Anda di halaman 1dari 12

PENYAKIT JANTUNG KORONER

BATASAN
Penyakit jantung yang disebabkan oleh kelainan pada arteri koronaria. Sebagian besar (98%)
disebabkan oleh atherosklerosis pada arteri koronaria, sedangkan penyebab lain hanya sekitar
2%. Proses atherosklerosis terjadi karena interaksi beberapa faktor resiko. Faktor resiko
menggambarkan karakteristik yang ditemukan pada individu sehat yang mempunyai relasi
dengan kejadian atherosklerosis di kemudian hari. Faktor resiko utama terjadi atherosklerosis
adalah dislipidemia, hipertensi, diabetes melitus, merokok, kurang olahraga, dan obesitas.
Riwayat keluarga, umur dan jenis kelamin juga termasuk faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi.
MANIFESTASI KLINIK
Mekanisme yang mendasari terjadinya berbagai gambaran klinis penyakit jantung koroner
adalah terjadi iskemia miokard akibat plak atheroma pada arteri koronaria. Atheroma tersebut
menyebabkan stenosis, yang makin lama makin memberat. Manifestasi klinis iskemia
miokard akan muncul bila stenosis sudah mencapai 60% atau lebih. Iskemia miokard biasa
dirasakanoleh penderita sebagai nyeri yang khas yang disebut angina pektoris. Angina
pektoris yang khas adalah nyeri nyeri dada atau rasa tidak enak (rasa tertekan, berat, atau rasa
panas) di daerah prekordial terutama retrosternal yang menjalar ke arah lengan kiri, leher kiri
hingga ke rahang dan telinga kiri. Angina pektoris terjadi karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan penyediaan oksigen miokard.
Berbagai manifestasi klinis yang dapat terjadi :
1. Asimptomatik
2. Angina pektoris stabil
3. Sindroma koroner akut
a. Angina pektoris stabil
b. Infark miokard tanpa elevasi gelombang ST
c. Infark miokard akut dengan elevasi gelombang ST
4. Angina variant (Prinzmetal)
5. Aritmia, dapat bermacam-macam bentuk sampai terjadi kematian mendadak.
6. Gagal jantung, baik sistolik maupun diastolik.
Gradasi angina pektoris berdasarkan Canadian Cardiovascular Society :
1. Aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan serangan angina. Angina hanya timbul pada
aktivitas berat, tergesa-gesa atau berkepanjangan.

2. Aktivitas sehari-hari terganggu sedikit. Angina timbul waktu berjalan atau naik tangga
dengan cepat, jalan mendaki, jalan atau naik tangga setelah makan, pada udara dingin,
angin, atau dalam keadaan stress, atau dalam beberapa jam setelah terbangun dari
tidur. Angina terjadi bila berjalan lebih dari 2 blok pada jalan datar dan naik tangga
lebih dari 1 tingkat pada kecepatan dan kondisi normal.
3. Aktivitas sehari-hari sangat terganggu. Angina timbul saat jalan 1 sampai 2 blok pada
jalan yang datar dan naik tangga 1 tingkat pada kondisi kecepatan normal.
4. Angina timbul dalam setiap aktivitas fisik. Angina dapat timbul pada saat istirahat.

1. ANGINA PEKTORIS STABIL


Suatu angina pektoris yang khas yang dicetuskan oleh aktivitas fisik tertentu atau
stress yang mempunyai pola intensitas, frekuensi, dan lama yang menetap paling
sedikit dalam 30 hari terakhir.
PROSEDUR DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Nyeri angina yang khas dengan pola yang menetap dalam hal pencetus, lama dan
intensitasnya. Didapatkan faktor-faktor resiko untuk terjadi penyakit jantung
koroner.
2. Pemeriksaan fisik
Tidak ada yang spesifik pada pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan penunjang
- EKG istirahat : dapat menunjukan ada depresi segmen ST dan inversi
-

gelombang T yang spesifik ataupun EKG dapat juga normal.


