tentang
PENATALAKSANAAN KASUS GANGGUAN JIWA
YANG SERING DITEMUI DI FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA (FKTP)
DAFTAR ISI
Hal.
MI.1. Deteksi Dini Masalah Kesehatan Jiwa 1
MI.2. Komunikasi dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa ...13
MI.3. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Ansietas. 32
MI.4. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Depresi 43
MI.5. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Psikotik 61
MI.6. Efek Samping Antipsikotik dan Obat Psikiatrik Lainnya.......................... 103
MI.7. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Perkembangan dan Gangguan
Perilaku pada Anak 111
MI.8. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Demensia pada Lansia 129
MI.9. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Psikiatrik. 141
MI.10. Pelaksanaan Sistem Rujukan..175
MI.11. Pencatatan dan Pelaporan 191
MATERI INTI 1
DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN JIWA
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Deteksi adalah langkah awal yang penting yang akan membawa orang yang sakit
mendapatkan pertolongan medis. Semakin cepat suatu penyakit, dalam hal ini
gangguan/penyakit jiwa, terdeteksi akan semakin cepat proses diagnosis didapatnya dan
semakin cepat pula pengobatan dapat dilakukan sehingga diharapkan akan memotong
perjalanan penyakit dan mencegah hendaya dan disabilitas.
Idealnya proses deteksi (dini) dapat dilakukan oleh setiap orang, artinya masyarakat paham
akan tanda-tanda awal gangguan jiwa, atau lebih luas lagi masalah kesehatan jiwa,
sehingga manakala masyarakat mendapati gejala-gejala awal tersebut mereka akan
memeriksakan diri ke dokter. Proses deteksi dapat juga dilakukan oleh para kader
kesehatan (jiwa) dan petugas kesehatan.
Dokter, memegang peranan penting dalam deteksi dini, posisi mereka strategis, karena
dengan mengenali adanya tanda dan gejala gangguan jiwa pada pasien yang datang
kepadanya akan membuat mereka menangkap kemungkinan adanya gangguan jiwa dan
melakukan pemeriksaan psikiatrik untuk menetapkan adakah gangguan jiwa yang dapat
terdiagnosis.
Modul ini membahas tentang prinsip umum layanan kesehatan jiwa, proses deteksi dini dan
tindak lanjutnya.
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu melakukan deteksi dini kasus
gangguan jiwa yang lazim ditemui.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan pentingnya deteksi dini gangguan jiwa dan pendekatan strategis
untuk mendeteksi gangguan jiwa
2. Melakukan pemeriksaan awal untuk mendeteksi adanya gangguan jiwa
3. Melakukan tindakan selanjutnya setelah terdeteksi adanya gangguan jiwa
Pokok bahasan B
Pokok bahasan C
IV.
METODE
VI.
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkahlangkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan proses pembelajaran
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
2
b. Mengikuti permainan
c. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
d. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.
B. Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan Pokok Bahasan A sampai dengan C secara garis besar
dalam waktu yang singkat
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
d. Menyimpulkan materi bersama peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
C.
Dalam melakukan pelayanan kesehatan jiwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Komunikasi dengan pasien dan keluarga (carers)
2. Pemeriksaan (assessment)
3. Tatalaksana dan monitoring
4. Penggerakan dan penyediaan dukungan sosial
5. Perlindungan terhadap hak asasi
6. Perhatikan kesehatan secara umum
Dalam berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, beberapa hal berikut akan
memperlancar dan mempermudah komunikasi yang dilakukan:
Upayakan selalu komunikasi yang jelas, empatik, dan sensitif terhadap usia, jenis
kelamin, kultur, dan perbedaan bahasa.
Berikan respons yang sensitif dan sesuai terhadap keterbukaan informasi dari
pasien yang bersifat pribadi dan sulit diungkapkan (seperti penyerangan seksual
atau menyakiti diri sendiri)..
Berikan informasi tentang status kesehatannya dalam bahasa yang mereka pahami.
Mengambil riwayat medis, riwayat keluhan saat ini, riwayat dahulu, dan riwayat
keluarga yang relevan.
Menilai problem psikososial, masa lalu dan yang saat ini terjadi
Jelaskan hasil pemeriksaan dan diagnosis yang didapatkan serta hal-hal pokok
tentang gangguan yang diderita
Jelaskan pentingnya terapi, serta kesiapan pasien dan keluarga untuk berpartisipasi
dalam perawatan.
4
Jelaskan tujuan terapi dan buat rencana terapi dengan menghargai pilihan mereka
dalam terapi
Ajarkan kepada pasien dan keluarga untuk memantau gejala-gejala dan terangkan
kapan mereka harus mencari bantuan secepatnya.
Catat aspek penting interaksi pasien dengan keluarga maupun orang lain.
Gunakan sumber daya di keluarga dan masyarakat untuk pasien yang tidak patuh
terhadap terapi.
Pemantauan lebih sering dilakukan untuk ibu hamil dan menyusui, serta pada orang
dengan usia lanjut
Pastikan bahwa mereka diberikan tatalaksana secara menyeluruh, fisik dan jiwa.
Identifikasi dan gerakkan sumber daya sosial dan dukungan sosial yang mungkin di
area lokal, contoh: anak dan remaja -- koordinasikan dengan sekolah
Berikan layanan dengan menghargai martabat, sensitif, sesuai dengan kultur, bebas
dari diskriminasi.
Beri saran tentang aktivitas fisik dan pemeliharaan berat badan yang sehat.
Persiapkan
orang
dengan
perubahan
perkembangan
hidup,
seperti
POKOK BAHASAN B
Pengenalan deteksi dini gangguan jiwa
Deteksi merupakan tahap awal dari rangkaian proses penatalaksanaan penyakit, termasuk
gangguan jiwa. Ini adalah langkah sebelum dilakukannya proses diagnosis, yang
membawa seorang petugas medis untuk memutuskan melanjutkan ke tahap berikut yaitu
proses diagnosis.
Pasien dengan keluhan fisik yang diduga ada hubungannya dengan masalah
kejiwaan (keluhan fisik timbul/memberat jika ada masalah psikis)
Pasien yang mengalami pengalaman hidup yang ekstrem (trauma psikologis, stress
yang berat, kehilangan)
Penapisan/skrining selain oleh dokter dapat dilakukan juga oleh perawat, bahkan deteksi
dapat dilakukan oleh kader kesehatan jiwa. Sedangkan diagnosis medik, intervensi
farmakologis, rujukan dilakukan oleh dokter. Intervensi psikososial dapat dilakukan oleh
dokter dan/atau perawat.
POKOK BAHASAN C.
Cara melakukan deteksi dini gangguan jiwa dan Tindak Lanjutnya
Biasanya deteksi dapat dilakukan oleh awam, kader kesehatan/kesehatan jiwa, perawat
dan dokter. Bedanya, setelah terdeteksi dokter dapat langsung melanjutkan ke proses
pemeriksaan dan diagnosis.
Untuk memudahkan mengingat, dapat digunakan Tabel Utama mhGAP-IG yang
menyediakan informasi tentang presentasi yang umum dari beberapa gangguan jiwa.
Tabel 1. Presentasi Umum Beberapa Gangguan Jiwa (diambil dari WHO mhGAP-IG
Master Chart)
Gangguan
Presentasi Umum
yang
Harus Diperiksa
Gangguan
Presentasi Umum
yang
Harus Diperiksa
PSIKOSIS
Keterlambatan perkembangan: lebih lambat belajar dibandingkan anakanak seusianya dalam hal: tersenyum, duduk, berdiri, berjalan,
bicara/komunikasi, dan area perkembangan lainnya seperti membaca dan
GANGGUAN
menulis
PERKEMBANGAN
GANGGUAN
PERILAKU
Perilaku
mengganggu
yang
berulang
dan
berlanjut
Gangguan
Presentasi Umum
yang
Harus Diperiksa
DEMENSIA
GANGGUAN
PENYALAHGUNAAN
ALKOHOL
GANGGUAN
PENYALAHGUNAAN
ZAT
Pikiran, rencana, atau tindakan menyakiti diri sendiri atau bunuh diri
yang dimiliki saat ini
MENYAKITI
Riwayat pikiran, rencana, atau tindakan menyakiti diri sendiri atau bunuh
BUNUH DIRI
DIRI/
diri
Catatan:
Gangguan Perkembangan mencakup Retardasi Mental dan Autisme, sedangkan
Gangguan Perilaku mencakup Gangguan Hiperkinetik (Gangguan Pemusatan Perhatian)
dan Gangguan Tingkah Laku.
Sebagai kerangka berpikir, untuk memperjelas proses deteksi dan diagnosis gangguan
jiwa, dapat digunakan bagan di bawah ini.
9
Gambar 1. Skema proses deteksi dan diagnosis gangguan jiwa di Puskesmas (Modifikasi
Metode Dua Menit)
Keluhan mengenai kondisi fisik dan tidak jelas berlatar belakang mental emosional
Contoh: panas, batuk, pilek, mencret, muntah, borok, luka, perdarahan dan lain-lain
Contoh:
berdebar-debar,
kardiovaskular),
uluhati
tengkuk
perih;
pegal,
kembung,
tekanan
darah
gangguan
tinggis
(gejala
pencernaan
(gejala
10
Keluhan yang berkaitan dengan masalah kejiwaan (alam perasaan, pikiran dan
perilaku).
Apabila pasien termasuk dalam kelompok yang berisiko gangguan jiwa, seperti disebutkan
di atas, maka dilakukan skrining dengan tiga pertanyaan:
1. Selama dua minggu terakhir bagaimana perasaan Bapak/Ibu?
2. Apakah Bapak/Ibu kehilangan minat atau rasa senang terhadap hal-hal yang
dulunya dinikmati?
3. Apakah Bapak/Ibu merasa tenaganya berkurang atau lelah sepanjang waktu?
Apabila pasien kurang paham dengan pertanyaan pertama dapat digunakan alternatif
pertanyaan:
Perasaan apa yang paling banyak Bapak/Ibu rasakan selama dua minggu terakhir,
apakah senang/gembira, sedih, cemas/kawatir, takut, atau marah?
Jika pertanyaan pertama dijawab bahwa yang dirasakan selama dua minggu terakhir
adalah cemas atau was-was atau kawatir, maka hasil skriningnya positif untuk anxietas dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan diagnostik.
Jika pertanyaan pertama dijawab bahwa yang dirasakan selama dua minggu terakhir
adalah sedih/murung/tidak bahagia dan salah satu dari dua pertanyaan berikutnya dijawab
Ya, atau dua dari tiga pertanyaan penyaring tersebut positif, maka terindikasi untuk
depresi. Proses selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan untuk memastikan ada atau
tidaknya gangguan depresi.
11
Tindak lanjut
Setelah terdeteksi kemungkinan adanya satu atau lebih gangguan jiwa, maka selanjutnya
dilakukan proses diagnostik dengan wawancara psikiatrik dan pemeriksaan tambahan lain,
mengacu pada kriteria diagnostik dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia (PPDGJ) atau International Classification of Diseases (ICD) untuk
masing-masing penyakit/gangguan jiwa.
VIII. REFERENSI
12
MODUL
MATERI INTI 2
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki dan
dikuasai oleh perawat. Komunikasi dilakukan perawat selama menjalankan tugasnya
memberikan pelayanan kesehatan; berupa komunikasi antaraperawat-pasien, perawatkeluarga pasien dan perawat-tim kesehatan lainnya. Cara komunikasi yang dilakukan dapat
menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien.
Komunikasi perawat-pasien dibutuhkan untuk mendapatkan keterangan dari pasien tentang
masalahnya
agar
dapat
menegakkan
diagnosis
keperawatan
dan
menentukan
perencanaan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Selain itu komunikasi
perawat-pasien dibutuhkan untuk menyampaikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang cara menyelesaikan masalah.
Hubungan saling percaya perlu dibangun agar pasien dapat menceritakan masalahnya
secara terbuka dan bekerja sama dalam penyelesaian masalah. Di Puskesmas, terhadap
pasien yang datang secara berulang dengan keluhan fisik yang sama, perlu dilakukan
pengkajian lebih dalam untuk mengetahui kemungkinan adanya masalah kejiwaan. Hal
tersebut dapat dilakukan, jika terbangun hubungan saling percaya antara perawat dan
pasien serta keterampilan yang dimiliki perawat untuk melakukan pengkajian.
Dalam pelayanan keperawatan jiwa, perawat berhadapan dengan pasien yang memiliki
gangguan pikiran, perasaan dan perilaku; misalnya pasien curiga, sedang mengalami
cemas, menarik diri, marah-marah atau sedih, atau tidak kooperatif karena berfokus pada
halusinasi yang dialami. Perawat perlu menyikapi dengan tepat setiap kondisi pasien
sesuai dengan masalahnya.
Modul ini menjelaskan komunikasi dalam pelayanan keperawatan jiwa yang dilakukan di
Puskesmas, terdiri dari komunikasi antara perawat dengan pasien, perawat dengan
keluarga pasien dan perawat dengan tim kesehatan lain (dokter).
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan PembelajaranUmum:
13
Laptop
B.
C.
Slide presentasi
D.
Laser pointer
E.
Modul
F.
White board
G. Flip chart
H.
Spidol
14
I.
Kegiatan Fasilitator
a.
b.
c.
d.
e.
2. Kegiatan Peserta
a.
b.
c.
d.
15
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
c. Melakukan latihan atau bermain peran dalam berkomunikasi.
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
C. Langkah 3 : Praktik di kelas
Kegiatan praktik di kelas selama 2 JPL (90 menit) sebagai berikut:
1.
Kegiatan Fasilitator
a. Membagi peserta ke dalam kelompok kecil @ 5 orang
b. Menjelaskan kepada peserta tentang latihan komunikasi yang akan
dilakukan
c. Memberikan penugasan kepada peserta untuk membaca latihan-latihan
yang ada di modul untuk didiskusikan dan kemudian diperagakan dalam
kelompok.
d. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran di depan kelas,
sebagai perawat yang melakukan komunikasi dengan pasien, keluarga
(pelaku rawat) dan tim kesehatan lain (dokter).
e. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan
(bermain peran).
f. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah
bermain peran dalam merawat pasien dan keluarga (pelaku rawat) serta
berkomunikasi dengan tim kesehatan lain (dokter).
g. Menyimpulkan hasil diskusi.
2. Kegiatan peserta
a. Mendengar, mencatat penjelasan fasilitator.
b. Mendiskusikan penugasan yang diberikan fasilitator bersama anggota
kelompok.
c. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan komunikasi
terhadap pasien, keluarga (pelaku rawat) dan dokter.
16
17
18
POKOK BAHASAN
B. PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA INDIVIDU
pertanyaan
berikut
dapat
digunakan
untuk
menetapkan
tahap
19
diri,
mengevaluasi
kondisi
pasien,
menyepakati
kontrak/pertemuan yang terkait dengan topik tindakan yang akan dilakukan, kesediaan
pasien untuk bercakap-cakap, tempat bercakap-cakap, dan lama percakapan.
a. Memberi salam
1) Selamat pagi/ siang atau sesuai dengan latar belakang sosial budaya spiritual
pasien, disertai dengan mengulurkan tangan untuk jabatan tangan. Pasien
gangguan jiwa mungkin tidak menjawab salam dan uluran tangan perawat.
2) Memperkenalkan diri perawat
Nama saya C, saya senang dipanggil ibu C. Saya perawat yang bertugas hari
ini
3) Menanyakan nama pasien
Nama bapak/ibu siapa?
Apa panggilan yang disukai?
(Sesuaikan dengan nama yang tercantum pada kartu berobat pasien)
b. Mengevaluasi kondisi pasien
1) Bagaimana perasaan ibu S saat ini? atau
2) Apa keluhan yang ibu S rasakan?
