Anda di halaman 1dari 61

Sistem Manajemen Penanggulangan

Kebakaran (SOP) di PT.Kimia Farma


Plant Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah gedung mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mendukung kelancaran dan kesinambungan operasi perusahaan atau
proses kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, semua pihak yang
turut memanfaatkan gedung ini, baik individu ataupun badan
perusahaan, termasuk mitra kerja harus aktif memelihara dan
menjaga kebersihan, keselamatan dan kesehatan kerjanya. Salah
satu perwujudan perusahaan dalam memelihara dan menjaga
keselamatan dan kesehatan kerjanya adalah melalui penerapan
Manajemen Penanggulangan Kebakaran.
Sebuah gedung melalui penerapan Manajemen Penanggulangan
Kebakaran harus mampu mengatasi kemungkinan terjadinya
kebakaran melalui kesiapan dan keandalan sistem proteksi yang ada,
serta kemampuan petugas menangani pengendalian kebakaran.
Selain petugas, semua pihak yang terkait dalam setiap pemanfaatan
bangunan harus terlibat dalam upaya penanggulangan kebakaran.
Semua pihak, baik karyawan maupun mitra kerja harus turut aktif
berusaha agar peristiwa kebakaran yang tidak dikehendaki dan
merugikan tersebut tidak terjadi. Jadi semua pihak harus memikirkan
dan mematuhi seluruh peraturan dan anjuran anjuran keselamatan
yang telah di buat pada setiap bagian dalam sebuah gedung tersebut
seperti larangan merokok, larangan menggunakan tangga darurat
untuk operasi normal dan lain sebagainya yang telah ditetapkan.
Disektor industri sendiri yang berkembang secara kompleks, dimana
terdapat banyak sumber potensi yang dapat memicu terjadinya

kebakaran. Maka bila terjadi kebakaran akan banyak pihak yang akan
merasakan kerugiannya, antara lain pihak investor, para pekerja,
pemerintah maupun masyarakat luas.
Sesuai dengan Undang undang No. 1 Bab III pasal 3 tahun 1970
mengenai Keselamatan Kerja :
Syarat syarat keselamatan kerja yang berhubungan dengan
penanggulangan kebakaran antara lain mencegah, mengurangi,
dan memadamkan kebakaran, penyediaan sarana jalan untuk
menyelamatkan diri, pengendalian asap, panas dan gas serta
melakukan latihan bagi semua karyawan.
Masih ingat kasus kebakaran yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya ?
Jumlah kasus yang terjadi banyak, data yang diperoleh dari Dinas
Kebakaran Jakarta Barat menunjukkan frekuensi kebakaran yang
terjadi pada industri kimia pada tahun 2005 sebanyak 10 kasus
kebakaran, tahun 2006 sebanyak 9 kasus kebakaran dan tahun 2007
sebanyak 5 kasus kebakaran di industri kimia. Dan kasus kebakaran
lain yang terjadi di Industri kimia adalah kejadian kebakaran di PT.
Petro widada, Gresik yang mengakibatkan 59 korban jiwa yaitu 3
orang meninggal dunia dan 59 orang luka luka, dari hasil penelitian
Bappedal Jawa Timur kebakaran ini ditimbulkan oleh terbakarnya
bahan bahan kimia hasil produksi.
Tingginya angka kasus kebakaran di industri menunjukkan bahwa
kasus kebakaran merupakan salah satu bentuk kecelakaan atau
musibah yang memerlukan perhatian khusus, terbukti dengan dampak
kebakaran tersebut dapat menelan kerugian yang sangat besar.
Dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya terjadi kebakaran
yang sebenarnya tidak sengaja (real fire), dan kebakaran yang
disengaja (arson fire).
Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu sistem
penataan dini dalam rangka mencegah dan mengendalikan bahaya
kebakaran sehingga kerugian berupa meterial dan jiwa manusia dapat
dicegah atau diminimalkan, yang diwujudkan baik berupa kebijakan
dan prosedur yang dikeluarkan perusahaan, seperti inspeksi
peralatan, pemberian pendidikan dan pelatihan bagi
penghuni/pekerja, penyusunan rencana tindakan darurat kebakaran,

maupun penyediaan sarana pemadam kebakaran.


PT. Kimia Farma Plant Jakarta merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak dalam bidang obat obatan (Farmasi) yang dibawah
naungan BUMN, yang tepatnya berada di Jl. Rawagelam V No. 1
Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur. Dalam proses
produksinya menggunakan mesin dan bahan kimia berbahaya, oleh
sebab itu PT. Kimia Farma mengisolasi mesin mesin yang ada
dalam ruangan produksi dan bahan khusus yang dapat berpotensi
terjadinya kebakaran.
Berdasarkan pengelompokan risiko bahaya kecelakaannya PT. Kimia
Farma Plant Jakarta termasuk kedalam Bahaya kebakaran berat
karena jenis tersebut mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
tinggi yang disebabkan oleh banyaknya jenis bahan kimia yang
mudah terbakar. Dan apabila terjadi kebakaran apinya akan cepat
menjadi besar dan menjalarnya api menjadi sangat cepat.
Dari hasil data sekunder kejadian kebakaran di PT. Kimia Farma pada
tahun 1980 pernah terjadi kasus kebakaran di bagian produksi yang
disebabkan oleh adanya alkohol yang tercecer dibagian produksi,
yang kemudian salah satu pekerja dalam ruangan tersebut langsung
menyalakan sakelar listik dan terjadilah ledakan dalam ruang produksi
yang kemudian terjadi kebakaran, namun dari kejadian tersebut tidak
mengakibatkan korban jiwa tetapi perusahaan mengalami kerugian
materil.
Sehubungan dengan alasan tersebut diatas penulis tertarik
melakukan penelitian tentang gambaran sistem manajemen
penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta, tahun
2008.
1.2 Rumusan Permasalahan
Banyaknya kasus kebakaran yang terjadi ditempat kerja menunjukan
bahwa kebakaran adalah masalah yang serius bagi kehidupan
manusia, khususnya bagi seluruh staff dan karyawan yang bekerja
didalamnya. PT. Kimia Farma Plant Jakarta dalam pelaksanaan
penanggulangan kebakaran khususnya pada pengadaan Alat
Pemadam Kebakaran Ringan (APAR) dan Hydrant diarea loby dan
sekitarnya masih kurang lengkap.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengangkat masalah


yaitu : Bagaimana gambaran sistem manajemen penanggulangan
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran Sistem Penanggulangan Kebakaran
yang diterapkan di PT. Kimia Farma Plant Jakarta tahun 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya kebijakan perusahaan dalam penanggulangan
kebakaran dalam hal pembentukan Tim pemadam kebakaran,
pendidikan dan pelatihan Tim pemadam, Inspeksi sarana
pemadam kebakaran dan perencanaan keadaan darurat
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
2. Diketahuinya karakteristik Tim pemadam kebakaran, yang
meliputi : usia, tingkat pendidikan, pengetahuan dan masa kerja
mengenai upaya pemadaman kebakaran.
3. Diketahuinya kelengkapan sarana penanggulangan bahaya
kebakaran seperti : detektor asap, alarm kebakaran, APAR,
Hydrant, rute evakuasi, pintu darurat, dan tempat berhimpun di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Pada penulisan ini dibatasi pada sistem manajemen penanggulangan
kebakaran yang meliputi : kebijakan/prosedur penangulanggan
kebakaran berupa pembentukan tim penanggulangan kebakaran,
pelatihan penangulanggan kebakaran dan inspeksi sarana serta
rencana tindak darurat kebakaran. Sarana penangulanggan bahaya
kebakaran meliputi : sistem pendeteksian dan peringatan, alat
pemadam kebakaran, sarana penyelamat jiwa dan alat bantu
evakuasi di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
1.5 Manfaat Penelitian

Penulisan ini berharap dapat mendatangkan manfaat bagi pihak


perusahaan yang terlibat, Institusi pendidikan dan penulis. Adapun
manfaat yang diperoleh yaitu :
1.5.1 Pihak Perusahaan
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan data berharga guna
mewujudkan sistem manajemen penanggulangan kebakaran dan
penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada pekerja
sehingga sistem manajemen penanggulangan kebakaran dapat
berjalan tepat guna.
1.5.2 Institusi Pendidikan
Penelitian ini sebagai tambahan referensi tentang manajemen
penanggulangan kebakaran di industri.
1.5.3 Penulis
Untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian di bidang manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman tentang isi karya tulis ilmiah ini,
maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini penulis menguraikan secara singkat
latar belakang, permasalahan, tujuan, ruang lingkup, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tinjauan pustaka
yang meliputi : pengertian kebakaran, klasifikasi kebakaran,
penanggulangan kebakaran, manajemen penaggulangan kebakaran,
sarana penaggulangan kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa.
BAB 3 GAMBARAN UMUM Pada bab ini dikemukakan gambaran
umum yang meliputi : sejarah perusahaan,motto, fungsi dan tujuan

perusahaan, lokasi perusahaan, struktur organisasi, dan proses kerja


atau produksi.
BAB 4 KERANGKA KONSEP Pada bab ini berisikan kerangka teori,
kerangka konsep dan definisi operasional.
BAB 5 METODE PENELITIAN Dalam bab ini penulis menguraikan
jenis, lokasi, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan,
pengolahan dan analisis data
BAB 6 RENCANA PENYAJIAN DATA Dalam bab ini berisikan
rencana tabel tunggal dalam penyajian data.
BAB 7 JADWAL, ORGANISASI DAN RENCANA ANGGARAN
BIAYA Dalam bab ini berisiskan jadwal penelitian, organisasi tim
penelitian dan rencana anggaran biaya penelitian.
BAB 8 PENUTUP
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Api dan Kebakaran
2.1.1 Teori tentang api
Pengertian nyala api menurut Direktorat pengawasan keselamatan
kerja (2001:16) adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya
yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang
terbakar. Gejala lainnya yang dapat diamati adalah bila suatu bahan
terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisik maupun
sifat kimianya.
Unsur pokok terjadinya api dalam teori klasik segi tiga api (Triangel of
fire) menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala
api diperlukan adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur bahan
yang dapat dibakar (fuel), oksigen (O) yang cukup dari udara dan
panas yang cukup. Apabila salah satu unsur dari segitiga tersebut
tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan
terjadi.

Sumber
O Fire Nyala
Fuel
Gambar 2.1 : Segi tiga api
Sumber : Depertemen Tenaga Kerja, 1997
Akan tetapi dalan studi lanjut mengenai fisika dan kimia, menyatakan
bahwa peristiwa pembakaran mempunyai tambahan teori lagi yang
disebut dengan bidang empat api (tetrahedron of fire). Teori ini
mengemukakan dimana sisi dasar yang keempat yaitu adanya suatu
rantai reaksi pembakaran yaitu CO, CO, SO, asap dan gas.
Reaksi berantai
Bahan bakar
Sumber panas
Zat pengoksidasi
Gambar 2.2 : Bidang 4 api
Sumber : Depertemen Tenaga Kerja, 1997
2.1.2 Pengertian tentang kebakaran
Kebakaran adalah reaksi kimia yang berlangsung cepat serta
memancarkan panas dan sinar. Reaksi kimia yang timbul termasuk
jenis reaksi oksidasi.
Menurut Direktorat pengawasan keselamatan kerja Ditjen pembinaan
pengawasan ketenagakerjaan, 2001:8) Kebakaran adalah api yang
tidak dikehendaki, boleh jadi api itu kecil tetapi tidak dikehendaki
adalah termasuk kebakaran
Sedangkan menurut Depertemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang
berjudul Training Material K3 bidang penanggulangan kebakaran
(1997) menyatakan bahwa, kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi
eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar
yang disertai dengan timbulnya api atau penyalaan. Bahan bakar
dapat berupa bahan padat, cair atau uap/gas akan tetapi bahan bakar
yang terbentuk uap dan cairan biasanya lebih mudah menyala.

2.1.3 Penyebab terjadinya kebakaran


Pada umumnya penyebab kebakaran bersumber pada 3 (tiga) faktor
yaitu :
A. Faktor manusia
Manusia sebagai salah satu faktor penyebab kebakaran antara lain :
1. Pekerja
a. Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan
kebakaran.
b. Menempatkan barang atau menyusun barang yang mungkin
terbakar tanpa menghiraukan norma norma pencegahan kebakaran.
c. Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan, melebihi kapasitas yang
telah ditentukan.
d. Kurang memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin.
e. Adanya unsur unsur kesengajaan.
2. Pengelola
a. Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja.
b. Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja.
c. Sistem dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik, terutama
kegiatan dalam bidang kegiatan penentuan bahaya, penerangan
bahaya dan lain lain.
d. Tidak adanya standar atau kode yamg dapat diandalkan atau
penerapannya tidak tegas, terutama yang menyangkut bagian kritis
peralatan.
e. Sistem penanggulangan bahaya kebakaran yang tidak diawasi
secara baik.
B. Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan
1. Proses fisik/mekanis
Yaitu dimana 2 (dua) faktor penting yang menjadi peranan dalam
proses ini ialah timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau timbulnya
bunga api akibat pengetesan benda benda maupun adanya api
terbuka, misalnya pekerjaan perbaikan dengan menggunakan mesin
las.
2. Proses kimia
Yaitu dapat terjadi kebakaran pada waktu pengangkutan bahan
bahan kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan (handling)
tanpa memperhatikan petunjuk petunjuk yang ada.