Laboratorium : darah rutin, gula darah, kreatinin serum, profil lipid
Foto toraks
Ekokardiografi
Uji latih beban
Pencitraan nuklir

DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kelainan pada esophagus : esophagitis oleh karena refluks


Kolik bilier
Sindroma kostosternal : oleh karena infeksi pada cartilago costae
Radikulitis servikal
Kelainan pada paru : pneumonia, emboli paru
Nyeri psikogenik

PENATALAKSANAAN
Penderita angina pektoris stabil tidak memerlukan rawat inap.
1. Mendeteksi secara aktif dan pengendalian faktor-faktor resiko serta menghindari
faktor pencetus.
2. Terapi farmakologis:
a. Aspirin : 75-160 mg sekali sehari
Pada penderita yang kontraindikasi dengan aspirin dapat diganti dengan
ticlopidin 2 x 250 mg atau clopedogrel 1x75 mg.
b. Nitrat :
- Nitrogliserin : sublingual 0,3-0,6 mg maksimal 1,5 mg. Peroral 2,5-9 mg 2
-

sampai 3 kali sehari


Isosorbid dinitrat : sublingual 2,5-10 mg. Peroral 5-30 mg dua sampai tiga

kali sehari
Isosorbod mononitrat : peroral 20 mg dua kali sehari. Untuk sediaan lepas

lambat 60-240 mg sekali sehari.


c. Penyekat Beta
Diberikan apabila tidak ada kontraindikasi.
Cara kerja penyekat beta untuk mengurangi iskemia miokard ialah :
- Menurunkan tekanan darah sehingga beban miokard berkurang
- Menurunkan kontraktilitas miokard sehingga kebutuhan
-

pksigen

berkurang.
Menurunkan frekuensi jantung sehingga kebutuhan oksigen berkurang,
disamping itu karena masa diastole memanjang maka periode pengisian
koroner menjadi lebih lama. Berbagai jenis penyekat beta dapat
dipergunakan, namun sebaiknya dipilah yang tidak memiliki instrinsik
sympathomimetic activity (non ISA). Penyekat beta yang sering
digunakan : propanolol 3 x 10-40 mg, metoprolol 2 x 50-100 mg, atenolol

1 x 50-100 mg, bisoprolol 1 x 5-10 mg.


d. Antagonis Kalsium
Dapat diberikan bersama dengan penyekat beta atau sebagai alternatif apabila
penderita kontra indikasi dengan penyekat beta. Sebaiknya mempergunakan
antagonis kalsium dengan masa kerja panjang. Antagonis kalsium dengan
masa kerja pendek boleh dipergunakan apabila bersama-sama dengan
penyekat beta.
Cara kerja antagonis kalsium untuk mengurangi iskemia miokard :
- Dilatasi perifer sehingga menurunkan tekanan darah dan afterload
- Dilatasi koroner
- Mengurangi kontraktilitas miokard
- Mengurangi frekuensi jantung (tidak semua jenis)

Sediaan yang sering digunakan:


- Diltiazem : dosis 3 x 30-60 mg
- Verapamil : dosis 3 x 40-80 mg
- Amlodipin : dosis 1 x 5 mg
e. Statin
Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, kadar LDL harus diturunkan
sampai , 100 mg/dl, untuk mengurangi resiko kejadian kardiovaskuler yang
fatal.selain menurunkan kadar LDL, statin mempunyai efek lain yang disebut
efek pleotrophic yaitu stabilisasi plak ateroma, regresi inti lipid pada ateroma,
anti agregasi platelet, antioksidan dan antiinflamasi. Semua jenis statin dapat
dipergunakan untuk penderita penyakit jantung koroner.
3. Penatalaksanaan secara invasif
Penderita angina stabil dilakukan stratifikasi risiko dilakukan dengan uji latih beban,
ekokardiografi dan pencitraan nuklir.
Pada penderita dengan resiko tinggi atau yang tidak terkontrol dengan terapi yang
adekuat dapat dilakukan angiografi koroner untuk kemudian dilakukan Percutaneous
Transluminal Angioplasty (PTCA) atau bedah pintas koroner.

2. ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL


Angina pektoris tidak stabil adalah suatu sindroma klinis dengan nyeri angina khas
yang mempunyai paling sedikit satu dari ciri-ciri dibawah ini:
1. Timbul pada saat istirarahat bisa lebih dari 20 menit
2. Nyeri yang sangat (setidaknya kelas III menurut CCS ) dan terjadi pertama kali
dalam waktu kurang dari 30 hari.
3. Nyeri yang makin meningkat frekuensi, durasi, dan intensitasnya atau dicetuskan
oleh aktifitas fisik yang lebih ringan daripada sebelumnya.
Secara klinis angina pektoris tidak stabil dikelompokan menjadi:
1.
2.
3.
4.

Angina bahu
Angina istirahat
Angina progresif
Angina pasca infark

Patogenesis angina pektoris tidak stabil :


1. Ruptur plak dengan trombus yang non oklusif
2. Obstruksi dinamis ( spasme fokal arteri koroner epikardial, vasokonstriksi arteri
koronaria kecil di intramural)
3. Obstruksi mekanis yang progresif
4. Inflamasi atau infeksi

5. Faktor sekunder yang menyebabkan kebutuhan oksigen miokard bertambah atau


suplai yang menurun (misal : demam, tirotoksikosis, anemia)
PROSEDUR DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
Didapatkan nyeri angina yang khas dengan ciri-ciri yang telah disebutkan diatas.
Didapatkan juga faktor-faktor risiko untuk penyakit jantung koroner.
2. Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisik terutama ditujukan untuk mencari faktor-faktor pencetys atau
faktor komorbid. Kadang-kadang dari pemeriksaan bisa didapatkan aritmia,
gallop, tanda-tanda edema paru dan gangguan perfusi perifer.
3. Pemeriksaan penunjang
- EKG : depresi segmen ST dan inversi gelombang T yang mengalami
-

perubahan dinamis, kadang-kadang walaupun EKG dapat normal.


Foto thorak
Darah rutin: gula darah, serum kreatinin, profil lipid, enzim penanda jantung:

CKMB, troponin T atau I.


Ekokardiografi.

DIAGNOSIS BANDING
1. Infark miokard akut
2. Pankreatitis akut
3. Refluks esofagitis
PENATALAKSANAAN
Penderita angina pektoris tidak stabil memerlukan perawatan di unit perawatan
intensif dengan monitoring ketat sampai 24 jam bebas nyeri dan penyulit lain.
1. Perawatan umum:
a. Tirah baring dan dipasang monitor EKG
b. Diberikan oksigen 2-4 L/m bila penderita mengalami sianosis atau distres
nafas. Dipasang pulse oxymetri untuk memastikan saturasi oksigen arterial
cukup ( SaO2 >90%)
c. Dipasang akses intravena dengan cairan D5% atau NaCl 0,9%.
d. Berikan penenang ringan misal diazepam
e. Berikan makanan lunak dengan porsi kecil.
f. Mengendalikan faktor resiko dan faktor pencetus.
2. Terapi farmakologis
a. Aspirin
Dosis awal 162-325 mg sebaiknya dikunyah baru ditelan, dilanjutkan
dengan 75-160 mg sekali sehari. Penderita dengan kontra indikasi terhadap
aspirin dapat diberikan ticlodipin atau clopidogrel.

b. Nitrat
Diberikan sublingual. Apabila angina tidak dapat diatasi, nitrat dapat
diberikan secara intravena.
Nitrogliserin : 5-200 g/menit
Isosorbid dinitrat : milai 1 mg/jam
c. Penyekat beta
Apabila tidak ada kontra indikasi penyekat beta harus diberikan.
d. Antagonis kalsium
Dapat diberikan bersama dengan penyekat beta atau sebagai pengganti
penyekat beta apabila penderita kontra indikasi terhadap penyekat beta,
e. Heparin
Diberikan pada penderita resiko sedang dan tinggi.
Heparin konvensional (unfractionated): bolus 60-70 U/kgBB intravena,
diikuti pemberian secara drip intravena 12-15 U/kgBB/jam (maksimum
1000 U/jam). Dosis dititrasi untuk mencapai aPTT 1,5 sampai 2 kali
kontrol. Heparin dihentikan stelah 5 hari.
Heparin berat molekul rendah (low molecular weight heparin/ LMWH):
enoxaprin diberikan 1 mg/kgBB secara sub kutan, tiap 12 jam. Dalteparin
diberikan 120 IU/kgBB subkutan tiap 12 jam.
Heparin berat molekul rendah mempunyai keuntungan oleh karena
pemberian lebih mudah, tidak memerlukan monitor aPTT, hasil yang dapat
konsisten dengan dosis yang diberikan.
f. Antagonis reseptor GP II b/III a :
Diberikan hanya pada penderita dengan resiko tinggi atau yang akan
-

