Anda di halaman 1dari 7

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

I.

Definisi
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) menurut Global Initiative for

Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah penyakit kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran
udara ini berhubungan dengan respon inflamasi paru abnormal dan progresif
terhadap gas atau partikel yang berbahaya.1
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut
- turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah Suatu
kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.2
Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK
adalah3:

Faktor host : faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas.

Faktor exposure : merokok, hipereaktivitas saluran napas, pekerjaan,


polusi lingkungan, infeksi bronkopulmoner berulang.

II.

Epidemiologi
Pada tahun 2020, The Global Burden of Disease Studies menyatakan

bahwa PPOK menduduki peringkat tiga penyakit penyebab kematian dan


peringkat dua belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat penyakit
penting yang menimbulkan kecacatan.1
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI tahun 1992,
PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam dan merokok
merupakan penyebab PPOK terbanyak di negara berkembang.4
Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya
kemajuan industri. PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang
sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas.4

III.

KLASIFIKASI
Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan

WHO5:

Stadium 0
Derajat berisiko PPOK:

Spirometri normal

Kelainan kronik (batuk, sputum produktif)

Stadium 1
PPOK ringan:
-

VEP1/KVP < 70%

VEP1 > 80% prediksi


Dengan atau tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)

Stadium II
PPOK sedang:
-

VEP1/KVP < 70%

30% < VEP < 80% prediksi


(IIA : 50%<VEP1<80% prediksi)
(IIB : 30%<VEP1<50% prediksi)
Dengan atau tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)

Stadium III
PPOK berat:

IV.

VEP1/KVP < 70%

VEP1 < 30% prediksi atau VEP < 50% prediksi + gagal napas.

PATOGENESIS
Pada bronchitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang

kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal
(emfisema),

yang

menyebabkan

hilangnya

elastic

recoil,

hiperinflasi,

terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga terjadi


sesak nafas. Pada saluran nafas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan
pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran
nafas, sehingga menghambat pembukaan saluran nafan. Lumen saluran nafas kecil

berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat
sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan
oleh beberapa derajat penebalan dan hipertofi otot polos pada bronkiolus
respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO 2 meningkat dan
dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernafasan juga
mungkin akan hilang sehingga memicu terjadinya gagal nafas.1,2
Menurut Hipotesis Elastase Anti Elastase, di dalam paru terdapat
keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah
terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dan elastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elatin paru.
Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya perangsangan pada peru antara
lain oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak
atau oleh adanya defisiensi alfa 1 antitripsin.6
Pada PPOK terjadi penyempitan saluran nafas dan keterbatasan aliran
udara karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan dan
vasokontriksi otot polos bronkus. Saluran nafas normal akan melebar karena
perlekatan alveolar selama ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan
pengempisan paru. Perlekatan alveolar pada PPOK rusak karena emfisema
menyebabkan penutupan jalan nafas ketika ekspirasi dan menyebabkan air
trapping pada alveoli dan hiperinflasi. Saluran nafas perifer mengalami obstruksi
dan destruksi karena proses inflamasi dan fibrosis, lumen saluran nafas akan
tertutup oleh sekresi mukus yang terjebak didalamnya akibat bersihan mukosilier
kurang sempurna.1

V.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis

Adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif,


faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala, riwayat
paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga
PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas,
dampak penyakit terhadap aktivitas.5
2. Pemeriksaan Fisis

- pernafasan pursed lips


- takipnea
- dada emfisematous atau barrel chest
- tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
- bunyi nafas vesikuler melemah
- ekspirasi memanjang
- ronki kering atau wheezing
- bunyi jantung jauh
3. Diagnosis pasti dengan uji spirometri:
-

FEV1/FVC, 70%

Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan): FEV1 pasca bronkodilator,


80% prediksi5
4. Laboratorium

Khusus : Defisiensi kadar alpha 1 antitripsin (kongenital)7


5. Foto toraks
- hiperlusen regional dan gambaran bronkovaskuler kasar
- gambaran jantung mengecil\
- diafragma datar dan lenting (overinflasi)7

6. Kultur dan sensitiviti kuman


Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman
terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika tidak ada
respon terhadap antobiotik yang dipakai sebagai pengobatan pada permulaan
penyakit.4
VI.

PENATALAKSANAAN
A. Terapi PPOK Stabil
Terapi Farmakologis
1. Bronkodilator
- secara inhalasi, kecuali preparat tak tersedia
- rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermiten)
- 3 golongan :
- Agonis B-2 : fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin,
formoterol, salmeterol.
- Antikolinergik : ipratropium bromide, oksitroprium bromide.
- Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi B-2 dan steroid
belum memuaskan.
Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi.
2. Steroid, pada:
-

PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

PPOK dengan FEV <50% prediksi (stadium IIB dan III)

Eksaserbasi akut

3. Obat-obat tambahan lain


-

Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein,

gliserol iodide.
-

Antioksidan : N-asetil-sistein

Immunoregulator (immunostimunolator, immunomodulator) : tidak


rutin

Antitusif : tidak rutin

Vaksinasi : influenza, pneumokokus.5

Terapi Non Farmakologis


1. Motivasi dan pendidikan meliputi :
-

usaha mengurangi faktor risiko (polusi, debu)

edukasi-motivasi behenti merokok

farmakoterapi stop merokok

2. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernafasan,


rehabilitasi psikososial.
3. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari)
Untuk PPOK stadium III, AGD:
-

PaO2 <55mmHg, atau SaO2 < 88% dengan / tanpa hiperkapnia

PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2<88% disertai hipertensi pulmonal, edema

perifer karena gagal jantung, polisitemia


4. Nutrisi
-

Pembedahan : pada PPOK berat (bila dapat memperbaiki fungsi paru atau
gerakan mekanik paru).5
B. Terapi PPOK Eksaserbasi Akut
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti
pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat
diberikan selama 10-14 hari. Bila infeksi dapat diberikan antibiotik
spektrum luas (termasuk S.pneumonia, H.influenze, M.catarrhalis)
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit :
-

terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

bronkodilator: inhalasi agonis B2 (dosis dan frekuensi ditingkatkan) +

antikolinergik
-

pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5mg/kgbb/jam)

steroid : prednisolon 30-40mg PO selama 10-14 hari

steroid intra vena : pada keadaan berat5

VII.

PROGNOSIS
Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat.

Pada pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak

nafas yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila
pasien itu datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien
akan sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50
tahun dengan sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat
atau meninggal.8

Anda mungkin juga menyukai