3. Tegangan listrik
Banyak titik kelemahan pada instalasi listrik yang dapat mendorong
terjadinya kebakaran yaitu karena hubungan pendek yang
menimbulkan panas dan bunga api yang dapat menyalakan dan
membakar komponen lain.
C. Faktor Alam
Salah satu faktor penyebab adanya kebakaran dan peledakan akibat
faktor alam adalah : Petir dan gunung meletus yang dapat
menyebabkan kebakaran hutan yang luas dan juga perumahan
perumahan yang dilalui oleh lahar panas dan lain lain.
Penyebab terjadinya kebakaran kebakaran di industri
Jika diatas disebutkan beberapa penyebab kebakaran di industri,
dapat terjadi kerena beberapa hal :
1. Nyala api atau sumber api
Sumber api bebas, percikan api, maupun putung rokok yang dapat
menyebabkan kebakaran jika terjadi kontak dengan bahan bahan
yang mudah terbakar.
2. Gangguan aliran listrik
ILO (1992) menyatakan bahwa gangguan listrik merupakan penyebab
utama kebakaran dalam industri.
3. Ledakan cairan atau uap yang bertemperatur dan bertekanan
tinggi.
4. Ledakan atau kebocoran unsur kimia.
Secara lebih lengkap, sebuah analisis terhadap 25.000 kebakaran
yang dilaporkan ke badan bantuan teknik pabrik (Factory Manual
Engineering Coorporation) diketahui beberapa penyebab umum pada
kebakaran di industri yang dapat di tampilan pada tabel 2.1:
TABEL 2.1
DISTRIBUSI PEYEBAB TERJADINYA KEBAKARAN UMUM DI
INDUSTRI
NO PENYEBAB PROSENTASE (%)
1 Gangguan listrik 23
2 Merokok 18
3 Gesekan oleh mesin yang menimbulkan panas yang terlalu tinggi 10
4 Bahan yang terlalu panas 8

5 Permukaan panas 7
6 Nyala pembakar/ brander 7
7 Letikan api 5
8 Perapian spontan 4
9 Pengelasan atau pemotongan 4
10 Letikan mekanis 2
11 Lelehan bahan 2
12 Reaksi kimia 1
13 Petir 1
14 Sebab lain 1
Sumber : (Dalam Skripsi Muhammad Asep Ramdan, 2000)
2.1.4 Klasifikasi kebakaran
Klasifikasi kebakaran ialah penggolongan atau pembagian kebakaran
berdasarkan jenis bahayanya, dengan adanya klasifikasi tersebut
akan lebih mudah, cepat dan lebih tepat dalam pemilihan media
pemadam yang digunakan untuk memadamkan kebakaran. Dengan
mengacu pada standar (Depnaker, Traning Material K3 bidang
penanggulangan kebakaran :1997:14).
Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2004:24)
terdapt dua versi standar klasifikasi jenis kebakaran yang sedikit agak
berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran menurut standar inggris yaitu
LPC (Loss Prevention Committee) menetapkan klasifikasi kebakaran
dibagi dalam dua klas A, B, C, D, E sedangkan Standar Amerika yaitu
NFPA (National Fire Prevention Assosiation), menetapkan klasifikasi
kebakaran menjadi klas A, B, C, D pengklasifikasian menurut jenis
material yang terbakar seperti dalam tabel 2.2 berikut :
TABEL 2.2
DISTRIBUSI TENTANG KLASIFIKASI KEBAKARAN
STANDAR AMERIKA (NFPA) STANDAR INGGRIS (LPC)
KELAS JENIS KEBAKARAN KELAS JENIS KEBAKARAN
A Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, tekstil,
plastik dan sejenisnya
A Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, tekstil,
plastik dan sejenisnya

B Bahan cair dan gas, seperti bensin, solar, minyak tanah, aspal,
gemuk alkohol gas alam, gas LPG dan sejenisnya
B Bahan cair, seperti bensin, solar, minyak tanah dan sejenisnya
C Peralatan listrik yang bertegangan
C Bahan gas, seperti gas alam, gas LPG
D Bahan logam, seperti Magnesium, aluminium, kalsiun dan lain lain
D Bahan logam, seperti magnesium, aluminium, kalsium dan lain
lain
E E Peralatan listrik yang bertegangan
Sumber : Departemen tenaga kerja dan transmigrasi RI, 2001
Sedangkan Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam
Peraturan menteri tenaga kerja dan Transmigrasi
No.Per.04/MEN/1980 yang pembagiannya adalah sebagai berikut :
a. Kelas A : Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat
terbakar dengan sendirinya, kebakaran kelas A ini akibat panas yang
datang dari luar, molekul molekul benda padat terurai dan
membentuk gas dan gas lainlah yang terbakar, hal kebakaran ini
menimbulkan panas dan selanjutnya mengurai lebih banyak molekul
molekul dan menimbulkan gas akan terbakar.
Sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya tidak
mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak sekali dalam
bentuk bara.
b. Kelas B : Seperti bahan cairan dan gas tak dapat terbakar dengan
sendirinya diatas cairan pada umunya terdapat gas, dan gas ini yang
dapat terbakar. Pada bahan bakar cair ini suatu bunga api kecil
sanggup mencetuskan api yang akan meninbulkan kebakaran. Sifat
cairan ini adalah mudah mengalir dan menyalakan api ketempat lain.
c. Kelas C : Kebanyakkan pada peralatan listrik yang bertegangan,
yang mana sebenarnya kelas C ini tidak lain kebakaran kelas A dan
kelas B atau kombinasi dimana ada aliran listrik.
Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadam yaitu
tidak menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan
kebakaran dari aliran listrik.
d. Kelas D : Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium,

sodium. Lithium, dan potassium. Pada kebakaran jenis ini perlu


dengan alat atau media khusus untuk memadamkannya.
2.1.5 Aspek bahaya dan akibat dari kebakaran
Peristiwa kebakaran adalah kejadian yang sangat merugikan bagi
manusia secara individual, kelompok sosial, maupun negara. Secara
keseluruhan kerugian dapat berupa korban manusia, kerugian harta
benda ekonomi maupun dampak sosial. (Depertemen Tenaga Kerja,
1997).
Peristiwa kebakaran yang terjadi dapat menimbulkan beberapa
bahaya, antara lain :
1. Bahaya radiasi panas
Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkannya merambat
dengan cara radiasi, sehingga benda benda sekelilingnya menjadi
panas, akibatnya benda tersebut akan menyala jika titik nyalanya
terlampaui. Untuk menghindari hal tersebut, upaya pendinginan harus
dilakukan saat proses pemadaman.
2. Bahaya ledakan
Bahaya ledakan dapat terjadi saat kebakaran, diantara bahan yang
terbakar dan mudah meledak, misalnya terdapat tabung gas
bertekanan. Pada saat pemadaman, harus diupayakan agar selalu
waspada akan bahaya ledakan yang mungkin terjadi.
3. Bahaya asap
Suatu peritiwa kebakaran akan selalu menimbulkan asap yang
ketebalannya tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan
temperatur kebakaran tersebut.
Adapun bahaya akibat asap antara lain :
a. Pada suatu ruangan tertutup, ketebalan asap akan mengganggu
pandangan yang berakibat kehilangan arah saat penyelamatan diri
dan tertutupnya tanda arah keluar sehingga orang tersebut terjebak
dalam kebakaran.
b. Keberadaan asap akan mengurangi konsentrasi, oksigen diudara,
sehingga akan mengganggu pernapasan.
4. Bahaya gas
Adanya gas berbahaya dan beracun sebagai produk pembakaran,
bahan kimia, atau bahan lainnya harus diwaspadai. Gas tersebut

dapat menyebabkan iritasi, sesak napas, bahkan menimbulkan racun


yang mematikan sebagaimana dinyatakan oleh Colling (1990) bahwa
Gas beracun yang biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran yaitu
HCN, NO, NH, HCl, dan lain lain. Gas beracun tersebut dapat
meracuni paru paru dan menyebabkan iritasi pada saluran
pernapasan dan mata. Sedangkan gas lain yang beracun, seperti CO
dan HS dapat mengurangi kadar oksigen diudara. Pada keadaan
normal, kadar oksigen diudara sekitar 21 %, kadar oksigen diudara
akan berkurang pada saat terjadi kebakaran karena oksigen diudara
kurang dari 16 %, orang akan lemas dan tidak dapat mengenali
bahaya yang ada disekitarnya. Sedangkan pada kadar 12 % orang
tidak akan bertahan hidup.
(Dalam Skripsi Muhammad Asep Ramdan, 2000)
2.2 Penanggulangan Kebakaran
Penanggulangan kebakaran adalah segala daya upaya untuk
mencegah dan memberantas kebakaran (Departemen Tenaga Kerja,
Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 4).
2.1.1 Pencegahan Kebakaran
Pencegahan kebakaran adalah usaha usaha untuk memutuskan
rangkaian unsur penyebab timbulnya api yang tidak dikehendaki yang
dilakukan secara terencana sejak pra kondisi dan terus menerus
(Departemen Tenaga Kerja, Training Meterial K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 4).
2.2.2 Rencana Tindakan Darurat Kebakaran
Rencana tindakan darurat kebakaran adalah menetapkan metode
tindakan keselamatan yang sistematis dan perintah evakuasi bila
terjadi kebakaran. (Dinas Kebakaran DKI Jakarta, Penanggulangan
Bahaya Kebakaran pada bangunan : 2002 :16).
Rencana tindak darurat kebakaran antara lain :
1. Pembentukan tim pemadam kebakaran.
2. Pembentukan tim evakuasi.
3. Pembentukan tim P3K.

4. Penentuan satuan pengamanan.


5. Penentuan tempat berhimpun.
6. Penyelamatan orang yang perlu dibantu (orang tua, orang sakit,
orang cacat dan anak anak).
Rencana tindak darurat ini berlaku pada saat kondisi darurat
kebakaran.
2.2.3 Pemadaman Kebakaran
Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (2000:10),
mengatakan bahwa memadamkan kebakaran adalah suatu teknik
menghentikan reaksi pembakaran atau nyala api.
2.2.3.1 Teknik Pemadaman Kebakaran
Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan prinsip
menghilangkan salah satu atau beberapa unsur dalam proses nyala
api (Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 17), beberapa cara
memadamkan api yaitu :
A. Pendinginan (cooling)
B. Penyalimutan (smothering)
C. Memutuskan reaksi api
D. Melemahkan (dilution)
Sedangkan menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya
Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran (1997:17),
mengemukakan teori pemadaman api dengan beberapa cara sebagai
berikut :
A. Salah satu cara yang umum untuk memadamkan kebakaran
adalah dengan cara pendinginan/menurunkan temperatur bahan
bakar sampai tidak dapat menimbulkan uap atau gas untuk
pembakaran. Salah satu bahan yang efektif terbaik menyerap panas
adalah Air. Pendinginan permukaan biasanya tidak efektif pada
produk gas dan cairan yang mudah terbakar dan memiliki flash point
dibawah suhu air yang dipakai untuk pemadaman. Oleh karena itu
media air tidak dianjurkan untuk memadamkan kebakaran dari bahan
cairan mudah terbakar dengan flash point di bawah 100F atau 37C.
Semprotan air dapat mendinginkan kebakaran jika :

1. Kecepatan pemindahan panas sebanding dengan luas permukaan


cairan yang terpapar oleh api.
2. Kecepatan pemindahan panas tergantung pada perbedaan suhu
antara air dengan udara sekitarnya atau benda terbakar.
3. Kecepatan pemindahan panas yang juga tergantung pada
kandungan uap dalam udara, khususnya dalam penjalaran api.
4. Kapasitas penyebaran panas dari air tergantung pada jarak yang
ditempuh oleh air dan kecepatannya dalam daerah pembakaran.
B. Pendinginan dengan menggunakan oksigen (smothering)
Dengan membatasi/mengurangi oksigen dalam proses pembakaran
api akan dapat padam. Pemadaman kebakaran dengan cara ini dapat
lebih cepat apabila uap yang terbentuk dapat terkumpul di dalam
daerah yang terbakar, dan proses penyerapan panas oleh uap akan
berakhir apabila uap tersebut mulai mengembun, dimana dalam
proses pengembunan ini akan dilepasnya sejumlah panas.
C. Pengembalian atau pemindahan bahan bakar
Pemindahan bahan bakar unutk memadamkan api lebih efektif akan
tetapi tidak selalu dapat dilakukan untuk prakteknya mungkin sulit,
sebagai contoh pemindahan bahan bakar yaitu dengan memompa
minyak ketempat lain dan memindahkan bahan bahan yang mudah
terbakar.
Cara lain adalah dengan menyiramkan bahan bakar yang terbakar
tersebut dengan air atau dengan membuat busa yang dapat
menghentikan/memisahkan minyak dengan daerah pembakaran.
D. Pemutusan rantai reaksi api
Cara ini menggunakan bahan kimia yang bernama Halon, bereaksi
untuk memisahkan jenis kimia aktif pada reaksi nyala api (prosesnya
diketahui chain breaking).
Faktor faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya usaha
pemadaman :
1. Pengaruh angin
Kekuatan angin dan arah hembusannya dapat dipakai sebagai
pedoman dalam menentukan arah menjalarnya api. Dan usaha
pemadaman tidak dibenarkan melawan arah angin. Hal ini dapat
berbahaya, pertama karena akan terhalang oleh asap, dan yang
kedua dapat menjadi korban jilitan api.