dilakukan tindakan intervensi koroner.


Abciximab
0,25 mg/kg bolus dilanjutkan 0,125 g/kg/menit (maksimum 106/menit
untuk 12 sampai 14 jam.
Eptifibatide
180 g/kg bolus dilanjutkan 2 g/kg/menit selama 72 sampai 96 jam.
Tirofiban
0,4 g/kg/menit selama 30 menit dilanjutkan dengan 0,1 g/kg/menit selama
48 sampai 96 jam.
Statin

Ada dua strategi dalam pengguanaan metode invasif untuk penatalaksanaan angina pectoris
tidak stabil.
1. Strategi invasif dini
Setelah mendapat terapi dasar, penderita yang tidak ada kontra indikasi segera
dilakukan tindakan invasif.
2. Strategi konservatif dini

Setelah penderita distabilkan dengan medikamentosa, dilakukan stratifikasi resiko


dengan ekokardiografi, uji latih beban dan pencitraan nuklir. Penderita dengan resiko
tinggi dilakukan tindakan invasif.
Pemilihan strategi terutama tergantung pada kesiapan rumah sakit setempat. Strategi invasif
dini lebih menguntungkan pada penderita resiko tinggi, penderita dengan hemodinamik yang
tidak stabil setelah terapi medikamentosa secara agresif,penderita usia tua, penderita dengan
riwayat PTCA atau bedah pintas koroner dalam 6 bulan terakhir, tetapi pada penderita
NSTEMI dengan resiko sangat tinggi dan penderita dengan kelainan multivessekl lebih baik
dengan strategi konservatif dini.

3. INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST


Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip dengan angina
tidak

stabil,

yang

membedakannya

adalah

enzim

jantung

yang

positif.

Penatalaksanaan NSTEMI sama dengan angina pektoris tidak stabil resiko sedang
atau tinggi.
4. ANGINA VARIAN (PRINZMETAL)
Suatu sindrom dengan nyeri angina yang khas yang disebabkan spasme arteri
koronaria yang tidak dipicu oleh aktifitas fisik ataupun stress psikis. Biasanya timbul
pada penderita yang lebih muda dibandingkan dengan angina yang lain. Penderita
biasanya tidak mempunyai faktor resiko untuk penyakit jantung koroner kecuali
perokok berat. Gambaran EKG biasanya menunjukan elevasi ST.
Prosedur diagnosis:
1. Studi EKG
2. Arteriografi
3. Tes provokasi:
a. Tes egonovine
b. Tes hiperventiklasi
c. Tes asetikkolin

Penatalaksanaan:
1. Nitrat
2. Antagonis kalsium

3. Penyekat beta : tetapi harus hati-hati oleh karena dapat meningkatkan tonus arteri
koronaria terutama pada penyekat beta non selektif.
4. Prazosin
5. Nicorandil

