Case PEB A
Case PEB A
Disusun Oleh:
Bayu Fajar Pratama
Dwi Devina Putri
Elvicha Nurman Savitri
Fakhrur Rozi
Khairiati
Levina Mutia
Lisa Giovany
M. Ogi Yuhamzi
Nadya Yulisa
Novita Sari
Ummil Humairo
Yenni Lisnawati
Pembimbing:
dr. Zulmaeta, Sp.OG (K)
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu isu kesehatan yang
memerlukan perhatian khusus. Kesehatan serta angka kematian ibu dan janin
menjadi salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Peningkatan kesehatan ibu dan penurunan angka kematian anak dimuat dalam
Millenium Development Goals (MDGs) yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-
preeklampsia-eklampsia.5
Tingginya
angka
kematian
ibu
akibat
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Suku
Alamat
No MR
: Ny. SG
: 28 tahun
: SMP
: IRT
: Protestan
: Nias
: Jl. Tanah Putih no. 24 Pekanbaru
: 908697
ANAMNESIS
Pasien datang sendiri ke VK IGD pada tanggal 01 Desember 2015 pukul 05.00
WIB.
Keluhan Utama
Mules-mules ingin melahirkan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh mules-mules sejak 12 jam SMRS, semakin sering dan kuat sejak
4 jam SMRS. Keluhan keluar air-air tidak ada. Keluhan keluar lendir darah (+).
Sebelumnya pasien sudah datang ke poli kandungan RSUD AA, dikatakan
kehamilan dengan tekanan darah tinggi dan disarankan untuk dirawat, namun
sehubungan dengan jaminan kesehatan yang belum selesai diurus, pasien menolak
untuk dirawat. Keluhan sakit kepala, mual muntah, pandangan kabur, dan nyeri
ulu hati tidak ada.
Pasien mengaku hamil cukup bulan, HPHT 2 Maret 2015, taksiran persalinan 9
Desember 2015, hamil 38-39 minggu. Pasien kontrol kehamilan di bidan
sebanyak 5 kali, USG tidak pernah. Gerakan janin dirasakan aktif sejak usia
kehamilan 5 bulan hingga sekarang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat hipertensi, DM, asma, penyakit jantung, dan alergi
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat hipertensi, DM, asma, penyakit jantung, dan alergi
Riwayat Haid
Menarche saat usia 13 tahun, teratur, siklus 28 hari, lama haid 3 hari, ganti
pembalut 3-4 kali sehari, nyeri haid (-)
Riwayat Perkawinan
Menikah satu kali pada usia 28 tahun
Riwayat Obstetri
: G1P0A0H0
Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada
Riwayat Sosial Ekonomi
Istri
: IRT
Suami : Wiraswasta
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Komposmentis
Tanda-tanda vital
: TD
: 180/100 mmHg
Nadi
: 84 kali/menit
Napas
: 18 kali/menit
Suhu
: 36,5 0C
TB 150 cm. BBSH: 61 kg BBSH: 74 kg IMT (27,1=overweight)
Kenaikan berat badan selama hamil 13 kg
(anjuran=7-11,5 kg. IMT: 32,89)
Status Generalis
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher
: JVP normal, pembesaran KGB tidak ada
Thoraks
: Paru
: suara napas vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
: BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
: Membuncit sesuai dengan usia kehamilan, BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema +/+, CRT < 2 detik, refleks patella (+/+)
Status Obstetrikus
Leopold I
: TFU 3 jari dibawah processus xyphoideus (31 cm)
Leopold II
: Bagian terbesar janin sebelah kanan ibu (puka)
Leopold III : Presentasi kepala
Leopold IV : Sudah masuk PAP 4/5
TBJ : 2945 gram, DJJ : 148 dpm, His : 3x dalam 10 menit, teratur, dengan durasi
30 detik
I
: v/u tenang
VT
: portio tipis, aksial, pembukaan 4 cm, ketuban (+), kepala Hodge I-II,
lain-lain sulit dinilai
Pelvimetri klinis
Promontorium dan linea innominata sulit dinilai
Os sacrum cekung
Spina ischiadika tumpul, distansia interspinorum 12 cm
Os koksigeus dapat digerakkan