20
2) Tempat
Kita duduk disini
Saya akan memeriksa tekanan darah ibu disini dan menanyakan
keluhan yang ibu rasakan
3) Waktu
Selama 10 menit, saya akan memeriksa tekanan darah ibu S dan
menanyakan hal-hal terkait keluhan yang ibu alami, dan mengajarkan
ibu cara mengatasi masalah yang ibu alami
Saat ini selama 10 menit kita disini. Saya akan memeriksa tekanan
darah ibu S dan menanyakan hal-hal terkait keluhan yang ibu alami,
setelah itu dilanjutkan untuk pemeriksaan dokter
Kemudian lanjutkan pada tahap kerja yaitu pengkajian lanjut (fokus) pada
keluhan utama disertai tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang
dialami pasien.
3. Tahap orientasi
Tahap orientasi dilakukan pada awal pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan tahap
orientasi adalah mengevaluasi kondisi pasien, memvalidasi kemampuan pasien sesuai
tindakan yang lalu dan menyepakati rencana tindakan pada pertemuan saat ini.
a. Memberi salam
21
berinteraksi
dengan
pasien
kaitkan
dengan
kontrak
pada
pertemuan sebelumnya.
1) Topik/tindakan/kegiatan
(a) Sesuai dengan janji kita minggu lalu, kita akan bertemu hari ini
pada saat kunjungan ibu S ke Puskesmas; atau
(b) Ibu
masih
ingat
apa
yang
akan
kita
bicarakan/lakukan
sekarang?; atau
(c) Bagaimana kalau sekarang kita latihan ... (sebutkan sesuai
rencana).
Contoh:
Baiklah sekarang kita akan bicara tentang cara mengatasi rasa
cemas dengan cara tehnik hipnotis lima jari/ cara mengungkapkan
rasa marah dengan cara bicara yang baik (dan lain-lain sesuai
dengan masalah pasien).
22
2) Tempat
Seperti biasa, kita duduk disini
3) Waktu
Selama 10 menit saya akan latih cara ......, setelah itu ibu dapat
melanjutkan pemeriksaan ke dokter
4. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti hubungan perawat pasien yang terkait erat
dengan
pelaksanaan
rencana
tindakan
keperawatan
yang
akan
mengatasi
masalah.
Pada
pertemuan
selanjutnya
tahap
kerja
a. Terminasi Sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan
pasien atau keluarga yang akan ada pertemuan lagi pada waktu yang
telah ditentukan, misalnya: minggu berikutnya saat pasien kontrol
kembali ke Puskesmas. Pada terminasi, perawat melakukan evaluasi
terhadap hasil tindakan yang telah dilakukan pada tahap kerja berupa
evaluasi subyektif dan obyektif, memberikan anjuran pada pasien untuk
melakukan kegiatan yang telah dilatih dan membuat perjanjian (kontrak)
untuk pertemuan berikutnya.
Contoh komunikasi:
1) Evaluasi hasil
a) Evaluasi subyektif:
Bagaimana perasaan ibu S setelah latihan mengontrol emosi
dengan cara tarik nafas dalam?
b) Evaluasi obyektif:
Coba ibu S ulangi kembali cara mengontrol emosi dengan cara
tarik nafas dalam!
Bagus sekali! Ibu S telah melakukan dengan benar
2) Tindak lanjut
a) Bagaimana kalau mulai saat ini ibu S lakukan tarik nafas dalam
jika perasaan marah atau kesal mulai muncul?
b)
25
Latihan 1:
Contoh komunikasi pada individu (fase orientasi, kerja dan terminasi)
Orientasi/ Perkenalan
Selamat pagi buPerkenalkan saya C. Ibu bisa memamnggil saya ibu C, saya perawat di
Puskesmas ini
Nama ibu siapa?
Ooibu S, senang dipanggil apa bu?
Apa keluhan yang ibu S rasakan?
Sakit kepala, kadang merasa jantung berdebar-debar,
Baiklah, selama 10 menit, disini, saya akan melakukan pemeriksaan tekanan darah ibu dan
menanyakan hal-hal lain tentang keluhan ibu dan melatih ibu cara mengatasi masalah
Kerja:
Saya ukur tekanan darahnya ya bu
Tekanan darah ibu S agak sedikit tinggi.140/90 mmHg. Sudah berapa lama ibu rasakan sakit
kepalanya?
Selain sakit kepala.apalagi yang ibu S rasakan?
Oosulit tidur, jantung berdebar-debar, kadang keringat dingin
Apakah ada hal yang ibu pikirkan?
Ibu selalu memikirkan keadaan suami yang mengalami darah tinggi dan ibu takut terjadi stroke
seperti tetangga ibu
Iyabetul sekali ibu S, memang apa yang kita pikirkan dapat mempengaruhi kesehatan tubuh kita.
Yang ibu S alami adalah perasaan cemas karena terlalu memikirkan keadaan suami
Jadiperasaan jantung berdebar-debar, sering b.a.k., keluar keringat dingin adalah sebagian dari
tanda-tanda cemas yang ibu S alami. Sudah cukup lama juga ya ibu S mengalaminya
Selama iniapa yang ibu S lakukan ketika terbangun di malam hari dan merasakan jantung
berdebar-debar?
Baik..cara ini dapat terus ibu lakukan. Selain itu ada beberapa cara lain untuk mengatasi atau
mengontrol perasaan cemas yang ibu S alami, yaitu dengan cara tehnik relaksasi nafas dalam,
hipnotis lima jari, dan tehnik pengalihan atau mengalihkan perhatian dari perasaan cemas yang
dialami.
Pada pertemuan ini, saya akan ajarkan ibu cara mengontrol rasa cemas dengan cara tarik nafas
dalam
Caranyaketika ibu merasakan tanda-tanda cemas mulai muncul, segera ibu lakukan tarik nafas
dalam
Caranya. Ibu duduk dengan sikap rileks. Jika di rumah ibu dapat juga melakukannya dalam posisi
tiduran atau rebahan. Agar lebih focus, dapt dilakukan sambil memejamkan mata. Lalu.tarik nafas
secara perlahan atau lambat melalui hidung, tahan, lalu hembuskan secara perlahan melalui mulut.
Lakukan beberapa kali hingga ibu merasa lega
Saya contohkan terlebih dahulu caranya dan ibu bisa memperhatikan saya
Nahsekarang coba ibu ulangi seperti yang saya contohkan tadi
Bagus.tepat sekali yang ibu S lakukan
Terminasi:
Bagaimana perasaan ibu S setelah latihan tarik nafas dalam?
Coba ibu S ulangi kembali cara mengatasi cemas dengan cara tarik nafas dalam
Bagus!
Bagaimana jika mulai saat ini ibu S lakukan tarik nafas dalam jika perasaan cemasnya mulai
muncul?
Agar ibu S lebih terampil lagi melakukan tehnik relaksasi nafas dalam dan agar ibu S tidak lupa cara
melakukannya, ibu S perlu latihan tarik nafas dalam secara teratur setiap harinya
Ibu S mau latihan tarik nafas dalam berapa kali dalam sehari?
26
Catatan: interaksi perawat pasien di Puskesmas dapat terputus sementara waktu, jika
setelah pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian pasien diperiksa oleh dokter terlebih
dahulu. Setelah pemeriksaan ke dokter dan mendapat obat, pasien kembali ke perawat dan
perawat melatih cara mengatasi masalah dan menjelaskan tentang cara penggunaan obat.
POKOK BAHASAN
C. PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA
keperawatan
yang
dilakukan
kepada
keluarga
ditujukan
untuk
Mengenal
masalah
kesehatan
anggota
keluarga
(khususnya
pasien
27
3.
4.
5.
Menggunakan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
dapat
membantu
hubungan
kerja
sama dengan
keluarga/pelaku
rawat.
Pada
anggota
perawatannya.
keluarga
Demikian
yang
pula
mengalami
tentang
masalah
kesediaan
dan
cara-cara
keluarga
menerima
bantuan asuhan yang akan diberikan perawat (tugas kesehatan 1 dan 2).
Perawat juga akan menanyakan pasien untuk
pengkajian, penetapan
pada
semua
diagnosis
keperawatan
telah
dilaksanakan.
Pertemuan ini dianggap berhasil jika pasien dan pelaku rawat telah mampu
melakukan kegiatan yang telah dilatih.
4. Asuhan keperawatan keluarga (pertemuan terakhir)
Pertemuan terakhir adalah jika saat kunjungan ke Puskesmas pasien dan
keluarga telah mampu merawat. Pada pertemuan ini perawat mengevaluasi
kondisi pasien dan memvalidasi kemampuan pasien dan keluarga.
Perawat memberikan informasi tentang kondisi pasien yang memerlukan
penanganan segera serta fasilitas kesehatan yang dapat digunakan. Selain
itu
disampaikan
follow-up
yang
perlu
dilakukan
secara
teratur
ke
puskesmas.
Terhadap pasien gangguan jiwa dapat dilanjutkan dengan kunjungan rumah
secara
insidental
untuk
mengevaluasi
dan
memvalidasi
kondisi
dan
POKOK BAHASAN
D.PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADATIMKESEHATAN
Komunikasi terapeutik pada tim kesehatan merupakan komunikasi yang dilakukan antara
perawat dengan tim kesehatan yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien.
Tahapan Hubungan Terapeutik pada Tim Kesehatan
Dalam
melaksanakan
tugas,
perawat
memerlukan
kemampuan
untuk
Standar yang
adalah
ISBAR,
yaitu
Introduction/Introduksi,
29
Situation/Situasi,
Background/Latar
belakang,
Assessment/Pengkajian,
pasien.
menginformasikan
Saat
menyampaikan
latar
belakang
pasien,
perawat
3 x 2 mg dan
Haloperidol 3 x 5 mg, namun keadaan pasien saat ini masih belum ada perbaikan sehingga
kami perlu merujuk pasien ke Unit Psikiatri RSU untuk mendapatkan perawatan intensif. Pasien
telah kami latih untuk mengenal halusinasinya tetapi belum ada perkembangan
Berikut ini berkas pasien beserta resumenya. Saran saya segera diberikan tindakan untuk
mengontrol halusinasinya. Jika keadaan pasien telah memungkinkan pulang segera beritahu
kami agar kami dapat melanjutkan perawatannya di rumah.
Terima kasih. Selamat pagi (sambil berjabat tangan)
30
VIII. REFERENSI
Fountaine, K.L. (2009). Mental health nursing. 6th ed. New Jersey: Pearson
Educayion, Inc.
Joint Commission International. (2012). The international essentials of health care quality
and patient safety.
Keliat, B.A.,dkk. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas : CMHN
(Basic Course). Jakarta : EGC.
Maglaya, A.S. (2009). Nursing practice in the community. 7thed. Markina City : Argonauta
Corporation.
Stuart, G.W. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing. 9th ed. St Louis: Mosby
Elsevier
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric mental health nursing: conceps of care in evidencebased practice. Philadelphia: F.A. Davis Company
31
MODUL
KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ANSIETAS
MATERI INTIASUHAN
3
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Ansietas merupakan salah satu kondisi yang sering luput dari perhatian perawat di
puskesmas. Pasien sering datang ke puskesmas dengan keluhan fisik yang berulang dan
menyatakan tanpa ada perbaikan. Kondisi ini apabila tidak ditangani dengan baik dapat
menganggu aktifitas pasien sehari-hari. Oleh karena itu, asuhan keperawatan ansietas
perlu diketahui oleh perawat puskesmas agar dapat membantu pasien dan keluarga dalam
mengatasi ansietas.
Modul ini membahas asuhan keperawatan
ansietas
mengenali tanda dan gejala serta memberikan penatalaksanaan yang tepat kepada pasien
dan keluarga dalam mengatasi masalah ansietas.
B.
32
Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Liquid Crystal Display (LCD) Projector dan Laptop
B. Laser pointer
C. Spidol
D. slide presentasi
E. Lembar diskusi (Flip chart)
F. Form latihan, panduan latihan dan demonstrasi
G. Matrik asuhan keperawatan
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkahlangkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran di kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
33
dengan
34
a. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran sebagai perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
b. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan (bermain
peran).
c. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah bermain
peran dalam merawat pasien dan keluarga (pelaku rawat).
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan
terhadap pasien dan keluarga
b. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dan
keluarga
c. Mendengar dan mencatat tentang hasil evaluasi dari fasilitator.
D. Langkah 4 : Praktik lapangan asuhan keperawatan ansietas
Kegiatan praktik lapangan selama 1 JPL (45menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Melakukan konferensi awal (pre conference)
b. Memberi kesempatan pada peserta untuk melakukan asuhan keperawatan
terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat) melalui kunjungan rumah.
c. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada saat peserta melakukan
asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
d. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah
melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
e. Melakukan konferensi akhir (post conference)
2. Kegiatan Peserta
a. Membuat laporan pendahuluan, strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan rencana
harian.
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference).
c. Melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien atau keluarga
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).
35
VII.
URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ANSIETAS
A. PENGERTIAN
Ansietasadalah perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman seakan akan terjadi
sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Ini berarti ansietas sangat berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Ansietas berbeda dengan rasa takut.
Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya, sementara
ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut.
Berdasarkan tingkatannya ansietas terdiri dari : ansietas ringan, sedang, berat dan
panik.
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya (Videbeck, 2008). Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas. Selama tahap ini, seseorang menjadi lebih waspada
dan kesadarannya menjadi lebih tajam terhadap lingkungan. Jenis ansietas ini
dapat memberikan motivasi pembelajaran dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas.
2. Ansietas sedang
Pada tingkat ini, individu berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan
yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Individu tidak
mempunyai perhatian yang selektif, kemampuan penglihatan, pendengaran, dan
penciuman menurun (Stuart, 2007). Jika diarahkan untuk melakukan sesuatu,
individu dapat berfokus pada perhatian yang lebih banyak .
3. Ansietas Berat
Pada tingkat ansietas berat lapang persepsi individu sangat menyempit
(Videbeck, 2008) dan cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik
serta tidak berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area yang lain. Kemampuan persepsi seseorang menjadi menurun
secara menyolok dan perhatiannya pun terpecah-pecah. Pikirannya hanya fokus
pada satu hal dan tidak memikirkan yang lain.
36
4. Tingkat Panik
Panik adalah kehilangan kendali, individu tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan arahan. Panik mengakibatkan disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini jika berlangsung terus dalam waktu
yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian (Videbeck, 2008). Gejala yang
terjadi adalah palpitasi, nyeri dada, mual atau muntah, ketakutan kehilangan
kontrol, parestesia, tubuh merasa panas atau dingin (Stuart & Laraia, 2005)
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
Proses terjadinya ansietas meliputi stresor dari faktor predisposisi dan presipitasi,
1. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya ansietas, meliputi:
a. Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya riwayat keluarga dengan
ansietas.
b. Faktor Psikologis
Pasien ansietas mempunyai kehilangan cinta dan perhatian saat masa kanakkanak, harga diri rendah, trauma masa pertumbuhan (kehilangan, perpisahan).
c. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan ansietas antara lain hubungan
interpersonal yang tidak adekuat pada saat bayi, kemampuan komunikasi yang
rendah.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus ansietas meliputi :
a. Biologis : penyakit
b. Psikologis : ancaman identitas, harga diri, integritas diri, kehilangan orang yang
berarti, perceraian.
c. Sosial budaya : perubahan status pekerjaan, perubahan fungsi dan peran,
lingkungan, sosial.
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala ansietas dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung dengan
data hasil wawancara dan observasi.
