarana Pembuangan Kotoran


c.

Sarana Pembuangan Air Limbah

d. Sarana Pembuangan Sampah


3. Kelompok Perilaku Penghuni
a.

Membuka jendela kamar tidur

b. Membuka jendela ruang keluarga


c.

Membersihkan rumah dan halaman

d. Membuang tinja bayi dan balita ke jamban


e.

Membuang sampah pada tempat sampah

2 Cara Penilaian Rumah Sehat


1.

Penilaian rumah

Penilaian rumah perlu ditentukan nilai minimum yang memenuhi kriteria sehat dan bobot pada
kelompok komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni.
Nilai minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masing-masing parameter adalah sebagai
berikut :
a.

Nilai minimum dari kelompok komponen rumah adalah :

1)

Langit-langit

= 2

71

2)

Dinding

= 2

3)

Lantai

= 2

4)

Jendela kamar tidur

= 1

5)

Jendela ruang keluarga

= 1

6)

Ventilasi

= 1

7)

Sarana pembuangan asap dapur

= 2

8)

Pencahayaan

= 2

b.

Nilai minimum dari kelompok sarana sanitasi adalah :

1) Sarana air bersih ( SGL/SPT/PP/KU/PAH)

= 3

2) Jamban ( sarana pembuangan kotoran )

= 2

3) Sarana pembuangan air limbah ( SPAL )

= 2

4) Sarana pembuangan sampah

= 2

c.

Perilaku
Untuk perilaku tetap dikenakan nilai maksimum karena perilaku sangat berperan untuk

mencapai rumah sehat.


2.

Pemberian Nilai
a.

Komponen rumah
1)

Langit-langit

0 = Tidak ada
1 = Ada, kotor dan rawan kecelakaan

72

2 = Ada, bersih dan tidak rawan kecelakaan


2)

Dinding

1 = Bukan tembok ( terbuat dari anyaman bambu atau ilalang )


2 = Semi permanen/setengah tembok/pasangan bata atau batu yang tidak kedap air
3 = Permanen ( tembok, pasangan batu bata atau batu yang diplester), papan kedap air.
3)

Lantai

0 = Tanah
1 = Papan/anyaman bambu yang dekat dengan tanah/plesteran yang retak/ berdebu
2 = Diplester/ubin/keramik/papan/rumah panggung
4)

Jendela kamar tidur

0 = Tidak ada
1 = Ada
5)

Jendela ruang keluarga

0 = Tidak ada
1 = Ada
6)

Ventilasi

0 = Tidak ada
1 = Ada, tetapi luasnya < 10% luas lantai
2 = Ada, luas ventilasi 10% luas lantai
7)

Sarana pembuangan asap dapur

0 = Tidak ada
1 = Ada, luas tabung ventilasi/asap dapur 10% dari luas lantai dapur

73

Ada, dengan lubang ventilasi 10% luas lantai dapur ( asap keluar dengan

sempurna atau ada exhaust fan atau ada peralatan lain yang sejenis )
8)

Pencahayaan

0 = Tidak terang, tidak bisa dipergunakan untuk membaca


1 = Kurang terang, sehingga kurang jelas untuk membaca normal
2 = Terang dan tidak silau sehingga dapa dipergunakan untuk membaca dengan normal
b. Sarana Sanitasi
1)

Sarana Air Bersih ( SGL/SPT/PP/KU )

0 = Tidak ada
1 = Ada, bukan milik sendiri dan tidak memenuhi syarat kesehatan
2 = Ada, milik sendiri dan tidak memenuhi syarat kesehatan
3 = Ada, bukan milik sendiri dan memenuhi syarat kesehatan
4 = Ada, milik sendiri dan memenuhi syarat kesehatan
2)

Jamban ( Sarana Pembuangan Kotoran )

0 = Tidak ada
1 = Ada, bukan leher angsa, tidak ada tutup, disalurkan ke sungai/kolam
2 = Ada, bukan leher angsa ada tutup ( leher angsa ), disalurkan ke sungai/kolam
3 = Ada, bukan leher angsa ada tutup, septic tank
4 = Ada, leher angsa, septic tank
3)

Sarana Pembuangan Air Limbah ( SPAL )

0 = Tidak ada, sehingga tergenang tidak teratur di halaman rumah


1 = Ada, diresapkan mencemati sumber air (jarak dengan sumber air < 10m)
2 = Ada, dialirkan ke selokan terbuka

74

3 = Ada, diresapkan dan tidak mencemari sumber air ( jarak dengan sumber air 10 m)
4 = Ada, dialirkan ke selokan tertutup ( saluran kota ) untuk diolah lebih lanjut
4)

Sarana Pembuangan Sampah ( Tempat Sampah)

0 = Tidak ada
1 = Ada, tetapi tidak kedap air dan tidak ada tutup
2 = Ada, kedap air dan tidak tertutup
3 = Ada, kedap air dan bertutup

c.

