Anda di halaman 1dari 32

KOSEP DASAR

GAGAL GINJAL
1. Anatomi Fisiologi Ginjal
Menurut Price,(1995) yang dikutif oleh Muttaqin, Arif (2011) makroskopis
ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, di

belakang peritonium

(retroperitoneal), di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal juga disebut kelenjar
suprarenal. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3.

Gambar 1. Anatomi ginjal.


Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,33 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang
dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram. Ginjal
Ginjal Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.
Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan
dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal
kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi
tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut
oleh bantalan lemak yang tebal.
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh
selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang
berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat
lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubanglubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk

konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi
menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang
menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga
yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan
tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau
apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari
kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
Mikroskopis Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 11,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron
terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus
pengumpul. (Price, 1995) Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus/kapiler,
bersifat sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler
tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 1- 2 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang
disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing,
kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa
cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin.
Vaskularisasi ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira
setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk
kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan
diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteri
interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian

membentuk arteriola aferen pada glomerulus (Price, 1995). Glomeruli bersatu


membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal
kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang
mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya
menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk
akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah
permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit)
lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah
melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah
resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan
demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan
(Price, 1995).
Persarafan Pada Ginjal Menurut Price (1995) Ginjal mendapat persarafan dari
nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang
masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang
masuk ke ginjal.
Fisiologi Ginjal Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang
sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring/
membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700
ml/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (1700
ml/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya
keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
1)
(1)
(2)
(3)
(4)

Fungsi Ginjal Fungsi ginjal adalah


Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.
Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan

amoniak.
(5) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
(6) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.

(7) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
2) Tahap Pembentukan Urine:
(1) Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap
protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal
(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200
ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat.
Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik
filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler. pembentukan-urine.
(2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
(3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus
distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen
dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium

keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan
disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini
(hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis
ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan
lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan
kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
2. Definisi Gagal Ginjal
Menurut Medicastore, (2008) gagal ginjal adalah ketika ginjal tidak mampu
mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan
yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan
ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan,
elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan
jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.
Menurut Medicastore, (2008) Gagal Ginjal Akut (GGA) atau disebut juga
Acute Renal Failure (ARF) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat
penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti
ureum dan kreatinin, serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya
peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL per hari. Peningkatan
kadar ureum darah adalah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali bila terjadi keadaan
hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per hari.
Menurut Mansjoer (2007) Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Renal
Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

Gagal ginjal kronik adalah

gangguan fungsi yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
menyebabkan uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen dalam darah).
Gagal ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat
menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain
dalam darah. (Smeltzer, 2002).
Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi
uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan serta elektrolit ( Smeltzer, Suzanne, 2002 ). Gagal Ginjal Kronik
(GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun
bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Doenges, 2000.
3. Etiologi
Menurut Muttaqin, Arif (2011) terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab
Gagal Ginjal Akut adalah:
1) Kondisi Prerenal (Hipoperfusi Ginjal)
Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan
volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal),
vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark
miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik)
2) Penyebab Intrarenal (Kerusakan Actual Jaringan Ginjal)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan,

dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan Nekrosis Tubulus Akut (ATN)
dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan
pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika
cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya. Reaksi tranfusi yang
parah juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme
hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi
faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini
mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
3) Pasca Renal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju
filtrasi glomerulus meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui,
namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin
reversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal
terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal:
(1)
(2)
(3)
(4)

Hipovolemia;
Hipotensi;
Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif;
Obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau

batu ginjal dan


(5) Obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.
Gagal Ginjal Kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1) Infeksi

: Pielonefritis Kronik

2) Penyakit Peradangan

: Glomerulonefritis

3) Penyakit Vaskuler Hipertensif

Nefrosklerosis

Benigna,

Nefrosklerosis

10

4) Gangguan Jaringan Penyambung

Maligna, Stenosis Arteri Renalis


: SLE, Poli Arteritis Nodosa, Sklerosis Sistemik

5) Gangguan Congenital Dan Herediter

Progresif
: Penyakit Ginjal Polikistik, Asidosis Tubuler

6) Penyakit Metabolic

Ginjal
: DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis

7) Nefropati Obstruktif

: Penyalahgunaan Analgetik, Nefropati Timbale

8) Nefropati Obstruktif

: Sal. Kemih Bagian Atas:


Kalkuli, Neoplasma, Fibrosis, Netroperitoneal
: Sal. Kemih Bagian Bawah:
Hipertrofi Prostate, Striktur Uretra, Anomali
Congenital Pada Leher Kandung Kemih dan
Uretra

