PRESENTASI KASUS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Kedokteran THT di RSUD Dr. Raden Soedjono Selong
Disusun Oleh :
Nama :
Nim :
Dokter pembimbing :
dr. .............Sp.THT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN THT RSUD DR. RADEN SOEDJONO SELONG
2016
KATA PENGANTAR
Puji sukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul Penatalaksanaan Obstruksi Jalan Napas
Atas. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan kelulusan kepaniteraan
klinik Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan di RSUD dr. Raden
Soedjono Selong
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.
.......Sp.THT sebagai pembimbing dalam pembuatan referat ini. Tidak lupa terima
kasih juga penulis sampaikan kepada dokter-dokter pembimbing di RSUP dr. Raden
Soedjono Selong atas bimbingan yang kami dapat selama kepaniteraan klinik ini.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari
dokter pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa untuk memberikan saran dan
masukan yang berguna bagi penulis.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, kami berharap semoga referat ini
membawa manfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Saluran nafas atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Masing- masing
memiliki fungsi yang berperan dalam hal menjaga saluran nafas atas. Hidung dan
cavitas nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernafasan, penyaringan debu dan
pelembapan udara pernafasan. Faring berfungsi dalam hal respiratorik dan
memungkinkan terjadinya vokalisasi serta laring untuk melindungi jalan napas bawah
dari obstruksi benda asing
Obstruksi saluran nafas atas adalah sumbatan pada saluran nafas atas yang
disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor, dan kelumpuhan nervus
rekuren bilateral, sehingga ventilasi pada saluran nafas terganggu (buku hijau).
Obstruksi saluran nafas atas dapat menyebabkan kegawatdaruratan saluran nafas
mulai dari asfiksia hingga kematian. Kegawatdaruratan saluran nafas membutuhkan
tindakan segera diantaranya dengan menggunakan perasat Heimlich, intubasi
endotrakea, laringoskopi, trakeostomi, dan krikotiroidostomi
Obstruksi jalan napas menyebabkan gejala sesak napas. Sesak napas adalah
kesukaran bernapas yang dirasakan oleh pasien sebagai suatu gejala subjektif.
Kelainan sesak napas dapat disebabkan oleh kelainan rongga dada, kelainan
paru, sumbatan saluran napas, kelainan vaskuler paru dan lain-lain. Sesak napas di
bidang THT terutama disebabkan oleh sumbatan saluran napas atas, sumbatan
bronkus secara mekanik disebabkan oleh gangguan ventilasi, dan drainase sekret
bronkus.
Oleh karena bahaya obstruksi pada saluran nafas atas, yang dapat
menyebabkan kematian, dan pentingnya penatalaksanaan awal obstruksi jalan nafas
sebagai tenaga medis kita wajib untuk mengatahui dan memahami.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Obstruksi Saluran Napas Atas
Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas (laring)
yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.1
2. Penyebab dan Gejala Klinis Obstruksi Saluran Napas Atas
Obstruksi saluran napas bagian atas disebabkan oleh trauma, tumor, infeksi
akut, kelainan kongenital hidung atau laring, difteri, paralysis satu atau kedua plika
vokalis, pangkal lidah jatuh ke belakang pada penderita yang tidak sadar karena
penyakit, cedera, atau narkose maupun karena benda asing.
Obstruksi saluran napas bagian atas ditandai dengan sesak napas, stridor
inspiratore, ortopne, pernapasan cuping hidung, dan cekung di daerah jugularissupraklavikula-interkostal. Selanjutnya penderita akan sianotik dan gelisah.
Obstruksi jalan napas atas
Kongenital
atresia koane
stenosis supraglotis,glottis dan infraglotis
kista duktus tireoglosus
kista bronkiegen yang besar
Radang
Traumatik
Tumor
higroma kistik
papiloma laring rekuren
limfoma
tumor ganas tiroid
Lain-lain
Kelainan Kongenital
Atresia koane
Koane dapat menyumbat total atau sebagian, di satu atau dua sisi, akibat
kegagalan absorpsi membran bukofaringeal. Obstruksi mungkin berupa membran
atau tulang. Gejalanya ialah kesulitan bernapas dan keluar sekret hidung terus
menerus. Diagnosis mudah dibuat dengan timbulnya sianosis pada waktu diam yang
menghilang pada waktu menangis, dan melihat sumbatan di belakang rongga hidung.
Pengobatan dengan pembedahan.
Sindrom Piere Robin
Sindrom ini terdiri dari trias gejala yaitu mikrognasia, celah langit-langit, dan
oleh karena mikrognasia, lidah jatuh ke belakang mengakibatkan obstruksi jalan
napas atas. Kadang sindroma ini disertai defek pada mata.
