Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS
A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetes
merupakan suatu kelompok panyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Diabetes Mellitus adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa (Rab, 2008).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat
(Smeltzer, S.C., 2010).
B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Associations
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu (Corwin, 2009) :
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I.
Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin

dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk


mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan
insulin

dibutuhkan,

jika

preparat

oral

tidak

dapat

mengontrol

hiperglikemia). Terjadi paling sering pada orang yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada orang yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik),
obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.

C. ANATOMI FISIOLOGI

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm,


lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata
60 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung.

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh


baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas
terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari
lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini
merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak
pada alat ini. Dari segi perkembangan

embriologis, kelenjar pankreas

terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total
pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing
pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan
yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 225 m. Jumlah
semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 40 % ; memproduksi
glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai
anti insulin like activity .
(2). Sel sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 80 % , membuat insulin.
(3). Sel sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 15 %, membuat somatostatin.
Masing masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak
berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada
penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang
normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin
manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama,
yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh

dua jembatan

( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino
dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 7

dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus
berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam
butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi
insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas.
Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi
insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi
insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbedabeda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan
transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot,
fibroblas dan sel lemak.
D. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu.

HLA

merupakan

kumpulan

gen

yang

bertanggungjawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.


b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pankreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destruksi sel pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

a. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor


genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin

mula-mula

mengikat

dirinya

kepada

reseptor-reseptor

permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang


meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin,
tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
c. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
E. PATOFISIOLOGI
1. Diabetes tipe I.

Pada

diabetes

tipe

satu

terdapat

ketidakmampuan

untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh


proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki

dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala


hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
2. Diabetes tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah

akut

lainnya

yang

dinamakan

sindrom

hiperglikemik

hiperosmoler nonketoik (HHNK).


Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama

sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar


glukosanya sangat tinggi).

F. PATHWAYS

G. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200
2.
3.
4.
5.

mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.


Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau

peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.


6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.
I. PENATALAKSANAAN
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
c. Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:

1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau


ditambah
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh
status

gizi

penderita,

penentuan

gizi

dilaksanakan

dengan

menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat badan


normal) dengan rumus :

a.
b.
c.
d.

Kurus (under weight) BBR < 90 %


Normal (ideal)
BBR 90% - 110%
Gemuk (overweight) BBR > 110%
Obesitas apabila
BBR > 120%
1) Obesitas ringan
BBR 120 % - 130%
2) Obesitas sedang
BBR 130% - 140%
3) Obesitas berat
BBR 140% - 200%
4) Morbid
BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk


penderita DM yang bekerja biasa adalah :
a. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
b. Normal (ideal)
BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas apabila
BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin
b.
c.
d.
e.

dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.


Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
Meningkatkan kadar kolesterol high density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan

dirangsang pembentukan glikogen baru.


f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya:
leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) / Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfani lurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan
ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal
dan masih bias dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit
lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat pre reseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin:
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
3) DM kehamilan
4) DM dengan gangguan faal hati yang berat
5) DM dangan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan under weight
11) DM dan penyakit graves

Beberapa cara pemberian insulin


1) Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 4 jam, sesudah
suntikan subkutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa factor antara lain :
a) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari
donor hidup saudara kembar identik
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Menurut Bare, Smelter 2005 pengakajian meliputi :
1. Pengumpulan data
Data biasa di peroleh dari klien, keluarga, orang terdekat maupun dari
catatan medik.
2. Biodata
a. Identitas klien, meliputi : umur, suku bangsa , jenis kelamin dan
pekerjaan.
b. Identitas penanggung jawab , meliputi : nama, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, hubungan dengan pasien.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama akan di temukan tanda-tanda poliuria, polidipsia,
polipagia, penurunan BB, kelelahan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu kegemukan yang berlangsung lama,
riwayat pankreastitis kronis, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg,
riwayat glukosuria.
c. Riwayat kesehatan keluarga adanya riwayat keluarga tentang penyakit
diabetes mellitus.
d. Status sosial ekonomi
Mendiskusikan bersama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh
makanan yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila
klien dan keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan
klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial
ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya
untuk mengurangi kesalahan penafsiran.
e. Pengkajian psikososial dan gaya hidup
kaji toleransi klien terhadap stres dan pola koping, stressor di rumah
atau tempat kerja, kesempatan istirahat dan rekreasi, hubungan dengan