4. Manifestasi Klinis
1) Gagal Ginjal Akut
Hampir semua system tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme
pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual
persisten, muntah, dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan
napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi system saraf pusat mencakup
rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang.
(1) Perubahan haluran urin
Haluran urin sedikit dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah
(0,010 sedangkan nilai normalnya 0,015-0,025)
(2) Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya
tergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan
protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
(3) Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu
mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia

11

berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti


jantung.
(4) Asidosis metabolic
Asidosis metabolik adalah kondisi dimana keseimbangan asam-basa tubuh
terganggu karena adanya peningkatan produksi asam atau berkurangnya produksi
bikarbonat. Kondisi ini akhirnya menyebabkan asidemia atau keasaman darah,
dimana pH arteri turun hingga di bawah 7,35. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan koma dan bahkan kematian.
(5) Abnormalitas Ca++ dan PO4Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi, serum kalsium mungkin
menurun sebagai respon terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai
mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
(6) Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisiyang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran
GI.

2) Gagal Ginjal Kronik


(1). Kelainan Hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji combs negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H eritropoetin
Depresi sumsum tulang sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/ perdarahan anemia normokrom normositer.
(2). Kelainan Saluran Cerna

12

a. Mual, muntah, hicthcup : dikompensasi oleh flora normal usus ammonia


(NH3) iritasi/ rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia : Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva
banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis : berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase
(3). Kelainan kulit
a. Gatal : terutama pada klien dgn dialisis rutin karena, toksik uremia yang kurang
terdialisis, peningkatan kadar kalium phosphor dan alergi bahan-bahan dalam
proses HD
b. Kering bersisik, karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea
di bawah kulit
c. Kulit mudah memar
(5). Kelainan selaput serosa
(6). Neurologi kejang otot
(7). Kardiomegali
5. Patofisiologi
1) Gagal Ginjal Akut
(1) GGA prarenal
Oleh karena berbagai sebab prarenal, volume sirkulasi darah total atau efektif
menurun, curah jantung menurun, dengan akibat aliran darah ke korteks ginjal
menurun dan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi
tubulus terhadap air dan garam terus berlangsung. Oleh karena itu pada GGA prarenal
ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urin yang tinggi >300 mOsm/kg dan
konsentrasi natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta Fraksi Ekskresi Natrium
(FENa) yang rendah (<1%). Sebaliknya bila telah terjadi nekrosis tubulus (GGA
renal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar
osmolalitas urin yang rendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi
>20 mmol/L dan FENa urin juga tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk membedakan apakah pasien GGA prarenal yang terjadi sudah menjadi GGA
renal. GGA renal terjadi apabila hipoperfusi prarenal tidak cepat ditanggulangi

13

sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal. Pembedaan ini penting karena GGA
prarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan adekuat dengan atau tanpa
diuretika, sedangkan pada GGA renal tidak.
Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan renin dari
aparatus jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, di mana
terjadi peningkatan resorbsi natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan,
penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik
(ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di medulla. Hasil akhirnya adalah
penurunan volume urin, penurunan kadar natrium urin, yang semuanya adalah
karakteristik dari GGA prarenal. Penyebab tersering GGA prarenal pada anak adalah
dehidrasi berat karena muntah dan diare, perdarahan, luka bakar, syok septik, sindrom
nefrotik, pembedahan jantung, dan gagal jantung.
(2) GGA renal
Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok: kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali
kongenital. Tubulus ginjal yang merupakan tempat utama penggunaan energi pada
ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik
oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah penyebab
tersering dari GGA renal.
(3) Kelainan Tubulus ( Nekrosis Tubular Akut / NTA)
NTA mengacu pada temuan histologik yang sering terdapat pada GGA. Bentuk
nekrosis tubulus ada 2 tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat nefrotoksik misalnya
merkuriklorida; terjadi kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis) tetapi
membran basal tubulus tetap utuh. Sel-sel tubulus yang mengalami nekrosis masuk ke
lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe kedua akibat iskemia, kerusakan
terjadi lebih distal dan setempat dengan kerusakan fokal pada membran basal tubulus
(tubuloreksis). NTA tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis dehidrasi, sindrom
nefrotik, luka bakar, septisemia gram negatif dan asfiksia perinatal, sedangkan tipe