37
1. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
khawatir, cemas,was-was, takut akan terjadi sesuatu
2. Data Objektif:
Kognitif :
a. Perhatian kurang
b. Konsentrasi kurang
c. Penilaian salah
d. Daya ingat terganggu (pelupa)
e. Blocking
f.
g. Bingung
h. Banyak bertanya
Emosi :
a. Mudah tersinggung
b. Tidak sabar
c. Gelisah
d. Tegang
e. Takut
f. Frustasi
Fisik :
a. Nafsu makan menurun
b. Jantung Berdebar-debar
c. Pernafasan cepat
d. Berkeringat dingin
e. Kesulitan untuk tidur
Perilaku :
a. Gelisah
b. Ketegangan fisik
c. Tremor
d. Gugup
e. Bicara Cepat
f. Kurang Koordinasi
38
Sosial :
a. Kadang-kadang menghindari kontak dengan orang lain/sosial
b. Aktivitas sosial menurun
c. Kadang-kadang menunjukkan sikap bermusuhan
mengatakan
sering
sakit
kepala,
terutama
saat
Identifikasi tingkatan ansietas pasien: ringan, sedang, berat atau panik. Apabila
panik segera rujuk ke RSU/RSJ.
2. Diagnosis Keperawatan
Setelah
melakukan
pengkajian,
perawat
dapat
merumuskan
diagnosis
Ansietas
suara burung
ibu
jari
dengan
kelingking.
Mulai
membayangkan
Tindakan keperawatan
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya ansietas dan cara
merawat pasien pasien.
3) Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang:
Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan pasien dan keluarga:
a. Kemampuan pasien:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal ansitas
3) Menyebutkan cara-cara mengatasi ansietas dengan tehnik relaksasi
4) Melaksanakan 4 cara tehnik relaksasi
b. Kemampuan keluarga:
1) Mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala dan penyebab dari
ansietas
2) Menyebutkan cara merawat pasien dengan ansietas
3) Mampu melatih pasien 4 (empat) cara mengontrol ansietas
4) Mampu menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
VIII. REFERENSI
Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing. 3th ed. St. Louis: Mosby
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic Course).
EGC: Jakarta
Stuart,G.W.& Sundeen, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. 8th ed.
Missouri: Mosby.
42
MODUL
MATERI ASUHAN
INTI 4 KEPERAWATAN PADA GANGGUAN DEPRESI
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Pasien yang datang ke poli umum puskesmas dengan keluhan kelelahan, insomnia,
nyeri kronik, gejala yang banyak dan kabur seperti gejala gastrointestinal, kardiovaskular
dan neurologis
mengalami depresi.
Pada pasien yang mengalami depresi perlu diteliti adanya maslah perilaku risiko
bunuh diri dan harga diri rendah kronik. Demikian pula halnya pada pasien gangguan jiwa.
Risiko bunuh diri dan harga diri rendah juga merupakan salah satu kondisi yang harus
dikaji oleh perawat pada setiap pasien yang mengalami gangguan jiwa.
Keinginan untuk mengakhiri hidup dapat mengakibatkan kematian. Asuhan
keperawatan risiko bunuh diri dan harga diri rendah perlu dilakukan agar pasien dan
keluarga dapat mencegah terjadinya perilaku bunuh diri dan harga diri pasien meningkat.
Modul ini membahas asuhan keperawatan risiko bunuh diri pada pasien umum dan
gangguan jiwa di puskesmas. Asuhan
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan-pokok bahasan sebagai berikut yaitu:
43
Pengertian
Pengertian
Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Laptop
B. Liquid Crystal Display (LCD) Projector Bahan tayang (slide power point)
C. Modul
D. White board
E. Flipchart
F. Spidol
G. Lembar kerja studi kasus
H. Panduan praktik
44
I.
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkahlangkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran di kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila
dengan
45
2. Kegiatan Peserta
a. Membuat laporan pendahuluan, strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan form
kegiatan harian pasien.
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference).
c. Melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien atau keluarga
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).
VII.
URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN DEPRESI
46
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini
pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan.
Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana
bunuh dirinya.
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupan. Pada kondisi ini, pasien
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
Proses Terjadinya Masalah
Proses terjadinya risiko bunuh diri meliputi stresor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri, meliputi:
1. Faktor Biologis
47
bunuh diri, riwayat penggunaan Napza, riwayat penyakit fisik, nyeri kronik, dan
penyakit terminal.
2. Faktor Psikologis
Pasien risiko bunuh diri mempunyai riwayat kekerasan masa kanak-kanak, riwayat
keluarga bunuh diri, homosekual saat remaja, perasaan bersalah, kegagalan dalam
mencapai harapan, gangguan jiwa.
3. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan risiko bunuh diri
antara lain
kegagalan
48
Jenis Kelamin
Usia
D (Depresition)
P (Previous attempt)
Depresi
Usaha sebelumnya
E (Ethanol abuse
(recent))
R (Rational thought
loss)
S (Social supports
lacking)
Saat ini
penyalahgunaan alkohol
Kehilangan pikiran
rasional
Kurang dukungan sosial
O (Organized plan)
N (No spouse )
Rencana terorganisasi
Tidak punya pasangan
S (Sickness)
Penyakit
49
1 = laki-laki
1 = usia risiko : 22 45 tahun,
> 65 tahun
1= ada gejala depresi
1= ada usaha percobaan
sebelumnya
1 = positip
1 = gangguan proses pikir
1 = kurang, terutama yang
baru saja tidak ada
dukungan
1 = terorganisasi
1 = cerai, janda, laki-laki
single
1 = penyakit yang berat atau
penyakit kronik dengan
g. Tanda dan gejala risiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut: pasien tampak murung, tidak bergairah, tampak banyak
diam
Data hasil wawancara dan observasi dokumentasikan pada kartu berobat
pasien di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
Data:
Pasien mengatakan sudah capek dengan penyakit maagnya yang tidak
sembuhsembuh, dan ingin mati saja untuk mengkahiri penderitaannya, baru
2 hari yang lalu melakukan percobaan bunuh diri pertama kali, pada
pergelangan tangan ada bekas luka sayatan. Pasien tampak murung, banyak
diam, tidak bergairah.
51
dengan
perawat
pasien
memperbaharui
kontrak
hingga
keinginan bunuh diri tidak ada), misalnya pasien menulis saya tidak akan
mencederai diri saya atau melakukan bunuh diri hingga kontrol berikutnya
atau saya akan menghubungi perawat apabila ada keinginan bunuh diri atau
saya akan memberitahukan keluarga setiap ada pikiran bunuh diri. Kontrak
ini di tulis pasien dan ditandatanganinya.
2) Ajarkan cara cara menyelesaikan masalah
a) Diskusikan bersama pasien situasi krisis saat ini yang dialaminya
b) Bantu pasien mengenal situasi yang masih dapat diatasinya dan yang
belum dapat diatasinya. Diskusikan perasaan pasien terhadap situasi
yang masih dapat diatasi. Anjurkan pasien melakukan afirmasi positif
terhadap situasi yang masih dapat diatasinya.
c) Latih pasien cara-cara mengelola kecemasan, marah dan frustasi (lihat
bab gangguan cemas dan perilaku kekerasan)
d) Jelaskan manfaat obat dalam mengatasi masalah pasien dan penting
berobat berkelanjutan.
e) Diskusikan harapan pasien dan langkah-langkah dalam mencapai
tujuan/harapan tersebut.
f) Buat jadwal kegiatan harian terkait kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan dalam mencapai tujuan
g) Anjurkan pasien untuk melakukan dan mengevaluasi hasilnya.
h) Berikan pujian atas kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah
secara positip.
Orientasi
Selamat pagi, perkenalkan nama saya fauziah boleh panggil saya bu fau, nama ibu
siapa ? dan senang dipanggil apa bu? Kalau bapak namanya siapa ? dan apa
hubungannya bapak dengan bu Ana, pak? Apa yang dikeluhkan saat ini bu? Saya
periksa dulu ya bu (mengukur tekanan darah dan area lambung), tanpaknya ibu
sangat sedih, coba ibu ceritakan kepada saya, agar kita sama-sama dapat cara
mengatasinya bu, Ana . Eem...., ibu merasa sudah capek dengan sakit mag ibu yang
tidak sembuh sembuh dan berpikir ingin melakukan bunuh diri. baik bu, kita mau
berbicara tentang keinginan bunuh diri ibu, menurut ibu sebaiknya kita berdiskusi
dimana bu, dan berapa lama ?
Kerja
Sebelumnya bu Ana dan pak Andi, saya akan melindungi ibu dari keinginan ibu untuk
52
keluarga
agar
mengawasi
pasien
serta
jangan
pernah
Pada dasarnya pasien berpikir untuk bunuh diri karena pasien sudah tidak
tahu lagi cara-cara yang positif dalam mengatasi situasi/masalah.
f)
minggu pasien minum obat, karena setelah dua minggu efektifitas obat mulai
bekerja dan pasien mendapat energi untuk melakukan perilaku bunuh diri.
Evaluasi
1. Pasien :
a)
b)
c)
Dirujuk
d)
2. Keluarga :
a)
b)
berulang;
kurang
mempunyai
tanggungjawab
personal;
diri, krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis;
pengaruh penilaian internal individu.
Pengaruh sosial budaya yang berisiko seseorang akan mengalami harga diri
rendah adalah penilaian negatif dari lingkungan terhadap pasien yang
mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan
lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak, dan tingkat pendidikan rendah.
b. FaktorPresipitasi
Faktor presipitasi atau pencetus munculnya masalah harga diri rendah antara
lain:
1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran: frustasi terhadap peran atau posisi yang diharapkan.
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit:sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat
dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh;
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal;
prosedur medis dan keperawatan.
3. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah Kronik
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian negatif tentang dirinya dan didukung dengan data hasil
wawancara dan observasi.
a. Data Subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Hal negatif diri sendiri atau orang lain
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Penolakan terhadap kemampuan diri
5) Menilai diri tidak mampu menghadapi situasi
6) Menolak atau merasionalisasi masukan positif tentang diri dan berlebihan
umpan balik negatif tentang diri
7) Ragu-ragu dalam mencoba hal-hal/situasi baru
55
b. Data Objektif:
1) Penurunan produktivitas
2) Ekpresi malu/bersalah
3) Tidak berani menatap lawan bicara
4) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
5) Bicara lambat dengan nada suara lemah
Lainnya :
a. Sering gagal dalam pekerjaan atau peristiwa hidup lainnya
b. Terlalu penurut, ketergantungan kepada orang lain
c. Tidak asertif seperti mudah marah/pasif
d. Tidak tegas
e. Terlalu berusaha meyakinkan
4. Proses keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Proses keperawatan harga diri rendah kronik
56
Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasien
di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
Data : Pasien mengatakan merasa hidupnya tidak berguna dan tidak
berarti, merasa tidak memiliki kemampuan apapun, kontak mata
kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menundukkan
kepala pada saat berinteraksi, bicara lambat dengan nada suara
lemah.
Diagnosis Keperawatan pada Harga Diri Rendah Kronik
Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala harga diri rendah
yang ditemukan. Pada pasien gangguan jiwa, diagnosis keperawatan yang
ditegakkan adalah:
Harga diri rendah kronis
menemui
pasien.Bersama
keluarga
(pelaku
rawat),
perawat
mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah
itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk
mengatasi harga diri rendah yang dialami pasien.
Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga
(pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang
perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kegiatan yang telah
diajarkan oleh perawat untuk mengatasi harga diri rendah.
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap
pertemuan, minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan hingga pasienmampu
mengatasi harga diri rendah dan keluarga mampu merawat harga diri rendah.
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Harga Diri Rendah
Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan
57
Tindakan Keperawatan:
1) Bina hubungan saling percaya, dengan cara:
a)
b)
Perkenalkan
diri
dengan
pasien:
perkenalkan
nama
dan
nama
d)
Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
e)
f)
g)
pasien
menyebutkannya
dan
memberi
penguatan
terhadap
58
Evaluasi :
Untuk Pasien
a. Pasien menunjukkan tanda dan gejala :
1) Mengungkapkan penerimaan terhadap diri dan keterbatasan dirinya
2) Mempertahankan sikap tubuh yang tegak, mempertahankan kontak mata
3) Menghormati orang lain
4) Komunikasi terbuka
5) Percaya diri
6) Menerima pujian dari orang lain
7) Berespon sesuai dengan harapan
8) Merasa diri berharga
b. Mampu
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yang dapat dikerjakan
4) Membuat jadual kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadual kegiatan harian
59
60
MODUL
MATERI INTI 5
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA GANGGUAN PSIKOTIK
DESKRIPSI SINGKAT
Pasien yang mengalami gangguan psikotik, khususnya Skizofrenia menunjukkan
gejala positif dan gejala negatif, seperti
terkontrol,
waham, menarik diri, malas melakukan perawatan diri. Kondisi ini perlu ditangani
secara medis maupun dengan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
masalah pasien.
Masalah keperawatan yang sering ditemukan pada pasien gangguan psikotik adalah
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan, halusinasi, isolasi sosial, harga diri
rendah, defisit perawatan diri, waham dan risiko bunuh diri. Asuhan keperawatan pada
gangguan psikotik perlu diberikan agar pasien dapat mengontrol atau mengatasi tanda
dan gejala dari gangguan yang dialaminya. Selain terhadap pasien, keluarga juga perlu
diberi pengetahuan dan keterampilan dalam merawat pasien, sehingga keluarga dapat
menjadi pendukung bagi kesembuhan pasien.
Modul asuhan keperawatan pada gangguan psikotik terdiri dari asuhan keperawatan
perilaku kekerasan, asuhan keperawatanhalusinasi, asuhan keperawatan isolasi
sosial, asuhan keperawatan defisit perawatan diri dan asuhan keperawatan waham.
Untuk masalah harga diri rendah dan risiko bunuh diri tidak dibahas pada modul ini,
tetapi dapat merujuk pada modul asuhan keperawatan pada gangguan depresi yang
membahas asuhan keperawatan harga diri rendah dan risiko bunuh diri. Masingmasing
asuhan
keperawatan
keperawatan
yang
terdiri
dari
membahas
tentang
pengkajian,
konsep
diagnosis
masalah;
keperawatan,
proses
tindakan
keperawatan pada pasien dan keluarga (pelaku rawat), evaluasi kemampuan pasien
dan keluarga (pelaku rawat); dan dokumentasi keperawatan.
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah
mengikuti
pembelajaran
ini,
61
peserta
mampu
melakukan
asuhan
IV. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah:
A. Brainstorming (curah pendapat)
B. Ceramah, tanya jawab
C. Exercise/ latihan
D. Demonstrasi
V.
62
pokok
bahasan
dan
sub
pokok
bahasan:
proses
63
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat, dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
C. Langkah 3 : Praktik di kelas
Kegiatan praktik di kelas selama 3 JPL (135 menit) sebagai berikut:
1.
Kegiatan Fasilitator
a. Membagi peserta ke dalam kelompok kecil @ 5 orang
b. Menjelaskan kepada peserta tentang latihan yang akan dilakukan, yaitu
melakukan asuhan keperawatan pada gangguan psikotik
c. Memberikan penugasan kepada peserta untuk membaca latihan-latihan
yang ada di modul untuk didiskusikan dan kemudian diperagakan dalam
kelompok.
d. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran di depan kelas,
sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat) gangguan psikotik.
e. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan
(bermain peran).
f. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah
bermain peran dalam merawat pasien dan keluarga (pelaku rawat)
gangguan psikotik.
g. Menyimpulkan hasil diskusi.
2. Kegiatan peserta
a. Mendiskusikan penugasan yang diberikan fasilitator bersama anggota
kelompok.
b. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan
keperawatan pada gangguan psikotik
c. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan pada gangguan
psikotik.
d. Mendengar dan mencatat hasil evaluasi dari fasilitator.
D. Langkah 4 : Praktik Lapangan Asuhan Keperawatan pada gangguan psikotik
Kegiatan praktik lapangan selama 1 JPL (45 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
64
peserta
1. Pengertian
Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari
marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon terhadap
perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan
terancam ini dapat berasal dari stresor eksternal (penyerangan fisik, kehilangan orang
berarti dan kritikan dari orang lain) dan internal (perasaan gagal di tempat kerja,
perasaan tidak mendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, dkk, 2011).Risiko perilaku kekerasan
merupakan perilaku yang memperlihatkan individu tersebut dapat mengancam secara
fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain (Herdman, 2012).