Arkus pubis > 90o
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DPL 11,1/ 34,3/ 14.900/ 209.000// 82,6/ 29,1/ 36,7
Protein Urin (dipstick/bakar) : ++ (positif 2)
DIAGNOSIS
G1 hamil 38-39 minggu, inpartu, kala I fase aktif dengan PEB, janin tunggal
hidup intrauterin presentasi kepala
TATALAKSANAAN
1. Hemodinamik Ibu dan Janin stabil
Observasi KU, TTV, DJJ, His tiap 30 menit
Observasi tanda perburukan PEB dan tanda fetal distress
2. Manajemen PEB
Antikonvulsan
Jam
07.00
07.15
08.00
09.00
11.00
11.50
dalam 2 jam
Drip oksitosin 40 tpm dipertahankan
S: Mules-mules ingin meneran
O: KU: baik, Kesadaran: CM
TD: 150/100 mmHg
Nadi: 94x/menit, RR: 21x/menit
T: 36,5 derajat celcius
Status Generalis : dalam batas normal
Status Obstetrikus: DJJ 142 dpm, His 4
kali dalam 10 menit, durasi 45 detik
I : vulva membuka, perineum menonjol
VT : pembukaan lengkap, ketuban (-) sisa
jernih, kepala hodge III-IV, UUK anterior
A: G1 hamil 38-39 minggu inpartu kala II
dengan PEB, janin tunggal hidup
intrauterin presentasi kepala
P : hemodinamik ibu dan janin stabil
dengan UUK
Setelah diyakini tidak ada jaringan
yang terjepit, dibuat tekanan negatif
0,7 kg/cm2 dan dipertahankan
selama 2 menit. Dilakukan
episiotomi primer.
Kembali diyakini tidak ada jaringan
yang terjepit, dilakukan traksi
definitif bersamaan dengan his.
Perineum meregang. Tampak
kepala bayi lahir, tekanan
dengan kassa
Dengan pegangan biparietal,
tarikan ke belakang dan ke depan
dilahirkan bahu depan dan
belakang, kemudian seluruh lengan.
Dengan pegangan samping badan,
lahirkan trochanter depan dan
belakang, kemudian seluruh
tungkai.
12.00
Pastikan
tidak
ada
janin
kedua.
lembut
hingga
terlahir
seluruhnya.
12.10
perineum
grade
II,
dilakukan
perineorafi
Diagnosis : P1A0H1 post ekstraksi vakum
a/i bantu kala II pada PEB, post perineorafi
Penatalaksanaan:
IVFD RL + drip oxytocin 5 IU.
Observasi kala IV
Jam
Ke
1
Waktu
Tekanan
Nadi
RR
Suhu
TFU
Kontraksi
12.25
12.40
12.55
13.10
13.40
14.10
Darah
150/100
150/100
150/100
150/90
150/90
140/90
86
88
82
86
84
88
20
18
18
20
20
18
36,4
Setinggi pusat
Setinggi pusat
2 jari dibawah pusat
2 jari dibawah pusat
2 jari dibawah pusat
2 jari dibawah pusat
Uterus
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
36.6
Diuresis
200 cc
200 cc
200 cc
200 cc
200 cc
200 cc
Perdarahan
Minimal
Minimal
Minimal
Minimal
Minimal
Minimal
- Hemodinamik
post
stabil
ASI
ekstraksi
(observasi
(+), TD:140/90
nadi: vacum
70x/menit,
terpasang
kateter,
warna
kuning
tanda-tanda
RR: PEB
a/i
vital,
suhu:
37,5 0C
KU,
kontraksi dan
perdarahan)
- Infus RL +
Mata : konjungtiva
MgSO4
tidak
(maintenance
anemis,
:
jernih, BAB Leher
terdapat
(+)
tidak
pembesaran KGB
dan
tiroid,
JVP
2gr/jam)
- Cegah infeksi
dengan
Ceftriaxon
1g/12jam
- Cegah
normal
Paru
hipertensi
:
gerakan
dinding
dada
40%
tidak
ada
bagian
yang
tertinggal,
vocal
dengan
Nifedipin
-
fremitus
kanan
sama
dan
kiri,
paru,
vesikuler
(+/+),
ronki
(-/-)
dan
wheezing (-/-)
Jantung
Iktus
kordis
tidak
terlihat,
iktus
kordis
tidak
teraba,
batas
jantung
dalam
batas
normal,
bunyi jantung 1
dan
reguler,
dibawah
pusat, timpani
Ekstremitas : akral
hangat,
CRT<2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Preeklampsia
Preeklampsia
merupakan
sindrom
spesifik
kehamilan
berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria.6
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling
banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan
saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari
preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat.6
2.