14

nefrotoksik ditemukan akibat karbon tetraklorida, hemoglobin, atau mioglobinuria,


obat aminoglikosida.
Mekanisme terjadinya gagal ginjal pada NTA masih belum jelas. Beberapa
mekanisme yang dianggap berperan adalah perubahan hemodinamik intrarenal,
obstruksi tubulus oleh sel dan jaringan yang rusak dan perembesan pasif filtrat
tubulus melalui dinding tubulus yang rusak masuk ke jaringan interstisial dan
peritubular. Pada GGA aliran darah ginjal menurun 40-50%, daerah korteks lebih
terkena daripada medula. Beberapa mediator diduga berperan sebagai penyebab
vasokonstriksi ginjal yaitu angiotensin II, menurunnya vasodilator prostaglandin,
stimulasi saraf simpatis, vasopresin, dan endotelin.
(4) Kelainan Vaskular
Kelainan vaskular sebagai penyebab GGA dapat berupa trombosis atau
vaskulitis. Trombosis arteri atau vena renalis dapat terjadi: pada neonatus yang
mengalami kateterisasi arteri umbilikalis, diabetes melitus maternal, asfiksia dan
kelainan jantung bawaan sianotik. Pada anak besar kelainan vaskular yang
menyebabkan GGA ditemukan pada pasien Sindrom Hemolitik Uremik (SHU). SHU
adalah penyebab GGA intrinsik tersering yang dikarenakan kerusakan kapiler
glomerulus; paling sering menyertai suatu episode gastroenteritis yang disebabkan
oleh strain enteropatogen
(5) Escherichia coli
Organisme ini menyebarkan toksin yang disebut verotoksin yang tampaknya
diabsorbsi dari usus dan memulai kerusakan sel endotel. Pada SHU terjadi kerusakan
sel endotel glomerulus yang mengakibatkan terjadinya deposisi trombus trombositfibrin. Selanjutnya terjadi konsumsi trombosit, kerusakan sel darah merah eritrosit
yang melalui jaring-jaring fibrin dan obliterasi kapiler glomerulus, kelainan ini
disebut mikroangiopati. Kelainan vaskular yang lain yang dapat terjadi adalah
vaskulitis. Penurunan LFG disebabkan oleh penurunan aliran darah ginjal karena
terjadi peningkatan resistensi akibat kerusakan pembuluh darah dan penurunan
permukaan filtrasi.

15

(6) Kelainan Glomerulus


GGA karena kelainan glomerulus dapat ditemukan pada:
a.
b.
c.
d.

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokok (GNAPS)


Glomerulonefritis membranoproliferatif tipe 2 (dense deposit)
Glomerulonefritis kresentik idiopatik
Sindrom Goodpasture
Pada GNAPS terjadi pada <1% pasien dan disebabkan karena menyempitnya

kapiler-kapiler glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan sel endotel
kapiler sendiri.
(7) Kelainan interstisial
Ditemukan pada:
a. Nefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis rheumatoid juvenil atau
pemakaian obat-obatan
b. Pielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus dan sering disertai
sepsis.
(8) Anomali kongenital
Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GGA ialah:
a. Agenesis ginjal bilateral
b. Ginjal hipoplastik
c. Ginjal polikistik infantil Terjadinya GGA karena jumlah populasi nefron sedikit
atau tidak ada sama sekali.
(9) GGA Pascarenal
Obstruksi aliran urin dapat bersifat kongenital atau didapat. Istilah obstruksi
pascarenal adalah obstruksi yang terjadi distal dari nefron. GGA pascarenal terjadi
ketika obstruksi melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu
ginjal. Kelainan kongenital yang paling sering menyebabkan GGA pascarenal adalah
katup uretra posterior. Di Indonesia GGA pascarenal didapat biasanya adalah akibat
dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi jengkol). Mirip dengan GGA prarenal,
kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya obstruksi
berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA pascarenal biasanya reversibel
apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.

16

Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu.


