GAGAL GINJAL
1. Anatomi Fisiologi Ginjal
Menurut Price,(1995) yang dikutif oleh Muttaqin, Arif (2011) makroskopis
ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, di
belakang peritonium
(retroperitoneal), di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal juga disebut kelenjar
suprarenal. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3.
konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi
menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang
menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga
yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan
tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau
apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari
kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
Mikroskopis Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 11,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron
terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus
pengumpul. (Price, 1995) Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus/kapiler,
bersifat sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler
tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 1- 2 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang
disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing,
kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa
cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin.
Vaskularisasi ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira
setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk
kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan
diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteri
interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian
amoniak.
(5) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
(6) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
(7) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
2) Tahap Pembentukan Urine:
(1) Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap
protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal
(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200
ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat.
Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik
filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler. pembentukan-urine.
(2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
(3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus
distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen
dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium
keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan
disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini
(hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis
ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan
lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan
kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
2. Definisi Gagal Ginjal
Menurut Medicastore, (2008) gagal ginjal adalah ketika ginjal tidak mampu
mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan
yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan
ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan,
elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan
jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.
Menurut Medicastore, (2008) Gagal Ginjal Akut (GGA) atau disebut juga
Acute Renal Failure (ARF) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat
penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti
ureum dan kreatinin, serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya
peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL per hari. Peningkatan
kadar ureum darah adalah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali bila terjadi keadaan
hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per hari.
Menurut Mansjoer (2007) Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Renal
Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
gangguan fungsi yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
menyebabkan uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen dalam darah).
Gagal ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat
menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain
dalam darah. (Smeltzer, 2002).
Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi
uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan serta elektrolit ( Smeltzer, Suzanne, 2002 ). Gagal Ginjal Kronik
(GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun
bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Doenges, 2000.
3. Etiologi
Menurut Muttaqin, Arif (2011) terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab
Gagal Ginjal Akut adalah:
1) Kondisi Prerenal (Hipoperfusi Ginjal)
Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan
volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal),
vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark
miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik)
2) Penyebab Intrarenal (Kerusakan Actual Jaringan Ginjal)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan,
dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan Nekrosis Tubulus Akut (ATN)
dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan
pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika
cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya. Reaksi tranfusi yang
parah juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme
hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi
faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini
mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
3) Pasca Renal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju
filtrasi glomerulus meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui,
namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin
reversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal
terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal:
(1)
(2)
(3)
(4)
Hipovolemia;
Hipotensi;
Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif;
Obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau
: Pielonefritis Kronik
2) Penyakit Peradangan
: Glomerulonefritis
Nefrosklerosis
Benigna,
Nefrosklerosis
10
Progresif
: Penyakit Ginjal Polikistik, Asidosis Tubuler
6) Penyakit Metabolic
Ginjal
: DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
7) Nefropati Obstruktif
8) Nefropati Obstruktif
4. Manifestasi Klinis
1) Gagal Ginjal Akut
Hampir semua system tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme
pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual
persisten, muntah, dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan
napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi system saraf pusat mencakup
rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang.
(1) Perubahan haluran urin
Haluran urin sedikit dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah
(0,010 sedangkan nilai normalnya 0,015-0,025)
(2) Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya
tergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan
protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
(3) Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu
mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia
11
12
13
sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal. Pembedaan ini penting karena GGA
prarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan adekuat dengan atau tanpa
diuretika, sedangkan pada GGA renal tidak.
Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan renin dari
aparatus jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, di mana
terjadi peningkatan resorbsi natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan,
penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik
(ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di medulla. Hasil akhirnya adalah
penurunan volume urin, penurunan kadar natrium urin, yang semuanya adalah
karakteristik dari GGA prarenal. Penyebab tersering GGA prarenal pada anak adalah
dehidrasi berat karena muntah dan diare, perdarahan, luka bakar, syok septik, sindrom
nefrotik, pembedahan jantung, dan gagal jantung.
(2) GGA renal
Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok: kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali
kongenital. Tubulus ginjal yang merupakan tempat utama penggunaan energi pada
ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik
oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah penyebab
tersering dari GGA renal.