Selaput (web) glotis dan stenosis glotis
Pita suara terbentuk dari membran horizontal primordial yang terbelah pada
garis tengah. Kegagalan pemisahan mengakibatkan berbagai derajat stenosis glotis,
mulai dari selaput pada komisura anterior sampai atresia total glotis. Biasanya
ditandai suara parau sedangkan pada bayi menifestasinya berupa suara serak dan
menangis tidak keras. Derajat sesak dan disfonia tergantung dari luasnya kelainan.
Pengobatan sementara pada bayi atau anak dengan businasi. Diperlukan
tindakan bedah untuk memisahkan pita suara melalui tirotomi.
Obstruksi di subglotis jarang ditemukan, yaitu berupa penyempitan jalan
napas setinggi rawan krikoid.
Radang
Angina Ludwig
Angina Ludwig ialah selulitis di dasar mulut dan leher akut yang invasif,
menyebabkan udem hebat di leher bagian atas yang dapat menyumbat jalan napas.
Kuman penyebab biasanya streptokokus atau stafilokokus. Infeksi biasanya berasal
dari lesi di mulut seperti abses alveolar gigi atau infeksi sekunder pada karsinoma
dasar mulut. Kelainan ini cepat meluas melalui ruang fasia tertutup dan dapat
menyebabkan udem glotis yang dapat mengancam jiwa karena obstruksi jalan napas.
Karena radang dasar mulut ini lidah terdorong ke palatum dan ke dorsal, ke arah
dinding dorsal faring sehingga menutup jalan napas.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibantu dengan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan kuman dari nanah.
Bila dapat dibuat diagnosis dini maka pemberian antibiotik kadang-kadang
memberikan hasil yang memuaskan. Bila pembengkakan leher dan dasar mulut tidak
segera berkurang maka dilakukan dekompresi terhadap ruang fasia yang tertutup di
dasar mulut dan leher, selanjutnya dipasang pipa penyalir.
Trauma
Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udem laring dan
trakea. Keadaan ini baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita terdengar
parau dan ada kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring, dan beberapa derajat
obstruksi pernapasan. Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila
obstruksi napas terlalu hebat maka dilakukan trakeotomi.
Stenosis trakea adalah komplikasi pemasangan pipa endotrakea berbalon
dalam waktu lama. Tekanan balon menyebabkan nekrosis mukosa trakea disertai
penyembuhan dengan jaringan fibrosis yang mengakibatkan stenosis.
Pengobatan stenosis ini berupa peregangan bagian yang stenosis dalam waktu
lama, tetapi seringkali perlu dilakukan reseksi segmental trakea dan anstomosis ujung
ke ujung.
Dislokasi krikoaritenoid
Trauma pada laring dapat menyebabkan dislokasi persendian krikoaritenoid
yang mengakibatkan suara parau disertai obstruksi jalan napas bagian atas. Pada
pemeriksaan roentgen leher tampak dislokasi struktur laring, penyempitan jalan
napas, dan udem jaringan lunak.
Penanganannya berupa trakeotomi, kemudian dislokasi direposisi secara
terbuka dan dipasang bidai dalam. Kelambatan penanganan dislokasi krikoaritenoid
dapat mengakibatkan stenosis laring.
Paralisis korda vokalis bilateral
Kedua pita suara tidak dapat bergerak sedangkan posisinya paramedian dan
cenderung bertaut satu sama lain waktu inspirasi. Penderita mengalami sesak napas
hebat yang mungkin memerlukan intubasi dan atau trakeotomi.
Tumor
Papiloma laring rekuren (papilomatosis laring infantil)
Tumor epithelial papiler yang multipel pada laring ini disebabkan oleh papova
virus yang banyak didapatkan di lembah sungai Missisipi (AS). Penderitanya sering
10
mempunyai veruka kulit yang mengandung virus. Biasanya kelainan sudah mulai
pada usia dua tahun. Jika si ibu mempunyai veruka vagina maka kelainan ini dapat
terjadi pada bayi usia enam bulan.
Gejala khas berupa disfonia dan sesak napas yang bertambah hebat sampai
terjadi sumbatan total jalan napas.
Terapi terdiri dari pembedahan dengan mikrolaringoskopi. Eksisi papiloma
dilakukan tanpa mengikutsertakan jaringan sehat. Kadang digunakan laser CO 2,
pembedahan dingin atau radiasi ultrasonik. Angka kekambuhan tinggi sehingga perlu
dilakukan pembedahan berulang kali.
Papiloma pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis infantile
atau tumbuh pada usia pertengahan dan tetap sebagai satu lesi tunggal terbatas pada
satu korda.