Pada stadium awal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun LFG dan
volume urin menurun. Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium urin
yang rendah seperti yang terlihat pada GGA prarenal. Stadium ini berlangsung cepat
dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan penurunan aliran darah ke
ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan urin yang encer dengan
peningkatan konsentrasi natrium. Hilangnya obstruksi pada fase awal GGA dapat
mengakibatkan diuresis yang berlebihan, di sini berperan faktor intrinsik dalam ginjal
dan juga akibat penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin lama obstruksi,
makin sedikit kemungkinan LFG untuk pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari
sangat mungkin dapat mengalami perbaikan LFG secara penuh, tetapi lebih lama
kemungkinan ini bertambah sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa
obstruksi jangka pendek (72 jam) ternyata sudah menimbulkan kerusakan permanen
pada nefron, dan pulihnya LFG kembali normal adalah akibat dari hiperfiltrasi nefron
yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi obstruksi, pengeluaran urin
dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai beberapa liter per hari. Tetapi
pengeluaran urin saja tidak dapat dipakai untuk membedakan GGA pascarenal dari
GGA prarenal dan GGA renal/intrinsik.
(10) GGA pada Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Salah satu yang harus dicari dan disingkirkan dalam menghadapi pasien GGA
adalah apakah pasien tidak menderita GGA pada GGK atau bahkan suatu gagal ginjal
terminal. GGA pada GGK terjadi apabila pasien GGK mengalami diare akut dengan
dehidrasi, infeksi saluran kemih, obstruksi saluran kemih. Untuk mencari kedua
kemungkinan tersebut maka perlu ditanyakan riwayat dan gejala penyakit gagal ginjal
kronik sebelumnya, antara lain:
a. Apakah ada riwayat atau gejala penyakit ginjal sebelumnya seperti hematuria,
bengkak, sering sakit kencing, dll.
b. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ginjal yang membuat kita berpikir
ke arah nefropati herediter misalnya; Sindrom Alport, ginjal polikistik, dll.

17

c. Adanya hambatan pertumbuhan.


d. Bila pasien hipertensi, apakah ada tanda-tanda retinopati hipertensif kronik.
e. Adanya anemia berat juga merupakan tanda dari GGK, akan tetapi penilaian
harus hati-hati, karena prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi, dan adanya
hemodilusi pada pasien GGA yang mendapat pemberian cairan berlebih
sebelumnya.
f. Bila perlu dilakukan bone survey untuk menemukan tanda osteodistrofi ginjal.
g. Pemeriksaan radiologi ginjal (USG, foto polos abdomen) untuk melihat
pengerutan kedua ginjal dan hidronefrosis bilateral lanjut.
2)Gagal Ginjal Kronik
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
Stadium I

: Penurunan cadangan ginjal


a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimptomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

Stadium II

: Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein
dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal

Stadium III

: gagal ginjal stadium akhir atau uremia


a. kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit

18

c. air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ


1,010
6. Komplikasi
1) Gagal Ginjal Akut
Komplikasi yang dapat terjadi dari gagal ginjal akut di antaranya gagal ginjal
kronik, infeksi, dan sindrom uremia. Komplikasi infeksi sering merupakan penyabab
kematian pada GGA, dan harus segera diberantas dengan antibiotika yang adekuat.
Bila LFG menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien
akan menderita sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau
berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom uremia
ditangani secara simtomatik.
2) Gagal Ginjal Kronik
(1) Hipertensi
(2) Hiperkalemia
(3) Anemia
(4) Asidosis metabolic
(5) Osteodistropi ginjal
(6) Sepsis
(7) Neuropati perifer
(8) Hiperuremia
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah :
(1) Hb : menurun pada adanya anemia.
(2) Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan
hidup.
(3) PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolism.
(4) BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
(5) Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
(6) Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
(7) Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
(8) Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
(9) Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.

19

(10)

Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein

melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan


sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
2) Urin :
(1) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
(2) Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
(3) Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis,

piolonefritis

dengan

kehilangankemampuan

untuk

memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.


(4) PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
(5) Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan
ratio urine/serum sering 1:1.
(6) Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
(7) Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal
tidak mampu mengabsorbsi natrium.
(8) Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
(9) SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan
GF.
(10) Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah
(1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya
ada proteinuria minimal.
(11) Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular
ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
(12) Kenaikan sisa metabolisme protein ureum kreatinin dan asam urat.
(13) Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
(14) Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
3) CT.Scan

20

4) MRI
5) EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
8. Penatalaksanaan Medis
Sangat dipengaruhi oleh penyebab/penyakit primer. Penyebab prerenal perlu
sekali dievaluasi, misalnya dehidrasi, penurunan tekanan darah, CVP< 3cm, syok,
KU jelek.
1) Tindakan awal
(1) Terhadap faktor prerenal : koreksi factor prerenal dan koreksi cairan dengan
darah, plasma atau NaCl fisiologik atau ringer, jika 30 60 menit produksi urin
tak naik berikan Manitol 0,5-1 gr/kg BB IV selama 30 menit dalam larutan 25 %
(samapi 25 gr), Furosemid 2 mg/kg BB IV 2 jam tidak berhasil (urin tetap 200250 cc/m2/hr), Furosemid lagi tak berhasil maka masuk ke tindakan oliguria.
(2) Fase oliguria :
a. Pemantauan ketat
-

Timbang BB tiap hari

Perhitungan ketat cairan: masukan vs haluaran

Tanda-tanda vital

Lab: Hct, Na+, CL-, Ca+, fosfat, asam urat, kreatinin, Pa CO2, BUN (tiap
hari)

b.

