BAB I
PENDAHULUAN
Laporan Kasus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Laporan Kasus
2.1
2.1.1 Definisi
Sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia miokardium akut.
Sindroma koroner akut merupakan suatu spektrum dalam perjalanan penderita penyakit
jantung koroner (aterosklerosis koroner). SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil,
infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST elevasi dan atau kematian
jantung mendadak.6
2.1.2
Klasifikasi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kumpulan proses penyakit yang meliputi angina
pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI),
dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST
elevation myocardial infarction/STEMI) (Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai
patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui
petanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka
diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka
diagnosis adalah APTS. Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami
oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah
progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitive dan
spesifik untuk nekrose miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang
kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban
akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan
NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan
oksigen miokard. Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang
terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau rupture.7
.2.1.3 Patofisiologi7,8
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari
proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD).
Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan
multifaktor serta saling terkait.
Laporan Kasus
Laporan Kasus
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang
terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu
trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut
ditemukan lebih banyak platelet, dan thrombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada
pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit
platelet. Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding
pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi,
sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi
trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang
vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi,
fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik
yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar,
fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas selsel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain (Gambar 2). Tebalnya plak yang dapat dilihat
dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner
tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko
terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat
penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak.
Laporan Kasus
pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan
tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan
menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 1020 menit (Tabel 1). Bila oklusi
menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang
cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak
seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih
dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan
lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI.
Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard
terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis
miokard transmural.
NO
1.
PATOGENESIS
Pada angina pektoris tidak
stabil terjadi erosi atau fisur
pada plak aterosklerosis yang
relatif
kecil
dan
menimbulkan
thrombus
oklusi
yang
transien.
oklusi
NSTEMI
oklusi
persisten
berlangsung
yang
dan
sampai
lebih
thrombus
yang
distal
penyumbatan
dari
terdapat
Laporan Kasus
koleteral.
Trombolisis
spontan,
resolusi
STEMI
perfusi
(satu)
jam
menyebabkan
dan
nekrosis
miokard transmural.
Tabel 1 . Patogenesis Pada Berbagai Manifestasi Klinik SKA
Sekarang semakin diyakini dan lebih jelas bahwa trombosis adalah sebagai dasar
mekanisme terjadinya SKA, trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh
pecahnya vulnerable plak aterosklerotik akibat fibrous cups yang tadinya bersifat protektif
menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous cups bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi
selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran
sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular atau extra-cellular matrix (ECM) akibat
aktivitas matrix metallo proteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan
aktivitas inflammatory cytokines.
Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi
memegang peran yang sangat menentukan dalam proses poto-biologis SKA, dimana
vulnerabilitas plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi dapat bersifat lokal
(pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat mengganggu
keseimbangan homeostatik. Pada keadaan inflamasi terdapat peninggian konsentrasi
Laporan Kasus
fibrinogen dan inhibitor aktivator plasminogen didalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat
menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah karena tergganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada pathogenesis SKA.
Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau
sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus
vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai
Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, dan faktor kontraksi seperti
endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih
dominan dari pada faktor relaksasi. Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet
dependent vasocontriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, dan
thrombin dependent vasoconstriction diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut
dengan sel otot polos pembuluh darah.
3.1
3.1.1
Definisi
Angina pektoris merupakan suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang
khas, yaitu dada seperti ditekan benda berat, seperti ditusuk-tusuk dan nyeri sering menjalar
kelengan kiri atau kedua lengan. Nyeri timbul biasanya saat melakukan aktifitas dan dapat
menghilang saat aktifitas dihentikan, nyeri juga dapat dipicu oleh aktifitas emosional. Angina
terjadi sebagai konsekuensi dari iskemia miokardium. Faktor utama yang mempengaruhi
konsumsi oksigen miokardium antara lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil dan
denyut jantung. Berikut adalah klasifikasi dari angina:5,9
a. Angina stabil
Nyeri dada yang dicetuskan oleh sejumlah stimulus, angina stabil hilang dengan
istirahat atau penghentian stimulus, gejala muncul karena iskemia miokardium yang
disebabkan oleh gangguan pasokan darah pada miokardium. Angina stabil gejalanya bersifat
reversibel dan tidak progresif.
b. Angina tidak stabil
Angina dengan frekuensi dan derajat keparahan yang meningkat, dengan serangan
yang lama dan hanya menghilang sebagian dengan nitrat sublingual. Riwayat penyakit
biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis buruk, dengan kemungkinan bermakna
untuk berkembang menjadi infark miokardium akut atau kematian mendadak.
c. Angina prinzmetal
Laporan Kasus
Angina prinzmetal adalah angina yang muncul saat istirahat dan elevasi segemen ST
pada EKG yang menandakan adanya iskemik transmural. Keadaan yang tidak biasa ini
berhubungan dengan adanya tonus arteri koroner yang bertambah, yang dengan cepat hilang
melalui pemberian nitrogliserin dan dapat diprovokasi oleh asetilkolin. Angina ini dapat
terjadi pada arteri yang strukturnya normal, pada penyakit arteri koroner campuran atau
dalam keadaan stenosis oklusif koroner berat.
