Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dry eyes syndrome (sindroma mata kering) adalah gangguan yang paling
sering ditemukan pada bagian oftalmologi. Dry eyes syndrome dapat disebabkan
oleh penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kompenen-komponen film air
mata akibat penguapan cepat dari film air mata, produksi air mata yang tidak
memadai, peningkatan osmolaritas air mata, dan peradangan pada permukaan
mata. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan gejala rasa tidak nyaman pada mata,
sensasi benda asing pada mata, gatal, kemerahan, sensasi terbakar, nyeri, dan
keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. 1,2
Dry eyes syndrome menjadi lebih sering terjadi dengan bertambahnya usia.
Dry eyes syndrome terjadi pada sekitar 8,4% dari populasi orang dewasa yang
berusia kurang dari 60 tahun dan 19% dari lansia di atas usia 85 tahun. Selain
usia, faktor risiko untuk terjadinya dry eyes syndrome adalah jenis kelamin,
perempuan dilaporkan berisiko mengalami dry eyes syndrome dua kali lebih
sering daripada laki-laki. Insidensi dry eyes syndrome lebih besar terlihat pada
keturunan Cina, Hispanik, Asia, dan keturunan Kepulauan Pasifik. Prevalensi dry
eyes syndrome lebih tinggi dengan adanya gangguan pada mata seperti blefaritis,
disfungsi kelenjar meibom, dan penyakit konjungtiva. Dry eyes syndrome juga
berhubungan dengan adanya penyakit sistemik seperti arthritis, osteoporosis, asam
urat, dan gangguan tiroid. Tindakan operasi pada mata seperti keratoplasti, atau
operasi onkologi mata juga sering menimbulkan dry eyes syndrome. Selain itu,

mata kering mungkin berhubungan dengan penggunaan obat topikal atau sistemik,
lensa kontak, dan merokok. Hal ini juga dapat dipicu oleh faktor lingkungan
seperti penggunaan pendingin udara, kelembaban yang rendah, suhu yang panas,
serta polusi udara.1,3
Untuk mendiagnosis mata kering, dapat dilakukan dengan tes Schirmer, tes
Lissamine Green, tear film break-up time. Tes Schirmer digunakan untuk
mengukur produksi air mata. Tes ini dilakukan dengan meletakkan pita kertas di
antara konjungtiva tarsalis inferior dengan konjungtiva bulbi. Tes Schirmer
dianggap abnormal bila resapan air mata pada kertas Schirmer kurang dari 10 mm
dalam 5 menit.3,4
Salah satu terapi untuk penanganan dry eyes syndrome adalah pemasangan
punctal occluder. Tujuannya adalah untuk mengurangi pengaliran keluar air mata
sehingga memperbaiki lubrikasi permukaan bola mata dengan air mata yang ada.
Sumbat ini terbuat dari silikon atau kolagen yang dapat dipakai secara temporer.
Terapi ini dilakukan jika terapi dengan air mata artifisial, gel, atau salep mata
tertentu untuk melembabkan permukaan bola mata tidak memberikan hasil yang
memuaskan.3,4

DAFTAR PUSTAKA
1. Sahai A, Malik P. Dry Eye: Prevalence and Attributable Risk Factors in a

Hospital-Based Population. Indian J Ophthalmol. 2005;53:87-91.


2. Montani G, Benelli U. Signs and Symptoms in Dry Eye Confirm the
diagnosis of dry eye before beginning treatment. Cataract & Refractive
SurgeryTodayEurope.2011;86:349.
3. Yen JC, Hsu CA, Li YC, et al. The Prevalence of Dry Eye Syndromes and
the Likelihood to Develop Sjogrens Syndrome in Taiwan: A PopulationBased Study. Int J Environ Res Public Health. 2015;12(7):764755.
4. Rumah Sakit PGI Cikini. 2014. Dry Eyes (Mata Kering). Available from:
http://www.rscikini.com/article/dry-eye-mata-kering. [Diunduh 1 Agustus
2016].

Anda mungkin juga menyukai