Tanggulangi komplikasi

c.

Diet
-

kalau dapat oral: kaya KH dan lemak

batasi protein: 0,5-1 gr/kg BB/hari, dengan protein berkualitas tinggi

lebih aman intravena

d. Cairan
Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible (sisanya akan
terpenuhi dari air hasil metabolisme) Pada udara kering kurang dari 400 ml/m2/hari.

21

e.

Hiperkalemia

f.

Monitor EKG
Ion exchange resin 1 gr/kg BB kalau perlu dialysis peritoneal akut.

b. Fase nonoliguria
Fase ini biasabya ringan dan berlangsung beberapa hari: volume urin sedikit
meningkat, BJ urin rendah. Awasi ketat Na+ dan K+
c. Hemodialisa
Indikasi pada asidosis yang berkepanjangan, hipermagnesemia, hiperkalemia,
keadaan klinik makin mundur, uremia. Peritoneal dialysis dapat diterima dengan baik
bila hanya beberapa kali saja dialisis diperlukan. Hemodialisa adalah salah satu terapi
pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh para penderita GGK. Pada
prinsipnya terapi hemodialisa adalah untuk menggantikan kerja dari ginjal yaitu
menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, membantu
menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh serta membantu menjaga tekanan
darah. Hemodialisa adalah metode pencucian darah dengan membuang cairan
berlebih dan zat-zat yang berbahaya bagi tubuh melalui alat dialysis untuk
menggantikan fungsi ginjal yang rusak.
Terapi dibutuhkan apabila fungsi ginjal seseorang telah mencapai tingkatan
terakhir (stage 5) dari gagal ginjal kronik. Dokter akan menentukan tingkatan fungsi
ginjal seseorang berdasarkan perhitungan GFR atau Glomerular Filtration Rate,
dimana pada tingkatan GFR dibawah 15, ginjal seseorang dinyatakan masuk dalam
kategori gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease). Hemodialisa dilakukan bila
ginjal anda sudah tidak mampu melaksanakan fungsinya atau biasa disebut
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal dapat dibagi dua yaitu gagal ginjal akut dimana
fungsi ginjal terganggu untuk sementara waktu sehingga hemodialisa dilakukan
hanya hingga fungsi ginjal membaik dan gagal ginjal kronis dimana fungsi ginjal
rusak secara permanen akibatnya hemodialisa harus dilakukan seumur hidupnya.
Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
a) Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)

22

b) Perikarditis (Peradangan kantong jantung)


c) Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap
pengobata lainnya.
d) Gagal Jantung
e) Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam
ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke
dalam tubuh. Rata- rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan
selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk
proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat
keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis
akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter. AV
fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung lebih
aman dan juga nyaman untuk pasien.
Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda-tanda
vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis.
Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan
didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah
menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blod line (selang
darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke
dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang
maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Pada proses hemodialisa, darah sebenernya tidak mengalir melalui mesin HD,
melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan
perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk
mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi
jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga
mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu
mengumpulkan racun-racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi

23

untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke


dalam tubuh.
Fungsi dari dialyzer (ginjal buatan) merupakan kunci utama dalam proses
hemodialisa. Disebut sebagai ginjal buatan (artificial kidney) karena yang dilakukan
oleh dialyzer sebagian besar dikerjakan oleh ginjal kita yang normal. Dialyzer
berbentuk silinder dengan panjang rata-rata 30 cm dan diameter 7 cm dan didalamnya
terdapat ribuan filter yang sangat kecil. Dialyzer terdiri dari 2 kompartemen masingmasing untuk cairan dialysate dan darah.
Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran semipermiabel yang
mencegah cairan dialysate dan darah bercampur jadi satu. Membran semipermiabel
mempunyai lubang-lubang sangat kecil yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop
sehingga hanya substansi tertentu seperti racun dan kelebihan cairan dalam yang
dapat lewat. Sedangkan sel-sel darah tetap berada dalam darah.
Pada saat proses hemodialisa penderita akan selalu melihat 2 jerigen yang
berada di depan mesin HD. Jerigen tersebut berisi cairan dialysate dan bicarbonate.
Cairan dialysate berisi elektrolit dan mineral yang selain membantu proses
pembuangan racun dalam tubuh juga membantu menjaga kadar elektrolit dan mineral
dalam tubuh. Bersama dengan cairan bicarbonat cairan dialysate tersebut dicampur di
dalam mesin dengan bantuan air murni olahan yang menggunakan teknologi reverse
osmosis.
Baik cairan dialysate yang telah dicampur dan darah bersama sama (tapi tidak
bercampur satu dengan lainnya) menuju ke dialyzer dimana proses penyaring racunracun dilakukan. Racun tersebut kemudian dibawa keluar bersama cairan dialysate
untuk dibuang lewat salurang pembuangan.
Mesin HD dibuat dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi. Bunyi alarm
yang terdengar pada saat proses hemodialisa menandakan ada sesuatu hal yang harus
di perhatikan dan diperbaiki bila diperlukan. Beberapa hal seperti masuknya udara
dalam blood tubing, temperatur,aliran darah yang tidak sesuai atau proses
pencampuran cairan dialysate yang tidak sesuai dengan komposisi yang ditentukan