keluarga, support system, kerja sama keluarga dalam perawatan,


kebiasan seperti merokok, latihan, diet, dan pola tidur. Perawat juga
mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman dan handai
taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit.
Sejumlah gangguan endokrin yang serius mempengaruhi persepsi
klien terhadap dirinya sendiri oleh karena perubahan-perubahan yang
menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual, reproduksi, dan lain-lain
yang mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan keluarga
dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obatobatan yang biasanya dapat berlangsung lama perlu dikaji.
4. Pola fungsi kesuhatan
a. Pola pemenuhan nutrisi:
Mengkaji tinggi badan dan berat badan.
Apakah ideal antara berat badan dan tinggi badannya, berapa yang
diinginkan berat badannya.
Adakah perubahan pola makan, baik jumlah maupun jenisnya.
Adakah perubahan nafsu makan?
Bagimana keadaan rambut? distribusi?
Keadaan warna kulit, khususnya pada wajah, leher, tangan.
Adakah tanda-tanda malnutrisi?
b. Pola eliminasi:
Frekuensi BAK, BAB.
Apakah ada perubahan BAK, BAB, lebih dari normal? BAK sering pada
malam hari.
Adakah kesulitan dalam BAB dan BAK?
Penggunaan laksativ untuk membantu BAB.
c. Pola aktivitas dan latihan:
Aktivitas yang bisa dilakukan sehari-hari.
Adakah program khusus latihan.
Apakah olahraga secara rutin, bagimana polanya.
Adakah kesulitan atau gangguan aktivitas.
Apakah mudah lelah dan letih saat beraktivitas.
d. Pola istirahat dan tidur:
Berapa jam waktu tidur.
Adakah gangguan tidur?
Adakah tanda-tanda kurang tidur?
Bagaimana pola tidurnya?
Adakah pemberian obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur?
e. Pola kognitif persepsi sensori:
Adakah gangguan memori?
Adakah gangguan orientasi?

Adakah gangguan intelektua?l


f. Pola konsep diri:
Gambaran diri: sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak
sadar. Identitas diri: ciri-ciri atau keadaan seseorang yang berbeda dengan
orang lain. Peran diri: sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang
diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Ideal diri:
persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan
bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu. Harga diri: pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya.
g. Pola peran-hubungan:
Mengkaji bagaimana hubungan sosial klien dengan keluarga ataupun
lingkungan sekitarnya.
h. Pola seksualitas:
Apakah sudah menikah, mempunyai anak?
Pola hubungan seksual, kepuasan dalam hubungan seksual.
Adakah perubahan hasrat seksual?
Adakah perubahan menstruasi?
Bagaimana kemampuan ereksi?
i. Pola mekanisme koping:
Apakah mempunyai stressor?
Bagaimana mengatasi stressor?
Bagimana support system yang dilakukan?
j. Pola nilai dan kepercayaan:
Menanyakan nilai dan kepercayaan yang dianut oleh klien, dan kebiasaan
klien dalam hal mendekatkan diri kepada sang pencipta.
5. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum : BB, TTV. Menurut NANDA
2008 kemungkinan data yang di peroleh dari penyakit diabetes melitus :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bernapas. Kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istirahat / tidur.
Tanda : Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi.
b. Sirkulasi
Gejala : Ada riwayat hipertensi, Kesemutan pada ekstrimitas, ulkus
pada kaki.
Tanda : Takikardi, hipertensi, nadi menurun atau tak ada, disritmia,
kulit panas, kering dan kemerahan, mata cekung.
c. Integritas Ego
Gejala : Stress.