Kedua keadaan ini dapat berubah jadi karsinoma sel skuamosa. Perubahan ke
keganasan terjadi khusus pada penderita yang sebelumnya pernah mendapat
radioterapi. Penanganannya sama seperti pada anak-anak, hanya tidak memerlukan
trakeotomi.
Neoplasma tiroid
Karsinoma tiroid dapat berinvasi ke laring dan mempengaruhi jalan napas.
Adanya invasi ini harus dicurigai bila tumor tiroid tidak dapat digerakkan dari
dasarnya, disertai suara parau dan gangguan napas. Pada pemeriksaan photo roentgen
leher terlihat distorsi laring atau bayangan suatu massa yang menonjol ke lumen
laring dan trakea.
Kadang tumor tiroid berada pada saluran napas atas secara primer. Diduga
tumor primer di laring atau trakea bagian atas berasal dari sisa tiroid yang terletak
dalam submukosa yang melapisi krikoid dan cincin trakea atas yang ditemukan pada
1-2 % populasi. Tumor ini harus dieksisi dengan laringektomi.
Udem angioneurotik
Udem angiopneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab obstruksi
laring yang disebabkan oleh alergi. Gejala berupa suara parau yang progresif setelah
11
kontak dengan menghirup atau menelan alergen tanpa tanda infeksi. Kadang
diperlukan trakeotomi untuk menyelamatkan jiwa.2
3 Diagnosis Obstruksi Saluran Napas Atas
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang.
Gejala dan tanda sumbatan yang tampak adalah :
Nasoendoskopi
X-ray. Dilakukan pada foto torak yang mencakup saluran nafas bagian atas.
Apabila sumbatan berupa benda logam maka akan tampak gambaran
radiolusen. Pada epiglotitis didapatkan gambaran thumb like.
Biopsi
12
terdapat di infraklavikula dan di sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea.
Stadium IV
sangat ketakutan dan sianosis, jika keadaan ini berlangsung terus maka penderita
akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pada
keadaan ini penderita tampaknya tenang dan tertidur, akhirnya penderita
meninggal karena asfiksia.1
2.5 Tindakan pada Obstruksi Saluran Napas Atas7
Pada prinsipnya penanggulangan pada obstruksi atau obstruksi saluran
napas atas diusahakan supaya jalan napas lancar kembali.
Tindakan konservatif
stadium
II
dan
III,
atau
melakukan
13
Membantu ventilasi.
Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau berasal dari
lambung.
Mudah dikerjakan.
Posisi pasien tidur telentang, leher fleksi sedikit dan kepala ekstensi
Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik.
14
Jika menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur
telentang itu pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga kepala
mudah diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan
dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat
horizontal ketas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat.
15
2. Laringotomi (Krikotirotomi)
Laringotomi dilakukan dengan membuat lubang pada membran tirokrikoid
(krikotirotomi).
Krikotiromi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat
napas. Bahayanya besar tetapi mudah dikerjakan, dan harus dikerjakan cepat
walaupun persiapannya darurat.
Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah usia 12 tahun,
demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat
laringitis.
Bila kanul dibiarkan terlalu lama maka akan timbul stenosis subglotik karena
kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar
subglotis, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya diganti dengan
trakeostomi dalam waktu 48 jam.
Teknik krikotirotomi:
-
Pasien
tidur
telentang
dengan
kepala
ekstensi
pada
artikulasi
atlantooksipitalis.
-
Puncak tulang rawan tiroid mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan
kiri.
Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah
sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara
kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian
dibuat sayatan horizontal pada kulit.
Setelah tepi bawah kartilago terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah.
Kemudian masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa
plastik untuk sementara.
16
3. Trakeostomi
1.
2.
3.
4.
17
Irisan horizontal.
Nebulizer.
18
Dalam 25 jam tidak ada keluhan sesak bila lubang trakeostomi ditutup waktu
tidur, makan dan bekerja.
Komplikasi trakeostomi:
- Waktu operasi:
Perdarahan, lesi organ sekitarnya, apnea dan shock.
-
Pasca operasi:
Infeksi, sumbatan, kanul lepas, erosi ujung kanul atau desakan cuff pada
pembuluh darah, fistel trakeokutan, sumbatan subglotis dan trakea, disfagia,
granulasi.
Teknik trakeostomi:
-
Dilakukan insisi.
Insisi vertikal: dimulai dari batas bawah krikoid sampai fossa suprasternum,
insisi ini lebih mudah dan alir sekret lebih mudah
19
Irisan mulai dari kulit, subkutis, platisma sampai fasia colli superfisial
secara tumpul. Bila tampak ismus, maka ismus disisikan ke atas atau ke
bawah. Bila mengalami kesukaran dan tidak memungkinkan, potong saja.