Perilaku Penghuni
1)

Membuka jendela kamar tidur

0 = Tidak pernah dibuka


1 = Kadang-kadang
2 = Setiap hari dibuka
2)

Membuka jendela ruang keluarga

0 = Tidak pernah dibuka


1 = Kadang-kadang
2 = Setiap hari dibuka
3)

Membersihkan rumah dan halaman

0 = Tidak pernah
1 = Kadang-kadang
2 = Setiap hari
4)

Membuang tinja bayi dan balita ke jamban

75

0 = Dibuang ke sungai / kebun / kolam sembarangan


1 = Kadang-kadang dibuang ke jamban
2 = Setiap hari di buang ke jamban
5)

Membuang sampah pada tempat sampah

0 = Dibuang ke sungai / kebun / kolam sembarangan


1 = Kadang-kadang dibuang ke jamban
2 = Setiap hari di buang ke jamban
Untuk penjelasan selanjutnya dapat kami uraikan sebagai berikut:
Hasil Penilaian Rumah = Nilai x Bobot

Hasil penilaian rumah didapat :


1. Rumah Sehat

= 1068 1200

2. Rumah Tidak Sehat

= < 1068

Sarana Sanitasi Rumah


Menurut laporan MDGs tahun 2007 terdapat beberapa kendala yang menyebabkan masih
tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Di antaranya
adalah cakupan pembangunan yang sangat besar, sebaran penduduk yang tak merata dan
beragamnya wilayah Indonesia, keterbatasan sumber pendanaan. Pemerintah selama ini belum
menempatkan perbaikan fasilitas sanitasi sebagai prioritas dalam pembangunan. Faktor lain yang
juga menjadi kendala adalah kualitas dan kuantitas sumber air baku sendiri terus menurun akibat
perubahan tata guna lahan (termasuk hutan) yang mengganggu sistem siklus air. Selain itu,
meningkatnya kepadatan dan jumlah penduduk di perkotaan akibat urbanisasi.
76

Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi
faktor resiko terhadap penyakit diare dan kecacingan. Diare merupakan penyebab kematian
nomor 4 sedangkan kecacingan dapat mengakibatkan produktifitas kerja dan dapat menurunkan
kecerdasan anak sekolah, disamping itu masih tingginya penyakit yang dibawa vektor seperti
DBD, malaria, pes, dan filariasis .
1.

Sarana Air Bersih


Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya

memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
a.

Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna

b.

Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500
mg/l)

c.

Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)

2.

Jamban dan Pembuangan Tinja


Angka kesakitan penyakit diare di Indonesia masih tinggi. Salah satu penyebab tingginya

angka kejadian diare adalah rendahnya cakupan penduduk yang memanfaatkan sarana air bersih
dan jamban serta PHBS yang belum memadai. Menurut data dari 200.000 anak balita yang
meninggal karena diare setiap tahun di Asia, separuh di antaranya adalah di Indonesia.
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat antara lain sebagai
berikut :

77

a.

Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi

b.

Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau
sumur, jarak jamban > 10 m dari sumur dan bila membuat lubang jamban jangan sampai
dalam lubang tersebut mencapai sumber air.

c.

Tidak boleh terkontaminasi air permukaan

d.

Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain. Kotoran manusia yang dibuang harus
tertutup rapat.

e.

Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar atau bila memang benar benar diperlukan, harus
dibatasi seminimal mungkin.

f.

Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.

g.

Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.


Ada 4 cara pembuangan tinja yaitu:

a.

Pembuangan tinja di atas tanah, pada cara ini tinja dibuang begitu saja di atas permuakaan
tanah, halaman rumah, di kebun, di tepi sungai dan sebagainya. Cara demikian tentu sama
sekali tidak dianjurkan, karena dapat mengganggu kesehatan.

b.

Kakus lubang gali (pit pravy), cara ini merupakan salah satu yang paling mendekati
persyaratan yang harus dipenuhi. Tinja dikumpulkan di dalam tanah dan lubang di bawah
tanah, umumnya langsung terletak di bawah 90 cm = kedalaman sekitar 2,5 m.
Dinidngnya diperkuat dengan batu, dapat ditembok ataupun tidak, macam kakus ini hanya
baik digunakan di tempat di mana air tanah letaknya dalam.

c.

Kakus air (aqua privy), cara ini hampir mirip dengan kakus lubang gali, hanya lubang kakus
dibuat dari tangki yang kedap air yang berisi air, terletak langsung di bawah tempat
jongkok. Cara kerjanya merupakan peralihan antara lubang kakus dengan septic tank.

