WINDA CHANDRA
406152082
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2016
A. PENDAHULUAN
Perdarahan postmenopause didefinisikan sebagai perdarahan vagina yang terjadi pada
wanita yang tidak haid selama satu tahun atau lebih. Biasanya disebabkan karena
berbagai macam hal, yaitu: atrofi endometrium, vaginitis atrofi, penuaan, dan kanker
leher rahim.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah mengikuti penyuluhan tentang perdarahan post-menopause, diharapkan
masyarakat lebih memahami jika terjadi perdarahan pada wanita yang berusia diatas
60 tahun yang sudah mengalami menopause untuk segera memeriksakan ke pelayanan
kesehatan terdekat.
C. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang:
Pengertian perdarahan post-menopause
Penyebab perdarahan post-menopause
Faktor resiko perdarahan post-menopause
Tanda dan gejala perdarahan post-menopause
Komplikasi perdarahan post-menopause
Penatalaksanaan perdarahan post-menopause
D. MATERI
Terlampir
E. METODE
Ceramah
Tanya jawab
F. KEGIATAN
Kegiatan penyuluhan dilaksanakan dalam bentuk penyampaian materi melalui
ceramah oleh pembicara dan tanya jawab.
Rincian kegiatan:
2
1.
2.
3.
4.
Pelaksana
Tempat
Waktu
Pendamping
Hari/Tanggal
Nama Coass
: Winda Chandra
Stase
: Obsgyn
Materi
Jumlah sasaran
: 20 orang
MATERI PENYULUHAN
HARI/TANGGAL/JAM
TEMPAT
PESERTA
PENDAMPING
: dr. Diana
A. KEGIATAN PENYULUHAN
4
N
O
1.
2.
LANGKAH KEGIATAN
WAKTU
Kegiatan pendahuluan:
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, dan
2 Menit
dan
diketahui,
sebagai
bahan
33 Menit
evaluasi.
c. Menjawab pertanyaan dengan memberikan
penjelasan terhadap setiap pertanyaan yang
3.
diajukan.
d. Diskusi tanya jawab.
Kegiatan penutup:
a. Menarik kesimpulan secara lisan.
b. Mengucapkan salam dan terima kasih.
Jumlah :
10 menit
45 menit
ke
organ
lain)
masih
dapat
dipertimbangkan
untuk
PENDAHULUAN
Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel
skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada
saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita
berusia 35 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan
perilaku sel epitel serviks.
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,
kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme
timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi
hingga sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara
berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama.
Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan
kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru
diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita
dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear.
Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara
berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis
sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga
saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi
dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa simptomatis karena
masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi
yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.3
1. DEFINISI
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan
ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secara
harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringan
yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti.
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh
uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder
atau lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior
atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis.
Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara
ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan (epitel)
dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel sel permukaan (epitel) tersebut mengalami
penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan
akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia
7
menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ
menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan distribusi umur, Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of
Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur
60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan
pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok
umur 60-69 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998 ditmukan
bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun, sedangkan
stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian yang
dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999)
ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 4650 tahun yaitu 17,4%.
Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negaranegara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina.
Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit
keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya.
3. KLASIFIKASI
Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi tiga,
yaitu (1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari
sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO
(The International Federation of Gynekology and Obstetrics) :
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
CIN
2,
perubahan
sel-sel
abnormal
lebih
kurang
tiga
perempatnya,
CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi
(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel
yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk
luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan
carcinoma yang parah ditempat asal.
HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa
sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.
Tingkat
0
Kriteria
KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis
masih utuh.
Ia
Ib occ
Ib
II
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian
atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa
IIb
III
IIIa
IIIb
IV
IVa
Ivb
-
Tingkat
T
Kriteria
Tidak ditemukan tumor primer
T1S
T1
T1a
T1b
T2
T2a
T2b
T3
T4
T4a
T4b
Nx
N0
N1
N2
Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0
M1
Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae.
HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid
ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8
open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen
E mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait
dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein
L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat
epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan
karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.
11
E Perananya
Protein
E1
Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal
E2
E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi
E4
Mengikat sitokeratin
E5
Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet
derivat growth factor, p123)
E6
Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi
E7
Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130
L Protein Peranannya
L1
Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein
L2
Protein sruktur / minor Viral Coat Protein
-
Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat
menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,
54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari
30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk)
sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39,
45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan
sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan
58.6 Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan
kanker serviks
b. Faktor predisposisi
-
12
seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi
tidak pada kelompok usia lebih tua.
-
Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks.
Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan
multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan
kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola
hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan
serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersamasama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke
arah kanker.
Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat
kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya
kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering
melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ
nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan
resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.1,3
13
Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.1,3
Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih
prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor
defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan
dengan masalah tersebut.1,3,5
Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan
yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi
resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan
genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang
terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan factor resiko yang lain.1,3,
5. PATOFISIOLOGI
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga
membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1,
S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase
M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S
(Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana
p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk
proses proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal
terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan
mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan
banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses
perkembangan
retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor
14
15
(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society).