(3) Kelainan Tubulus ( Nekrosis Tubular Akut / NTA)
NTA mengacu pada temuan histologik yang sering terdapat pada GGA. Bentuk
nekrosis tubulus ada 2 tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat nefrotoksik misalnya
merkuriklorida; terjadi kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis) tetapi
membran basal tubulus tetap utuh. Sel-sel tubulus yang mengalami nekrosis masuk ke
lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe kedua akibat iskemia, kerusakan
terjadi lebih distal dan setempat dengan kerusakan fokal pada membran basal tubulus
(tubuloreksis). NTA tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis dehidrasi, sindrom
nefrotik, luka bakar, septisemia gram negatif dan asfiksia perinatal, sedangkan tipe
14
15
kapiler-kapiler glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan sel endotel
kapiler sendiri.
(7) Kelainan interstisial
Ditemukan pada:
a. Nefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis rheumatoid juvenil atau
pemakaian obat-obatan
b. Pielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus dan sering disertai
sepsis.
(8) Anomali kongenital
Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GGA ialah:
a. Agenesis ginjal bilateral
b. Ginjal hipoplastik
c. Ginjal polikistik infantil Terjadinya GGA karena jumlah populasi nefron sedikit
atau tidak ada sama sekali.
(9) GGA Pascarenal
Obstruksi aliran urin dapat bersifat kongenital atau didapat. Istilah obstruksi
pascarenal adalah obstruksi yang terjadi distal dari nefron. GGA pascarenal terjadi
ketika obstruksi melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu
ginjal. Kelainan kongenital yang paling sering menyebabkan GGA pascarenal adalah
katup uretra posterior. Di Indonesia GGA pascarenal didapat biasanya adalah akibat
dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi jengkol). Mirip dengan GGA prarenal,
kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya obstruksi
berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA pascarenal biasanya reversibel
apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.
16
17
Stadium II
: Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein
dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
Stadium III
18
19
(10)
piolonefritis
dengan
kehilangankemampuan
untuk
20
4) MRI
5) EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
8. Penatalaksanaan Medis
Sangat dipengaruhi oleh penyebab/penyakit primer. Penyebab prerenal perlu
sekali dievaluasi, misalnya dehidrasi, penurunan tekanan darah, CVP< 3cm, syok,
KU jelek.
1) Tindakan awal
(1) Terhadap faktor prerenal : koreksi factor prerenal dan koreksi cairan dengan
darah, plasma atau NaCl fisiologik atau ringer, jika 30 60 menit produksi urin
tak naik berikan Manitol 0,5-1 gr/kg BB IV selama 30 menit dalam larutan 25 %
(samapi 25 gr), Furosemid 2 mg/kg BB IV 2 jam tidak berhasil (urin tetap 200250 cc/m2/hr), Furosemid lagi tak berhasil maka masuk ke tindakan oliguria.
(2) Fase oliguria :
a. Pemantauan ketat
-
Tanda-tanda vital
Lab: Hct, Na+, CL-, Ca+, fosfat, asam urat, kreatinin, Pa CO2, BUN (tiap
hari)
b.
Tanggulangi komplikasi
c.
Diet
-
d. Cairan
Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible (sisanya akan
terpenuhi dari air hasil metabolisme) Pada udara kering kurang dari 400 ml/m2/hari.
21
e.
Hiperkalemia
f.
Monitor EKG
Ion exchange resin 1 gr/kg BB kalau perlu dialysis peritoneal akut.
b. Fase nonoliguria
Fase ini biasabya ringan dan berlangsung beberapa hari: volume urin sedikit
meningkat, BJ urin rendah. Awasi ketat Na+ dan K+
c. Hemodialisa
Indikasi pada asidosis yang berkepanjangan, hipermagnesemia, hiperkalemia,
keadaan klinik makin mundur, uremia. Peritoneal dialysis dapat diterima dengan baik
bila hanya beberapa kali saja dialisis diperlukan. Hemodialisa adalah salah satu terapi
pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh para penderita GGK. Pada
prinsipnya terapi hemodialisa adalah untuk menggantikan kerja dari ginjal yaitu
menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, membantu
menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh serta membantu menjaga tekanan
darah. Hemodialisa adalah metode pencucian darah dengan membuang cairan
berlebih dan zat-zat yang berbahaya bagi tubuh melalui alat dialysis untuk
menggantikan fungsi ginjal yang rusak.