Oleh karena itu pemadaman harus dilakukan searah dengan angin,


atau dari samping sebelah kanan kirinya.
2. Warna asap
Benda benda yang terbakar kadang kadang tidak dapat dikenali
karena terhalang oleh asap tebal yang ditimbulkan. Namun dengan
melihat warna asapnya, dapat diperkirakan jenis benda yang terbakar.
Misalnya :
a. Warna asap hitam dan tebal, maka kemungkinan bendanya Aspal,
karet, plastik, minyak, atau benda benda lain yang mengandung
minyak.
b. Bila warna asap coklat kekuning kuningan, kemungkinan benda
yang terbakar adalah Film, bahan film, dan benda benda lain yang
mengandung asam sulfat.
c. Sedangkan bila warna asapnya putih kebiru biruan, biasanya
berasal dari benda benda yang mengandung phosphor.
Di samping warna asap, bau dari asap juga dapat dipakai sebagai
pedoman untuk mengenal benda yang terbakar. Setelah itu baru
dapat ditentukan sistem dan alat alat pemadamnya yang tepat serta
tindakan tindakan lain yang mungkin diperlukan.
3. Lokasi kebakaran
Usaha pemadaman harus memperhatikan lokasinya, apakah
kebakaran yang terjadi terletak di rumah yang saling berdekatan atau
dipusat pertokoan. Untuk tidak meluasnya kebakaran harus
diusahakan untuk memadamkan sumber apinya terlebih dahulu agar
tidak menjalar, dan diusahan agar kerugian harta benda dapat ditekan
sekecil mungkin.
4. Bahaya lain yang mungkin terjadi
Setiap usaha pemadaman kebakaran harus tetap memperhatikan
faktor faktor keselamatan. Baik keselamatan petugas pemadam
maupun keselamatan korban. Terutama anak anak, wanita, atau
lansia. Bila terdapat korban yang terkurung bahaya api harus segera
ditolong misalnya dengan cara merusak dinding ruangan, merusak
langit langit, dan sebagainya. Oleh karena itu peralatan berupa
kampak, linggis, perlu disiapkan sebelumnya.
Dan harus memperhitungkan juga bahaya bahaya lain yang dapat
menimbulkan jatuh korban.

2.2.3.2 Jenis Media Pemadaman Kebakaran


Menurut Depnaker dalam bukunya Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, adalah Dalam mengenal berbagai jenis
media pemadam kebakaran dimaksudkan agar dapat menentukan
jenis media yang tepat, sehingga dapat memadamkan kebakaran
secara efektif, efisien, dan aman. Dari bentuk fisiknya media
pemadam kebakaran ada 5 jenis yaitu :
1. Air
2. Busa
3. Serbuk kimia kering
4. Kabon dioksida (CO)
5. Halon
Dalam media pemadaman kebakaran mempunyai beberapa jenis atau
karakteristik dalam memadamkan api, dan juga mempunyai
keunggulan untuk klas tertentu dan mungkin dapat berbahaya untuk
beberapa jenis kebakaran.
1. Air
Air digunakan sebagai media pemadam kebakaran yang cocok atau
tepat untuk memadamkan kebakaran bahan padat (klas A) karena
dapat menembus sampai bagian dalam.
Bahan pada yang cocok dipadamkan dengan menggunakan air
adalah seperti :
Kayu
Arang
Kertas
Tekstil
Plastik dan sejenisnya.
2. Busa
Jenis media pamadam kebakaran, busa adalah salah satu media
yang dapat digunakan untuk memadamkan api. Ada 2 (dua) macam
busa yang berfungsi untuk memadamkan kebakaran yaitu busa kimia
dan busa mekanik.
Busa kimia dibuat dari gelembung yang mengandung zat arang dan
carbon dioksida, sedangkan busa mekanik dibuat dari campuaran zat
arang dengan udara. Busa dapat memadamkan kebakaran melalui

kombinasi tiga aksi pemadaman yaitu :


Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar,
sehingga kontak dengan oksigen (udara) terputus.
Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang mudah
terbakar.
Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar
sehingga suhunya menurun.
3. Serbuk kimia kering
Daya pemadam dari serbuk kimia kering ini bergantung pada jumlah
serbuk yang dapat menutupi permukaan yang terbakar. Makin halus
butir butir serbuk kimia kering makin luas permukaan yang dapat
ditutupi.
Adapun butiran bahan kimia kering yang sering digunakan adalah
Ammonium hydro phospat yang cocok digunakan untuk
memadamkan kebakaran klas A, B dan C. Cara kerja serbuk kimia
kering ini adalah secara fisik dan kimia.
4. Carbon dioksida (CO)
Media pemadam api CO didalam tabung harus dalam keadaan fase
cair bertekanan tinggi. Prinsip kerja gas CO dalam memadamkan api
ialah reaksi dengan oxygen (O) sehingga konsentarsi didalam udara
berkurang, sehingga api akan padam hal ini disebut pemadaman
dengan cara menutup.
Namun CO juga mempunyai kelemahan ialah bahwa media
pemadam tersebut tidak dapat dicegah terjadinya kebakaran kembali
setelah api padam (reignitasi). Hal ini disebabkan CO tersebut tidak
dapat mengikat oxygen (O) secara terus menerus tetapi hanya
mengikat O sebanding dengan jumlah CO yang tersedia sedang
supply oxygen disekitar tempat kebakaran terus berlangsung.
5. Halon
Pada saat terjadi kebakaran apabila digunakan halon untuk
memadamkan api maka seluruh penghuni harus meninggalkan
ruangan kecuali bagi yang sudah mengetahui betul cara
penggunaannya. Jika gas halon terkena panas api kebakaran pada
suhu sekitar 485C maka akan mengalami penguraian, dan zat zat
yang dihasilkan akan mengikat unsur hydrogen dan oxygen. Jika
penguraian tersebut terjadi dapat menghasilkan beberapa unsur baru

dan zat baru tersebut beracun dan cukup membahayakan terhadap


manusia.
2.3 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) merupakan
bagian dari manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, prosedur, proses dan sumber daya manusia
yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan dan pemeliharaan
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
Tujuan penerapan manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu
sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang berintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja serta menciptakan tempat kerja terhadap kebakaran, peledakan
dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang
ada.
2.4 Manajemen Penanggulangan Kebakaran
Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu sistem
penataan dini dalam rangka mencegah dan mengendalikan bahaya
kebakaran sehingga kerugian berupa meterial dan jiwa manusia dapat
dicegah atau diminimalkan, yang diwujudkan baik berupa kebijakan
dan prosedur yang dikeluarkan perusahaan, seperti inspeksi
peralatan, pemberian pendidikan dan pelatihan bagi
penghuni/pekerja, penyusunan rencana tindakan darurat kebakaran,
maupun penyediaan sarana pemadam kebakaran. (Dalam Skripsi
Muhammad Asep Ramdan, 2000)
2.4.1 Program Penanggulangan Kebakaran
Program penanggulangan kebakaran adalah segala upaya yang
dilakukan untuk mencegah atau memberantas kebakaran.
(Depertemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, 1997). Tindakan untuk menanggulangi

kebakaran antara lain :


a. Mengendalikan setiap perwujudan energi panas, seperti listrik,
rokok, gesekan mekanik, api terbuka, sambaran petir, reaksi kimia
dan lain-lain.
b. Mengendalikan keamanan setiap penanganan dan penyimpanan
bahan yang mudah terbakar.
c. Mengatur kompartemenisasi ruangan untuk mengendalikan
penyebaran/penjalaran api, panas, asap dan gas.
d. Mengatur lay out proses, letak jarak antar bangunan, pembagian
zone menurut jenis dan tingkat bahaya.
e. Menerapakan sistim deteksi dini dan alarm.
f. Menyediakan sarana pemadam kebakaran yang handal.
g. Menyediakan sarana evakuasi yang aman.
h. Membentuk regu atau petugas penanggulangan kebakaran.
i. Melaksanakan latihan penanggulangan kebakaran.
j. Mengadakan inspeksi, pengujian, Perawatan terhadap sistem
proteksi kebakaran secara teratur.
2.4.2 Pembentukkan petugas penanggulangan kebakaran
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun 1999
tentang unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja dalam pasal 5
meyebutkan bahwa unit penanggulangan kebakaran terdiri dari :
Petugas peran kebakaran, regu penanggulangan kebakaran,
koordinator unit penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis
penanggulangan kebakaran sebagai penanggung jawab teknis.
2.4.3 Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran
Tujuan dari latihan evakuasi untuk menetapkan suatu prosedur untuk
bertindak bila terjadi kebakaran dan untuk mengembangkan
kebiasaan para karyawan terhadap situasi api pada masa yang akan
datang.
Adapun frekuensi latihan dan pendidikan evakuasi untuk setiap
perusahaan akan selalu tergantung kepada berat ringan bahaya
kebakaran dari masing masing perusahaan.
Pada umumnya latihan dilakukan sebagai berikut :
a. Bahaya kebakaran ringan : 1 2 kali / tahun

b. Bahaya kebakaran sedang : 3 4 kali / tahun


c. Bahaya kebakaran berat : 6 8 kali / tahun
Untuk melaksanakan latihan dengan baik dan efektif instruksi yang
diberikan kepada para peserta latihan harus memenuhi syarat :
a. Benar, jelas dan singkat
b. Bahasa sederhana dan dapat dilaksanakan
c. Tidak menimbulkan keragu raguan
2.4.4 Inspeksi sarana penanggulangan kebakaran
Untuk mengetahui kelayakan sarana penanggualangan kebakaran
yang ada, baik peralatan pendeteksi, pemadam, evakuasi dan sarana
penunjang kebakaran lainnya, maka perlu diadakan pemeriksaan
secara berkala.
Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan ini merupakan unsur penting
guna menjamin segi keandalan peralatan proteksi bila terjadi
kebakaran. Pemeriksaan yang disertai pengetesan, pemeliharaan dan
pemeriksaan terhadap :
a. Sistem deteksi dan alarm kebakaran
b. Sistem sprinkler otomatis
c. Sistem hydrant
d. Sitem pemadaman api
e. Dan lain lain
2.4.5 Perencanaan Keadaan Darurat kebakaran
Keadaan darurat kebakaran adalah situasi dalam kejadian kebakaran
pada suatu bangunan yang terbakar, semua orang yang merasa
terancam dalam bahaya dan ingin menyelamatkan diri masing
masing. Dalam mengatasi situasi tersebut harus melakukan latihan
yang berulang ulang dan mengikuti skenario yang baku. (Dalam
Skripsi Sangnur Septa, 2007).
Sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran tertuang dalam
buku panduan yang berisikan siapa dan berbuat apa. Penyusunan
rencana tindakan keadaan darurat harus dikerjakan oleh tim yang
melibatkan semua unsur manajemen.
Tahap perencanaan darurat keadaan darurat, adalah sebagai berikut :

1) Identifikasi bahaya dan penafsiran risiko


2) Penakaran sumber daya yang dimiliki
3) Tinjauan ulang rencana yang telah ada
4) Tentukan tujuan dan lingkup
5) Pilih tipe perencanaan yang akan dibuat
6) Tentukan tugas tugas dan tanggung jawab
7) Tentukan konsep operasi
8) Tulis dan perbaiki
2.4.6 Sarana penanggulangan kebakaran
Sarana penanggulangan kebakaran yaitu berupa alat atau sarana
yang dipersiapkan untuk mendeteksi, mengendalikan dan
memadamkan kebakaran. Seperti : sistem deteksi dan alarm, APAR,
hydrant, sprinkler, sarana emergency dan evakuasi.
2.4.6.1 Sistem deteksi dan alarm kebakaran
Dalam strategi menghadapi bahaya kebakaran yang pertama adalah
perlu adanya sistem pendeteksian dini, sistem tanda bahaya serta
sistem komunikasi darurat. Agar api bisa lebih mudah dikendalikan
atau dipadamkan.
A. Deteksi kebakaran
Deteksi adalah alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya
suatu kebakaran awal yang terdiri dari :
1. Detektor Asap (Smoke Detector)
2. Detektor Panas (Heat Detector)
3. Detektor Nyala Api (Flame Detector)
4. Detektor Gas (Gas Detector)
1. Detektor Asap (Smoke Detector) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan terjadinya akumulasi asap dalam jumlah tertentu. Ada
dua tipe detektor asap :
a. Detektor Asap optik, digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran
yang menghasilkan asap tebal seperti pada kebakaran PVC.
b. Detektor Asap ionisasi, digunakan untuk mendeteksi asap
kebakaran yang terdiri dari partikel kecil yang biasa terjadi pada
kebakaran yang sempurna.

Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang


Penanggulangan Kebakaran :1997. Penempatan dan pemasangan
detektor asap harus memenuhi syarat syarat berikut :
Penempatan detektor asap harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Detektor asap tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm
dari dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm dari langit langit.
Detektor asap sebisa mungkin dipasang dekat dengan bahan yang
akan diproteksi.
Detektor asap tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m
dari lubang AC.
Dalam hal adanya lubang udara masuk AC, maka detektor asap
harus dipasang pada daerah dekat lubang udara balik pada jarak
kurang dari 1,5 m.
Detektor asap tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai
temperatur ruang lebih dari dari 38C atau dibawah 0C, kecuali untuk
detektor asap yang mempunyai spesifikasi temperatur kerja khusus.
Jarak detektor asap yang terjauh dari dinding pemisah adalah 6 m
dalam ruang efektif dan 12 m dalam rauang sirkulasi.
Pada setiap luas lantai 92 m dengan tinggi langit langit 3 m, harus
dipasang sebuah alat detektor.
Jarak antar detektor asap maksimum 12 m didalam ruang efektif
dan 18 m didalam ruang sirkulasi.
Setiap kelompok atau zona detektor harus dibatasi maksimum 20
buah detektor asap yang dapat melindungi ruangan 1000 m luas
lantai.
Pemasangan detektor asap harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1) Berkas sinar yang membentuk bagian suatu sistem dari detektor
asap jenis optik harus dilindungi terhadap kemungkinan timbulnya
alarm palsu.
2) Elemen peka cahaya detektor jenis optik harus ditempatkan
sedemikian rupa atau diberi perisai sehingga bila ada sinar dari
manapun berpengaruh terhadap bekerjanya detektor.
2. Detektor Panas (Heat Detector) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu. Ada tiga tipe
detektor panas yaitu :

a. Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas panas


tertentu (Fixed temperature)
b. Detektor yang bekerja berdasarkan kecepatan naiknya tempetatur
(Rate of rise).
c. Detektor kombinasi yang bekerja berdasarakan kenaikan
temperatur dan batas temperatur maksimum ditetapkan.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran : 1997. Penempatan dan pemasangan
detektor panas harus memenuhi syarat syarat berikut :
Detektor panas harus dipilih sesuai dengan temperatur kerjanya,
dapat dilihat pada tabel 2.3
TABEL 2.3
KLASIFIKASI DETEKTOR BERDASARKAN TEMPERATUR
KERJANYA
KLASIFIKASI TEMPERATUR DAERAH TEMPERATUR KERJA (C)
TEMPERATUR LANGIT LANGIT WARNA
Rendah 38 57 Dibawah 0 Tak berwarna
Biasa 58 78 38 Putih
Sedang 79 120 65 Biru
Tinggi 121 162 197 Merah
Sumber : Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3
Bidang Penanggulangan Kebakaran, 1997.
Penempatan detektor panas harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Pada atap atau langit langit yang datar, penempatan detektor tidak
boleh kurang dari 30 cm dari dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm
dari langit langit.
Jarak antara detektor harus sesuai dengan tinggi langit langit.
Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari
lubang lubang udara masuk (difluser) AC.
Dalam hal adanya saluran udara AC , detektor panas harus
dipasang pada daerah lubang udara balik (Return air grill) pada jarak
kurang dari 1,5 m.
Pada satu kelompok detektor, tidak boleh dipasang lebih dari 40
buah detektor panas.
Untuk setiap ruangan dengan luas 46 m dan tinggi langit-langit 3 m

harus dipasang satu alat detektor panas.


Jarak antara detektor panas tidak boleh lebih dari 7 m untuk jarak
ruangan efektif dan tidak boleh lebih dari 10 m untuk ruang sirkulasi.
Jarak detektor panas dengan dinding pembatas paling jauh 3 m
pada ruangan efektif dan 6 m pada ruang sirkulasi serta paling dekat
30 cm dari dinding pembatas.
Dipuncak lekukan langit langit, pada ruangan tersembunyi harus
dipasang sebuah detektor panas untuk setiap jarak memasang 9 m.
3. Detektor nyala api (Flame Detector) adalah detektor yang
bekerjanya berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala
api yaitu :
a. Detektor nyala api ultra violet
b. Detektor nyala api infra merah
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, 1997. Penempatan dan pemasangan
detektor nyala api harus memenuhi syarat, yaitu :
Penempatan detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Setiap kelompok atau setiap zona detektor harus dibatasi
maksimum 20 buah detektor nyala api yang dapat melindungi ruangan
dengan luas maksimum 1000 m.
Pada pemasangan detektor diluar ruangan (udara terbuka) maka
spesifikasi detektor nyala api harus sesuai dengan maksud diatas dan
terbuat dari bahan tahan karat, tahan pengaruh angin, lembab, cuaca
dan getaran.
Pada pemasangan detektor nyala api untuk daerah yang sering
mengalami gangguan sembaran petir, detektor tersebut harus
dilindungi supaya tidak terjadi kemungkinan timbulnya alarm palsu.
Detektor harus direncanakan dan dipasang cukup menjamin dapat
mendeteksi daerah kebakaran spesifik yang akan diproteksi.
Detektor tidak boleh dipasang terhalang oleh sesuatu pada daerah
yang akan diproteksi.
Detektor harus dilindungi terhadap gangguan sinar yang tidak di
kendaki (yang mungkin menyebabkan alarm palsu).
4. Detektor Gas (Gas Detector) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan kenaikan konsentarsi gas yang timbul akibat kebakaran

ataupun gas lain yang mudah terbakar.


Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, 1997. Penempatan dan pemasangan
detektor gas harus memenuhi syarat syarat berikut :
Detektor gas harus biasa mendeteksi satu atau lebih gas yang
dihasilkan oleh suatu kebakaran.
Detektor gas harus mampu juga mendeteksi gas yang mudah
terbakar.
Penempatan detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Penempatan dan jarak pemasangan detektor gas harus disesuaikan
dengan bentuk dan permukaan langit langit, tinggi langit langit,
dipasang sesuai dengan kemungkinan adanya sumber bahaya,
sistem ventilasi.
Penempatan pada atap yang datar detektor gas tidak boleh
dipasang kurang dari 10 cm terhadap dinding dan jarak dari langit
langit tidak boleh lebih dari 50 cm.
Pada setiap luas 92 m dengan tinggi langit langit 3 m harus
dipasang sekurang kurangnya 1 buah detektor gas.
Jarak antara detektor gas maksimum 12 m.
Jumlah detektor untuk setiap zona harus dibatasi maksimum 20
buah alat detektor gas.
Dalam hal adanya saluran udara AC, maka detektor gas harus
dipasang pada dekat lubang udara balik kurang dari 1,5 m.
Detektor gas tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai
temperatur lebih dari 38C atau dibawah 0C, kecuali untuk detektor
gas yang mempunyai spesifikasi temperatur yang sesuai.
Untuk gas yang lebih berat dari udara, jarak maksimum secara
mendatar adalah 4 m dari kemungkinan timbulnya kebocoran gas,
dan tinggi maksimum dari lantai adalah 30 cm.

TABEL 2.4
PEMILIHAN JENIS DETEKTOR SESUAI FUNGSI RUANGAN
BT-1 KNT KOMBINASI
ASAP
NYALA API
GAS

(FIXED TEMPERATURE) ROR KOMBINASI FIXED TEMP & ROR


Dapur Ruang Penjamuan
Garasi mobil
Ruang sidang
Kamar tidur
Ruang Generator & transformator
Laboratorium kimia
Studio televisi Ruang peralatan kontrol bangunan
Ruang resepsi
Ruang tamu
Ruang mesin
Ruang lift
Ruang pompa
Ruang AC
Tangga
Koridor
Lobby
Aula
Shaft
Perpustakaan
R. PABX
Gudang Gudang material yang mudah terbakar
Ruang kontrol instalasi peralatan vital gas yang ada Ruang
transformator / diesel
Ruang yang berisi bahan yang mudah menimbulkan gas yang
mudah terbakar
Sumber : Departemen Tenaga Kerja, 1997
Keterangan :
1. BT : Detektor bertemperatur tetap.
2. KNT : Detektor berdasarkan kecepatan naiknya temperatur
3. ROR :Detektor kombinasi berdasarkan kenaikan temperatur dan
batas maksimum yang ditetapkan (rate of rise detector).
B. Alarm Kebakaran
Alarm kabakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan
isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran yang dapat berupa :

a. Alarm kebakaran yang memberikan tanda / isyarat berupa bunyi


khusus (Audible Alarm).
b. Alarm kebakaran yang memberikan tanda / isyarat yang tertangkap
oleh pandangan mata secara jelas (Visible Alarm).
2.4.6.2 Alat pemadam kebakaran
A. Alat Pemadam Kabakaran Api Ringan ( APAR)
APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang
untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
Tipe konstruksi APAR adalah :
1) Tipe tabung gas (Gas Container Type), ialah :
Suatu pemadaman yang bahan pemadamnya didorong keluar oleh
gas bertekanan yang dilepas dari tabung gas.
2) Tipe tabung bertekanan tetap (Stored Preasure Type), ialah :
Suatu pemadamanya didorong keluar oleh gas kering tanpa bahan
kimia aktif atau udara kering yang disimpan bersama dengan tepung
pemadamnya dalam keadaan bertekanan.
Syarat penempatan APAR yang memenuhi syarat adalah sebagai
berikut :
Ditempatkan ditempat yang mudah terlihat, dijangkau dan mudah
diambil (tidak diikat, dikunci atau digembok).
Setiap jarak 15 m dengan tinggi pemasangan maksimum 125cm.
Memperhatikan jenis media dan ukurannya harus sesuai dengan
klasifikasi beban api.
Dilakukan pemeriksaan secara berkala.
B. Hydrant
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul
Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran (1996)
Hydrant adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang
menggunakan media pemadaman air bertekanan yang dialirkan
melalui pipa pipa dan selang kebakaran. Sistem ini terdiri dari
system persediaan air, pompa, perpipaan, kopling outlet dan inlet
serta slang dan nozzle.
Persyaratan umum penempatan Hydrant adalah sebagai berikut :
1. Letak kotak dan pilar hydrant mudah dilihat, mudah dicapai, tidak
terhalang dan harus bercat merah dengan tulisan Hydrant berwarna

putih.
2. Kotak hydrant mudah dibuka.
3. Panjang maksimal slang 30 cm dan dalam keadaan baik yaitu tidak
membelit bila ditarik.
4. Pipa pemancar (nozzle) terpasang pada slang.
C. Sprinkler
Adalah alat yang bekerja otomatis memancarkan air kesegala arah
untuk memadamkan kebakaran dalam suatu ruangan.
Dan sumber lain menyebutkan bahwa Sprinkler adalah instalasi
pemadam kebakaran yang dipasang secara permanen untuk
melindungi bangunan dari bahaya kebakaran yang akan bekerja
secara otomatik memancarkan air, apabila alat tersebut terkena panas
pada temperatur tertentu.
2.4.6.3 Sarana penyelamat jiwa
Upaya penyelamatan jiwa (evakuasi) saat terjadi kebakaran dalam
gedung atau bangunan industri dapat berjalan lancar, suatu bangunan
dan gedung harus mempunyai beberapa hal sebagai berikut :
A. Rute evakuasi
Adalah sarana penyelamatan dari daerah kebakaran ketempat aman
atau daerah yang aman, baik secara vertikal maupun horizontal, yang
dapat berupa pintu, tangga, koridor, jalan keluar atau kombinasi dari
komponen komponen tersebut.
Ada tiga (3) tipe rute penyelamat diri yang dapat digunakan untuk
melarikan diri dari bahaya kebakaran yaitu :
Langsung menuju tempat terbuka
Melalui koridor atau gang
Melalui terowongan atau tangga kedap asap / api.
Syarat syarat rute evakuasi, yaitu :
Rute evakuasi harus bebas dari barang barang yang dapat
mengganggu kelancaran evakuasi dan mudah dicapai.
Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman
sementara dari bahaya api, asap dan gas. Dalam penempatan pintu
keluar darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja
penghuni dapat ,menjangkau pintu keluar (exit).
Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan

mempunyai lebar : untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan


keluar 2 m.
Rute penerangan harus diberi penerangan yang cukup dan tidak
tergantung dari sumber utama.
Arah menuju exit harus dipasang petunjuk yang jelas.
Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan,
PINTU DARURAT
EMERGENCY EXIT
Warna tulisan hijau diatas dasar putih tembus cahaya dan dubagian
belakang tanda tersebut dipasang dua buah lampu pijar yang selalu
menyala.
B. Pintu darurat
Adalah alat bantu yang digunakan untuk keluar dan menyelamatkan
jiwa menuju tempat yang aman.
C. Tempat berhimpun
Adalah tempat yang aman untuk berkumpul dan menghindar dari
bahaya kebakaran, atau tempat berkumpul pengungsi ataupun untuk
barang/dokumen penting, yang aman dan bebas dari pengaruh
kebakaran. Dan tempat ini harus lebih dari satu dan setiap berkumpul
harus diberi tanda yang jelas.
2.5 Petugas tim penanggulangan kebakaran
Regu / tim penanggulangan kebakaran adalah satuan tugas yang
mempunyai tugas khusus fungsional dibidang penanggulangan
kebakaran.
2.5.1 Usia
Kemampuan perkembangan manusia berfikir abstrak dan dapat
menganalisa masalah masalah secara ilmiah dan kemudian
menyelesaikan suatu masalah adalah pada umur 11 tahun dewasa.
Sejumlah pengkajian telah memperlihatkan pola produktifitas dan
kinerja pekerjaan yang cukup konsisten dengan bertambahnya umur,
yakni memperlihatkan kurva kinerja terbaik. Pada usia 30 sampai 60

tahun masih unggul karena pengalamannya dibandingkan usia


belasan. Temuan yang paling umum adalah angka kejadian
kecelakaan lebih rentan pada pekerja lanjut usia (>45 tahun) daripada
pekerja muda (< 24 tahun).
2.5.2 Pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berfikir dalam
menghadapai pekerjaan, demikian pula dalam menerima pelatihan
kerja, baik praktik maupun teori, termasuk diantaranya cara
pencegahan kecelakaan kerja ataupun menghindari terjadinya
kecelakaan.
Sedangkan untuk unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja
mengemukakan bahwa untuk dapat menjadi anggota regu atau tim
penanggulangan kebakaran pendidikan minimal SLTA dan pernah
mengikuti kursus atau latihan teknis mengenai penanggulangan
kebakaran.
2.5.3 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang, karena dari pengalaman yang
didapat bahwa tindakan yang didasari pengetahuan akan lebih baik
dibanding dengan yang dipaksakan. Pengetahuan yang di cakupi
dalam kognitif mempunyai (enam) tingkatan, yaitu :
a. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya
b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
mempraktekkan materi tersebut.
c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari sesuai dengan situasi dan kondisi yang
sebenarnya.
d. Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi
tersebut didalam pengorganisasian tersebut.
e. Sintesis sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian bagian dalam suatu keseluruhan yang
baru.

f. Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penelitian


terhadap suatu materi atau obyek.
2.5.4 Masa kerja
Masa kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalamannya,
dimana pengalaman kerja dapat mempengruhi terjadinya sebuah
kecelakaan. Pengalaman seseorang adalah pengalaman tentang
orang itu dengan pengalamannya tersebut merupakam investasi midal
dirinya yang tak ternilai harganya.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 tahun 1999 tentang
unit penanggulangan kebakaran minimal masa kerjanya 5 (lima)
tahun. Lingkup pengalaman kerja seseorang dapat meliputi :
1. Kegiatan dalam pekerjaan atau aktivitasnya secara rutin yang
nantinya akan mengarah pada teknis pengembangan dan
penyempurnaan pekerjaan barunya.
2. Kejutan peristiwa didalam kehidupannya sehari hari dimana
dengan sadar atau tidak sadar ia melakukan gerakan insting yang
bersifat kodrati.
3. Waktu yang menyertai setiap gerakan pekerjaan yang dilakukan,
sehingga karena pengalaman tersebut sangat berharga untuk dipakai
sebagai modal perencanaan dikemudian hari.
BAB 3
GAMBARAN UMUM
3.1 Sejarah PT. (Persero) Kimia Farma
PT. Kimia Farma adalah perusahaan farmasi yang berstatus Bahan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang berawal dari nasionalisasi
perusahaan perusahaan Farmasi Belanda yang didirikan di
Indonesia pada massa panjajahan.
Nasionalisasi dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1956
berdasarkan Undang Undang No. 86 tahun 1956 dan Peraturan
Pemerintah No. 69 tahun 1961 dan statusnya menjadi Perusahaan
Negara Farmasi (PNF). Nasionalisasi tersebut menjadi PNF Nurani
Farma, Raja Farma, PNF Bhinneka Kina Farma dan PNF Nakula
Farma yang kemudian menjadi cikal bakal PT. Kimia Farma Tbk.

Untuk mempermudah koordinasi maka berdasarkan Instruksi


Presiden No. 17 tahun 1969 yang dituangkan dalam peraturan
pemerintah No. 3 tahun 1969, semua perusahaan negara tersebut
dilebur menjadi PNF dan Alat Kesehatan Bhinneka Kimia Farma. Dan
pada tanggal 16 Agustus 1971 berdasarkan peraturan pemerintah no.
16 tahun 1971, status PNF dan Alat Kesehatan Bhinneka Kimia
Farma berubah menjadi PT. (Persero) Kimia Farma pada tanggal 1
Juni 2001, PT. (Persero) Kimia Farma berubah menjadi PT. (Persero)
Kimia Farma Tbk, dimana sebagian sahamnya dimiliki oleh
masyarakat.
3.2 Motto, Fungsi dan Tujuan PT. (Persero) Kimia Farma
a) Motto
Sebagai Badan Usaha Milik Negara, PT. (Persero) Kimia Farma
mempunyai motto : Tumbuh Berkembang Bersama Mensejahterakan
Masyarakat. Tanggal 16 Agustus 2001 motto berubah menjadi
Melayani sampai ke Hati
b) Fungsi
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 3 tahun 1983, PT. (Persero)
Kimia Farma memilki tiga fungsi utama, yaitu : sebagai pendukung
kebijaksanaan pemerintah dibidang kesehatan, sebagai pemupuk
laba demi kelangsungan usaha dan sebagai pelopor dalam kegiatan
kefarmasian.
c) Tujuan
Tujuan PT. (Persero) Kimia Farma disesuaikan dengan arahan GBHN
dan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yaitu terwujudnya PT.
(Persero) Kimia Farma sebagai salah satu pimpinan pasar (Market
Leader) di bidang farmasi menuju tercapainya kemandirian di bidang
obat yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan penerimaan
negara secara khusus, dan perekonomian secara umum.
3.3 Lokasi dan Bangunan UPF Jakarta
Secara administrasi lokasi PT. (Persero) Kimia Farma Unit Produksi
Formulasi Jakarta terlatek di Jalan Rawagelam V No. 1 Kawasan
Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
Lokasi kegiatan pabrik dibatasi oleh :

Sebelah Utara : Pabrik minyak goreng asap abadi


Sebelah Selatan : Lapangan kosong
Sebelah Barat : Pabrik skifa, PT. Alas comodo garmen, PT. Gikolo
utama, PT. Lokomotif Eka Sakti
Sebelah Timur : PT. Pan gas Nusantara, PT. Guna Elektro, PT.
Foseco.
Luas lahan yang digunakan 3,5 hektar dengan sertifikat hak bina
bangunan no. 5 Jatinegara. Luas bangunan 11.225 m terdiri dari
empat bangunan utama yaitu bangunan produksi, yang terletak di
lantai I seluas 7.242 m digunakan untuk proses produksi dan
bangunan di lantai II seluas 1.081,5 m antara lain untuk laboratorium
Pengendalian Mutu. Bangunan Depo Sentral, yang seluas 9.126,5 m
terdiri lantai I seluas 6.388,5 m yang digunakan untuk gudang dan
lantai II seluas 2.288 m untuk administrasi dan gudang. Bangunan
kantor yang merupakan bangunan terdepan, terdiri dari 2 lantai yang
luasnya 2.040 m, digunakan untuk administrasi pabrik, kantin,
mushola dan poliklinik. Bangunan pelengkap (Utilitas) seluas 777,5 m
terdiri dari satu lantai yang meliputi bengkel, ruang diesel dan mesin
uap.
Disamping ke empat bangunan uatama tersebut, dibangun pula
gudang api sebagai tempat penyimpanan bahan bahan yang
mudah terbakar dan mudah meledak. Kebutuhan air dipenuhi oleh 2
buah Deep Well dengan kedalaman masing masing 98 m dan
debit air 200 l/menit. Air yang dihasilkan ditampung kemudian
didistribusikan ke seluruh pabrik melalui 2 buah menara air. Untuk
memenuhi kabutuhan produksi digunakan air Demineral dan Aquadest
yang dihasilkan dari unit Aqua demineral dan unit destilasi, sedangkan
bahan baku air untuk proses berasal dari PDAM.
Untuk sumber energi berasal dari PLN dengan daya sebeser 2250
KVA. Dalam keadaan darurat digunakan pembangkit listrik tenaga
diesel (genset) dengan daya 125 KVA. Pemanasan dalam proses
produksi dipakai tenaga uap yang dihasilkan oleh boiler dengan
kapasitas 1200 kg uap/jam. Kondisi udara ruang ruang diatur oleh
Air Conditioner dengan sistem package unit.
3.4 Struktur Organisasi PT. (Persero) Kimia Farma Tbk.

Struktur organisasi yang digunakan di PT. (Persero) Kimia Farma


berbentuk lini dan staf. Pengelolaan PT. (Persero) Kimia Farma
dilakukan secara kolektif dengan membentuk suatu dewan direksi
yang dipimpin oleh Direktur Utama yang dibantu oleh 4 direktur yaitu
Direktur Umum dan Personalia, Direktur Keuangan, Direktur
Pemasaran dan Direktur Produksi. Dewan Direksi berkedudukan di
Jalan Budi Utomo No. 1 Jakarta.
Secara organisasi PT. (Persero) Kimia Farma Tbk merupakan BUMN
yang secara financial dibawahi oleh Departemen Keuangan,
sedangkan secara teknis dibawahi oleh Departemen Kesehatan.
Dewan Direksi dibantu oleh beberapa orang General Manager
(Direktur Muda). Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh beberapa
manajer, sehingga terjadi pembagian tugas atau pendelegasian
wewenang.
Direktur Umum dan Personalia bertanggung jawab dalam hal
penggunaan sarana, administrasi dan pengembangan sumber daya
manusia PT. Kimia Farma. Sedangkan Direktur Keuangan
bertanggung jawab menangani administrasi keuangan, pembukuan
dan perpajakan.
Direktur Produksi bertanggung jawab dalam hal pembuatan obat dan
alat kesehatan. Direktur produksi dibagi menjadi Divisi Produksi
Manufaktur, Divisi Produksi Formulasi dan Divisi Ristek.
Direktur Pemasaran bertanggung jawab dalam hal pemasaran obat
dan alat kesehatan. Direktur pemasaran PT. Kimia Farma memiliki
jaringan yang sangat luas dan terbesar di Indonesia, yang terdiri dari
PBF dan Apotek.
3.5 Struktur Organisasi PT. (Persero) Kimia Farma Tbk UPF Jakarta
Unit Produksi Formulasi Jakarta dibawah pimpinan Direktur Produksi
dan dipimpin oleh Senior Manager yang membawahi tiga sub unit :
unit PPC (Production Planning and Control), sub unit produksi dan
sub unit pengawasa mutu, yang masing masing dipimpin oleh
seorang manajer.
3.6 Tenaga Kerja

Karyawan Unit Produksi Formulasi Jakarta saat ini berjumlah 612


karyawan dengan klasifikasi sebagai berikut :
Senior Manager : 2 orang
Manager : 4 orang
Kepala Bagian : 11 orang
Kepala Sub Bagian : 12 orang
Kepala Seksi : 50 orang
Pelaksana : 273 orang
Pegawai tidak tetap : 261 orang
Tingkat pendidikan karyawan PT. (Persero) Kimia Farma Tbk untuk
karyawan yang bekerja di kantor minimal SLTA dengan keahlian di
bidang masing masing dan untuk karyawan pabrik minimal lulusan
STM dan SLTA. PT. (Persero) Kimia Farma berusaha meningkatkan
ketrampilan pegawainya dengan mengikutsertakan pegawai dalam
pelatihan/kursus, seperti kursus computer dan pemakaian alat
operator.
Penggajian karyawan dilakukan oleh kantor pusat, untuk tenaga
harian lepas dilakukan UPFJ setiap tanggal 25 mendapat gaji,
karyawan juga mendapatkan berbagai tunjangan seperti tunjangan
konjuktur, tunjangan perangsang kerja dan uang lembur, cuti, jaminan
kesehatan, dana perumahan, olahraga, rekreasi dan premi astek.
3.7 Kegiatan di PT. ( Persero) Kimia Farma Tbk Unit Produksi
Formulasi Jakarta
a) Bagian Pengadaan
Bagian pengadaan UPF Jakarta bertugas memenuhi kebutuhan baik
berupa barang dan jasa yang akan digunakan dalam proses poduksi
dan penunjang produksi. Bagian ini diawasi oleh Direktur Produksi
dan bekerjasama dengan asisten manajer sub unit PPC. Pengadaan
barang disesuaikan dengan standard dan spesifikasi perusahaan
dengan harga yang paling menguntungkan.
b) Bagian Administrasi dan Keuangan
Bagian Administrasi dan keuangan berada dibawah Manajer UPF
Jakarta, dan bertanggung jawab dalam mengelola data pemasukan
dan pengeluaran data keuangan yang terjadi di UPF Jakarta.
c) Sub Unit Production Planning and Control

Struktur organisasi sub unit PPC terdiri dari tiga bagian yang berada
langsung dibawah manajer PPC, yaitu bagian perencanaan dan
pengendalian produksi, bagian sarana, bagian penyimpanan dan satu
koordinator teknis yaitu umum dan personalia. Sub unit ini berfungsi
menjaga kalancaran dan kesinambungan proses produksi serta
membuat rencana kerja dan jadwal penyerahan obat sesuai dengan
permintaan dari bagian pemasaran.
d) Sub Unit Produksi
Kegiatan dalam sub unit berdasarkan permintaan dari pemasaran
sesuai dengan perencanaan dari sub unit PPC. Sub unit ini terdiri dari
seksi penimbangan sentral dengan lima bagian produksi, yaitu :
1. Bagian produksi tablet dan narkotika.
2. Bagian produksi krim, kosmetika dan cairan.
3. Bagian produksi aseptic.
4. Bagian pengemasan.
5. Bagian produksi beta laktam.
Sub unit ini juga mengatur proses penimbangan bahan baku melalui
seksi penimbangan sentral. Bagian produksi tablet, krim, kosmetika
dan cairan. Aseptic dan bagian pengemasan hanya mengolah produk
non beta laktam. Produksi beta laktam mengatur proses produksi,
penimbangan dan pengemasan tersendiri.
e) Seksi Penimbangan Sentral
Seksi penimbangan sentral merupakan pusat penimbangan bahan
baku untuk masing masing produk per batch atau lot yang berasal
dari gudang untuk keperluan industri.
f) Bagian Produksi Tablet
Bagian produksi tablet dari sub bagian proses tablet dan sub bagian
penyalutan. Bagian proses tablet ini membawahi seksi granulasi dan
seksi pencetakan.
1. Produksi tablet
Bagian tablet memproduksi tablet inti, tablet salut gula dan tablet salut
selaput. Proses produksi tablet ada tiga cara, yaitu granulasi basah,
granulasi kering dan cetak langsung.
2. Narkotika
Berdasarkan SK Menkes RI No. HK.00.05.6.01596, maka PT.
(persero kimia farma adalah satu satunya perusahaan yang berizin
oleh pemerintah untuk melaksanakan import, produksi dan distribusi

obat obatan narkotika di Indonesia.