24

akan menyebabkan alarm di mesin menyala. Perawat yang bertugas akan segera
mengecek mesin tersebut dan memastikan proses HD penderita dapat berjalan normal
kembali.
9. Manajemen Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas Klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas pasien adalah nama, usia, jenis
kelamin, suku/ bangsa, agama, pendidikan , pekerjaan dan alamat
b. Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah
sakit.
a) Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya
dengan urinasi; faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang
meringankannya.
b) Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat
badan, perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit
kepala, pruritus, dan penglihatan kabur.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang
kompleks dan tampak di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup
informasi berikut yang berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.
d. Riwayat kesehatan sebelumnya
Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius
(diabetes mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis,
kelainan neurologi lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit ginjal pada keluarga atau penyakit
turunan seperti penyakit infeksi saluran kemih, hipertensi, sindrom alports
dan penyakit keluarga lainnya.
2) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum

25

Meliputi keadaan status kesehatan secara umum, meliputi : status


mental, tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik sistem perkemihan, latergi,
lemah, sianosis, dan kerusakan integritas kulit.
Teknik pemeriksaan fisik kemungkinan adanya kelainan yang ditemukan
a) Inspeksi
Catat turgor, warna kulit, kerusakan kulit, dan lain-lain.
b) Palpasi
(a) Ginjal
Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan
palpasi bila ragu karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Letakkan
tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan lengkung iliaka. Tangan
kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau
ascites. Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Kemerahan, ulserasi,
bengkak, atau adanya cairan, indikasi infeksi. Pada laki-laki biasanya terdapat
deviasi meatus urinary seperti defek kongenital. Jika terjadi pembesaran
ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal. Tenderness/lembut pada
palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan
ginjal indikasi hidronefrosis.

(b) Kandung kemih


Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi
distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilicus.
(c ) Perkusi
1. Ginjal
a. Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.

26

b. Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral


(CVA), lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan
menggunakan kepalan tangan dominan.
c. Ulangi prosedur untuk ginjal kanan Jika kandung kemih penuh maka
akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif. Tenderness dan nyeri pada
perkusi

CVA

merupakan

indikasi

glomerulonefritis

atau

glomerulonefrosis.
2. Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume
urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilicus
(d) Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising)
pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran
darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).
3) Diagnosa Keperawatan
(1) Kerusakan integritas kulit, berhubungan dengan sirkulasi (anemia dengan
iskemia jaringan) dan sensasi(neuropati perifer).
(2) Resiko terhadap penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan cairan
mempengarui volume sirkulasi, berhubungan dengan kerja miokardial, dan
tahanan vaskuler sistemik.
(3)Ketidakpatuhan b/d sistem nilai pasien: keyakinan kesehatan,
pengaruh
sistem

budaya.

Perubahan

pendukung/sumber.

mental;

kurang/menolak

Kompleksitas,

biaya,

efek

samping terapi.
(4) Resiko tinggi terhadap perubahan membram mukosa oral b/d iritasi kimia,
perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.

27

4) Intervensi Keperawatan
1. kerusakan integritas kulit, berhubungan dengan sirkulasi (anemia dengan
iskemia jaringan) dan sensasi(neuropati perifer).
Kriteria Hasil : mempertahankan kulit utuh, menunjukkan prilaku atau teknik
untuk mencegah kerusakan/cidera kulit.
Intervensi
Mandiri
1. Insfeksi kulit terhadap perubahan
warna, torgor, vaskuler.
Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.
Observasi terhadap ekimosis,
purpura.
2. Pantau masukan cairan dan
hidrasi kulit dan membran
mukosa.
3. Inspeksi area tergantung terhadap
edema.
4. Ubah posisi dengan sering;
gerakan pasien dengan perlahan;
beri bantalan pada tonjolan tulang
dengan kulit domba, pelindung
siku/tumit.
5. Berikan perawatan kulit. Batasi
penggunaan sabun. Berikan salep
atau krim (mis.,lanolin,
Aquaphor).