Terapi dibutuhkan apabila fungsi ginjal seseorang telah mencapai tingkatan
terakhir (stage 5) dari gagal ginjal kronik. Dokter akan menentukan tingkatan fungsi
ginjal seseorang berdasarkan perhitungan GFR atau Glomerular Filtration Rate,
dimana pada tingkatan GFR dibawah 15, ginjal seseorang dinyatakan masuk dalam
kategori gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease). Hemodialisa dilakukan bila
ginjal anda sudah tidak mampu melaksanakan fungsinya atau biasa disebut
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal dapat dibagi dua yaitu gagal ginjal akut dimana
fungsi ginjal terganggu untuk sementara waktu sehingga hemodialisa dilakukan
hanya hingga fungsi ginjal membaik dan gagal ginjal kronis dimana fungsi ginjal
rusak secara permanen akibatnya hemodialisa harus dilakukan seumur hidupnya.
Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
a) Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
22
23
24
akan menyebabkan alarm di mesin menyala. Perawat yang bertugas akan segera
mengecek mesin tersebut dan memastikan proses HD penderita dapat berjalan normal
kembali.
9. Manajemen Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas Klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas pasien adalah nama, usia, jenis
kelamin, suku/ bangsa, agama, pendidikan , pekerjaan dan alamat
b. Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah
sakit.
a) Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya
dengan urinasi; faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang
meringankannya.
b) Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat
badan, perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit
kepala, pruritus, dan penglihatan kabur.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang
kompleks dan tampak di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup
informasi berikut yang berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.
d. Riwayat kesehatan sebelumnya
Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius
(diabetes mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis,
kelainan neurologi lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit ginjal pada keluarga atau penyakit
turunan seperti penyakit infeksi saluran kemih, hipertensi, sindrom alports
dan penyakit keluarga lainnya.
2) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
25
26
CVA
merupakan
indikasi
glomerulonefritis
atau
glomerulonefrosis.
2. Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume
urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilicus
(d) Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising)
pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran
darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).
3) Diagnosa Keperawatan
(1) Kerusakan integritas kulit, berhubungan dengan sirkulasi (anemia dengan
iskemia jaringan) dan sensasi(neuropati perifer).
(2) Resiko terhadap penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan cairan
mempengarui volume sirkulasi, berhubungan dengan kerja miokardial, dan
tahanan vaskuler sistemik.
(3)Ketidakpatuhan b/d sistem nilai pasien: keyakinan kesehatan,
pengaruh
sistem
budaya.
Perubahan
pendukung/sumber.
mental;
kurang/menolak
Kompleksitas,
biaya,
efek
samping terapi.
(4) Resiko tinggi terhadap perubahan membram mukosa oral b/d iritasi kimia,
perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
27
4) Intervensi Keperawatan
1. kerusakan integritas kulit, berhubungan dengan sirkulasi (anemia dengan
iskemia jaringan) dan sensasi(neuropati perifer).
Kriteria Hasil : mempertahankan kulit utuh, menunjukkan prilaku atau teknik
untuk mencegah kerusakan/cidera kulit.
Intervensi
Mandiri
1. Insfeksi kulit terhadap perubahan
warna, torgor, vaskuler.
Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.
Observasi terhadap ekimosis,
purpura.
2. Pantau masukan cairan dan
hidrasi kulit dan membran
mukosa.
3. Inspeksi area tergantung terhadap
edema.
4. Ubah posisi dengan sering;
gerakan pasien dengan perlahan;
beri bantalan pada tonjolan tulang
dengan kulit domba, pelindung
siku/tumit.
5. Berikan perawatan kulit. Batasi
penggunaan sabun. Berikan salep
atau krim (mis.,lanolin,
Aquaphor).
Rasional
1. Menandakan area sirkulasi
buruk/kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan
dikubitus/infeksi.