g) Bagian Produksi Kosmetika, Krim dan Cairan
Bagian produksi ini memilki dua sub bagian, yaitu sub bagian cairan
untuk produk kimia farma dan lisensi, sub bagian krim dan kosmetika.
Sub bagian cairan Kimia Farma terbagi lagi menjadi seksi cairan
Kimia Farma, dan cairan lisensi. Sedangkan sub bagian kosmetika
dan krim memiliki seksi krim dan seksi kosmetika.
h) Bagian Produksi Aseptik
Bagian produksi aseptik unit produksi fomulasi Jakarta membawahi
sub bagian injeksi/ tetes mata/ kapsul/ sirup kering. Sub bagian ini
membawahi seksi sirup kering/ kapsul dan seksi injeksi/ tetes mata.
i) Bagian Pengemasan
Bagian pengemasan terdiri dari seksi kemasan padat kapsul dan non
narkotika, seksi cairan, semi solid dan narkotika (termasuk injeksi dan
sirup), seksi penandaan dan seksi karantina in process. Bagian
pengemasan bertanggung jawab dalam proses pengemasan semua
produk yang dihasilkan oleh sub unit distribusi termasuk narkotika dan
produk non beta laktam. Pengemasan beta laktam dilakukan terpisah
dengan bagian pengemasan lainnya, pengemasan narkotika dikemas
oleh bagian pengemasan dengan pengawasan yang ketat. Semua
produk ruangan dikemas sesuai dengan bahan kemasan yang telah
ditentukan. Proses pengemasan dimulai setelah lulus uji mutu
labiratorium. Tahap awal proses pengemasan adalah printing nomor
batch, expired date (etiket, box, dos dll), selanjutnya produk ruangan
dan bahan kemasan tadi dimasukkan ke jalur masing masing sesuai
dengan bentuk sediaan nya. Bentuk sediaan yang dikemas di bagian
pengemasan adalah :
1. Tablet : strip, blister, counting.
2. Kapsul : strip dan counting.
3. Injeksi :ampul dengan pengemasan sekunder, sedangkan ampul
tanpa identitas dilakukan printing dan pengamasan sekunder.
4. Krim : dus, box (pengemasan skunder).
Ruangan bagian pengemasan terdiri dari zona hitam dan zona abu
abu, yang terbagi atas 8 jalur. Pada zona abu abu (grey zone)
dilakukan pengemasan primer (strip, blister, counting) dan zona hitam
(black zone) dilakukan untuk pengemasan sekunder (produk yang
telah dibungkus) seperti penempelan etiket, pengepakan, dll. Adapun

jalur jalur pada bagian pengemasan adalah sebagai berikut :


a) Jalur 1 untuk sediaan tablet.
b) Jalur 2 untuk sediaan kapsul.
c) Jalur 3 untuk sediaan kapsul.
d) Jalur 5,6,7 untuk sediaan suspensi, krim dan cairan.
e) Jalur 8 khusus untuk sediaan narkotika OKT, dan injeksi.
Setelah produk melewati zona hitam, maka proses pengemasan
selesai dan dilakukan pemeriksaan akhir (finished pack analysis).
Pemeriksaan ini mencakup bahan kemas dan kelengkapannya seperti
etiket, brosur. No batch, tanggal kadaluarsa (expired date) dan
sebagainya.
j) Bagian Produksi Laktam
Bagian beta laktam adalah bagian khusus yang memproduksi obat
yang mengandung antibiotika golongan beta laktam (derivate
penisilin), yaitu ampisilin, phenoxymethyl penisilin, amoksilin dan
kimixil. Ruang produksi beta laktam letaknya terpisah dengan ruang
produksi non beta laktam. Bagian beta laktam juga mempunyai
gudang bahan baku khusus zat aktif dan penimbang sentral tersendiri
serta ruangan pengemasan pengemasan tersendiri yang terpisah dari
produksi non beta laktam, dengan tujuan untuk menghindari
kontaminasi silang antara ke dua produksi karena dapat menimbulkan
alergi bagi orang yang peka terhadap golongan beta laktam. Saluran
limbah dan pengolahan beta laktam juga terpisah dari pengolahan
non beta laktam.
k) Sub Unit Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu bertujuan menjamin produk obat dibuat senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan
tujuan penggunaan. Pengawasan mutu ini dilakukan oleh 3 bagian,
yaitu :
1. Bagian laboratorium kimia.
2. Bagian laboratorium biologi.
3. Bagian pengendalian mutu.
3.8 Gambaran Organisasi P2K3 di PT. Kimia Farma Tbk Unit Produksi
Formulasi Jakarta

Berdirinya organisasi P3K3 di PT. Kimia Farma UPF Jakarta ini


merupakan suatu tuntunan dari kebijakan serta komitmen mutu yang
telah dikeluarkan oleh pihak direksi pada tanggal 19 juli 1999, yang
salah satu buktinya mencantumkan kebijakan untuk menciptakan
kodisi kerja yang aman serta menciptakan kondisi kerja yang sehat.
Berdasarkan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan
UU RI No. 23 tahun 1992 pasal 22 dan 3 tentang kesehatan PT. Kimia
Farma Tbk memandang perlu dibentuknya suatu wadah organisasi
yang berperan sebagai jembatan penghubung antara pihak pekerja
dengan pihak manajemen dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
bersama dibidang K3 dalam rangka memperlancar usaha berproduksi
dan menciptakan UPF Jakarta sebagai suatu lingkungan yang aman
dan sehat untuk bekerja.
Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut maka perusahaan untuk
membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung
jawab semua karyawan. Organisasi P2K3 UPF Jakarta yang dibentuk
pada tahun 1999 dan yang bersifat fungsional, maka setiap manajer
dan supervisor bertanggung jawab terhadap kondisi K3 di wilayah
kerjanya masing masing. Program K3 yang telah dijalankan selamai
ini adalah :
1. Training pengenalan tentang K3 bagi karyawan baru dan lama
2. Pelatihan K3 bagi anggota P2K3
3. Penyuluhan K3 untuk kepala bagian / supervisor
4. Latihan pemadaman bagi anggota fire brigade, setiap 2 minggu
sekali
5. Memasang rambu rambu atau tanda keselamatan kerja
6. Pemeriksaan THT untuk karyawan yang bekerja pada tempat
tempat yang berpotensi bising dan kadar debu tinggi, minimal 6 bulan
sekali.
7. Pemeriksaan kesehatan secara berkala (rontgen) minimum 1 (satu)
tahun sekali terutama bagi karyawan yang bekerja ditempat yang
berpotensi kadar debu tinggi (dalam pabrik), dan minimum 2 (dua)
tahun sekali bagi karyawan kantor kecuali sakit menurut petunjuk
dokter.
Selain itu program pencegahan dan penggulangan kecelakaan kerja
lainnya yang telah dilakukan oleh team P2K3 diantaranya adalah
dengan menyiapkan SOP (Standar Operasional Prosedur), lembar

data Keselamatan Bahan (MSDS), dan perlindungan perorangan


dengan alat pelindung diri. Pemasangan rambu rambu keadaaan
darurat seperti Hollow Point sudah dilakukan dibeberapa titik. Untuk
beberapa bagian yang rawan kebakaran, disediakan sarana dan
prasarana fasilitas keadaan darurat seperti : APAR, Hydrant, Pintu
darurat dan tanda / rambu emergency. Selain menangani masalah K3,
organisasi P2K3 juga menangani dan mengawasi penanganan serta
pengelolaan limbah non B3, pengelolaan limbah non B3 yang
dilakukan dengan pemasangan IPAL meliputi proses fisika, kimia dan
biologi, sampai diperoleh hasil buangan limbah yang tidak mencemari
lingkungan. Untuk pengelolaan limbah cair B3, PT. Kimia Farma
bekerja sama dengan pihak lain yaitu : PT. PPLI yang berada di
Cileungsi Bogor.
BAB 4
KERANGKA KONSEP
4.1 Kerangka Teori
Dari beberapa sumber teori yang didapat penulis mengenai sistem
manajemen penanggulangan kebakaran, maka penulis membuat
kerangka teori sebagai berikut :
4.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka teori diatas, maka penulis membuat kerangka
konsep penelitian sebagai berikut :
4.3 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
ukur
1234567
1 Sistem manajemen penanggulangan kebakaran Suatu sistem
manajemen yang telah dibuat di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
wawancara Kuesioner Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal

a. Kebijakan penanggulangan kebakaran


2 Pembentukkan Tim pemadam kebakaran Suatu unit yang dibentuk
untuk menanggulangi kebakaran. Wawancara Kuesioner Memenuhi
syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
3 Pendidikan dan pelatihan Tim pemadam kebakaran Upaya yang
dilakukan perusahaan untuk menambah pengetahuan karyawannya
dalam menanggulangi kebakaran.
Wawancara Kuesioner Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
4 Inspeksi sarana penanggulangan kebakaran Suatu pemeriksaan
yang dilakukan untuk mengetahui kelengkapan alat pemadaman
kebakaran.
Wawancara Kuesioner Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
5 Perencanaan keadaan darurat Suatu sistem yang dibuat
perusahaan untuk mengantisipasi keadaan darurat kebakaran
Wawancara Kuesioner Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
b. Karakteristik Tim pemadam kebakaran
6 Usia Lama hidup Tim pemadam kebakaran terhitung dari lahir
sampai sekarang dilakukan penelitian. Wawancara Kuesioner 45
tahun Interval
7 Tingkat pendidikan Jenjang pendidikan formal yang ditempuh Tim
pemadam kebakaran. Wawancara Kuesioner SD
SLTP
SLTA
Akademi/PT Ordinal
8 Pengetahuan Suatu pemahaman Tim pemadam kebakaran
berdasarkan prosedur pemadaman kebakaran Wawancara Kuesioner
Baik
Cukup
Kurang Ordinal

9 Masa kerja Lama waktu Tim pemadam kebakaran bertugas.


Wawancara Kuesioner 20 tahun Interval
c. Pendeteksian dan peringatan
10 Detektor asap Alat yang bekerja berdasarkan terjadinya akumulasi
asap dalam jumlah tertentu. Observasi Checklist Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
11 Alarm kebakaran Alat yang memberikan isyarat atau tanda berupa
bunyi bila terjadi suatu kebakaran. Observasi Checklist Memenuhi
syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
d. Alat pemadam kebakaran
12 APAR Alat yang digunakan untuk memadamkan api yang mudah
digunakan (ringan). Observasi Checklist Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
13 Hydrant Suatu sistem pemadam kebakaran yang menyemprotkan
air bertekanan melalui selang kebakaran. Observasi Checklist
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
e. Sarana penyelamat jiwa
14 Rute evakuasi Sarana penyelamat yang berupa tulisan yang
menunjukkan tempat atau daerah yang aman. Observasi Checklist
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
15 Pintu darurat Alat bantu yang digunakan untuk keluar
menyelamatkan jiwa menuju tempat yang aman. Observasi Checklist
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
16 Tempat berhimpun Lokasi yang digunakan sebagai tempat
berkumpul jika terjadi suatu kebakaran Observasi Checklist
Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat


Ordinal
BAB 5
METODE PENELITIAN
5.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif yaitu
menggambarkan sistem manajemen penanggulangan kebakaran PT.
Kimia Farma Plant Jakarta.
5.2 Lokasi Penelitian
Lokasi yang di jadikan untuk penelitian adalah PT. Kimia Farma Plant
Jakarta Jl. Rawagelam V No.1 Kawasan Industri Pulo Gadung,
Jakarta Timur.
5.3 Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan untuk menyusun karya tulis ilmiah ini adalah
dari bulan Mei juli 2008.
5.4 Populasi dan sampel penelitian
5.4.1 Populasi penelitian
Dalam populasi ini yang dijadikan populasi adalah seluruh tim
pemadam kebakaran dan sarana penanggulangan kebakaran yang
terdapat di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yaitu sebanyak 45 orang.
5.4.2 Pengambilan sampel
Pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil sebagian
dari total populasi Tim pemadam kebakaran sebanyak 30 orang,
karena dalam observasi dilapangan tersebut terdapat keterbatasan
penelitian. Dan memperoleh data dan informasi berupa dokumen
yang mendukung sistem manajemen serta kelengkapan sarana
penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.