65
terjadinya
perilaku
kekerasan
pada
pasien
akan
dijelaskandengan
66
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap individu
bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain.Stresor tersebut dapat
merupakan penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun internal dari individu.
Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan dan
kegagalan akan kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan kehilangan orang yang
dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit fisik.
Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian sosial yang berubah seperti
serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan yang
terlalu ribut, atau putusnya hubungan sosial/kerja/sekolah.
67
68
lain atau lingkungan. Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat dibaca pada
modul kegawatdaruratan psikiatrik.
Tindakan keperawatan risiko perilaku kekerasan, dilakukan terhadap pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas, bersama
keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat melakukan pengkajian pada pasien
dan melatih cara untuk mengatasi masalah yang dialami pasien.
didampingi oleh keluarga, sehingga keluarga juga belajar cara melatih/ merawat
pasien.Keluarga mempunyai tugas yang perlu dilakukan yaitu untuk mengingatkan
pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat
dan menerapkan ketika masalah muncul.
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap
pertemuan, minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan hingga pasien dan
keluarga mampu mengatasi masalah perilaku kekerasan.
1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Risiko Perilaku Kekerasan
Tujuan: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Menjelaskan penyebab marah
c) Menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/perilaku kekerasan
d) Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
e) Menyebutkan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan
f)
Tindakan Keperawatan:
a) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah:
69
70
Orientasi:
Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya ...................., saya senang dipanggil
ibu...................., saya perawat yang bertugas disini. Nama bapak siapa? Senangnya
dipanggil apa?
Bagaimana perasaan pak G saat ini?
Masih ada perasaan kesal atau marah?
Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang penyebab bapak marah, dan
bagaimana cara mengontrol rasa marah bapak. Kita berbincang-bincang disini selama 10
menit
Kerja:
Apa yang menyebabkan pak G marah?
Apalagi penyebab yang lain? Samakah dengan yang sekarang?
O..iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak, yaitu karena ketika pulang ke rumah tidak
tersedia kopi dan karena rumah kotor
Pada saat penyebab marah itu terjadi, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan kopi, apa yang bapak rasakan? (tunggu respons pasien).
Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, nafas terasa
cepat, rahang terkatup rapat, atau tangan mengepal? Setelah itu apa yang bapak lakukan?
O..iya, jadi bapak memukul istri bapak dan memecahkan piring
Apakah dengan cara ini kopinya tersedia?
Iya, tentu tidak. Apa kerugian dari cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan
takut, piring-piring pecah
Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Baiklah pak...ada empat cara
mengungkapkan kemarahan dengan cara baik tanpa menimbulkan kerugian
Cara mengontrol marah adalah dengan cara tarik nafas dalam,bicara yang baik,
melakukan kegiatan ibadah dan patuh minum obat
Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik.
Bersama-sama dengan keluarga ya pak. Jika ada yang menyebabkan bapak marah dan
muncul perasaan kesal, berdebar-debar, bapak dapat melakukan: tarik nafas dalam atau
pukul kasur atau bantal
Mari kita coba latihan tarik nafas dalam: berdiri, lalu tarik nafas secara perlahan dari
hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Saya contohkan terlebih dahulu caranya
Nah, sekarang coba pak G melakukan seperti yang saya contohkan tadi
Ayo pak, coba lagi, tarik nafas dari hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. Bagus sekali! Bapak sudah bisa melakukannya.
Jika di rumah bapak dapat mempraktikkan cara menyalurkan rasa marah dengan
memukul kasur dan bantal. Jadi kalau nanti bapak kesal dan ada keinginan memukul,
langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur atau
bantal.
Terminasi:
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bincang-bincang tentang perasaan marahdan
tadi latihan cara menyalurkan rasa marah?
Coba bapak ulangi kembali cara mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam
Ya...bagus!
Sekarang mari kita memasukkan latihan mengontrol marah dengan cara tarik nafas
dalam. Agar tidak lupa cara melakukannya, bapak perlu secara teratur berlatih. Ini ada
lembar jadwal kegiatan. Pak G mau berlatih tarik nafas dalam berapa kali dalam sehari?
Baik...dituliskan disini
Jika bapak telah melakukan latihannya, beri tanda disini, nanti keluarga akan membantu
pak G
Jadi jika ada keinginan marah, lakukan tarik nafas dalam ya pak.
Seminggu lagi saat bapak kontrol ke puskesmas, saya akan latih cara mengontrol marah
71
pasien
dan
73
IMPLEMENTASI
Selasa, 1 September 2015 pukul 10.00
Data Pasien:
Pasien mengatakan jika pasien merasa
kesal rasanya ingin memukul orang yang
ada di dekatnya.
Data Keluarga:
Keluarga mengatakan jika pasien merasa
kesal atau keinginannya tidak dipenuhi ia
akan memukul atau melempar barang dan
keluarga tidak tahu cara mengatasinya
Diagnosis Keperawatan :
Risiko perilaku kekerasan
EVALUASI
S:
Pasien mengatakan akan melakukan tarik nafas
dalam jika merasa kesal dan akan latihan
sesuai jadwal
Keluarga mengatakan merasa senang dan akan
mengingatkan pasien berlatih sesuai jadwal.
O:
Pasien mampu memperagakan tehnik relaksasi
nafas dalam
Keluarga membantu pasien memasukkan jadwal
latihan ke dalam lembar kegiatan
A:
Risiko perilaku kekerasan
P:
Tindakan Keperawatan :
Pasien:
1. Melatih pasien cara mengontrol
marah dengan tehnik relaksasi nafas
dalam
2. Mendiskusikan pentingnya minum
obat untuk mengotrol marah
Pasien:
Latihan tarik nafas dalam 2 x / hari
Minum obat 3 x / hari
Keluarga:
Memotivasi dan mengingatkan pasien
melakukan dan berlatih tarik nafas dalam dan
minum obat sesuai jadwal
Keluarga:
1. Melatih keluarga cara merawat
dengan menggunakan tehnik
relaksasi nafas dalam
Perawat
Pipin
(Pipin )
74
POKOK BAHASAN
B. ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI
1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Laraia, 2009). Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan panca indera, halusinasi terbagi atas lima jenis yaitu halusinasi
pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi pengecapan dan
halusinasi perabaan. Berdasarkan lima jenis halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa,
banyak ditemukan yaitu terjadi pada 70% pasien, diikuti dengan 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
75
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada pasien halusinasi ditemukan adanya kelainan struktur otak,
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis, kekerasan dalam keluarga, atau adanya
kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di
keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar
masyarakat.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Subyektif:
Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Obyektif:
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit
76
Pada pertemuan pertama dengan pasien dan keluarga, perawat perlu juga
mendiskusikan tentang terapi psikofarmaka yang diperoleh pasien. Perawat
mendiskusikan pentingnya kepatuhan minum obat untuk mengatasi halusinasi,
melatih pasien mengatasi halusinasi dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk
merawat pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk mengingatkan
pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat.
isi
halusinasi,
frekuensi
munculnya
halusinasi,
waktu
78
untuk
mengontrol
halusinasi.
Mungkin
pasien
akan
79
Kerja
Tadi ibu A mengatakan sering mendengar suara-suara pada malam hari? Apakah selain
ibu A, anggota keluarga di rumah juga mendengar suara tersebut? Oo..jadi hanya ibu A
yang mendengarnya. Ya, saya percaya ibu A mendengar suara-suara itu, tapi seperti yang
ibu A katakan anggota keluaga lain tidak mendengarnya. Apa yang dikatakan oleh suarasuara itu? Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering ibu A mendengar suara-suara? Berapa kali sehari ibu A alami? Pada keadaan apa
suara itu biasanya terdengar? Apakah pada waktu sendiri? Apa yang ibu A rasakan pada
saat mendengar suara itu? Bagaimana perasaan ibu A saat mendengar suara itu?
Kemudian... apa yang ibu A lakukan? Bagaimana hasilnya? Apa yang ibu A alami itu
dinamakan halusinasi. Ada empat cara untuk mengontrol halusinasi yaitu menghardik,
patuh minum obat, mengajak orang lain bercakap-cakap dan melakukan aktivitas secara
terjadwal. Bagaimana kalau kita latih satu cara dulu, yaitu dengan menghardik?
Bagaimana kalau kita mulai ya! Begini...saya akan menjelaskan terlebih dahulu cara
menghardik halusinasi. Ketika suara itu datang, ibu A bisa menghardik atau mengusirnya
dengan cara menutup telinga dengan kedua telapak tangan lalu usir suara itu dengan
mengatakan pergi jangan ganggu saya. Saya contohkan caranya yaa.
Begini ibu A! Jika suara itu muncul katakan dengan keras Pergi jangan ganggu saya
sambil menutup kedua telinga. Seperti ini ya ibu A! Coba sekarang ibu A ulangi lagi
seperti yang saya peragakan tadi. Bagus sekali!
Selain menghardik, ibu perlu minum obat secara teratur. Tadi dokter memberi obat... ada
tiga macam. Sekarang ibu A ke apotik dulu, nanti kembali kesini dan akan saya jelaskan
tentang obat yang ibu Sita minum
(Setelah mendapat obat dari Apotik, pasien kembali menemui perawat. Perawat
menjelaskan tentang cara minum obat kepada pasien dan keluarga)
Terminasi
Bagaimana perasaan ibu A setelah menyampaikan tentang halusinasi yang dialami,
latihan menghardik dan mendapat penjelasan tentang pentingnya minum obat?
Coba ibu A ulangi kembali cara menghardik?
Bagus!
Nah, supaya ibu A tidak lupa cara menghardik dan terampil dalam melakukannnya, ibu A
perlu latihan setiap hari secara teratur. Ibu A mau latihan menghardik dalam satu hari
berapa kali? Bagus, satu kali ya bu, pada jam berapa? Baik, jam 9 pagi... berarti setiap jam
9 pagi ibu A berlatih menghardik sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya? Selain itu,
jika nanti suaranya muncul lagi, jangan lupa ibu A menghardik seperti tadi yaa.
Baik ibu A kita ketemu satu minggu lagi, saat ibu A kontrol kesini. Nanti saya akan latih
cara ke tiga mengontrol halusinasi, yaitu dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
Menghardik halusinasi
Mematuhi program pengobatan
Mengajak orang lain bercakap-cakap dengan bila timbul halusinasi
Menyusun jadwal kegiatan harian untuk mengurangi waktu luang dan
melaksanakan jadwal kegiatan tersebut secara mandiri
Menilai
manfaat
cara
mengontrol
halusinasi
dalam
mengendalikan
halusinasi
2) Keluarga mampu:
Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien
Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi
Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi
Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah halusinasi.
5. Dokumentasi Hasil Asuhan Keperawatan Halusinasi
Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Berikut contoh pendokumentasian asuhan keperawatan
halusinasi pada kunjungan pertama.
IMPLEMENTASI
EVALUASI
S:
Pasien mengatakan merasa senang setelah
latihan menghardik dan akan menghardik saat
halusinasi muncul serta minum obat teratur
Data Pasien:
Pasien mengatakan mendengar suara yang
memanggil dan mengajaknya berjalan-jalan,
biasanya pada siang hari, frekuensi 4-5 kali
sehari, suara sering muncul pada waktu
menyendiri, perasaannya takut
Data Keluarga:
Keluarga mengatakan sering melihat pasien
berbicara dan tersenyum sendiri.
Keluarga mengatakan bingung, tidak tahu
cara merawat anaknya.
Diagnosis Keperawatan:
Gangguan Sensori Persepsi:
pendengaran
Keluarga
mengatakan
akan
memotivasi
anaknya berlatih menghardik dan minum obat
sesuai jadual.
O:
Pasien
mampu
menghardik
memperagakan
cara
halusinasi
Tindakan Keperawatan:
Pasien:
Melatih menghardik
Melatih patuh minum obat
Membantu pasien memasukkan latihan
P:
Pasien:
Latihan menghardik 1 x / hari
Minum obat 3 x/ hari
Keluarga: mengingatkan pasien untuk berlatih
menghardik (jika pasien lupa) dan minum obat
82
dan memberikan
melakukannya.
pujian
setelah
pasien
Perawat
crl
carol
POKOK BAHASAN
C. ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain.
2. Proses Terjadinya Isolasi Sosial
Proses terjadinya isolasi sosial pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stres adaptasi Stuart yang meliputi stresor dari faktor predisposisi dan
presipitasi,
a. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:
1) Faktor Biologis
Faktor biologis meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa,
adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Pada pasien yang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan pengalaman negatif
pasien terhadap gambaran diri, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang
dimiliki, kegagalan dalam mencapai harapan atau cita-cita, krisis identitas dan
kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan yang dapat
menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain, yang akhirnya
menjadi masalah isolasi sosial.
83
Data subyektif
Pasien mengungkapkan tentang :
b.
1)
Perasaan sepi
2)
3)
4)
Ketidakmampun berkonsentrasi
5)
Perasaan ditolak
Data Obyektif
1)
Banyak diam
2)
3)
Menyendiri
4)
5)
Tampak sedih
6)
7)
84
wawancara dan
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dari hasil wawancara, melalui
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimana perasaan anda saat berinteraksi dengan orang lain?
2) Apakah ada perasaan tidak aman?
3) Bagaimana pendapat anda terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau
tetangga)?
4) Apakah anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila punya
siapa anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
5) Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan anda? Bila
punya siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
6) Apa yang membuat anda tidak dekat dengan orang tersebut?
sebagai berikut:
1) Pasien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
3) Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
4) Kontak mata kurang
Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasien
di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
Data : Pasien tampak menyendiri, tidak ada kontak mata, ekspresi datar,
mengatakan malas berbicara dengan orang lain.
Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain
Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien
87
Tindakan Keperawatan:
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, penyebab terjadinya isolasi sosial
dan akibat jika isolasi sosial tidak diatasi
c) Melatih keluarga cara merawat isolasi sosial
d) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung peningkatan hubungan sosial pasien
e) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
f)
dan kegiatan
sosialisasi di lingkungan
melakukan rujukan
EVALUASI
89
S:
Pasien mengatakan senang berkenalan
dandapat latihan berbicara dengan anaknya
saat masak dan nonto TV
Keluarga mengatakan senang mendampingi
pasien latihan cara bercakap-cakap.
O:
Pasien mampu berkenalan dengan 2 orang
petugas kesehatan di Puskesmas dengan
sikap tubuh dan verbal yang sesuai.
Pasien mampu latihan bertanya
dan
menjawab
pertanyaan
jika
sedang
melakukan kegiatan di rumah
Keluarga mampu latihan mendampingi
pasien saat melakukan kegiatan sambil
bercakap-cakap
Ice
POKOK BAHASAN
D. ASUHAN KEPERAWATAN DEFISIT KEPERAWATAN DIRI
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya.
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (kebersihan diri, berhias, makan, toileting)(Herdman, 2012).
2. Proses Terjadinya Masalah
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya defisit perawatan diri, meliputi
a. Faktor prediposisi
1) Biologis : penyakit fisik dan mental yang menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan perawatan diri dan faktor herediter.
2) Psikologis : faktor perkembangan dimana keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan pasien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. Kemampuan
realitas turun. Pasien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian terhadap dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
3) Sosial: kurang dukungan dan situasi lingkungan mempengaruhi kemampuan
dalam perawatan diri.
90
b. Faktor presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri adalah penurunan
motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
3. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri
Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat dinilai dari pernyataan pasien tentang
kebersihan diri, berdandan dan berpakaian, makan dan minum, BAB dan BAK dan
didukung dengan data hasil observasi.
a. Data subyektif
Pasien mengatakan tentang :
1) Malas mandi
2) Tidak mau menyisir rambut
3) Tidak mau menggosok gigi
4) Tidak mau memotong kuku
5) Tidak mau berhias/ berdandan
6) Tidak bisa / tidak mau menggunakan alat mandi / kebersihan diri
7) Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum
8) BAB dan BAK sembarangan
9) Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan BAK
10) Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar
b. Data obyektif
1) Badan bau, kotor, berdaki, rambut dan gigi kotor, kuku panjang dan kotor, tidak
menggunakan alat-alat mandi,tidak mandi dengan benar
2) Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi,pakaian tidak rapi, tidak
mampu berdandan.
3) Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak menggunakan alat makan;
tidak mampu menyiapkan makanan, memindahkan makanan ke alat makan,
memegang alat makan, menyelesaikan makan.
4) BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri setelah BAB dan
BAK, tidak mampu menjaga kebersihan toilet
4. Proses Keperawatan Defisit Perawatan Diri
a. Pengkajian Defisit Perawatan Diri
Pengkajian dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan observasi kepada
pasien dan keluarga (pelaku rawat).
91
Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat diperoleh dari hasil wawancara,melalui
pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimana kebersihan diri pasien?
2) Apakah pasien malas mandi, mencuci rambut, menggosok gigi,menggunting
kuku?
3) Bagaimana penampilan pasien?
4) Apakah pasien menyisir rambut, berdandan, bercukur (untuk laki-laki)?
5) Apakah pakaian pasien rapi dan sesuai?
6) Apakah pasien menggunakan alat mandi/ kebersihan diri?
7) Bagaimana makan dan minum pasien?
8) Apakah pasien menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum?
9) Bagaimana BAB dan BAK pasien?
10) Apakah pasien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan
BAK?
11) Apakah pasien mengetahui cara perawatan diri yang benar?
Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut :
1) Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki
dan bau, kuku panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan
makan
dan
minum
secara
mandiri,
ditandai
dengan
93
dewasa 2000-2200
kalori (untuk perempuan) dan untuk laki-laki antara 2400-2800 kalori setiap
hari makan
minum
Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib.
Menjelaskan cara merapikan peralatan makan dan minum setelah makan
dan minum
Mempraktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
5) Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK secara mandiri
Perawat dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan
berikut:
Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
Tujuan:
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan
diri
Tindakan keperawatan:
a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien defisit perawatan
diri
b) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan
diri dan mengambil keputusan merawat pasien
c) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan
oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
d) Latih keluarga cara merawat dan membimbing kebersihan diri, berdandan,
makan dan minum, BAB dan BAK pasien.
e) Latih
keluarga
menciptakan
suasana
keluarga
dan
lingkungan
yang
95
EVALUASI
S:
Pasien mengatakan sudah melakukan
mandi dan menggosok gigi (2 kali per
hari), dan mencuci rambut (2 kali per
minggu) akan berdandan (menyisir
rambut dan memakai bedak) setiap
selesai mandi
Keluarga mengatakan anaknya dapat
melakukan kegiatan sesuai jadwal
Keluarga mengatakan senang dapat
membimbing anaknya untuk melakukan
kebersihan diri.
Keluarga mengatakan akan terus
memotivasi anaknya untuk melakukan
sesuai jadwal
O:
Pasien dapat mempraktikkan cara
menyisir rambut dan memakai bedak
dengan rapi
Keluarga tampak senang membantu
pasien menyisir rambut
A:
Defisit perawatan diri mulai teratasi
P:
Pasien
Mandi 2x/hari, menggosok gigi 2x/hari,
mencuci rambut 2x/minggu, berdandan
2x/hari
Keluarga
96
RTL:
Latih cara makan/minum yang baik
tantri
(Tantri)
POKOK BAHASAN
E. ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM
1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus
menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
bahwa
merugikan/meciderai
ada
seseorang
dirinya,
atau
diucapkan
kelompok
berulangkali
yang
tetapi
berusaha
tidak
sesuai
kenyataan.
Contoh: Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan
Contoh: Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit,
diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
2. Proses Terjadinya Waham
97
Proses terjadinya waham pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan konsep
stres adaptasi Stuart, meliputi :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis :
Faktor biologis terjadinya waham meliputi adanya faktor herediter, risiko bunuh
diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, atau riwayat penggunaan NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Kegagalan yang berulang, korban kekerasan, kurangnya kasih sayang, atau
over protektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan
anak, tingkat pendidikan rendah dan kegagalan dalam hubungan sosial
(perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering
tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala waham dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Adapun tanda dan gejala pasien waham adalah sebagai berikut:
a. Data Subyektif
Pasien mengatakan :
1) Memiliki kekuatan luar biasa.
2) Ada yang sedang mengintai atau mengancamnya.
3) Televisi atau radio menyiarkan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya
4) Ada bagian tubuhnya mengalami gangguan
b. Data Obyektif
1) Menggunakan pakaian atau atribut yang aneh
2) Ekspresi ketakutan
3) Tanda-tanda cemas
4) Membatasi interaksi dengan orang lain
4. Proses Keperawatan Waham
98
a. Pengkajian Waham
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat saudara gunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien waham :
1. Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan
dan menetap?
2. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah
pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
3. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh
dan tidak nyata?
4. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar tubuhnya?
5. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?
6. Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh
orang lain atau kekuatan dari luar?
7. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca
pikirannya?
Berjabat tangan
dukungan
atau
menyangkal
sampai
pasien
berhenti
membicarakannya
e) Mengidentifikasi bersama dengan pasien kebutuhan yang tidak terpenuhi
f)
j)
k) Mendiskusikan
kebutuhan
psikologis/emosional
yang
tidak
terpenuhi
kebutuhan yang
EVALUASI
S:
Pasien mengatakandia merasa khawatir
karena sudah dua minggu suaminya yang
bekerja di luar kota tidak memberi kabar
Diagnosis Keperawatan:
Gangguan Proses Pikir: waham curiga
O: Pasien
Pasien: sikap cukup kooperatif, mau
menyampaikantentang hal yang dipikirkan
Tindakan keperawatan
Pasien:
Mendiskusikan harapan dan kebutuhan
pasien
Mendiskusikan sumber-sumber untuk
memenuhi kebutuhan.
Membantu pemenuhan kebutuhan dan
harapan pasien yang memungkinkan
Mendiskusikan tentang cara minum obat
Keluarga:
Menjelaskan kepada keluarga tentang
waham pasien dan cara merawatnya
Keluarga: kooperatif
Perawat
A: Waham (+)
P:
Pasien
Minum obat 3x/hari
Keluarga:
Tidak mendukung atau membantah
waham.
Berusaha memenuhi kebutuhan pasien
101
VIII.
crl
REFERENSI
102
MATERI INTI 6.
EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK DAN OBAT PSIKIATRIK LAINNYA
I.DESKRIPSI SINGKAT
Pemberian
antipsikotik
lainnya
kepada pasien
selain
menimbulkan efek terapi yang diharapkan dapat juga menimbulkan efek samping yang
tidak diharapkan. Oleh karena itu ketika memberi obat antipsikotik dan obat psikiatrik
lainnya kepada pasien diharapkan disampaikan juga informasi dan edukasi terkait efek
yang tidak diharapkan (efek samping).
Timbulnya efek samping pada pemberian obat antipsikotik dan obat psikiatrik
lainnya akan menimbulkan rasa tidak nyaman untuk pasien dan keluarganya. Efek samping
obat yang tidak dikelola dengan baik akan menurunkan kepatuhan pasien akan
pengobatan.
Oleh karena itu dipandang perlu untuk memberikan pengetahuan terkait efek
samping yang mungkin timbul dalam pemberian obat antipsikotik dan obat psikiatrik lainnya
dan langkah-langkah penanganannya.
II.TUJUAN PEMBELAJARAN
Mampu menjelaskan tentang efek dan efek samping antipsikotik dan obat psikiatrik
lainnya
Mampu menjelaskan tentang tindakan yang perlu segera dilakukan perawat jika
menemukan pasien yang mengalami masalah akibat efek samping antipsikotik dan
obat psikiatrik lainnya
103
Tindakan pada pasien yang mengalami masalah akibat efek samping antipsikotik
dan obat psikiatrik lainnya
IV.METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah :
Curah pendapat
Laser pointer
Spidol
Slide presentasi
Spidol
Panduan latihan
104
Efek
Antipsikotika
a. Antipsikotika generasi pertama Mengatasi gejala positif skizofrenia seperti halusinasi,
/ antipsikotika tipikal.
waham, perilaku dan proses pikir yang kacau
Contoh:
Haloperidol,
Chlorpromazine
(CPZ),
Flufenazine
b. Antipsikotika generasi kedua / Mengatasi gejala positif skizofrenia seperti halusinasi,
antipsikotika atipikal
waham, perilaku dan proses pikir yang kacau
Contoh:
Risperidone,
Mengatasi gejala negatif skizofrenia seperti afek yang
105
Olanzapine,
Quetiapine, menumpul, tidak memiliki
Aripiprazole, Clozapine
penarikan diri dari sosialisasi
Antidepresan
minat
dan
inisiatif,
c. Antidepresan
trisiklik
dan
tetrasiklik
Contoh:
Amitriptilin,
Imipramine, Maprotiline
d. Antidepresan SSRI (Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor)
Contoh:
Sertraline,
Fluoxetine,
Fluvoxamine,
Citalopram
e. Antidepresan SNRI (Selective
Norepinephrine
Reuptake
Inhibitor)
Contoh:
Venlafaxine,
Mirtazapine
Golongan Benzodiazepine
Contoh:
Lorazepam,
Alprazolam, Clobazam
Golongan
lain.
Contoh:
Klonidin, hydroxyzyne
Mood stabilizer
Menstabilkan mood
Contoh: Lithium, Asam Valproat,
Carbamazepine
Efek samping yang sering muncul pada pemberian antipsikotika dapat dibedakan atas efek
samping yang sifatnya akut dan kronik.
Efek samping yang sifatnya akut antara lain:
Sindrom Ekstrapiramidal
a. 1. Distonia akut: Kontraksi tonik pada otot leher, mulut, lidah, otot poros tubuh atau
ekstremitas; tidak sama antara bagian kiri dan kanan. Dapat terjadi: Krisis okulogirik
(kontraksi atau kekakuan otot mata), Tortikolis (kontraksi atau kekakuan otot leher),
Opistotonus (kontraksi atau kekakuan otot-otot tubuh)
106
b. 2. Parkinsonisme:
-
Trias Parkinson: tremor (dapat dilihat pada ekstremitas yang bergetar, atau tangan
seperti menggulung pil), rigiditas (kekakukan), bradikinesia (gerakan menjadi lebih
lambat, langkah kecil-kecil)
Wajah seperti topeng, postur tubuh condong ke depan dan langkah yang kecil-kecil
tehuyung-huyung
c. 3. Akatisia: Ada perasaan subyektif yang tidak menyenangkan untuk terus bergerak.
Kegelisahan motorik: jalan modar-mandir, jalan di tempat, tidak dapat duduk/berbaring
diam, meremas-remas jari tangan, menggerak-gerakkan tangan/lengan
d. 4. Sindrom Maligna Nuroleptik (SMN). Terdapat kekakuan seluruh tubuh, disertai dengan
demam dan instabilitas otonom seperti takikardi atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi
Efek samping obat yang sifatnya kronik antara lain:
- Tardive dyskinesia, yaitu gerakan involunter pada otot-otot sekitar wajah, mulut, tangan
berupa gerakan-gerakan otot yang berulang dantidak bertujuan.
Berikut ini dapat dilihat tabel efek samping beberapa obat antipsikotik:
Medikasi
Haloperidol
Klorpromazin
Flufenazin
depo/kerja panjang
Sedasi
+++
Kencing tersendat
++
Hipotensi ortostatik
+++
Efek
samping +++
ekstrapiramidal*
+++
Jarang
Jarang
Tardive
dyskinesia***
Perubahan EKG
Kontraindikasi
Kesadaran menurun,
depresi
sumsum
tulang,
faeokromositoma,
porfiria, gangguan di
Kesadaran menurun,
depresi
sumsum
tulang,
faeokromositoma
Anak-anak,
kesadaran menurun,
parkinsonisme,
aterosklerosis
serebral yang nyata
107
basal ganglia
* Gejala-gejala Ekstrapiramidal di antaranya reaksi distonia akut, tics, tremor, rigiditas otot
dan roda gerigi (cogwheel).
**Sindroma Neuroleptik Maligna merupakan gangguan yang jarang tapi berpotensi
mengancam nyawa. Dtandai dengan kekakuan otot,peningkatan suhu tubuh dan tekanan
darah.
*** Tardive dyskinesia adalah efek samping jangka panjang dari medikasi antipsikotik yang
ditandai oleh gerakan-gerakan otot yang involunter, khususnya wajah, tangan, dan dada.
Interaksi obat khususnya berkaitan dengan metabolisme di hati; generasi baru lebih baik
dibanding trisiklik
Efek samping antikolinergik
- gangguan sensorium & fungsi kognitif
- pandangan kabur
- retensi urin / alvi
- mulut kering
Efek samping kardiovaskuler
- Hipotensi ortostatik hipoksia sereberal
- Quinidine like effect aritmia berat
Efek samping lainnya
a. Gangguan saluran pencernaan (mual-muntah-diare)
b. Sedasi
c. Agitasi psikomotor
108
d. Gejala ekstrapiramidal
e. Sindrom hiperserotonin
Efek samping anti anxietas/ anti cemas
Obat anti anxietas pada umumnya diberikan untuk jangka waktu pendek, sekitar 2 minggu
kemudian diturunkan dosisnya secara berkala untuk dihentikan. Penggunaan obat
golongan benzodiazepine untuk jangka panjang akan dapat menimbulkan ketergantungan
dan jika dihentikan secara mendadak dapat menimbulkan kemungkinan gejala timbul
kembali.
Efek samping mood stabilizer
Perlu dipikirkan kemungkinan reaksi alergi obat yang berat pada penggunaan obat mood
stabilizer carbamazepine. Reaksi berat yang mungkin terjadi yaitu Sindroma Steven
Johnson dengan manifestasi rash di seluruh tubuh.
Efek samping lain yang mungkin terjadi pada pemberian mood stabilizer asam valproate
antara lain efek samping gastro intestinal (mual, tidak nyaman di saluran pencernaan),
peningkatan berat badan dan pada pasien wanita perlu diobservasi kemungkinan terjadinya
ovarium polikistik.
Tindakan pada pasien yang mengalami masalah akibat efek samping antipsikotik dan
obat psikiatrik lainnya
Pada pasien yang diberikan obat psikofarmaka perlu diberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang gejala efek samping obat yang mungkin dialami anggota keluarganya.
Apabila terdapat kecurigaan adanya efek samping obat
berkonsultasi ke dokter untuk penilaian beratnya efek samping. Pada efek samping yang
berat sering kali obat harus dihentikan dan dilakukan penggantian jenis obat, kemudian
diberikan tata laksana untuk mengatasi reaksi efek samping obat tersebut.
Pada reaksi efek samping obat yang ringan dosis obat dapat dikurangi dan diberikan tata
laksana untuk mengatasi efek samping.
109
Obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi efek samping obat antipsikotika:
Nama obat
Trihexyphenidil (oral)
Sindrom ekstrapiramidal
Propranolol (oral)
Clonazepam (oral)
Sindrom ekstrapiramidal
b.
Hentikan obat antipsikotika. Efek obat antipsikotika akan bertahan sampai beberapa
hari. Obat antipsikotika depot efeknya bisa sampai beberapa minggu.
VIII.REFERENSI
1. Stuart, G.WT. Principles and practice of psychiatric nursing, 9th ed. Louis, Missouri:
Mosby, Inc: 2009.
2. Townsend, C.Marry. Psychiatric mental health nursing, 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company: 2009.
3. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co: 2009.