6. Pertahankan linen kering, bebas


keriput.

Rasional
1. Menandakan area sirkulasi
buruk/kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan
dikubitus/infeksi.
2. Mendeteksi adanya dehidrasi
atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan pada tingkat
seluler.
3. Jaringan edema lebih cenderung
rusak/robek.
4. Menurunkan tekanan pada
edema, jaringan dengan perfusi
buruk
untuk
menurunkan
iskemia.
Peninggian
meningkatkan aliran balik statis
vena
terbatas/pembentukan
edema.
5. Soda kue, mandi dengan tepung
menurunkan
gatal
dan
mengurangi pengeringan dari
pada sabun. Losion dan salep
mungkin diinginkan untuk
menghilangkan
kerimg,
robekan kulit.
6. Menurunkan iritasi dermal dan
resiko kerusakan kulit.

28

2. Resiko terhadap penurunan curah jantung b/d Ketidakseimbangan cairan


mempengaruivolume sirkulasi, berhubungan dengan kerja miokardial, dan
tahanan vaskuler sistemik.
Kriteria Hasil : mempertahankan curah jantung dengan TD dan frekuensi
jantung

dalam batas normal; nadi perifer kuat dan sama dengan waktu

pengisian.
Intervensi
Mandiri
1. Auskultasi bunyi jantung dan
paru. Evaluasi adanya edema
perifer/kongesti vaskular dan
keluhan dispnea

Rasional
S3/s4
dengan
tonus
muffled,
takikardia, frekuensi jantung tidak
teratur, takipnea, gemerisik, mengi, dan
edema/ distensi jugular menunjukan
ggk.

2. Kaji adanya/derajat hipertensi: Hipertensi bermakna dapat terjadi


awasi td: perhatikan perubahan karena
gangguan
pada
sistem
postural,
contoh
duduk, aldosteron
renin-angiotensin
berbaring, berdiri.
(disebabkan oleh disfungsi ginjal ).
Meskipun hipertensi umum,hipertensi
ortostatik dapat tejadi sehubungan
dengan defisit cairan, respons terhadap
obat anti hipertensi, atau tamponade
perikardial uremik.
3. Selidiki keluhan nyeri dada,
perhatikan
lokasi,
radiasi.
Beratnya (skala 0-10) dan apakah
tidak menetap dengan inspirasi
dalam dan posisi terlentang.

Hipertensi dan gjk kronis dapat


menyebabkan im,kurang lebih pasien
ggk dengan dealisis mengalami
perikarditis, potensial resiko efusi
perikardial/tamponade.

4. Evaluasi
bunyi
jantung
(perhatikan friction rub), td, nadi
perifer,
pengisian
kapiler,
kongesti vaskuler, suhu, dan
sensori/mental.

Adanya hipertensi tiba-tiba. Nadi


paradoksik, penyempitan tekanan nadi,
penurunan/tak adanya nadi perifer.
Distensi jugular nyata, pucat , dan
penyimpangan
mental
cepat
menunjukan
tanponade,
yang
merupakan kedaruratan medik.
Tindakan/intervensi
Kaji tingkat aktivitas, respons terhadap
aktivitas.

29

3.

Ketidakpatuhan b/d Sistem nilai pasien: Keyakinan kesehatan, pengaruh


budaya. Perubahan

mental; kurang/menolak sistem pendukung/sumber.

Kompleksitas, biaya, efek samping terapi.


Kriteria Hasil : Menyatakan pengetahuan akurat tentang penyakit dan
pemahaman program, Berpartisipasi dalam membuat tujuan dan rencana
pengobatan, Membuat pilihan pada tingkat kesepian berdasarkan informasi
yang akurat, Mengidentifikasi/menggunakan sumber dengan tepat.
Intervensi
Mandiri
1. Yakinkan persepsi/pemahaman
pasien/orang terdekat terhadap
situasi dan konsekuensi perilaku.

2. Tentuksn sistem nilai (keyakinan


perawatn kesehatan dan nilai
budaya).
3. Dengarkan/mendengar dengan
aktif pda keluhan/ pernyataan
pasien.