-
Bila sudah tampak trakea maka difiksasi dengan kain tajam. Kemudian
suntikkan anestesi lokal kedalam trakea sehingga tidak timbul batuk pada
waktu memasang kanul.
Stoma dibuat pada cincin trakea 2-3 bagian depan, setelah dipastikan trakea
yaitu dengan menusukkan jarum suntik dan letakkan benang kapas tersebut.
Kemudian kanul dimasukkan dengan bantuan dilator. Kanul difksasi dengan
pita melingkar leher, jahitan kulit sebaiknya jahitan longgar agar udara
ekspirasi tidak masuk ke jaringan dibawah kulit.
Gambar 5. Trakeostomi yang dilakukan pada obstruksi laring
stadium II dan III
20
Prinsip mekanisme perasat heimlich adalah dengan memberi tekanan pada paru.
Diibaratkan paru sebagai sebuah botol plastik berisi udara yang tertutup oleh
sumbatan. Dengan memencet botol plastik itu sumbatan akan terlempar keluar.
Perasat heimlich ini dapat dilakukan pada orang dewasa dan juga pada anak.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptur lambung, ruptur hati dan fraktur
iga.
Tangan kanan dikepalkan dan dengqan bantuan tangan kiri, kedua tangan
diletakkan pada perut bagian atas.
Kemudian dilakukan penekanan pada rongga perut kearah dalam dan kearah
atas dengan hentakan beberapa kali. Diharapkan dengan hentakan 4-5 kali
benda asing akan terlempar keluar. Pada anak, penekanan cukup dengan
memakai jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan.
Pada pasien yang tidak sadar atau terbaring, dapat dilakukan dengan cara
penolong berlutut dengan kedua kaki pada kedua sisi pasien. Kepalan
tangan diletakkan di bawah tangan kiri di daerah epigastrium. Dengan
hentakan tangan kiri ke bawah dan ke atas beberapa kali udara dalam paru
akan mendorong benda asing keluar.
Gambar 6. Perasat heimlich
21
BAB III
PENUTUP
Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas (laring)
yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.
Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh radang akut dan radang
kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri
dengan senjata tajam dan trauma akibat tindakan medik yang dilakukan dengan
gerakan tangan yang kasar, tumor pada laring baik berupa tumor jinak maupun tumor
ganas, serta kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium, yaitu
Stadium I: adanya retraksi di suprasternal dan stridor. Pasien tampak tenang. Stadium
II: retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi
dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah.
Stadium III: retraksi selain di daerah suprastrenal, epigastrium juga terdapat di
infraklavikula dan di sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stadium IV:
retraksi bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis,
jika keadaan ini berlangsung terus maka penderita akan kehabisan tenaga, pusat
pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pada keadaan ini penderita tampaknya
tenang dan tertidur, akhirnya penderita meninggal karena asfiksia.
Penanggulangan pada obstruksi saluran napas atas diusahakan supaya jalan
napas lancar kembali. Tindakan konservatif berupa pemberian antiinflamasi,
antialergi, antibiotika serta pemberian oksigen intermitten, yang dilakukan pada
sumbatan laring stadium I yang disebabkan oleh peradangan. Tindakan operatif atau
resusitasi dengan memasukkan pipa endotrakeal melalui mulut (intubasi orotrakea)
atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma yang dilakukan pada
sumbatan laring stadium II dan III, atau melakukan krikotirotomi yang dilakukan
pada sumbatan laring stadium IV.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N. Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidungtenggorok. Edisi 5. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2005.
2. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Editor. Kepala dan Leher dalam: Buku ajar ilmu
bedah. Edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997.
3. D Gerard,MD. Epiglotitis. Dalam: Daniel J Kelley MD, Francisco Talavera,
harmD, PhD, Gregory C Allen,MD, Christopher L Slack, MD, Arlen D
Meyers,MD,MBA (editor). http://www.emedicine.com.
4. D Gerard,MD. Croup Dalam: Daniel J Kelley MD, Francisco Talavera, PharmD,
PhD, Gregory C Allen,MD, Christopher L Slack, MD, Arlen D Meyers,MD,MBA
(editor). http://www.emedicine.com.
5. Adams GL, Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar THT. Edisi 6. Effendi H.
Santoso RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1993.
6. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13.
Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta. 1994.
7. Hermani B, Abdurrachman. Penanggulangan sumbatan laring. Dalam: S.A.Efiaty,
I.Nurbaiti, B.Jenny, R.D.Ratna (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2003 : 243 - 253.