Insiden
Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo,
dipengaruhi oleh paritas. Surjadi dkk, mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel
pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi
pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak
terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan
karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosis dengan superimposed
PIH .7,8,9
3.
Klasifikasi
Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :6
1. Hipertensi karena kehamilan dan sembuh setelah persalinan.
a.
Hipertensi tanpa proteinuria atau edema patologis.
b.
Preeklampsia dengan proteinuria dan atau edema patologik.
-
Preeklampsia berat.
Preeklampsia ringan.
Patofisiologi Preeklampsia
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories. Beberapa
teori yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah:
a.
Teori Kelainan Vaskuler Plasenta12
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta menadapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium berupa artei arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang
arteri basalis member cabang arteri spinalis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
kedalam lapisan otot arteri spinalis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spinalis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spinalis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spinalis ini member dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relative mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri
spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan
iskemik plasenta. Dampak iskemik plasenta akan menimbulkan perubahanperubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi
lumen arteri spiralis dapat menimbulkan 10 kali aliran darahb ke utero plasenta.
b.
jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,
yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel.
Kerusakan membrane sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi
endotel (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang
mengakibatkan disfunsgsi sel endotel maka akan terjadi:
-
kadar
prostasikloin/tromboksan
lebih
tinggi
kadar
endotheliosis).
Peningkatan pemeabilitas kapiler.
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
c.
kapiler
glomerulus(glomerular
tidak
menguntungkan
sempurna,
terhadap
sehingga
timbul
Histikompatibilitas
respons
Plasenta.
imun
Pada
yang
tidak
kehamilan
sintesis
inhibitor
bahan
yang
menghambat
produksi
prostaglandin).
Teori Genetik12
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang
mengalami preeklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsia
pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklamsia.
f.
berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.
Beberapa
intravena,
dan
aktivasi
endotel
disertai
ekstravasasi
ke
dalam
Diagnosis Preeklampsia
terlalu lama dan karena terhambatnya ekskresi melalui ginjal akibat adanya
insufisiensi atau kerusakan ginjal.15,16
Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi spasme pada seluruh pembuluh