Rasional
1.
2. Memberikan kesadaran
bagaimana pasien memandang
penyakitnya sendiri dan
program pengobatan dan
membantu dalam memahami
masalah pasien.
3. Program terapi mungkin tidak
sesuai dengan pola hidup
sosial/budaya,
dan
rasa
tanggung jawab/peran pasien.
4. Menyampaikan pesan masalah,
keyakinan pada kemampuan
individu dan mengatasi situasi
dalam cara positif.

4. Identifikasi perilaku yang


mengidikasikan kegagalan untuk
mengikuti program pengobatan.

5. Dapat memberikan informasi


tentang alasan kurangnya kerja
sama dan memperjelas area
yang memerlukan pemecahan
masalah.

5. Kaji tingkat ansietas, kemampuan


kontrol, perasaan tak berdaya.

6. Tingkat
ansietas
berat
mempengaruhi
kemampuan
pasien
mengatsi
situasi.
Meskipun pasien secara internal
termotivasi ( rasa kontrol

30

internal),
pasif
cenderung
menjadi pasif/tergantung pada
penyakit berat, jangka panjang.

4. Resiko tinggi terhadap perubahan membram mukosa oral b/d Iritasi kimia,
perubahan urea dalam saliva menjadi amonia
Kriteria

Hasil

mempertahankan

integritas

membram

mukosa,

mengidentifikasi/melakukan intervensi khusus untuk meningkatkan kesehatan


mukosa oral.
Intervensi
Mandiri
1. Inspeksi rongga mulut;
perhatikan kelembaban, karakter
saliva, adanya inflamasi, ulserasi,
leukoplakia.

Rasional
1. Memberikan kesempatan untuk
intervensi segera dan mencegah
infeksi.

2. Berikan cairan sepanjang 24 jam


dalam batas yang ditentukan.

2. Mencegah kekeringan mulut


berlebihan dari periode lama
tanpa
3. masukan oral.

3. Berikan perawatan mulut


sering/cuci dengan larutan asam
asetik 25%; berikan permen karet,
permen keras, mint pernapasan
antara makan.

4. Membran mukosa dapat menjadi


kering dan pecah-pecah.
Perawatan mulut menyejukkan,
melumasi, dan membantu
menyegarkan rasa mulut, yang
sering tak menyenangkan karena
uremia dan keterbatasan
masukan oral. Pencucian dengan
asam asetik membantu
menetralkan pembentukan
amonia dengan mengubah urea.
5. Menurunkan
pertumbuhan
bakteri dan potensial terhadap
infeksi. Flos gigi dapat melukai
gusi, menimbulkan perdarahan.
6. Bahan ini mengiritasi mukosa
dan mempunyai efek

4. Anjurkan higiene gigi yang baik


setelah makan dan pada saat tidur.
Anjurkan menghindari floss gigi.
5. Anjurkan pasien menghentikan
merokok dan menghindari

31

produk/pencuci mulut
lemon/gliserin yang mengandung
alkohol.

mengeringkan, menimbulkan
ketidaknyamanan.

5) Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan implementasi kepeawatan di sesuaikan dengan intervensi
yang tercantum dalam rencana keperawatan.
6) Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang terencana dan sistematis dari
mengumpulkan, mengelompokkan, menganalisa dan membandingkan status
kesehatan klien dengan tujuan yang diharapkan, dan menentukan tingkat
pencapaian tujuan. Hal ini merupakan aktifitas yang berkelanjutan yang
meliputi klien, keluarga, perawat dan anggota tim kesehatan lain.
Langkah evaluasi dari proses keperwatan mengukur respon klien ke arah
pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk
mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari- hari, dan dalam
ketersediaan atau sumber eksternal. Selama evaluasi, perawat memutuskan
apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan
menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang
disebutkan pada kriteria hasil.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin,Arif,Kumala Sari.2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika.
Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Interna
Publishing. Jakarta.

32

Corwin Elizabeth J. 2009. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi
Subekti, Egi Komara Yuda, Jakarta: EGC. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media AesculapiusProses-proses
Penyakit Jilid 2. Penerbit EGC. Jakarta.
Medicastore. 2008. Info Penyakit Saluran Kemih. Kumpulan Gangguan Sistem
Tubuh. Jakarta.
Nanda International. 2009. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi,
Jakarata: EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika.
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.
Rose, B. D. & Post, T. W. (2006) Hemodialysis: Patient information. Terdapat pada:
http://www.patients.uptodate.com (18 Maret 2006) diakses pada 20/06/2016
pukul 15: 30.
Setiono, Wiwing. 2013. http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporanpendahuluan-chronic-kidney_10.html. di akses pada 20/06/2016 pukul 15: 25.

Anda mungkin juga menyukai