5.5 Pengumpulan Data


Untuk mempermudah dalam penelitian ini, maka penulis
mengumpulkan data yaitu dengan beberapa cara sebagai berikut :
1. Data primer
Data mengenai sarana penanggulangan kebakaran diperoleh dengan
melakukan :
a. Observasi menggunakan instrument checklist terhadap sarana
pemadam kebakaran dan penyelamatan jiwa yang ada.
b. Wawancara terhadap pihak K3L dan Tim pemadam kebakaran
serta penyebaran kuesioner.
2. Data sekunder
a. Memperoleh data dari perusahaan PT. Kimia Farma Plant Jakarta
yaitu berupa catatan dan pelaporan serta arsip arsip dari bagian
K3L tentang sarana pemadam kebakaran dan data data lain yang
terkait dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
b. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca literatur, buku, peraturan
perundang undangan, bahan kuliah dan catatan lain guna
mendapatkan teori yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah ini.
5.6 Pengolahan dan Analisis Data
5.6.1 Pengolahan Data :
1. Editing
Pada tahap ini adalah melakukan pemeriksaan kelengkapan dan
keseragaman data yang ada pada kuesioner dan checklist.
2. Codding
Pada tahap ini adalah lanjutan dari tahap editing yaitu memberikan
penomoran dan klasifikasian berdasarkan jawaban dari responden
3. Tabulating
Pada tahap ini dilakukan pemindahan data hasil penyebaran
kuesioner dengan responden kedalam bentuk tabel dan disajikan
dalam bentuk narasi.
5.6.2 Analisa Data
5.6.2.1 Analisa Univariat

Analisis yang dilakukan untuk menggambarkan masing masing


variabel penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi.
Kemudian data yang didapat dilakukan pembahasan dengan cara
membandingkan dengan teori yang ada dan dijelaskan dengan
menggunakan narasi.
Untuk variabel pengetahuan (J. Suprapto : 2000: 64 ) pertanyaan
yang disajikan berjumlah 4 (empat) soal dengan pemberian bobot nilai
setiap jawaban adalah sebagai berikut :
1. Untuk jawaban yang paling benar mempunyai bobot nilai 2, karena
dianggap merupakan jawaban yang paling baik.
2. Untuk jawaban mendekati benar mempunyai bobot nilai 1, karena
dianggap merupakan jawaban yang mendekati baik.
3. Untuk jawaban yang tidak benar mempunyai bobot 0, karena
dianggap merupakan jawaban yang kurang baik.
Kriteria penilaian dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
I = Besar kelas interval
H= Nilai observasi tertinggi
L = Nilai dari observasi terendah
K = Banyaknya kelas
Adapun ketentuan batas penilaian, sebagai berikut :
1. Mencari nilai tertinggi dan terendah dari skoring
2. Menentukan banyaknya kelas, yaitu baik, cukup, kurang
3. Menentukan batas penilaian :
> 6 = baik
4 6 = cukup
< 4 = kurang
Sedangkan untuk penilaian variabel variabel yang ada berupa
kebijakan penanggulangan kebakaran, pendeteksian dan peringatan,
sarana pemadam kebakaran dan sarana penyelamat jiwa yaitu
dengan membandingkan dengan standar yang ada pada peraturan
dan literatur buku dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
a. Memenuhi syarat, jika seluruh item yang diteliti sesuai dengan
standar yang digunakan.

b. Tidak memenuhi syarat, jika ada satu atau lebih item yang diteliti
yang tidak sesuai dengan standar yang digunakan.
BAB 6
HASIL PENELITIAN
6.1 Hasil
Berdasarkan data primer yang didapat melalui wawancara, kuesioner
kepada Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
sebanyak 30 orang responden, serta hasil checklist yang disesuaikan
dengan variabel variabel yang terdapat pada kerangka konsep
maka didapatkan hasil penelitian yang disusun sebagai berikut :
6.1.1 Kebijakan Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran
Dari hasil penyebaran kuesioner dapat diketahui bahwa Tim
pemadam kebakaran sebanyak 30 orang responden (100 %)
menyatakan ada kebijakan sistem manajemen penanggulangan
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta. Dan dari hasil
wawancara dengan Manager staff K3L menyatakan Ada kebijakan
sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta.
Dari hasil observasi langsung dapat diketahui bahwa kebijakan sistem
manajemen penanggulangan kebakaran PT. Kimia Farma Plant
Jakarta yaitu berupa dibentuknya pembentukan Tim pemadam
kebakaran, tujuan dari pembentukan Tim pemadam kebakaran,
kriteria menjadi Tim pemadam kebakaran dan kebijakan yang
diberikan pihak perusahaan kepada Tim pemadam kebakaran yang
berupa pemberian pelatihan dan pemberian jaminan keselamatan
kerja.
6.1.2 Perencanaan Program Penanggulangan Kebakaran
Dari hasil peyebaran kuesioner dapat diketahui bahwa Tim pemadam
kebakaran sebanyak 30 orang responden (100 %) menyatakan ada
perencanaan program penanggulangan kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta dan dari hasil wawancara dengan Manager staff

K3L menyatakan Ada perencanaan program penanggulangan


kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Dari hasil observasi diketahui bahwa perencanaan program
penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah
mempunyai program tersebut yang berupa telah dijalankan upaya
penanggulangan kebakaran di perusahaan tersebut
6.1.3 Pembentukan Tim Pemadam Kebakaran
Dari data yang dapat diketahui bahwa seluruh responden (100 %)
menyatakan ada pembentukan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta. Dan dalam observasi yang dilakukan telah ada
pembentukan struktur keorganisasian khusus dalam upaya sistem
manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa
pembentukkan Tim pemadam kebakaran khusus di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta. sebanyak 45 orang jumlah Tim pamadam kebakaran,
yang sudah terbentuknya struktur organisasi dan pembagian tugas
yang berupa petugas FB, operator, security, petugas komunikasi dan
petugas P3K yang diambil dari tiap masing masing ruangan bagian
produksi.
6.1.4 Pendidikan dan Pelatihan Tim Pemadam Kebakaran
Dari data dapat diketahui bahwa seluruh responden (30 orang)
menyatakan bahwa ada pendidikan dan pelatihan Tim pemadam
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta dan dapat diketahui pula
dari hasil wawancara dengan Manager staff K3L kegiatan pendidikan
dan pelatihan dalam bentuk training kepada karyawan (anggota tim
pemadam kebakaran) hanya dilakukan didalam lingkup perusahaan
saja. Sedangkan pelatihan dan training khusus K3 dilakukan hanya
kepada ketua Tim pemadam kebakaran (fire brigade) saja.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa
pelatihan dan pendidikan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
yaitu telah memberikan pendidikan dan pelatihan penanggulangan
kebakaran terhadap Tim pemadam kebakaran yang berupa
pemberian teori tentang kebakaran, pengenalan APAR, pilar hydrant,

pelatihan cara penggunaan APAR dan hydrant, cara pemadaman


kebakaran dengan menggunakan hydrant, pemeliharaan sarana
penanggulangan kebakaran, pengarahan dan evaluasi kegiatan fire
brigade yang dilakukan setiap 2 (dua) minggu sekali.
6.1.5 Inspeksi Sarana Pemadam Kebakaran
Dari data yang didapat diketahui bahwa petugas Tim pemadam
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta seluruh responden (100
%) selalu mengikuti kegiatan inspeksi sarana pemadam kebakaran.
Sedangkan dari hasil observasi dengan menggunakan checklist
diketahui bahwa inspeksi sarana pemadam kebakaran dilakukan
setiap 2 (dua) minggu sekali oleh Tim pemadam kebakaran (fire
brigade) sesuai dengan ruangan tempat setiap Tim bekerja di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa upaya kegiatan
inspeksi sarana pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta sudah dilakukan secara rutin oleh Tim pemadam kebakaran
(fire brigade) setiap 2 (dua) minggu sekali yaitu meliputi pemeriksaan
kelengkapan, kestabilan tekanan Alat Pemadam Api Ringan (APAR),
hydrant, detektor asap, Alarm kebakaran dan pintu darurat.
6.1.6 Perencanaan Keadaan Darurat Kebakaran
Dari data yang didapat diketahui bahwa petugas pemadam kebakaran
di PT. Kimia Farma Plant Jakarta seluruhnya (100 %) menyatakan ada
perencanaan keadaan darurat kebakaran. Dan dari hasil observasi
dengan menggunakan checklist diketahui pula ada perencanaan
keadaan darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta, namun
perencanaan keadaan darurat tersebut belum di syahkan oleh Plant
Manager PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa dalam perencanaan
keadaan darurat kebakaran PT. Kimia Farma Plant Jakarta telah
mempunyai prosedur tanggap darurat tetapi hal tersebut belum
disyahkan oleh Plant Manager UPF Jakarta.
6.1.7 Karakteristik tim pemadam kebakaran

6.1.7.1 Usia Petugas Tim Pemadam Kebakaran


TABEL 6.6
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN
MENURUT KELOMPOK USIA
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA
TAHUN 2008
USIA JUMLAH %
45 tahun 1 3
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari tabel 6.6 diketahui bahwa usia petugas Tim pemadam kebakaran
di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebagian besar (97 %) yaitu
kelompok usia 24 45 tahun.
6.1.7.2 Tingkat Pendidikan Petugas Tim Pemadam Kebakaran
TABEL 6.7
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN
MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA
TAHUN 2008
TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH %
SD 0 0
SLTP 1 3
SLTA 25 84
Akademi / Perguruan Tinggi 4 13
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari tabel 6.7 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan petugas Tim
pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang
terbanyak (84 %) responden yaitu dengan tingkat pendidikan SLTA,
sedangkan yang berpendidikan Akademi/perguruan tinggi yaitu

sebanyak 4 orang (13 %) dan yang berpendidikan SLTP yaitu


sebanyak 1 orang (3 %).
6.1.7.3 Pengetahuan
TABEL 6.8
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN
MENURUT PENGETAHUAN
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA
TAHUN 2008
PENGETAHUAN JUMLAH %
Baik 6 20
Cukup 22 74
Kurang 2 6
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari tabel 6.8 dapat diketahui bahwa pengetahuan Tim pemadam
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebagian besar (74 %)
cukup, dan petugas yang berpengetahuan baik sebanyak 6 orang (20
%), sedangkan petugas dengan pengetahuan kurang sebanyak 2
orang (6 %).
6.1.7.4 Masa kerja
TABEL 6.9
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN
MENURUT PENGETAHUAN
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA
TAHUN 2008
MASA KERJA JUMLAH %
20 tahun 1 3
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari tabel 6.9 dapat diketahui bahwa masa kerja petugas Tim
pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebagian

besar (94 %) yaitu dengan masa kerja 5 20 tahun, sedangkan


petugas dengan masa kerja >20 tahun sebanyak 1 orang (3 %) dan
yang masa kerja terpendek yaitu 20 tahun sebanyak 1 orang (3 %)
dan yang masa kerja terpendek yaitu 45 tahun) daripada pekerja
muda (20 tahun sebanyak 1 orang (3 %) dan yang masa kerja
terpendek yaitu Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.186
tahun 1999 tentang unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja
mengemukakan bahwa untuk dapat menjadi unit penanggulangan
kebakaran minimal masa kerja 5 20 tahun mengenai lingkup
pengalaman kerja seseorang meliputi :
1. Kegiatan dalam pekerjaan atau aktivitas secara rutin yang nantinya
akan mengarah padateknis pengembangan dan penyempurnaan
pekerjaan barunya.
2. Kejutan peristiwa dalam hidupnya sehari hari dimana dengan
sadar atau tidak sadar ia melakukan gerakan intrinsik yang bersifat
kodrati.
3. Waktu yang menyertai setiap gerakan pekerjaan yang dilakukan,
sehingga karena pengalaman tersebut sengat berharga untuk dipakai
sebagai modal perencanaan di kemudian hari.
Dari pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa masa kerja
sangat berkaitan dengan pengalaman, yakni semakin lama masa
kerja seseorang maka pengalamannya akan semakin banyak. Dari
hasil penelitian diatas ternyata sebagian besar 94 % atau 28 orang
Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta dengan
masa kerja 5 20 tahun telah sesuai dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No. 186 tahun 1999 tentang unit penanggulangan
kebakaran ditempat kerja yang mengemukakan bahwa untuk dapat
menjadi unit penanggulangan kebakaran minimal masa kerja 5 20
tahun.
7.1.8 Sarana Penanggulangan Kebakaran
7.1.8.1 Pendeteksian dan Peringatan
a. Pendeteksian Kebakaran
Pada tabel 6.10 dapat diketahui sudah terdapat sistem pendeteksian
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta berupa alat detektor asap

yang sudah terpasang pada setiap ruangan. Yang berjumlah 100


buah detektor asap yang telah telah sesuai dengan syarat
pemasangan pendeteksi kebakaran.
Menurut Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran (1997). Penempatan dan pemasangan
detektor asap harus memenuhi syarat syarat berikut :
Penempatan detektor asap harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Detektor asap tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm
dari dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm dari langit langit.
Detektor asap sebisa mungkin dipasang dekat dengan bahan yang
akan diproteksi.
Detektor asap tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m
dari lubang AC.
Dalam hal adanya lubang udara masuk AC, maka detektor asap
harus dipasang pada daerah dekat lubang udara balik pada jarak
kurang dari 1,5 m.
Detektor asap tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai
temperatur ruang lebih dari dari 38C atau dibawah 0C, kecuali untuk
detektor asap yang mempunyai spesifikasi temperatur kerja khusus.
Jarak detektor asap yang terjauh dari dinding pemisah adalah 6 m
dalam ruang efektif dan 12 m dalam rauang sirkulasi.
Pada setiap luas lantai 92 m dengan tinggi langit langit 3 m, harus
dipasang sebuah alat detektor.
Jarak antar detektor asap maksimum 12 m didalam ruang efektif
dan 18 m didalam ruang sirkulasi.
Setiap kelompok atau zona detektor harus dibatasi maksimum 20
buah detektor asap yang dapat melindungi ruangan 1000 m luas
lantai.
Dari hal tersebut diatas maka penempatan dan pemasangan detektor
asap di PT. Kimia Farma Plant Jakarta telah memenuhi syarat
menurut Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran (1997) dalam penempatan dan
pemasangan detektor asap.
b. Alarm Kebakaran

Pada tebel 6.11 diketahui bahwa terdapat alarm kebakaran di PT.