darah sehingga aliran darah ke ginjal berkurang yang menyebabkan GFR dan
produksi urine berkurang. Oleh karena itu mudah terjadi peninggian kadar
magnesium dalam darah.16
Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa, amonium
klorida, furosemide, asam etakrinat dan merkuri organik. Kekurangan magnesium
dapat disebabkan oleh karena penurunan absorbsi misalnya pada sindroma
malabsorbsi, by pass usus halus, malnutrisi, alkholisme, diabetik ketoasidosis,
pengobatan
diuretika,
diare,
hiperaldosteronisme,
hiperkalsiuri,
hiperparatiroidisme.16
Cruikshank et al menunjukan bahwa 50% magnesium akan diekskresikan
melalui ginjal pada 4 jam pertama setelah pemberian bolus intravena, 75% setelah
20 jam dan 90% setelah 24 jam pemberian. Pitchard mendemontrasikan bahwa
99% magnesium akan diekskresikan melalui ginjal setelah 24 jam pemberian
intavena.16
B. Mekanisme Kerja
1. Sistem Enzym
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian
reaksi adenosin fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian
metabolisme fosfat. Juga berperan penting dalam metabolisme intraseluler,
misalnya proses pengikatan messanger-RNA dalam ribosom.15
2. Sistem susunan saraf dan cerebro vaskuler.
Mekanisme dan aksi magnesium sulfat mesih belum diketahui dan
menjadi pokok pembahasan. Beberapa penulis berpendapat bahwa aksi
magnesium sulfat di perifer pada neuromuskular junction dengan minimal atau
tidak ada sama sekali pengaruh pada sentral. Tapi sebagian besar penulis
berpendapat bahwa aksi utamanya adalah sentral dengan efek minimal blok
neuromuskuler.16
Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan
mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap SSP mirip
dengan ion kalium. Hipomagnesemia mengakibatkan peningkatan iritabilitas SSP,
disorientasi, kebingungan, kegelisahan, kejang dan perilaku psikotik. Suntikan
magnesium sulfat secara intravena cepat dan dosis tinggi dapat menyebabkan
terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal ini mungkin disebabkan
karena adanya hambatan pada neuromuskular perifer.15
Penghentian dan pencegahan kejang pada eklampsia tanpa menimbulkan
depresi umum susunan saraf pusat pada ibu maupun janin.26
Thurnau dkk. (1987) memperlihatkan bahwa konsentrasi magnesium
dalam cairan serebrospinal setelah terapi magnesium pada preeklampsia
mengalami sedikit peningkatan tetapi sangat bermakna. Borges dan Gucer (1978)
mengajukan bukti yang meyakinkan bahwa ion magnesium menimbulkan efek
pada susunan saraf pusat yang jauh lebih spesifik dari pada depresi umum. Borges
dkk. mengukur kerja magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral terhadap
aktifitas saraf epileptik pada primata dibawah tingkat manusia yang tidak diberi
obat dan dalam keadaan sadar. Magnesium akan menekan timbulnya letupan
neuron dan lonjakan pada EEG interiktal dari kelompok neuron yang dibuat
epileptik dengan pemberian penisilin G secara topikal. Derajat penekanan akan
bertambah seiring dengan meningkatnya kadar magnesium plasma dan akan
berkurang dengan menurunnya kadar magnesium.18
3. Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka.
Kelebihan magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh saraf simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin.
Akibat kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasi dengan
pemberian kalsium, asetilkolin dan fisostigmin.6
Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek tendon
dalam mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter. Oleh
karena itu selama pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol refleks patella.15,16
4. Sistem saraf otonom
Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat
digunakan untuk mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara mencegah
pelepasan katekolamin sehingga dapat menurunkan kepekaan reseptor adrenergik
alfa.
5. Sistem Kardiovaskular
Pengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium. Kadar
magnesium dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter menyebabkan
Dosis awal
4 gr magnesium sulfat 20% dalam larutan 20 ml intravena selama 4 menit, disusul
8 gram larutan 40% dalam larutan 10 ml diberikan pada bokong kiri dan bokong
kanan masing-masing 4 gr
Dosis pemeliharaan
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram intramuskuler
Dosis tambahan
Bila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO4 2 gram intravena 2 menit.
Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan
amobarbital 3-5 mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan.
8. Prognosis
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia.
Kriteria Eden antara lain:18
a. Koma yang lama (prolonged coma)
b. Nadi diatas 120
c. Suhu 39,4C atau lebih
d. Tekanan darah di atas 200 mmHg
e. Konvulsi lebih dari 10 kali
f. Proteinuria 10 g atau lebih
g. Tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan;
bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih buruk.13
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.1
G1 hamil 38 39 minggu inpartu kala I fase aktif dengan PEB janin tunggal
hidup presentasi kepala. Diagnosis tersebut ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan obstetri serta pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis kasus di atas, didapatkan bahwa pasien datang dengan
keluhan perut terasa mulas, tidak ada keluar air-air dari jalan lahir, keluar lendir
bercampur darah dan gerakan janin aktif. Pasien merasa hamil cukup bulan.