INFARK MIOKARD DENGAN ELEVASI ST


Merupakan oklusi akut pada arteri koronaria dengan akibat iskemia miokard yang
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel otot jantung. Kerusakan miokard yang
terjadi tergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran darah, keberadaan kolateral, luas
wilayah miokard yang disuplai oleh pembuluh yang tersumbat.
PROSEDUR DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
Didapatkan nyeri angina yang khas yang menyerupai angina pektoris tidak stabil, tetapi
lebih berat, lebih lama (> 20 menit), tidak hilang dengan istirahat. Bila penderita sudah
menggunakan nitrat, biasanya nyeri tidak berkurang dengan nitrat sublingual. Penderita
mengeluh lemas, mual, dan muntah, kadang-kadang penderita mengeluh sesak nafas.
2. Pemeriksaan fisik
Nampak penderita yang kesakitan dan gelisah. Didapatkan tanda-tanda parasimpatis
yang dominan, misal : keringat dingin, perfusi perifer yang menurun, mual, muntah,,
bradikardia. Dapat juga dijumpai tanda-tanda gagal jantung, edema paru, syok
kardiogenik, dan aritmia.
3. Pemeriksaan penunjang
- EKG elevasi segmen ST yang khas kemudian timbul gelombang Q, kecuali
pada infark tanpa gelombang Q. Sebaiknya dilakukan EKG serial terutama
-

bila kelainan tidak khas


Foto rontgen thoraks
Laboratorium
Darah lengkap, gula darah, SGOT, serum kreatinin, kalium dan magnesium
serum, profil lipid.
Enzim penanda jantung: CK, CKMB, troponin, myoglobin. Terdapat
peningkatan enzim penanda jantung secara bermakna. Troponin merupakan
penanda paling sensitif dan spesifik, tetapi kelemahannya adalah kadarnya
yang tetap tinggi dalam darah sampai 14 hari (troponin T), sehingga
pemeriksaan troponin sulit untuk menentukan infark tersebut akut ataupun
infark ulangan. CKMB lebih rendah sensitivitas dan spesivisitasnya dibanding

troponin, tetapi lebih bermanfaat untuk menentukan infark akut atau bukan,
-

oleh karena kadarnya dengan normal kembali dalam 36-48 jam.


Ekokardiografi

DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.
4.
5.

Diseksi aorta
Perikarditis akut
Emboli paru akut
Sindrom tietza
Gangguan gastrointestinal
a. Refluks esofagitis
b. Spasme atau ruptur esofagus
c. Kolesistitis akut
d. Pankreatitis akut
e. Tukak lambung

PENATALAKSANAAN
Penderita infark miokard akut memerlukan perawatan di ruang perawatan koroner intensif
setidaknya sampai 72 jam pada infark tanpa komplikasi. Pada penderita dengan gangguan
hemodinamik, iskemia, yang menetap dan aritmia perawatan di ruang intensif dapat lebih
lama.
1. Perawatan umum
a. Tirah baring total dan dipasang monitor EKG, tensi, pulse oxymetri, untuk
mengetahui secara dini penyulit misal aritmia, syok.
b. Dipasang akses intravena
c. Diberikan oksigen 2-4 L/m bila terjadi distres nafas dan penurunan saturasi oksigen
d.
e.
f.
g.

arteri.
Diet lunak porsi kecil
Diberikan penenang ringan diazepam 5-10 mg
Diberikan laksan ringan
Mengendalikan faktor resiko

Terapi farmakologis
a. Antiplatelet : aspirin atau ticlodipin atau clopidogrel
b. Nitrat : seperti angina tidak stabil
c. Morfin : untuk mengatasi nyeri, menenangkan penderita, mengurangi beban jantung
oleh karena morfin mengurangi preload. Dosis morfin: diberikan secara titrasi
dengan dosis kecil, misalnya 1-2,5 mg intravena, dapat diulang setelah 3-30 menit.
d. Penyekat beta : seperti angina tidak stabil
e. Penghambat ACE

Diberikan sedini mungkin dengan dosis terkecil lalu ditingkatkan bertahap, dan
sebaiknya pada fase awal dipilih jenis dengan lama kerja pendek (short acting) dan
mempunyai gugus sulfhidril. Penghambat ACE paling bermanfaat bila diberikan
terutama pada infark luas. Infark dengan penurunan fungsi ventrikel kiri, infark
dengan edema paru akut dan infark miokard dengan hipertensi
f. Trombolitik
Diberikan pada semua penderita infark akut dengan ST elevasi > 0,1 mV setidaknya
pada 2 lead yang berhubungan atau ada blok cabang berkas baru, dalam waktu
kurang dari 12 jam sejak serangan pertama apabila tidak ada kontraindikasi. Makin
dini diberikan, makin besar kemungkinan miokard dapat diselamatkan. Trombolitik
yang sudah mendapatkan persetujuam FDA :
- Streptokinase : 1,5 juta unit dalam 30-40 menit
- Anistreplase : 30 mg dalam 5 menit
- Alteplase
: 100 mg dalam 90 menit
- Reteplase
: 100 x 2 dalam 30 menit
g. Heparin unfractionated
- Setelah pemberian alteplase: diberikan bolus 60 U/kgBB dilanjutkan drip 12
U/kgBB/jam, maksimum bolus 4000 unit dan drip 1000 U/jam untuk penderita
dengan berat badan .70 kg. Dosis diatur untuk mendapatkan aPTT 1,5 sampai
-