16
CRF
17
(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society)
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan waktu
sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada wanita yang
sudah berusia sekitar 40 tahun. Ada empat stadium kanker serviks yaitu Stadium satu
kanker masih terbatas pada serviks (IA dan IB), pada stadium dua kanker meluas di
serviks tetapi tidak ke dinding pinggul (IIA menjalar ke vagina/liang senggama, IIB
menjalar ke vagina dan rahim), pada stadium III kanker menjalar ke vagina, dinding
pinggul dan nodus limpa (IIIA menjalar ke vagina,IIIB menjalar ke dinding pinggul,
menghambat saluran kencing, mengganggu fungsi ginjal dan menjalar ke nodus limpa),
pada stadium empat kanker menjalar ke kandung kencing, rektum, atau organ lain (IVA:
Menjalar ke kandung kencing, rectum, nodus limpa, IVB: Menjalar ke panggul and nodus
limpa panggul, perut, hati, sistem pencernaan, atau paru-paru ).6
(Sumber : http://www.cirikankerserviks.com/)
19
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Biasanya sering
ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital atau perdarahan
pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru
terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang
hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang
sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt ke
perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
20
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah bila
terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri
pada tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema pada
kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.
7. PENCEGAHAN
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker, maka
tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
a. Pencegahan Primer
-
Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk
ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi
rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning
dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini
dikembangkan 2 jenis vaksin:
\
Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung
dari infeksi HPV.
Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang
terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat,
bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat
melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi
21
humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising
antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan invitro maupun
invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase seroconversion dan kemudian
menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi
ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV
dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada
proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen
presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan kapsidnya
terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana kedua
organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan tubuh.
Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap
infeksi virus HPV.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji
klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
sAdalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi
oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini,
Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan
VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga
menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun . Preparat ini
diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke
0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml
2. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV
( GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe
6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor Saccharomyces
cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20g protein HPV 6 L1, 40
gprotein HPV 11 L1, 20 g protein HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225
amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga
mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan
antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 80 C
22
Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab
kanker serviks.
-
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies yang
tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum
individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10
tahun. Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun
(rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai
usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix
diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan
pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan),
respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas
23
vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak
mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster.
Vaksin
dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak
0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker
serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu
sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma
prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada
fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan
pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negaranegara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).
24
25
26
Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20 setelah
hari pertama menstruasi.
Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan tes
Pap smear
27
Indikasi:
-
Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan peralatan
liquid-based.
Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.
Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual yang
banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang terganggu
seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama
kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.
spatula ayre
cytobrush
kaca objek
alcohol 95%
Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi.
Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil yang
terkumpul
dipertahankan horizontal
instrument dikeluarkan.
28
ketika
Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang spatula
antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara sample dari
cytobrush dikumpulkan.
Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.
Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar
sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel,
pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.
Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou.
-
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
: pasti ganas
Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi. Jika
reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi diatasi
dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat dievaluasi,
harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
(Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 2560 tahun.
30
Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
Syarat:
-
Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat
dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
-
IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya
(polip serviks).
IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini
yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA
karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia
ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium
IB-IIA).
Pelaksanaan IVA
-
Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati
dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau
N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar
40% dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua
31
menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa
segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
-
Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari
adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya
perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa
dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian,
penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi
berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.
HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes
Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel
skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka
pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara
mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui
golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan
metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode
DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear
Array HPV Genotyping Test.
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa
mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan
HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa mengetahui genotipe
HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi
24 genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi
21 genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk
mendeteksi 37 genotipe HPV.
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society,
the American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society
for Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task
Force menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 1
-
Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
8. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi)
(Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium
kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata laksana
kanker serviks antara lain:
a. Terapi Lesi Prakanker Serviks
33
Intraepital
Serviks)
dapat
dilakukan
dengan
observasi
saja,
Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 23mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya
dapat disembuhkan dengan efektif.
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas (sampai
kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan
dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan
hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.
CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium, nitrogen dan
gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan
patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.
3. Terapi NIS dengan eksisi
Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks
dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa
ataupun pengobatan pra-kanker serviks
Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil
jaringan serviks
35
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur,
tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya
bermetastasis
ke
kelenjar
getah
bening
panggul,
dengan
tetap
37
1. Radiasi
eksternal
sinar
berasar
dari
sebuah
mesin
besar
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain. Cara pemberian
kemoterapi dapat bsecara ditelan, disuntikkan dan diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama
terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah cisplatin, flurouracil.
Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks
stage IVB / recurrent adalah : mitomycin. pacitaxel, ifosamide.topotecan telah
disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage
lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak
menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ
lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
5. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu
setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit
kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
6. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari
tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum
tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel
darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih
(leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah
biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah
sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
menyebabkan:
a. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel
darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat
kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.
b. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila
jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak
merah pada kulit.
c. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan
Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan
sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.
1. Kulit menjadi kering dan berubah warna
2. Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
3. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang
4. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan kualitas
hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi, pengontrol
sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti
nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
40
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil
9. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :
a.
Umur penderita
b.
Keadaan umum
c.
d.
e.
f.
% Harapan Hidup 5
Tahun
100
Karsinoma insitu
85
II
60
III
ke dinding pelvis
Meluas ke dinding pelvis dan atau
33
hidronefrosis
Menyerang mukosa kandung kemih
terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus
terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah
histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2002. Hal 1051.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi 7 nd ed , Vol. 1. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1
3. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer Society.
42
4. Sogukopinar, N., et all. 2003, Cervical Cancer Prevention and Early Detection, Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.
5. Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : Elstar Offset. 1981;
127 140.
6. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.
7. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 21. Vol
2. Jakarta. EGC. 2007;1622-1625.
8. Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi
kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 62-63.
9. Olivera J, et all. 2009, Human Papiloma Virus, The New England Journal of
Medicine. 361;19 : 1899-1901 http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMe0907480
10. Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi
Kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 94-95.
43