2. Mendeteksi adanya dehidrasi
atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan pada tingkat
seluler.
3. Jaringan edema lebih cenderung
rusak/robek.
4. Menurunkan tekanan pada
edema, jaringan dengan perfusi
buruk
untuk
menurunkan
iskemia.
Peninggian
meningkatkan aliran balik statis
vena
terbatas/pembentukan
edema.
5. Soda kue, mandi dengan tepung
menurunkan
gatal
dan
mengurangi pengeringan dari
pada sabun. Losion dan salep
mungkin diinginkan untuk
menghilangkan
kerimg,
robekan kulit.
6. Menurunkan iritasi dermal dan
resiko kerusakan kulit.
28
dalam batas normal; nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian.
Intervensi
Mandiri
1. Auskultasi bunyi jantung dan
paru. Evaluasi adanya edema
perifer/kongesti vaskular dan
keluhan dispnea
Rasional
S3/s4
dengan
tonus
muffled,
takikardia, frekuensi jantung tidak
teratur, takipnea, gemerisik, mengi, dan
edema/ distensi jugular menunjukan
ggk.
4. Evaluasi
bunyi
jantung
(perhatikan friction rub), td, nadi
perifer,
pengisian
kapiler,
kongesti vaskuler, suhu, dan
sensori/mental.
29
3.
Rasional
1.
2. Memberikan kesadaran
bagaimana pasien memandang
penyakitnya sendiri dan
program pengobatan dan
membantu dalam memahami
masalah pasien.
3. Program terapi mungkin tidak
sesuai dengan pola hidup
sosial/budaya,
dan
rasa
tanggung jawab/peran pasien.
4. Menyampaikan pesan masalah,
keyakinan pada kemampuan
individu dan mengatasi situasi
dalam cara positif.
6. Tingkat
ansietas
berat
mempengaruhi
kemampuan
pasien
mengatsi
situasi.
Meskipun pasien secara internal
termotivasi ( rasa kontrol
30
internal),
pasif
cenderung
menjadi pasif/tergantung pada
penyakit berat, jangka panjang.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan membram mukosa oral b/d Iritasi kimia,
perubahan urea dalam saliva menjadi amonia
Kriteria
Hasil
mempertahankan
integritas
membram
mukosa,
Rasional
1. Memberikan kesempatan untuk
intervensi segera dan mencegah
infeksi.
31
produk/pencuci mulut
lemon/gliserin yang mengandung
alkohol.
mengeringkan, menimbulkan
ketidaknyamanan.
5) Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan implementasi kepeawatan di sesuaikan dengan intervensi
yang tercantum dalam rencana keperawatan.
6) Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang terencana dan sistematis dari
mengumpulkan, mengelompokkan, menganalisa dan membandingkan status
kesehatan klien dengan tujuan yang diharapkan, dan menentukan tingkat
pencapaian tujuan. Hal ini merupakan aktifitas yang berkelanjutan yang
meliputi klien, keluarga, perawat dan anggota tim kesehatan lain.
Langkah evaluasi dari proses keperwatan mengukur respon klien ke arah
pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk
mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari- hari, dan dalam
ketersediaan atau sumber eksternal. Selama evaluasi, perawat memutuskan
apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan
menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang
disebutkan pada kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin,Arif,Kumala Sari.2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika.
Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Interna
Publishing. Jakarta.
32
Corwin Elizabeth J. 2009. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi
Subekti, Egi Komara Yuda, Jakarta: EGC. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media AesculapiusProses-proses
Penyakit Jilid 2. Penerbit EGC. Jakarta.
Medicastore. 2008. Info Penyakit Saluran Kemih. Kumpulan Gangguan Sistem
Tubuh. Jakarta.
Nanda International. 2009. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi,
Jakarata: EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika.
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.
Rose, B. D. & Post, T. W. (2006) Hemodialysis: Patient information. Terdapat pada:
http://www.patients.uptodate.com (18 Maret 2006) diakses pada 20/06/2016
pukul 15: 30.
Setiono, Wiwing. 2013. http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporanpendahuluan-chronic-kidney_10.html. di akses pada 20/06/2016 pukul 15: 25.