4. Videbeck, S.L. Psychiatric mental health nursing, 3rd ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins, 2006.
110
MODUL
MATERI INTI 7
I. DESKRIPSI SINGKAT
Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sering tidak tertangani dengan
baik dan dikenali sedini mungkin di masayarakat. Keluarga akan ke puskesmas apabila
keluarga sudah tidak mampu dalam mengatasi perilaku pada anak. Anak yang mengalami
gangguan perkembangan dan perilaku sering juga mengalami salah asuh. Hal ini
berdampak terhadap kemampuan anak dalam kehidupan sebagai seorang individu.
Modul ini membahas asuhan keperawatan gangguan perilaku dan perkembangan
pada anak agar anak dapat menjalankan tugas perkebangannya seoptimal mungkin dan
keluarga dapat mendeteksi dan mempunyai kemampuan dalam merawat anak di rumah
dan lingkungan sekitarnya.
Pada modul ini, akan menjelaskan tentang asuhan
perkembangan dan perilaku pada anak, yakni
keperawatan gangguan
111
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan-pokok bahasan sebagai berikut yaitu:
1. Konsep Asuhan keperawatan pada gangguan perkembangan pada anak
a. Asuhan keperawatan risiko perilaku kekerasan
Pengertian risiko perilaku kekerasan
Proses terjadinya risiko perilaku kekerasan
Tanda dan Gejala risiko perilaku kekerasan
Proses keperawatan risiko perilaku kekerasan
112
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkahlangkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran di kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila
dengan
113
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.
114
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan
diri
untuk
bermain
peran
dalam
melakukan
asuhan
115
POKOK BAHASAN 1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PERKEMBANGAN PADA
ANAK
kultural
stimulus
lingkungan,
kurang
memahami
sosial,
116
bermain api,
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui
observasiadalah sebagai berikut:
a. Perilaku berulang yang mencederai diri sendiri , aktifitas ritual , memukul,
menendang, menggigit (Autism)
117
3. Tindakan Keperawatan
Tujuan tindakan keperawatan untuk klien:
Klien dapat
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menunjukkan perubahan perilaku: tidak mencederai diri
c. Menjelaskan penyebab marah
d. Menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/perilaku kekerasan
e. Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
f.
118
b.
c.
d.
e.
f.
g.
4. Evaluasi
Evaluasi untuk klien
119
melakukan rujukan.
B. Kerusakan Interaksi Sosial
1. Definisi
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan seseorang berpartisipasi
dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif.
2. Proses Terjadinya Masalah
Terjadinya kerusakan interaksi sosial pada anak di pengaruhi oleh faktor
predisposisi dan presipitasi. Faktor predisposisi terjadinya kerusakan interaksi
sosial adalah :
a. Biologik : kelahiran prematur, dengan induksi dan partus lama
b. Psikologik : abuse dan pengabaian pada anak,hubungan antara anak dan
orang tua yang tidak memuaskan, tidak terpenuhi tugas perkembangan
percaya versus ketidakpercayaan.
c. Sosial : lingkungan yang kacau, role model yang buruk dari orang tua.
120
ADHD :
a. Impulsif
b. Kesulitan membentuk hubungan interpersonal yang memuaskan.
c. Perilaku mengganggu
d. Kesulitan
menyesuaikan
dengan
norma-norma
sosial.
4. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada
klien dan keluarga (pelaku rawat).
sosial
sebagai berikut:
1. Apakah anak mereka dapat melakukan kontak mata atau memberikan
perhatian kepada orang lain ?
2. Bagaimana perasaan anak saat berinteraksi dengan orang lain ?
3. Apakah anak dapat mengungkapkan rasa puas, memiliki, kepedulian,
ketertarikan dan berbagi ?
4. Apakah perilaku anak sesuai dengan usianya dalam berinteraksi dengan
orang lain ?
121
Tanda dan gejala kerusakan interaksi sosial yang dapat ditemukan melalui
observasiadalah sebagai berikut:
1. Menyendiri
2. Kontak mata kurang
3. Kurang tanggap atau peduli terhadap orang lain
4. Tidak mau dipeluk
5. Ketidakpedulian atau keengganan untuk kasih sayang dan kontak fisik
6. Tidak mampu bermain bekerjasama dan menjalin persahabatan.
7. Terbatsnya rentang perhatian
8. Kegiatan mudah beralih
9. Impulsif.
10. Mengganggu orang lain
11. Perilaku
yang
tidak
dapat
diterima
sesuai
usia
b. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari hasil pengkajian,
maka dirumuskanlah diagnosis keperawatan :
c. Tindakan Keperawatan
Tujuan :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat ditandai
dengan adanya respon wajah dan kontak mata, Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain.
Tindakan keperawatan untuk individu :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien :
a. Tetap bersama klien pada awal interaksi.
b. Berikan kehangatan, penerimaan, dan penuhi kebutuhan dasar klien.
Jujur dan menapati janji, terima diri klien dan bedakan dengan perilaku
yang diterima, misalnya : bukan kamu, tapi perilakumu yang tidak
dapat diterima
122
123
d. Evaluasi
Evaluasi untuk klien :
1) Membina hubungan saling percaya dengan perawat.
2) Memulai interaksi dengan orang lain
3) Ada kontak mata, respon wajah dan perilaku non verbal lainnya dalam
berinteraksi dengan orang lain
4) Tidak menolak diri dari kontak fisik
Evaluasi untuk keluarga
1) Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat klien (pengertian,
tanda dan gejala, dan proses terjadinya kerusakan interaksi sosial)
2) Mencegah terjadinya kerusakan interaksi sosial
3) Menunjukkan sikap yang mendukung danmenghargai klien
4) Memotivasi klien dalam melakukan interaksi sosial
5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung klien
berinteraksi sosial.
C. Defisit Perawatan Diri
1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya.
kurang
dukungan
dan
124
situasi
lingkungan
mempengaruhi
Faktor presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri pada anak
yang mengalami gangguan perkembangan dan perilaku adalah perubahan
mobilitas fisik, kurang maturnya mobilitas fisik.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat dinilai dari pernyataan
keluarga bahwa anak mereka :
a. Tidak mampu untuk mandi
b. Tidak mampu memakai pakaian
c. Tidak bisa membawa makanandari piring ke mulut
d. Tidak bisa BAB atau BAK sendiri tanpabantuan
4. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kepada klien
dan keluarga(pelaku rawat).
Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan dengan
wawancara,melalui pertanyaan sebagai berikut:
a.
b.
menggunting kuku?
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Apakah klien menggunakan alat makan dan minum saat makan dan
minum ?
i.
j.
Apakah klien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB
dan BAK ?
k.
Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut :
125
1) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada klien laki-laki tidak
bercukur, pada klien wanita tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan
c. Tindakan Keperawatan
Tujuan :
Klien mampu melakukan pemenuhan kebutuhan perawatan diri secara
mandiri.
Tindakan Keperawatan Untuk Individu
1. Identifikasi aspek perawatan diri yang masih dapat dilakukan klien.
2. Latih satu aspek perawatan diri pada satu waktu. misalnya cara makan,
memotong kuku.
3. Berikan penjelasan sederhana dan konkret misal melatih makan ambil
nasi dari piring, masukkan ke mulut.
4. Berikan pujian atas keberhasilan yang dapat dicapai klien.
5. Latih aspek perawatan diri lainnya apabila satu aspek perawatan diri
telah dikuasai dengan baik.
6. Anjurkan klien untuk mandiri namun apabila tidak mampu berikan
bantuan.
126
127
VIII.
REFERENSI
1. Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing (3th ed), St. Louis:
Mosby
3. Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic
Course). EGC: Jakarta
4. Stuart, Gail Wiscarz, (2013), Principles and practice of psychiatric nursing, 10th
ed, Philadelphia: Elsevier Mosby
128
MODUL
MATERI INTI 8
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Gangguan demensia merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang sering
terjadi pada klien dengan usia lanjut. Pada gangguan ini usia lanjut mengalami
gangguan memori atau daya ingat yang berdampak terhadap kemampuan klien usia
lanjut dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan dan kesejahteraan
hidupnya.
Gangguan memori seringkali dianggap wajar terjadi pada lanjut usia karena
merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Faktor ketidaktahuan, baik dari
pihak keluarga, masyarakat maupun pihak tenaga kesehatan mengenai tanda dan
gejala gangguan memori, dapat menyebabkan gangguan memori sering tidak
terdeteksi dan lambat ditangani.
Seiring dengan meningkatnya jumlah usia lanjut di Indonesia, masalah
gangguan memori ini semakin sering dijumpai. Pemahaman yang benar tentang gejala
ini adalah penting dimiliki agar gangguan memori dapat dideteksi dan ditangani sedini
mungkin.
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan asuhan keperawatan
gangguan Demensia pada lanjut usia
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan gangguan Demensia pada Lanjut
Usia.
2. Melakukan langkah langkah asuhan keperawatan padagangguan Demensia
pada Lanjut Usia
129
Pokok bahasan dan atau sub pokok bahasan yang dibahas dalam modul ini adalah:
A. Konsep Asuhan keperawatan gangguan Demensia pada lanjut usia
1. Pengertian gangguan memori
2. Proses terjadinya gangguan memori
3. Tanda dan Gejala gangguan memori
4. Proses keperawatan gangguan memori
B. Langkah langkah asuhan keperawatan pada gangguan Demensia pada Lanjut Usia
1. Pengkajian
2. Diagnosis keperawatan
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
6. Dokumentasi
Agar proses pembelajaran dapat berjalan dan berhasil secara efektif, maka perlu
disusunlangkah-langkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses Pembelajaran di Kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas.
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Jika belum pernah menyampaikan sesi di kelas, fasilitator memulai dengan
memperkenalkan
diri.
Perkenalkan
diri
dengan
menyebutkan
nama
lengkap,nama panggilan yang disukai, instansi tempat bekerja, dan materi yang
akan disampaikan.
130
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat, dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat gangguan memori.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
131
e. Mempersiapkan
diri
untuk
bermain
peran
dalam
melakukan
asuhan
132
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan memori, meliputi:
1) Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan
133
4. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Untuk
mengkaji
klien
lansia
dengan
gangguan
memori,
saudara
dapat
dengan klien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk
mengkaji data objektif gangguan memori:
1) Kurang konsentrasi
2) Kurang kebersihan diri
3) Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
4) Aktifitas terbatas
5) Sering mengulang kata-kata.
Aspek psikososial yang perlu dikaji adalah: apakah lansia mengalami kebingungan,
kecemasan, menunjukkan afek yang labil/ datar/ tidak sesuai.
Data subjektif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan Mini
Mental State Examination (MMSE). Untuk pemeriksaan fungsi kognitif:MMSE
dilakukan untuk mengkaji fungsi kognitif yang mencakup: orientasi, registrasi, atensi
dan kalkulasi serta mengingat dan bahasa.
Mini Mental State Examination
Nama klien
: .................
Nama pewawancara
:...................
Usia klien
:....................
Tanggal wawancara
:...................
Pendidikan
:.....................
Waktu wawancara
:....................
Skor
Max
5
5
Skor
Klien
Pertanyaan
Sekarang (hari), (tgl), (bulan), (tahun) siang/malam?
Sekarang kita berada dimana? (lorong), (dusun),
Ket
Orientasi
Orientasi
134
Registrasi
Atensi
dan
Kalkuklasi
Mengingat
Bahasa
135
apakah
Buku, sepatu, bis! ( Disebutkan satu detik untuk setiap benda) , sekarang bapak ulangi
Coba bapak hitung mundur dari 10.000 kebawah dengan pengurangan 1000, seperti ini
pak.... 9000, 8000, sekarang coba bapak lanjutkan. (hentikan setelah lima hitungan) Coba
bapak sebutkan kembali tiga benda yang tadi suster sebutkan. (buku, sepatu, bis)
Pak, ini benda apa ( perlihatkan arloji) Kalau ini benda apa? (perlihatkan pensil),
Pak, suster akan menyebutkan satu kalimat, nanti bapak ulangi yah! saya ingin sehat
Pak, ini kertas, sekarang coba bapak lipat menjadi segitiga, kemudian lipat dua, setelah itu
lipat tiga membentuk segi empat
Coba bapak baca tulisan ini, (contoh tulisan : PEJAMKAN MATA) , lalu laksanakan sesuai
contoh tulisan
Sekarang coba bapak tuliskan sebuah kalimat pada kertas ini. ( perawat tidak boleh
mendikte)
Pak, saya akan menggambar segilima yang berpotongan nanti bapak tiru gambar ini yah.
Terminasi :
Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang dengan suster?
Tampaknya Bapak semangat menjawab pertanyaan suster!
Nanti coba bapak ingat ingat apa yang sudah bapak kerjakan dari pagi sampai menjelang
makan siang, saya akan menanyakan kembali hal tersebut pada kunjungan saya tiga hari
lagi. Assalamualaikum
a. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka
ditetapkan diagnosis keperawatan:
Gangguan memori
b. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk klien:
Tujuan :
1.
2.
Tindakan keperawatan:
1. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan gangguan memori, pertamatama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. Selalu mengucapkan salam kepada klien.
b. Perkenalkan nama saudara dan nama panggilan termasuk menyampaikan
bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat klien.
c. Tanyakan pula nama klien dan nama panggilan kesukaannya.
d. Jelaskan tujuan saudara merawat klien dan aktivitas yang akan dilakukan.
e. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut.
f.
Bersikap empati
g. Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti (hindari
istilah yang tidak umum)
h. Bicara lambat, ucapkan kata atau kalimat dengan jelas dan jika memberikan
pertanyaan beri waktu kepada klien untuk memikirkan jawabannya
i.
Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan katakata yang sama.
j.
Volume
suara
ditingkatkan
dengan
nada
rendah
jika
ada
gangguan
pendengaran.
k. Komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
l.
137
2. Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besar
3. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki klien
4. Bantu keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan klien saat ini.
5. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih
dimiliki oleh klien
7. Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari klien sesuai dengan jadwal
yang telah dibuat.
9. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika klien melakukan kegiatan sesuai dengan
jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
138
10. Apabila klien mendapat obat-obatan, jelaskan pada keluarga tentang obat-obatan
tersebut mencakup:
a. Prinsip lima benar minum obat (benar obat, klien, cara, dosis, waktu)
b. Pentingnya penggunaan obat pada lansia dengan gangguan memori
c. Akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
d. Efek samping obat dan hal-hal untuk menghindari efek samping obat
e. Cara mendapatkan obat atau berobat
c. Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
Kemampuan klien:
1. Mampu menyebutkan hari, tanggal dan tahun sekarang dengan benar
2. Mampu menyebutkan nama orang yang dikenal
3. Mampu menyebutkan tempat dimana klien berada saat ini
4. Mampu melakukan kegiatan harian sesuai jadual
5. Mampu mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan
Kemampuan keluarga
1. Mampu membantu klien mengenal waktu tempat dan orang
2. Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran perhari dengan tulisan besar dan
jam besar
3. Membantu klien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadual yang telah dibuat
4. Memberikan pujian setiap kali klien mampu melaksanakan kegiatan harian
139
IX. REFERENSI
1. Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing (3th ed), St. Louis: Mosby
2. Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &
Classification, 2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell.
3. Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic
Course). EGC: Jakarta
4. Stuart, Gail Wiscarz, (2013), Principles and practice of psychiatric nursing, 10th ed,
Philadelphia: Elsevier Mosby
6. Townsend, Mary C., (2011) Nursing diagnoses in psychiatric nursing : care plans
and psychotropic medications , 8th ed, F. A. Davis Company, Philadelphia.
7. Townsend, Mary C., (2009), Psychiatric mental health nursing: concepts of care in
evidence-based practice , 6th ed, F. A. Davis Company
140
MATERI INTI 9
KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK
I. DESKRIPSI SINGKAT
Kegawatdaruratan psikiatrik adalah suatu kondisi yang ditandai oleh adanya gangguan
pada pikiran, perasaan dan perilaku seseorang yang memerlukan perhatian dan intervensi
terapeutik segera. Termasuk di dalamnya kondisi yang berhubungan dengan gaduh gelisah
(agitasi, agresif, dan perilaku kekerasan) dan percobaan bunuh diri. Kondisi ini dapat terjadi
di dalam atau di luar gedung layanan kesehatan.