Kimia Farma Plant Jakarta dalam penyediaannya sudah memenuhi
syarat. Alarm kebakaran yang tersedia yaitu berjumlah 30 titik
pemasangan yang dipasang tiap 15 m, yang sudah terpasang disetiap
area dan juga dilengkapi dengan bel alarm berupa tombol tekan break
glass. Dimana alarm akan mengeluarkan suara yang terdengar
keseluruh ruangan bila terjadi suatu kebakaran. Dan didalam sistem
alarmmya pendeteksian terhubung dengan pintu darurat, maka jika
pintu darurat tersebut terbuka maka dengan sendirinya alarm
kebakaranpun akan berbunyi.
Untuk peletakkan panel indikator alarm kebakaran diletakkan dipos
security. Pemeriksaan sistem alarm kebakaran sendiri dilakukan oleh
Tim pemadam kebakaran setiap 2 (dua) minggu sekali.
Menurut ILO (1989) setiap tempat kerja harus mempunyai sistem
alarm kebakaran untuk memperingatkan orang orang bila kebakaran
timbul. Sistem kebakaran dapat otomatis, atau berupa lonceng alarm,
pluit atau sirine yang terpasang dibeberapa tempat di pabrik serta
dapat pula menggunanakan tombol atau tangkai untuk
mengoperasikan alarm bila diperlukan. Alarm harus terdengar
disemua tempat pabrik, termasuk ruang kerja, gudang, lorong, ruang
ganti kamar kecil dan kamar mandi.
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Alarm kebakaran yang
tersedia di PT. Kimia Farma Plant Jakara yaitu berjumlah 30 titik
pemasangan telah memenuhi standar diatas.
7.1.8.2 Alat Pemadam Kebakaran
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Dari tabel 6.12 dapat diketahui bahwa penyediaan alat pemadam
kebakaran yang ada di PT. Kimia Farma Plant Jakarta dalam
pemadaman api kecil dengan menggunakan APAR yang berjenis DC
(Dry Chemical) dan CO, Total jumlah APAR 98 buah.
Menurut Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 bidang
penanggulangan kebakaran syarat penempatan APAR yang
memenuhi syarat adalah sebagai berikut :
b) Ditempatkan ditempat yang mudah terlihat, dijangkau dan mudah
diambil (tidak diikat, dikunci atau digembok).

c) Setiap jarak 15 m dengan tinggi pemasangan maksimum 125 cm.


d) Memperhatikan jenis media dan ukurannya harus sesuai dengan
klasifikasi beban api.
e) Dilakukan pemeriksaan secara berkala.
f) Terdapat catatan orang yang akan menggunakannya.
Dari hasil observasi diketahui bahwa penempatan APAR di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta memenuhi syarat menurut Departemen Tenaga
Kerja (1997) mengenai syarat syarat penempatan APAR.
b. Hydrant
Dari tabel 6.13 dapat diketahui bahwa Hydrant yang ada di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta. Jumlah hydrant yang ada sebanyak 16 titik yang
terdiri dari : 8 titik hydrant gedung yang berukuran slang 1,5 , dan
tidak terdapatnya nozzle, 8 titik hydrant halaman yang berukuran
slang 2,5 dan juga tidak terdapat nozzle. Dalam pendistribusian air
melalui pipa pipa hydrant yaitu berasal dari air PAM yang
tekanannya stabilnya yaitu 8 bar dengan menggunakan pompa diesel,
jockey pump dan man pan.
Sedangkan menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang
berjudul Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran
(1997) mengenai persyaratan umum penempatan Hydrant adalah
sebagai berikut :
1. Letak kotak dan pilar hydrant mudah dilihat, mudah dicapai, tidak
terhalang dan harus bercat merah dengan tulisan Hydrant berwarna
putih.
2. Kotak hydrant mudah dibuka.
3. Panjang maksimal slang 30 cm dan dalam keadaan baik yaitu tidak
membelit bila ditarik.
4. Pipa pemancar (nozzle) terpasang pada slang.
Namun dalam kelangkapan pemasangan nozzle hydrant tidak
terpasang pada slang dengan baik karena kurangnya perhatian
petugas Tim pemadam kebakaran terhadap kondisi hydrant halaman.
7.1.8.3 Sarana Penyelamat Jiwa

a. Rute evakuasi
Dalam upaya penyelamatan diri dari keadaan darurat kebakaran di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta belum mempunyai rute evakuasi,
namun arah petunjuk pintu keluar sudah terpasang pada tiap koridor
lantai yang berbentuk kotak dengan tulisan exit berwarna putih.
Menurut Departemen Tenaga Kerja, syarat syarat rute evakuasi
yaitu :
5. Rute evakuasi harus bebas dari barang barang yang dapat
mengganggu kelancaran evakuasi dan mudah dicapai.
6. Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman
sementara dari bahaya api, asap dan gas. Serta dalam penempatan
pintu keluar darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga dimana
saja penghuni dapat ,menjangkau pintu keluar (exit).
7. Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan
mempunyai lebar : untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan
keluar 2 m.
8. Rute penerangan harus diberi penerangan yang cukup dan tidak
tergantung dari sumber utama.
9. Arah menuju exit harus dipasang petunjuk yang jelas.
10. Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan,
Warna tulisan hijau diatas dasar putih tembus cahaya dan dubagian
belakang tanda tersebut dipasang dua buah lampu pijar yang selalu
menyala.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa Rute evakuasi dalam
keadaan darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta tidak
memenuhi syarat Departemen Tenaga Kerja, karena tidak terdapatnya
Rute evakuasi resmi di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang dapat
menyulitkan jika terjadi kebakaran.
b. Pintu darurat
Dalam upaya penyelamatan diri dari keadaan darurat kebakaran di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah mempunyai sarana yang berupa
pintu darurat, yang berjumlah 8 pintu darurat yang berada pada
gedung bagian produksi, dan pintu darurat ini berhubungan langsung
dengan alarm kebakaran dimana jika pintu darurat tersebut dibuka

maka alarm kebakaranpun akan berbunyi. Pintu darurat ini tidak


digunakan secara umum.
Menurut Departemen Tebaga Kerja (1997) Pintu darurat adalah alat
bantu yang digunakan untuk keluar dan menyelamatkan jiwa menuju
tempat yang aman.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa kondisi pintu darurat
tersebut memenuhi syarat karena konstruksinya tersebut kokoh dan
dalam kondisi fisik pintu tersebut baik yang terbuat dari besi beton
namun dalam penggunaannya tidak menyulitkan pengguna jika terjadi
kebakaran.
c. Tempat berhimpun
Lokasi yang digunakan sebagai tempat berhimpun dalam upaya
perlindungan diri dari bahaya kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta terletak di 4 (empat) titik yaitu :
1. Diarea parkir mobil
2. Lapangan terbuka diantara bangunan kantor dan gedung produksi
3. Dibagian belakang gedung produksi
4. Dan dilapangan terbuka belakang gudang
Menurut Departemen Tenaga Kerja, tempat berhimpun adalah tempat
yang aman untuk berkumpul dan menghindar dari bahaya kebakaran,
atau tempat berkumpul pengungsi ataupun untuk barang/dokumen
penting, yang aman dan bebas dari pengaruh kebakaran. Dan tempat
ini harus lebih dari satu dan setiap berkumpul harus diberi tanda yang
jelas.
Dari hasil observasi yang dilakukan dapat diketahui tempat berhimpun
yang disediakan di PT. Kimia Farma Plant Jakarta belum memenuhi
syarat karena dua diantara tempat berhimpun tersebut lokasinya tidak
strategis yang berada dibelakang gedung produksi dan dibelakang
gudang yang dapat menyulitkan jika terjadi kebakaran. Namun sudah
dilakukan pemasangan rambu rambu atau tanda keadaaan darurat
seperti Hollow Point sudah dilakukan dibeberapa titik.
BAB 8
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat mengambil


kesimpulan sebagai berikut :
1. Kebijakan sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta sudah ada, yang berupa :
a. Perencanaan program penanggulangan kebakaran di PT. Kimia
Farma PLant Jakarta sudah ada tetapi belum di syahkan oleh Plant
Manager PT. Kimia Farma Plant Jakarta. Dan belum mempunyai
sarana evakuasi seperti rute evakuasi.
b. Pembentukan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta sudah ada, dan dari hasil penelitian dalam pengorganisasian
dan pembentukan Tim pemadam kebakaran PT. Kimia Farma Plant
Jakarta telah mempunyai jumlah 45 orang yang tergabung dalam Tim
pemadam kebakaran (fire brigade).
c. Pendidikan dan pelatihan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta sudah ada kegiatan tersebut yang dilakukan
setiap dua minggu sekali oleh seluruh anggota Tim pemadam
kebakaran. Sedangkan pelatihan dan training khusus K3 dilakukan
hanya kepada ketua Tim pemadam kebakaran (fire brigade) saja,
yang diberikan tiap 1 (satu) tahun sekali.
d. Inspeksi sarana pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta sudah dilakukan secara rutin oleh Tim pemadam kebakaran
(fire brigade) setiap 2 (dua) minggu sekali yaitu meliputi pemeriksaan
kelengkapan, kestabilan tekanan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
dan hydrant.
e. Perencanaan keadaan darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta sudah ada, namun perencanaan tersebut belum secara syah
ditetapkan oleh Plant Manager PT. Kimia Farma Plant Jakarta. Hal
tersebut dapat menyulitkan bila terjadi suatu kebakaran maka secara
tidak langsung Plant Manager tidak bertanggung jawab atas terjadinya
kebakaran tersebut.
2. Karakteristik Tim Pemadam Kebakaran yang meliputi :
a. Usia
Usia petugas Tim pamadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta sebagian besar berada pada kelompok usia 25 45 tahun
(97 %).
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pedidikan petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia

Farma Plant Jakarta yang terbanyak yaitu pada tingkat pendidikan


SLTA (84 %)
c. Pengetahuan
Pengetahuan petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta sebagian besar berpengetahuan cukup (74 %)
mengenai penanggulangan kebakaran.
d. Masa kerja
Masa kerja petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta sebagian besar mempunyai masa kerja 5 20 tahun (94
%).
3. Sarana penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta, yaitu :
a. Pendeteksian dan Alarm kebakaran
Sudah terdapat sistem pendeteksian kebakaran di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta yang telah memenuhi syarat sesuai dengan persyaratan
pemasangan pendeteksian kebakaran menurut Departemen Tenaga
Kerja (1997), berupa alat detektor asap yang sudah terpasang pada
setiap ruangan yang berjumlah 100 buah.
Sedangkan alarm kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah
ada yaitu berupa pengadaan sistem alarm kebakaran berjumlah 30
titik pemasangan yang berjarak tiap 15 m sudah terpasang pada
setiap area dan sudah dilengkapi oleh dengan bel alarm dan titik
panggil manual berupa tombol break glass, yang sesuai dengan
Departemen Tenaga Kerja (1997).
b. Alat pemadam kebakaran
Alat pemadam kebakaran yang tersedia di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta berupa pemadaman api yang terdapat 2 (dua) jenis sarana
yaitu bila api kecil dengan menggunakan APAR yang jenisnya CO
dan DC (Dry Chemical) yang berjumlah 98 buah.
Untuk pemadaman kebakaran dengan api besar dengan
menggunakan hydrant yang tersedia di 16 titik pemasangan. Dari
hasil observasi diketahui bahwa penempatan APAR dan hydrant di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta sudah memenuhi syarat sesuai dengan
persyaratan Departemen Tenaga Kerja (1997).

c. Sarana penyelamat jiwa


Dalam upaya penyelamatan diri dari keadaan darurat kebakaran di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta belum mempunyai rute evakuasi,
namun arah petunjuk pintu keluar sudah terpasang pada tiap koridor
lantai yang berbentuk kotak dengan tulisan exit berwarna putih.
Pintu darurat, yang berjumlah 8 pintu darurat yang berada pada
gedung bagian produksi, dan pintu darurat ini berhubungan langsung
dengan alarm kebakaran dimana jika pintu darurat tersebut dibuka
maka alarm kebakaranpun akan berbunyi. Dan pintu darurat ini tidak
digunakan secara umum.
Dari hasi observasi yang dilakukan diketahui bahwa belum
terdapatnya rute evakuasi yang dapat menyulitkan penghuni jika
terjadi kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang tidak
memenuhi syarat Departemen Tenaga Kerja, dan pada area tempat
berhimpun juga belum memenuhi syarat karena dua diantara tempat
berhimpun tersebut lokasinya tidak strategis yang berada dibelakang
gedung produksi dan dibelakang gudang yang dapat menyulitkan jika
terjadi kebakaran.
8.2 Saran
Dari permasalahan yang ada, maka penulis mencoba memberikan
masukan sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti dengan
dilengkapinya sistem manajemen penanggulangan kebakran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta, antara lain :
1. Ditetapkan dan disyahkannya perencanaan program
penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta oleh
Plant Manager UPF Jakarta, agar perusahaan dapat lebih
mengupayakan usaha penaggulangan kebakaran.
2. Ditingkatkan kembali pengorganisasian Tim pemadam kebakaran
yang sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186
tahun 1999 menjadi petugas peran kebakaran sekurang kurangnya
2 (dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua puluh lima)
orang. Dari total jumlah karyawan yang ada di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta yaitu 612 orang maka diperlukan petugas peran kebakaran
kurang lebih sebanyak 49 orang.
3. Penambahan kegiatan pendidikan dan pelatihan penanggulangan

kebakaran yang sesuai kriteria jabatan anggota Tim pemadam


kebakaran pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun
1999 tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja.
Khususnya bagi para anggota Tim pemadam kebakaran yang belum
mengukuti pelatihan khusus bidang penanggulangan kebakaran.
4. Ditetapkan dan disyahkannya perencanaan keadaan darurat di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta oleh Plant Manager UPF Jakarta, agar
perusahaan dapat lebih mengupayakan usaha penaggulangan
kebakaran. Dan dibuatnya SOP (Standar Operasional Prosedur)
penggunaan sarana penanggulangan kebakaran bagi penghuni dan
pemakainya.
5. Segara dibuatnya jalur evakuasi agar dapat memudahkan upaya
penyelamatan jiwa jika terjadi suatu kebakaran.

http://garasi.in/sistem-manajemen-penanggulangan-kebakaran-sop-studikasus-di-pt-kimia-farma-plant-jakarta.html

Anda mungkin juga menyukai