Tanda : Ansietas, peka rangsang.


d. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nocturia, rasa nyeri, kesulitan berkemih, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuria, diare.
e. Makanan dan Cairan
Gejala : Mual / muntah, hilang nafsu makan, penurunan bb, haus
Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor kulit jelek, muntah, distensi
abdomen, napas berbau aseton.
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, parastesia.
Tanda : Disorientasi, letargi, mengantuk, aktivas kejang.
g. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri.
Tanda : Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas
h. Pernapasan
Gejala : Batuk.
Tanda : Frekuensi pernapasan, batuk
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, menurunkan kekuatan umum.
j. Seksualitas
Gejala : Infeksi, masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penurunan perfusi
jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelebihan intake nutrisi (tipe 2)
4. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan
5. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hipoksemia jaringan.
6. PK: Hipoglikemi / PK: Hiperglikemi

L. INTERVENSI
No
1

DIAGNOSA

TUJUAN (NOC)

INTERVENSI (NIC)

Nyeri

akut Paint level (2102)


Pain management :
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan selama ...x... jam
dengan agen
komprehensif termasuk lokasi,
diharapkan
nyeri
teratasi
injuri biologis
karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil :
(penurunan
kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari

Pasien
mampu
mengontrol
perfusi
jaringan

nyeri

perifer)

nyeri,

(tahu

mampu

menggunakan

tehnik

nonfarmakologi

untuk

mengurangi nyeri)
Mampu mengenali nyeri
(slaka,

penyebab

mempengaruhi nyeri seperti suhu


ruangan,

dengan

Ketidakseimba

setelah nyeri berkurang


Tanda-tanda vital dalam

rentang normal.
Nutritional Status : Food and

ngan

nutrisi Fluid Intake


Setelah dilakukan tindakan
kurang
dari
keperawatan selama ...x... jam
kebutuhan
diharapkan ketidakseimbangan
tubuh
b.d.
nutrisi kurang dari kebutuhan
ketidakmampu
tubuh teratasi dengan kriteria
an
hasil :
menggunakan
glukose (tipe Intake makanan peroral
1)

yang adekuat
Intake NGT adekuat
Intake cairan peroral

dan

(nafas dalam, relaksasi, distraksi,


kompres hangat / dingin) untuk
mengurangi nyeri
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian

menggunakan
management nyeri
Menyatakan rasa nyaman

pencahayaan

kebisingan
4. Ajarkan tehknik nonfarmakologi

intensitas,

frekuensi dan tanda nyeri)


Melaporkan bahwa nyeri
berkurang

ketidaknyamanan
3. Kontrol lingkungan yang dapat

analgetik

untuk

mengurangi nyeri

Nutrition Management
1.

Monitor intake makanan dan


minuman yang dikonsumsi klien

2.

setiap hari
Tentukan berapa jumlah kalori
dan tipe zat gizi yang dibutuhkan
dengan berkolaborasi dengan ahli

3.

gizi
Dorong

peningkatan

intake

kalori, zat besi, protein dan


4.

vitamin C
Beri makanan lewat oral, bila

Ketidakseimba
ngan

adekuat
Intake

adekuat
Intake TPN adekuat

cairan

yang

Nutritional Status : Nutrient

nutrisi Intake
Setelah dilakukan tindakan
lebih
dari
keperawatan selama ...x... jam
kebutuhan
diharapkan ketidakseimbangan
tubuh
b.d.
nutrisi lebih dari kebutuhan
kelebihan
tubuh teratasi dengan kriteria
intake nutrisi
hasil :
(tipe 2)
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Vitamin
Mineral
Zat besi
Kalsium

5.

memungkinkan
Kaji kebutuhan

6.

pemasangan NGT
Lepas NGT bila klien sudah bisa

klien

akan

makan lewat oral


Weight Management
1.

Diskusikan dengan pasien tentang


kebiasaan dan budaya serta faktor
hereditas

yang

mempengaruhi

2.

berat badan.
Diskusikan resiko kelebihan berat

3.
4.

badan.
Kaji berat badan ideal klien.
Kaji persentase normal lemak

5.

tubuh klien.
Beri motivasi kepada klien untuk

6.
7.

menurunkan berat badan.


Timbang berat badan setiap hari.
Buat rencana untuk menurunkan

8.

berat badan klien.


Buat rencana olahraga untuk

9.

klien.
Ajari klien untuk diet sesuai

dengan kebutuhan nutrisinya.