Kondisi-kondisi yang termasuk dalam kegawatdaruratan psikiatrik adalah :
1. Gaduh gelisah :
a. Delirium
Delirium merupakan gangguan kesadaran, atensi, kognitif, dan persepsi yang
merupakan sebuah sindrom psikiatri umum yang sering menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.Delirium merupakan gangguan
dari sistem saraf pusat yang mengancam nyawa namun juga bersifat reversibel
dan ditandai oleh penurunan akut dalam tingkat kesadaran dan kognitif,
gangguan pada atensi, gangguan persepsi, aktivitas psikomotor abnormal, dan
gangguan dalam siklus tidur.
Delirium dapat dialami oleh populasi yang luas, merupakan gangguan yang
sering terjadi di semua setting pelayanan kesehatan. Pada orang usia lanjut,
delirium merupakan gejala penyakit yang paling banyak ditemukan. Delirium
menyebabkan kondisi yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Istilah lain
untuk delirium adalah acute confusional state (ACS).
b. Gaduh gelisah
Perilaku gaduh gelisah merupakan salah satu bentuk dari kegawatdaruratan
psikiatri. Kegawatdaruratan psikiatri adalah gangguan perasaan, pikiran dan
perilaku yang membutuhkan intervensi segera. Perilaku gaduh gelisah dapat
meliputi perilaku agitasi yaitu aktivitas motorik atau verbal yang meningkat dan
tidak bertujuan dan perilaku kekerasan yaitu agresi fisik yang bertujuan untuk
melukai orang lain.
141
c. Kegawatdaruratan napza
Penggunaan Narkotika, psikotropika, Alkohol dan Zat adiktif lainnya (Napza)
dapat menimbulkan suatu kondisi intoksikasi atau putus zat. Kondisi intoksikasi
dan putus zat merupakan suatu kondisi yang termasuk kegawatdaruratan.
Kegawatdaruratan penggunaan napza adalah gangguan fisik, psikologik dan
perilaku yang disebabkan oleh kondisi intoksikasi dan putus penggunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza).
d. Gangguan psikotik
Gangguan psikotik adalah gangguan dalam pikiran dan perilaku yang ditandai
dengan adanya distorsi pikiran dan persepsi, emosi yang tidak patut atau
rentangnya sempit, pembicaraan yang inkoheren atau irrelevan, adanya
gangguan persepsi seperti halusinasi, gangguan dalam isi pikir seperti adanya
waham, atau kecurigaan yang berlebihan dan tidak berdasar.
Pasien dengan gangguan psikotik dapat mengalami kondisi kegawatdaruratan
yang ditandai dengan kondisi gaduh gelisah (agitasi psikomotor), agresivitas
atau perilaku kekerasan, atau perilaku melukai diri sendiri/ percobaan bunuh diri
akibat adanya halusinasi atau waham.
2. Bunuh diri
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Risiko bunuh diri merupakan kegawatdaruratan psikiatri
yang memerlukan penilaian yang lengkap dan penatalaksanaan yang segera.
Modul ini akan menguraikan mengenai pengenalan risiko bunuh diri, diagnosis
pasien dengan risiko dan tindakan bunuh diri, penanganan kasus risiko dan
tindakan bunuh diri serta rujukan kasus.
Modul ini akan menguraikan mengenai tatalaksana kegawatdaruratan psikiatri mulai dari
pengenalan gejala, penegakan diagnosis, menyusun rencana intervensi, hingga melakukan
rujukan kasus.
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
142
Pokok bahasan B
Pokok bahasan C
: Tatalaksana
IV. METODE
Spidol
G. Panduan latihan
143
VI.
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkahlangkah sebagai berikut :
A. Langkah 1 : Penyiapan proses pembelajaran
1.Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Fasilitator mempresentasikan kondisi kegawatdaruratan psikiatri untuk stimulus
curah pendapat tentang pengenalan kondisi kegawatdaruratan psikiatri, strategi
umum penanganan kagawatdaruratan psikiatri dan penatalaksanaan
d. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
2.Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Melakukan permainan peran
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.
B. Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 secara garis besar dalam
waktu yang singkat
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
d. Menyimpulkan materi bersama peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
144
Agresif: dapat berbentuk agresi verbal atau fisik terhadap benda atau seseorang
Percobaan Bunuh diri: segala bentuk tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk dengan segera mengakhiri kehidupannya
145
146
1. DELIRIUM
A. Pengertian Delirium
Delirium didefinisikan sebagai gangguan kesadaran, atensi, kognitif, dan
persepsi yang merupakan sebuah sindrom psikiatri umum yang sering
menyebabkan
peningkatan
angka
morbiditas
dan
mortalitas.Delirium
Usia lanjut
Demensia
Polifarmasi
Gangguan penglihatan/pendengaran
Dehidrasi
Gangguan neurologis
147
infeksi
trauma kepala
gangguan endokrin
melukai orang lain. Perilaku agitasi dapat bermanifestasi sebagai ketakutan atau
kecemasan
yang
berlebihan,
hostilitas
atau
permusuhan,
peningkatan
Gangguan mental organik yaitu adanya kondisi medik umum yang dapat
mempengaruhi sistem syaraf pusat, misalnya delirium akibat sepsis.
Gangguan psikotik
Gangguan mood
Gangguan kepribadian
Menyerang
Merusak lingkungan
Marah-marah
Dendam
3. KEGAWATDARURATAN NAPZA
Napza adalah setiap bahan kimia /zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan
mempengaruhi fungsi tubuh secara fisik dan psikologis. Napza berdasarkan efek
yang ditimbulkannya dapat dibagi menjadi:
149
Depresan
Stimulan
Halusinogen
Alkohol
Amfetamin
LSD
Benzodiazepin
Metamfetamin
PCP
Opioid
Kokain
Solven
Magic mushrooms
Perasaan rileks
Bicara cadel
Jalan sempoyongan
Mual
Muntah
Napza yang memiliki efek stimulan akan mempercepat atau merangsang kerja
sistem susunan syaraf pusat dan pesan ke dan dari otak. Stimulan juga
meningkatkan detak jantung, tekanan darah dan suhu tubuh dan sering membuat
orang lebih sadar dan waspada. Efek yang dapat ditimbulkan dapat bermanifestasi
sebagai:
Efek yang ringan dapat berupa:
Banyak bicara
gelisah
Panik
Cemas
150
Sakit kepala
Paranoia
Napza yang memiliki efek halusinogen akan mempengaruhi persepsi orang yang
menyebabkannya melihat atau mendengar sesuatu secara terdistorsi.
Halusinogen akan memiliki efek sebagai berikut:
Kram perut
Aktivitas meningkat
Panik
Dilatasi pupil
4. BUNUH DIRI
A. Jenis perilaku bunuh diri
Jenis perilaku bunuh diri antara lain :
1) Ancaman bunuh diri, yaitu perilaku seseorang untuk melakukan bunuh diri
apabila keinginan atau harapannya tidak terpenuhi
2) Isyarat atau gelagat yaitu bentuk perilaku bunuh diri yang diwujudkan dalam
bentuk perubahan tingkah laku atau kebiasaan yang tidak biasa kemudian
dilanjutkan dengan percobaan bunuh diri
3) Percobaan bunuh diri, yaitu perilaku bunuh diri dalam bentuk percobaan
mencederai diri sendiri dengan berbagai cara. Cara yang digunakan
bermacam-macam, meminum racun serangga, menembak diri, gantung diri,
terjun dari ketinggian dan sebagainya.
B. Tanda dan gejala
Pasien dengan risiko dan tindakan bunuh diri mungkin datang dengan :
Tanda fisik
Tanda-tanda fisik yang dapat diidentifikasi diantaranya :
- Tidak memedulikan penampilan diri
- Kehilangan hasrat seksual
- Gangguan tidur
- Kehilangan nafsu makan, berat badan
- Keluhan kesehatan fisik
Tanda pikiran
Tanda-tanda pikiran bahwa seseorang berada dalam risiko atau tindakan
bunuh diri diantaranya apabila pasien mengatakan hal-hal sebagai berikut :
- Saya tidak membutuhkan apa-apa lagi
- Saya tidak bisa berbuat apapun yang baik
- Saya tidak bisa berpikir benar
- Saya berharap saya mati
- Segalanya akan lebih baik tanpa saya
- Semua masalah akan berakhir secepatnya
- Tidak
ada
yang
dapat
menolong
saya
Tanda perasaan
Tanda-tanda perasaan yang dapat diidentifikasi sebagai risiko bunuh diri
antara lain :
- Putus asa
- Marah
- Rasa bersalah
- Tidak berarti
- Kesepian
- Sedih
- Tidak ada harapan
- Tidak tertolong
Tanda perilaku
Tanda-tanda perilaku yang dapat dilihat pada pasiendengan risiko dan
tindakan bunuh diri diantaranya :
152
- Menarik diri
- Tidak tertarik dengan hal-hal yang dulu disukai
- Penyalahgunaan alkohol atau zat
- Perilaku yang tidak menentu
- Perubahan perilaku drastis
- Impulsif
- Mutilasi diri
- Mengembalikan
semua
barang-barang,
mengubah
surat
wasiat,
POKOK BAHASAN
KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI
STRATEGI UMUM
Lakukan penilaian adanya bahaya melukai/menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Penting untuk memperhatikan keselamatan staf, anggota tim dan keselamatan pasien
Cegah perlukaan
MODIFIKASI LINGKUNGAN
Pencahayaan ruangan cukup untuk mengurangi ilusi dan mispersepsi lingkungan yang
dapat meningkatkan risiko perilaku kekerasan atau agresif.
PRINSIP WAWANCARA
Lakukan pengkajian pada area yang tertutup (privasi). Privasi merupakan bagian
penting untuk membentuk interaksi yang terapeutik, tetapi bagaimanapun harus
tetap memperhatikan keamanan pribadi. Berbicara dengan pasien di daerah
terbuka, dilakukan terutama jika pasien berada di bawah pengaruh obat (mabuk) atau
gangguan kognitif; ini dilakukan untuk mempertahankan keamanan petugas. Tentu
saja, ketika pasien secara mental stabil, privasi sangat penting dalam proses
pengumpulan data dan memungkinkan petugas kesehatan untuk memperoleh
informasi.
Ciptakan
hubungan
terapeutik,
diawali
dengan
mengucapkan
salam
dan
memperkenalkan diri.
Yakinkan bahwa pasien berada di tempat yang aman, tenaga kesehatan akan
melindungi pasien dari dari kemungkinan melukai diri maupun orang lain.
berdiskusi
dengan
pihak
yang
merujuk,
anggota
keluarga
Pertanyaan difokuskan pada keluhan saat ini menggunakan kalimat pendek dan
mudah dipahami.
154
Gunakan diagram alur berpikir di atas (algoritma utama) untuk menyingkirkan masalah
terkait penyakit fisik dan ketergantungan zat/alkohol yang mungkin mengancam nyawa
atau pertimbangkan gangguan jiwa lainnya baik psikotik maupun non-psikotik (depresi,
anxietas, dll).
Nilai juga derajat fungsi, berat ringannya gejala psikiatri, adanya penyakit penyerta
(komorbiditas), kualitas dan ketersediaan sistem pendukung serta sumber bantuan
lainnya.
155
2.
Gangguan akibat penyalahgunaan zat psikoaktif dan alkohol baik dalam fase
intoksikasi maupun fase putus zat.
3.
Gangguan psikotik seperti psikotik akut dan skizofrenia, termasuk kondisi yang terjadi
akibat efek samping obat seperti akatisia.
4.
5.
6.
penggunaan Napza: jenis, lama penggunaan, toleransi dosis, gejala putus zat,
pengobatan untuk penggunaan Napza sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik secara menyeluruh
3. Pemeriksaan status mental
Perasaan, pikiran dan perilaku
4. Pemeriksaan penunjang
- Darah lengkap
- Tes urin untuk Napza
- SGOT/SGPT
- Ureum/Creatinin
Diagnosis Banding
-
Gangguan Psikotik
b.
Gangguan
Stres
Pasca
Trauma,
Anxietas,
Gangguan
157
Keputusasaan
Kondisi akut seperti dipermalukan, rasa putus asa, rasa bersalah dan malu
Umur (usia lanjut dan dewasa muda), jenis kelamin (laki-laki), tidak
menikah, hidup sendiri
Homo seksual
Faktor protektif :
Spiritualitas
Kepuasan hidup
Memiliki kemampuan membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak
Saya menghargai betapa tidak mudahnya problem itu bagi anda saat ini.
Beberapa pasien saya dengan problem serupa mengatakan kepada saya
bahwa mereka berpikir untuk mengakhiri hidup. Apakah anda juga pernah
memikirkan hal serupa?
158
Atau :
-
Apakah anda merasa putus asa dengan kondisi saat ini atau masa depan?
Jika ya,
Jika ya,
Kapan anda memiliki pikiran tersebut? Dan apakah anda memiliki rencana
untuk melakukannya?
Apakah anda pernah mencoba melakukannya?
b.
c.
luka tembak
d.
e.
f.
g.
Wawancara
Wawancara pada pasien dengan waham kejar dan paranoid yang kuat:
tetap hargai dan sopan dalam wawancara, tetap jaga dalam suasana yang
formal. Kalimat singkat dan mudah dipahami, kendalikan situasi, bersikap
tenang namun tegas. Yakinkan bahwa ia berada di tempat yang aman,
159
Lakukan
pemeriksaan
fisik
dan
penunjang
sesuai
pemeriksaan
Kemungkinan Diagnosis
160
Mengancam
Merasa terancam
Sering menghakimi
161
B. Jaket fiksasi
Sediaan obat-obatan:
1. Obat oral
a. Haloperidol tablet 0,5 mg, 1,5 mg, dan 5 mg
b. Clorpromazine tablet 25 mg, 100 mg
c. Risperidone tablet 2 mg
d. Diazepam tablet 2 mg, 5 mg
e. Lorazepam 2 mg
f. Propanolol 10 mg, 40 mg
2. Obat injeksi
a. Haloperidol injeksi 5 mg (kerja singkat).
Catatan: Haloperidol decanoas (depo, kerja panjang) bukan untuk kegawatdaruratan.
b. Diazepam injeksi 10 mg
c. Chlorpromazine injeksi 25 mg
d. Sulfas Atropin injeksi
e. Diphenhidramin injeksi
Tindak Lanjut dan Rujukan
Lakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki layanan psikiatri atau RS
Jiwa, bagi pasien dengan perilaku kekerasan yang tidak teratasi di puskesmas.
A. TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN DELIRIUM
1. Atasi kondisi medis yang diduga mencetuskan delirium.
2. Bila pasien gelisah hingga membahayakan diri/orang lain atau mengganggu
jalannya pengobatan, berikan obat antipsikotik dosis rendah per oral, yaitu
Haloperidol 0,5 mg tiap
3. Pada agitasi berat atau kondisi yang tidak memungkinkan pemberian per oral dapat
diberikan injeksi Haloperidol 2,5 mg IM, dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimal dewasa 10 mg per hari. Dosis maksimal lansia 5 mg per hari. Hindari
pemberian benzodiazepin (kecuali pada delirium yang disebabkan oleh penggunaan
alkohol).
4. Setelah gaduh gelisah teratasi dan pasien stabil, segera rujuk ke RS untuk
penanganan lanjut.
B. TATALAKSANA GADUH GELISAH
Algoritma penatalaksanaan gaduh gelisah
antipsikotik) atau 2 x 5 mg
Lakukan informed consent secara lisan dan tuliskan di dalam status pasien.
Jelaskan tindakan yang akan dilakukan, bukan sebagai hukuman tapi untuk
mengamankan pasien, orang lain dan lingkungan dari perilaku pasien yang tidak
terkontrol.