78

Fungsi dari tank adalah untuk menerima, menyimpan, mencernakan tinja serta
melindunginya dari lalat dan serangga lainnya. Bentuk bulat, bujur sangkar atau empat
persegi panjang diletakkan vertikal dengan diameter antara 90 120 cm.
d.

Septic Tank, merupakan cara yang paling memuaskan dan dianjurkan diantara pembuangan
tinja dan dari buangan rumah tangga. Terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dimana
tinja dan air ruangan masuk dan mengalami proses dekomposisi. Di dalam tangki, tinja akan
berada selama 1-3 minggu tergantung kapasitas tangki.

Pembuangan tinja yang buruk sekali berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih
dan fasilitas kesehatan lainnya. Kondisi-kondisi demikian ini akan berakibat terhadap serta
mempersukar penilaian peranan masing-masing komponen dalam transmisi penyakit namun
sudah diketahui bahwa terhadap hubungan antara tinja dengan status kesehatan. Hubungan
keduanya dapat bersifat langsung ataupun tak langsung. Efek langsung misalnya dapat
mengurangi insiden penyakit tertentu yang dapat ditularkan karena kontaminasi dengan tinja,
misalnya thypus abdominalis, kolera dan lain-lain, sedanngkan hubungan tak langsung dari
pembuangan tinja ini bermacam-macam, tetapi umumnya berkaitan dengan komponenkomponen lain dalam sanitasi lingkungan.
3.

Sarana Pembuangan Air Limbah


Buruknya kualitas sanitasi juga tercermin dari rendahnya persentase penduduk yang

terkoneksi dengan sistem pembuangan limbah (sewerag system). Pegolahan air limbah
dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah tersebut.
Secara ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap
gangguan yang timbul karena pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut

79

mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu
dibuang.
Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai berikut:
a.

Pengenceran
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru

dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin
meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan
diperluka air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.
Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap
badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan
terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat
menimbulkan banjir.
b.

Kolam Oksidasi
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae),

bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam
berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu
diberi lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan didaerah yang
terbuka, sehingga memungkinkan memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.
c.

Irigasi
Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk

kedalam tanah melalui dasar dan dindindg parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan
dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi
untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga,

80

perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik
dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.
4.

Sarana Pembuangan Sampah


Sampah merupakan sisa hasil kegiatan manusia, yang keberadaannya banyak menimbulkan

masalah apabila tidak dikelola dengan baik. Apabila dibuang dengan cara ditumpuk saja maka
akan menimbulkan bau dan gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Apabila dibakar akan
menimbulkanpengotoran udara. Kebiasaan membuang sampah disungai dapat mengakibatkan
pendangkalan sehingga menimbulkan banjir. Dengan demikian sampah yang tidak dikelola
dengan baik dapat menjadi sumber pencemar pada tanah, badan air dan udara.
Berdasarkan asalnya, sampah digolongkan dalam dua bagian yakni sampah organik (
sampah basah ) dan sampah anorganik ( sampah kering ). Pada tingkat rumah tangga dapat
dihasilkan sampah domestik yang pada umumnya terdiri dari sisa makanan, bahan dan peralatan
yang sudah tidak dipakai lagi, bahan pembungkus, kertas, plastik, dan sebagainya.
Teknik pengelolaan sampah yang baik diantaranya harus memperhatikan faktor-aktor sebagai
berikut :
a.

Penimbulan sampah

b.

Penyimpanan sampah

c.

Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali

d.

Pengangkutan

e.

Pembuangan.
Agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, maka perlu pengaturan

pembuangannya, seperti penyimpanan sampah yaitu tempat penyimpanan sementara sebelum


sampah tersebut dikumpulkan untuk diangkut serta dibuang (dimusnahkan). Untuk tempat

81

sampah tiap-tiap rumah isinya cukup 1 m3. Tempat sampah janganlah ditempatkan di dalam
rumah atau pojok dapur, karena akan menjadi gudang makanan bagi tikus-tikus sehingga rumah
banyak tikusnya.
Adapun syarat tempat sampah adalah sebagai berikut :
a.

Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat sehingga tidak mudah bocor, kedap air.

b.

Tempat sampah harus mempunyai tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian rupa sehingga

mudah dibuka, dikosongkan isinya serta mudah dibersihkan. Sangat dianjurkan agar tutup
sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan.
c.

Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh satu orang atau

ditutup.
d.

Harus ditutup rapat sehingga tidak menarik serangga atau binatang-binatang lainnya seperti

tikus, ayam, kucing dan sebagainya.

82

DAFTAR PUSTAKA
1. Margono S. Oksiuriasis dalam Dasar Parasitologi Klinik edisi pertama , Jakarta, 2011.
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.p 155-7.
2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Keputusan menteri kesehatan Republik

indonesia nomor 424/MENKES/SK/VI/2006 Tentang pengendalian impetigo


3. Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.

83

Anda mungkin juga menyukai