Defisit Volume Fluid balance
Fluid management
Hydration
Cairan
b.d
1. Timbang popok/pembalut jika
Nutritional Status : Food and
Kehilangan
diperlukan
Fluid Intake
2. Pertahankan catatan intake dan
volume cairan Setelah dilakukan tindakan
output yang akurat
secara
aktif, keperawatan selama ...x... jam
3. Monitor status hidrasi (kelembaban
Kegagalan
diharapkan defisit volume
membran mukosa, nadi adekuat,
mekanisme
cairan teratasi dengan kriteria
tekanan darah ortostatik), jika
pengaturan
hasil:
diperlukan
Mempertahankan urine 4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan makanan / cairan
output sesuai dengan usia
dan hitung intake kalori harian
dan BB, BJ urine normal, 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
7. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu
berlebih muncul meburuk
8.
Atur kemungkinan tranfusi
tubuh dalam batas normal

Tidak ada tanda tanda


dehidrasi,
turgor

elastisitas
kulit

membran

baik,
mukosa

lembab, tidak ada rasa


haus yang berlebihan

Perfusi

Circulation status
Peripheral Sensation Management
Tissue Prefusion : cerebral
jaringan tidak
(Manajemen sensasi perifer)
Setelah dilakukan tindakan
efektif
b.d
1. Monitor adanya daerah tertentu
keperawatan selama ...x... jam
hipoksemia
yang
hanya
peka
terhadap
diharapkan
ketidakefektifan
jaringan.
panas/dingin/tajam/tumpul
perfusi
jaringan
teratasi
2. Monitor adanya paretese
dengan kriteria hasil :
3. Instruksikan
keluarga
untuk

Mendemonstrasikan status

sirkulasi
Tekanan

mengobservasi kulit jika ada lesi

atau laserasi
4.
Gunakan sarung tangan untuk
systole
proteksi
dandiastole dalam rentang
5. Batasi gerakan pada kepala, leher
yang diharapkan
dan punggung
Tidak
ada
ortostatik
6. Monitor kemampuan BAB
hipertensi
7. Kolaborasi pemberian analgetik
Tidak ada tanda tanda 8. onitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan menganai penyebab
peningkatan
tekanan
perubahan sensasi
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai
dengan:berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai
dengan
menunjukkan

kemampuan,
perhatian,

konsentrasi dan orientasi,

memproses

informasi,

membuat

keputusan

dengan benar

PK:

Setelah

dilakukan

tindakan Managemen Hipoglikemia:

Hipoglikemia
PK:

keperawatan selama ...x... jam 1.

Monitor tingkat gula darah sesuai

diharapkan

Hiperglikemi

2.

indikasi
Monitor

dapat

meminimalkan episode hipo/

tanda

dan

gejala

hipoglikemi ; kadar gula darah <

hiperglikemia.

70 mg/dl, kulit dingin, lembab


pucat, tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar , bingung,
3.

ngantuk.
Jika klien dapat menelan berikan
jus jeruk / sejenis jahe setiap 15
menit sampai kadar gula darah >

4.

69 mg/dl
Berikan glukosa 50 % dalam IV

5.

sesuai protokol
K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala,
anoreksia,

pernafasan
mual

dan

kusmaul,
muntah,

tachikardi, TD rendah, polyuria,


polidypsia,poliphagia,

keletihan,

pandangan

atau

kadar

Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor:TD dan nadi

sesuai

4.
5.
6.
7.

kabur

indikasi
Berikan insulin sesuai order
Pertahankan akses IV
Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia

menetap atau memburuk


8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10. Pantau jantung

dan

sirkulasi

( frekuensi & irama, warna kulit,


waktu

pengisian

kapiler,

perifer dan kalium


11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan
kebutuhan

nadi

sesuai

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Ircham Machfoedz, 2013. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau
di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2011. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nurarif, A, H; Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi. Penerbit Mediaction
Jogja : Yogyakarta
Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed 9. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
NANDA DIAGNOSA 2012.Nursing Diagnosis : Definition and Classification
2012-2014. NANDA International. Philadelphia.
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Yogyakarta: MediAction.
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni

Anda mungkin juga menyukai