2 kali kontrol.
Pada semua penderita infark akut yang tidak diberikan trombolitik yang tidak

ada kontra indikasi terhadap heparin


Penderita dengan resiko tinggi untuk terjadi emboli sistemik: infark luas, atrial
fibrilasi, riwayat emboli sebelumnya, diketahui ada trombus di ventrikel kiri.
Diberikan secara intravena diatas dengan aPTT 1,5 sampai 2 kali kontrol.
Heparin dipertahankan selama sedikitnya 48 jam, kecuali pada penderita
dengan resiko emboli sistemik dapat diberikan lebih lama. Setelah 48 jam
dapat dipertimbangkan untuk pemberian subkutan atau diganti dengan

warfarin.
Bila sebelumnya mendapat trombolitik nonselektif (streptokinase, anistreplase,
urokinase), pemberian heparin ditunda 4-6 jam kemudian dan dilakukan

pemeriksaan aPTT. Heparin boleh dimulai bila aPTT kurang dari 2 x kontrol.
h. Heparin berat molekul rendah
Dapat diberikan sebagai ganti heparin konvensional, oleh karena pemberiannya lebih
mudah. Dan tidak diperlukan monitoring aPTT.
i. Warfarin
Diberikan sebagai lanjutan dari heparin pada penderita dengan resiko tinggi untuk
terjadi emboli sistemik.
j. Magnesium

Bila kadar magnesium kurang dari normal


Terjadi aritmia yang sulit diatasi atau terjadi torsades de pointes meskipun

kadar magnesium tidak diketahui


- Diberikan bolus intravena 1-2 gr dengan konsentrasi 20%
k. Statin : diberikan seperti pada angina tidak stabil.
Penyulit yang mungkin timbul:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

;payah jantung
Syok kardiogenik
Ruptur korda
Ruptur septum atau dinding bebas
Aritmia : gangguan hantaran atau gangguan pembentukan impuls pada nodus SA
Perikarditis
Emboli paru

PENATALAKSANAAN SECARA INVASIF


Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) secara primer sebagai alternatif
terapi trombolitik. Dapat dilakukan pada semua penderita infark yang dapat dilakukan
tindakan PTYCA dalam waktu kurang dari 12 jam sejak awal infark., pada pusat pelayanan
yang mempunyai sarana yang memadai dan personil yang terlatih baik.
Pada penderita yang hemodinamiknya tidak stabil dalam waktu 36 jam sejak terjadinya
elevasi ST dan PTCA dapat dilakukan dalam 18 jam sejak mulai syok.
Pada penderita yang kontraindikasi terhadap terapi trombolitik
Pada penderita yang gagal trombolitik.

RATIFIKASI RESIKO:
Dengan uji latih beban
1. Sebelum dipulangkan
a. Untuk menentukan prognosis dengan latihan submaksimal
b. Pada hari ke 4 dan ke 6 dengan latihan sub maksimal
c. Pada hari ke 10 dan ke 14 dengan latihan yang dibatasi simptom.
2. Segera setelah dipulangkan (14 sampai 21 hari)
a. Untuk menentukan kapasitas fungsional dan prognosis
b. Latihan dibatasi simptom
3. Lambat: 3 sampai 6 minggu setelah infark bila awalnya dilakukan beban latihan
submaksimal

Dobutamin stress echo bila tidak dapat melakukan uji latih beban
Pencitraan nuklir

Anda mungkin juga menyukai