HPHT 02-03-2015. Kontrol kehamilan rutin di bidan. Pasien pernah ke poli
RSUD AA dengan keluhan mulas-mulas dan didapatkan tekanan darah tinggi.
Pasien disarankan untuk dirawat, tetapi pasien menolak. Kondisi janin dalam
keadaan baik. Dalam anamnesis obsterik juga perlu ditanyakan apakah riwayat
kehamilan muda dan riwayat kehamilan tua yang tidak ditanyakan pada pasien ini.
Selain itu, perlu ditanyakan upaya pencegahan preeklamsia seperti konsumsi
suplemen yang mengandung minyak ikan, yang kaya dengan asam lemak tak
jenuh, misalnya Omega-3 PUFA, antioksidan seperti multivitamin, dan elemen
logam berat seperti zinc, magnesium,kalsium.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien tidak pernah memiliki riwayat
tekanan darah tinggi sebelum kehamilan. Untuk mendukung diagnosis PEB perlu
ditanyakan gejala-gejala seperti muntah-muntah, nyeri epigastrium, nyeri kepala
dan pandangan kabur sekaligus untuk menyingkirkan diagnosis impending
eclampsia. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/110 mmHg.
Nilai tekanan darah dan keluhan subjektif yang dirasakan pasien sudah memenuhi
syarat untuk mendiagnosis PEB. Pada pasien ini tidak diperiksakan BB dan TB
yang dapat digunakan untuk penilaian Indeks Massa Tubuh, untuk mengetahui
faktor resiko PEB seperti obesitas.
Pasien dengan preeklamsia berat seharusnya mendapatkan rawatan di rumah
sakit. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion.
Diperlukan juga konsultasi dengan bagian mata, penyakit dalam, dan lain-lain.
Pada pasien ini belum pernah dilakukan pemeriksaan USG sebelumnya sehingga
tidak dapat menggambarkan kondisi janin selama kehamilan yang berhubungan
dengan PEB.12
4.2
a.
Informed consent
Informed consent merupakan suatu persetujuan kepada pasien atau keluarga
pasien terhadap tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter setelah
mendapatkan informasi dari segala risiko yang mungkin terjadi. Persetujuan
tindakan medis atau izin tertulis dari pasien atau keluarga pada tindakan operatif,
lebih dikenal sebagai Surat Izin Operasi (SIO), surat perjanjian dan lainlain.
Pada kasus ini sudah dilakukan informed consent kepada suami pasien
dengan memberikan penjelasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyakit pasien, tindakan apa yang akan dilakukan mencakup tujuan, risiko,
manfaat dari tindakan yang akan dilaksanakan dan sudah menandatangani surat
izin dilakukannya tindakan tersebut.
b.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Diagnosis kerja pada pasien ini sudah tepat, yaitu G1 hamil 38-39 minggu,
inpartu kala I fase aktif dengan PEB, janin tunggal hidup intra uterin
presentasi kepala.
2. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat, dimulai dengan dilakukannya
informed consent pada pasien dan keluarga pasien terhadap tindakan medis
yang akan dilakukan oleh dokter, penanganan persalinan dan post partum
yang cepat dan tepat.
3. ANC pada pasien ini kurang berkualitas. Pasien melakukan ANC sebanyak
5 kali di bidan secara berkala dan teratur. Namun pemeriksaan USG tidak
dilakukan.
Saran
1. Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, salah
satunya pemeriksaan kimia darah, untuk menyingkirkan kecurigaan
adanya kerusakan pada target organ.
2. Perlunya edukasi saat ANC pada pasien secara menyeluruh mengenai
permasalahan dalam kehamilan yang paling sering terjadi, agar