Siapkan ruang isolasi/alat pengikat (restraint) yang aman Lihat gambar di Bab I.
Pilih alat pengikat yang aman dan nyaman, terbuat dari bahan katun.
Pengikatan dilakukan oleh min. 4 orang; satu orang memegang kepala pasien, 2
orang memegang ekstremitas atas dan 1 orang memegang ekstremitas bawah.
Pengikatan dilakukan ditempat tidur bukan di sisi tempat tidur dengan posisi
terlentang, kedua kaki lurus, satu lengan di samping badan, satu lengan ke arah
kepala.
Ikatan sebaiknya tidak terlalu kencang, juga tidak longgar untuk mencegah
cedera.
tanda-tanda vital
Lakukan perawatan pada daerah pengikatan, pantau kondisi kulit yang diikat
(warna, temperatur, sensasi), lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat
secara bergantian setiap 2 jam, lakukan perubahan posisi pengikatan.
Libatkan dan latih pasien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara
bertahap.
Jika klien sudah mulai dapat mengontrol perilakunya, maka pasien sudah dapat
dicoba untuk berinteraksi tanpa pengikatan dengan terlebih dahulu membuat
kesepakatan yaitu jika kembali perilakunya tidak terkontrol maka pasien akan
diisolasi/dilakukan pengikatan kembali.
165
Nalokson 0,2-0,4 mg (1 cc) atau 0,01 mg /kg berat badan IV, IM,
atau subkutan, bila belum berhasil dapat diulang sesudah 3-10
menit sampai 2-3 kali dan pasien dipantau selama 24 jam
Untuk
Jelaskan kondisi ini bersifat sementara dan dalam waktu 4-8 jam
akan menghilang
Diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral, diulang setiap jam bila
diperlukan (hati-hati depresi pernafasan, dosis maksimal pemberian
diazepam parenteral adalah 20 mg/hari)
Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka harus ditempatkan di tempat
khusus dengan pengawasan yang ketat
168
Bila
ada
kejang
akibat
putus
zat
maka
atasi
dengan
NON PSIKOFARMAKA
Tips perawatan pasien dengan penyalahgunaan Napza
1. Komunikasi terapeutik
Bicara dengan tenang
Gunakan kalimat singkat dan jelas
2. Jika ditemukan gejala putus zat maka hindarkan pasien dari stimulus lingkungan yang
berlebihan seperti pencahayaan yang terlalu terang atau lingkungan yang berisik
3. Berikan edukasi mengenai kondisi pasien secara jelas dan singkat
4. Persuasi pasien untuk tidak gelisah
5. Edukasi pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan untuk masalah
penyalahgunaan Napza di institusi yang terkait
6. Psikoterapi suportif dengan memberikan pujian bagi pasien apabila ia bersikap
tenang
7. Observasi adanya tanda-tanda risiko bunuh diri pada pasien
C. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN BUNUH DIRI
Penatalaksanaan gawat darurat bunuh diri dimulai dari penilaian bentuk perilaku bunuh
diri, apakah berupa ancaman/isyarat
percobaan bunuh diri. Bila yang ditemukan dalam bentuk ancaman/isyarat saja maka
penatalaksanaannya adalah Manajemen Risiko Bunuh Diri. Apabila yang ditemukan
169
adalah penatalaksanaan
Pasien Ancaman/Isyarat
Bunuh Diri
Tanda-tanda
Pencederaan Fisik
1.
Tanda-tanda
Intoksikasi
tanda penting
bunuh diri
obat-obatan,
pembasmi
nilai kehidupan
dan sabar
pengamanan pertama
alternatif
yang
tersedia
f.
Pemberian
golongan
antidepresan
tipikal
seperti
terutama
amitriptilin
risiko
170
bunuh
diri
karena
dapat
2.
3.
Tindakan-tindakan Khusus
Mereka yang dengan perilaku bunuh diri Lindungi dari bahaya seperti yang dulu
sebelumnya
pernah dilakukan.
Mereka yang memiliki gangguan jiwa
2)
Simpan benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri seperti benda
tajam, tali, ikat pinggang, racun serangga.
3)
4)
Buat kontrak dengan pasien bahwa ia tidak akan melakukan tindakan bunuh
diri dalam jangka waktu tertentu, misalnya sampai dengan pertemuan
berikutnya, atau akan menghubungi tenaga kesehatan apabila muncul
171
keinginan untuk bunuh diri. Pada saat pasien berobat lagi, buat kontrak lagi,
demikian seterusnya.
5)
6)
7)
8)
9)
Ajak pasien untuk mengenali potensi penyelesaian masalah yang selama ini
efektif dan memperkenalkan cara-cara penyelesaian masalah lain yang
mungkin lebih baik.
Tindak Lanjut/Rujukan
Apabila pasien tidak memiliki keluarga atau keluarga tidak mampu merawat pasien
di rumah maka pasien perlu dilakukan hospitalisasi. Perlu diinformasikan apa yang
akan dilakukan di tempat rujukan, misalnya kemungkinan pemberian obat,
psikoterapi, termasuk perawatan lanjutan dari risiko akibat tindakan percobaan
bunuh diri.
D. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PSIKOTIK
Lakukan manajemen penatalaksanaan pasien gaduh gelisah secara umum. Berikut ini
algoritma penatalaksanaan gaduh gelisah pada pasien psikotik:
172
ALGORITMA PENATALAKSANAAN
AGRESIVITAS DAN PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN PSIKOTIK
Bila pasien tidak kooperatif/tidak bersedia per oral, atau gagal, berikan injeksi I.M. jangka
pendek (short acting):
Haloperidol injeksi 5 mg i.m (short acting). pemberian diulang setelah 30 menit. Max
30 mg/hari.
Chlorpromazine injeksi 25 - 50 mg i.m, pemberian dapat diulang setelah 1 - 4 jam. Max
200 mg/hari.
Untuk haloperidol (tidak untuk chlorpromazine) dapat dikombinasikan dengan diazepam 10 mg
i.m dalam spuit terpisah, untuk meningkatkan efektivitas dan mengurangi jumlah dosis yang
diperlukan. Dosis max diazepam: 20 mg.
Dosis anak dan remaja:
Untuk pasien usia 6 12 tahun Haloperidol injeksi dapat diberikan dengan dosis awal
1- 2,5 mg. Sementara pasien usia 12- 18 tahun dapat menggunakan Haloperidol injeksi
dengan dosis 2,5 - 5 mg. Dosis ini dapat diulang setiap 30 menit sampai dengan dosis
Jika kondisi telah teratasi maka pasien cukup stabil untuk dirujuk ke RS atau
dikembalikan kepada obat oral; jika kondisi tidak membaik atau terjadi perburukan
segera RUJUK
173
REFERENSI :
1. Kaplan HI, Sadock BJ. Substance Abuse. Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore,
1998.
2. American Psychiatry Asscociation. Diagnostic and Stastical Manual of mental Disorders.
Fourth Edition. Washington, DC. American Psychiatry Asscociation, 1994.
3. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
4. Kaplan HI, Sadock BJ. Substance Abuse. Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, baltimore, 1998
5. Ries R, Fiellin D, Miller S. Priciples of Addiction Medicine, 4th edition, Lippincott Williams
and Wilkins, baltimore, 2003
6. Buku Saku Kegawatdarutan Psikiatri, Depkes
7. Stuart G.W. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 9th Ed. Louis, Missouri. 2009
8. Kaplan H.I, Sadock B.J. Emergency Psychiatry. Philadelphia. Lippincot, Williams and
Wilkins. 1994.
9. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co; 2009.
174
MATERI INTI 10
PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
.
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan
atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
Sistem rujukan yang efektif menjamin hubungan yang baik diantara semua tingkat sistem
kesehatan dan membantu masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sedekat mungkin
dengan lingkungan tempat tinggalnya. Sistem rujukan juga membantu pemanfaatan
sumberdaya rumah sakit dan pelayanan primer secara efektif.
Sistem rujukan yang baik dapat membantu memastikan :
-
klien mendapatkan pelayanan yang optimal pada tingkat pelayanan kesehatan yang
sesuai dan tidak memerlukan pembiayaan yang tidak perlu
Modul ini akan menguraikan mengenai tatacara merujuk pasien dan rujukan balik mulai dari
pengertian rujukan berjenjang dan rujuk balik, ketentuan umum rujukan dan rujuk balik, dan
ruang lingkup rujukan dan rujuk balik.
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
a. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melakukan rujukan pasien
secara berjenjang baik vertikal maupun horizontal dan menerima pasien rujuk balik.
b. Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
1. Menerima dan menatalaksana pasien rujuk balik
2. Melakukan rujukan pasien secara berjenjang
3. Melakukan komunikasi dengan pemberi pelayanan kesehatan tingkat dua dan tiga
175
Pokok bahasan B
Pokok bahasan C
III.METODE
b)
c)
d)
176
o Kegiatan Peserta
a)
b)
c)
d)
agar pasien
yang merawat.
Sistem rujukan dibuat untuk memberikan kemudahan kepada pasien dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan, meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan
memberikan pelayanan kesehatan secara efektif dan efisien.
Sistem rujukan akan berjalan efektif jika semua pemberi layanan kesehatan
mengikuti aturan rujukan yang tepat, merujuk secara sesuai dan mengikuti protokol
penatalaksanaan.
b. fasilitas yang merujuk
- pada saat pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan, maka dilakukan
assessment,
mengumpulkan
informasi
yang
relevan
dan
memberikan
Monitoring dan evaluasi dilakukan bersama diantara fasilitas perujuk dan penerima
rujukan secara berkala.
Untuk penyakit-penyakit kronis seperti gangguan jiwa (Skizofrenia) diperlukan
penanganan jangka panjang, yang meliputi :
-
179
Fase Rumatan: terapi ditujukan untuk mencegah kekambuhan, mencegah perilaku yang
merugikan serta
meningkatkan kepercayaan
diri
dan keterampilan
sosial
untuk
180
e.
f.
dan
2.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang
lebih rendah dilakukan apabila :
1. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
2. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
181
Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
2.
Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
3.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
4.
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
5.
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
2.
3.
Kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
4.
5.
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
POKOK BAHASAN C. RUANG LINGKUP DAN TATACARA RUJUKAN DAN RUJUK BALIK
mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang. Peran keluarga menjadi
sangat penting mengingat sebagian pasien jiwa memiliki gangguan dalam tilikan diri
sehingga mereka tidak menyadari akan kondisinya. Penjelasan yang diberikan sekurangkurangnya meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
identitas pasien;
2.
3.
diagnosis kerja;
4.
5.
6.
185
bencana,
kekhususan
permasalahan
pasien,
pertimbangan
geografis,
dan
186
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali alam kondisi gawat darurat
dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1)pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
Ruang lingkup program rujuk balik :
1. Jenis penyakit
Jenis penyakit yang bisa dialihkan pelayanannya dari Dokter Spesialis/Subspesialis
ke pemberi pelayanan pertama adalah penyakit kronis yang bersifat stabil, yaitu :
a. Diabetus Mellitus
b. Hipertensi
c. Jantung
d. Asma
e. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
f.
Epilepsy
g. Schizophrenia
h. Stroke
i.
2. Penderita yang berhak memperoleh layanan rujuk balik adalah penderita dengan
diagnosa penyakit kronis yang telah ditetapkan dalam kondisi terkontrol /stabil oleh
Dokter Spesialis/ Subspesialis dan telah mendaftarkan diri untuk menjadi peserta
rujuk balik.
187
dan
skizofrenia
yang
berkaitan
dengan proses
hukum,
skizofrenia
dengan
guna
mendapatkan
penatalaksanaan
yang
memadai
sehingga
mampu
menurunkan angka mobiditas dan mortalitas yang tinggi (Sindrom neuroleptik maligna,
indikasi bunuh diri, indikasi perilaku kekerasan yang tidak dapat dikendalikan dengan
pemberian obat yang ada, kondisi medis umum berat, EPS berat yang tidak teratasi,
gaduh gelisah berat yang tidak tertangani di fasilitas tingkat pertama, kekambuhan
karena kesinambungan obat yang tidak terjamin).
188
membuat
surat
rujuk
balik
dengan
mencantumkan
diagnosis
dan
Program rujuk balik untuk pasien dengan gangguan jiwa berat (Skizofrenia) adalah :
a. Rujukan rutin :
bila pemeriksaan rutin tidak ada kelainan
bila onset lebih dari lima tahun dan dapat diberikan rekomendasi latihan kognitif
sederhana
b. Rujukan urgent
Bila serangan kejang dan gejala perilaku emosi sudah teratasi
Bila skizofrenia sudah mengalami remisi
Bila kondisi intoksikasi atau putus zat teratasi
Bila terdiagnosis pasti skizofrenia tanpa penyulit
Bila komorbiditas sudah stabil
Bila target remediasi kognitif tercapai
Bila sudah ditentukan rencana rehabilitasi lanjutan
c. Rujukan emergensi
Bila sindrom neuroleptic maligna sudah teratasi
189
VII. REFERENSI
Pedoman sistem rujukan nasional tahun 2012.
190
Materi Inti 11
PENCATATAN DAN PELAPORAN
I.DESKRIPSI SINGKAT
Puskesmas merupakan ujung tombak sumber data kesehatan. Pencatatan dan pelaporan
pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas merupakan suatu alat untuk memantau kegiatan
pelayanan kesehatan jiwa, baik bagi kepentingan pasien yang bersangkutan, maupun bagi
petugas kesehatan yang melayani serta pihak perencana dan penyusun kebijakan.
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas juga merupakan fondasi dari data
kesehatan. Sehingga diharapkan terciptanya sebuah informasi yang akurat, representatif
dan reliable yang dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan kesehatan.
Setiap program akan menghasilkan data. Data yang dihasilkan perlu dicatat, dianalisis dan
dibuat laporan. Data yang disajikan adalah informasi tentang pelaksanaan progam dan
perkembangan masalah kesehatan masyarakat. Informasi yang ada perlu dibahas,
dikoordinasikan, diintegrasikan agar menjadi pengetahuan bagi semua staf puskesmas.
Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas masihmenggunakan
sistem yang beragam. Di antaranya ada yang masih menggunakan SP2TP yaitu suatu
sistem pencatatan dan pelaporan terpadu di puskesmas yang tadinya seragam untuk
seluruh Puskesmas di Indonesia,namun tidak sedikit yang telah menggunakan ICD-10
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
192
VII.URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN A. PENCATATAN
1. Pengertian Pencatatan
Pencatatan adalah cara yang dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mencatat
data yang penting mengenai pelayanan tersebut dan selanjutnya disimpan sebagai
arsip di Puskesmas.
2. Jenis-jenis pencatatan dalam pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas
a.
Kartu rawat jalan: untuk mencatat data mengenai pasien. Termasuk pula kartu
rawat jalan di luar gedung puskesmas.
b.
Pencatatan harian rutin: untuk mencatat data pasien yang dikumpulkan selama
sehari.
193
atau
Petugas akan memasukkan data yang ditulis oleh dokter tersebut ke dalam buku
register harian.
7.
Berdasarkan register harian, petugas akan memasukkan data tersebut dalam sistem
informasi puskesmas dalam format LB
8.
BAHASAN
E.
PETUNJUK
PENGISIAN
FORM
PENCATATAN
DAN
PELAPORAN
1. Tulislah nomer, kode ICD-10, diagnosa, umur, jenis kelamin termasuk kasus baru
dan lama. Kolom IC-10 dan Diagnosa biasanya sudah terformat secara otomatis
2. Dalam menuliskan diagnosa dapat dituliskan dalam diagnosa utama dan atau
dimasukkan dalam diagnosa rincian.
3.
Perekapan total mengacu pada diagnosa utama kecuali apabila diagnosa utama
tidak dicantumkan.
VIII. REFERENSI
1.Sistem pencatatan dan pelaporan tingkat puskesmas tahun 2012
195