3.1.2
Klasifikasi
Kriteria yang termasuk ke dalam angina pektoris tidak stabil yaitu:9
1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan
frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor
presipitasi makin ringan.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Tabel 2. Klasifikasi klinis angina tak stabil oleh Braunwald.
Kelas
Definisi
Kematian atau
infark miokard
dalam 1 tahun
Severity
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Keadaan klinis
A (angina sekunder)
B (angina primer)
8,5%
C (angina pascainfark)
Laporan Kasus
miokard akut
Intensitas pengobatan
(3)
meskipun
dalam
terapi
obat
antiiskemik maksimal.
Perubahan
elektrokardiografis
menjadi
kelompok
dengan
atau
tanpa
p = 0,057.
p < 0,001.
Sumber : Braunwald. Unstable Angina. Heart Disease. 2001;36:1233.
3.1.3
pektoris tidak stabil, dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung
yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.5
Laporan Kasus
Laporan Kasus
3.1.4
Gambaran klinis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keluhan sesak napas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pemeriksaan fisik sewaktu
angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau
ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun,
menetap atau meningkat pada waktu serangan angina.9,10
Menurut pedoman American college of cardiology (ACC) dan American Heart
Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST
(NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat
Laporan Kasus
diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak
ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk
iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya
gelombang T yang negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka
pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.
3.1.5
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa:9,10
Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran EKG penderita angina pectoris tak stabil dapat berupa depresi segmen ST
disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan his dan tanpa
perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pada UAP bersifat sementara dan
masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di
saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina
hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi
elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
Uji latih
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal, stress
test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.
Tujuan dari stress test adalah:
a. Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
b. Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama
akan memberi hasil positif kuat
Pada pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda
resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negative
maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi
segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk
menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu dilakukan tindakan revaskularisasi PCI
karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler dalam waktu mendatang cukup besar.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil
secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi
mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang
baik.
Laporan Kasus
Foto toraks
Foto toraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung dapat
menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai
petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut Europian Society of Cardiology
(ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam.
Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan
troponin.
CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan diotot skeletal, tapi
berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali
normal dalam 48 jam. Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris bertujuan untuk
memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah serangan angina
baik secara medikal atau pembedahan.
3.1.6
Penatalaksanaan
Berdasarkan International Consensus on
ST deviasi
persisten atau berulang, VT, hemodinamik tidak stabil atau terdapat tanda gagal
jantung
Mulai terapi utk SKA seperti Nitrogliserin, heparin, penyekat beta, CPG, penyekat
glycoprotein IIb/IIIa
Rawat dengan monitoring dan nilai status risiko
SKA risiko rendah atau sedang (normal EKG atau perubahan segmen ST-T non
diagnostik):6
Laporan Kasus
Laporan Kasus
Laporan Kasus
Laporan Kasus
tanpa komplikasi.
Tindakan invasif lainnya yaitu:
1. Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA)
2. Percutaneous rotational coronary angioplasty (PCRA)
3. Laser angioplasty
BAB III
LAPORAN KASUS
Laporan Kasus
Identitas Pasien
Nama
: Tn. Anwir
Umur
: 71 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Kampar timur
Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak 14 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
1 tahun SMRS pasien mulai merasakan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan saat
beraktifitas terutama setiap saat mandi. Nyeri dada timbul pada saat pasien mengambil air
dengan gayung. Nyeri seperti dihimpit benda berat. Nyeri yang dirasakan tidak menjalar.
Nyeri disertai dengan sesak napas. Nyeri yang dirasakan hilang dalam hitungan menit (5-10
menit). Nyeri berkurang setelah beristirahat. Keluhan nyeri dada dirasakan semakin sering
dan semakin berat, dahulunya nyeri dada dirasakan 2-3 kali dalam seminggu (saat
beraktifitas) dan keluhan hilang setelah 5-10 menit. Seiring waktu nyeri dada hampir
dirasakan setiap hari, terkadang 2-3 kali dalam sehari. Nyeri dada dirasakan selama 30 menit
hingga 1 jam. Nyeri dada mulai sering dirasakan saat pasien beristirahat. Pasien mengaku
pernah merasakan nyeri dada yang disertai sesak napas yang dirasakan selama 2 jam.
Karena keluhan nyeri dadanya ini pasien berulang kali berobat ke RSUD Arifin Ahmad, RS
Santa Maria dan RS Awal Bros, baik berobat jalan maupun rawat inap.
14 jam SMRS pasien merasakan nyeri dada sebelah kiri yang semakin berat. Nyeri
dirasakan seperti dihimpit benda berat dan nyeri yang dirasakan tidak menjalar. Nyeri dada
masih timbul saat pasien beristirahat. Nyeri dada dirasakan selama 2 jam. Sebelumnya
pada hari yang sama pasien mengalami nyeri dada sebanyak 2 kali dalam selang waktu 3-4
jam. Nyeri dada seperti dihimpit benda berat. Nyeri dada yang dirasakan tidak terlalu kuat
dan berlangsung selama 15-30 menit. Keluhan nyeri pada pasien disertai adanya sesak napas,
perasaan berdebar-debar dan berkeringat dingin. Mual (-), muntah (-), demam (-), bengkak
dan kebas pada ekstremitas (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Namun pasien
mengeluhkan nyeri di ulu hati.
Riwayat Penyakit Dahulu
Laporan Kasus
Pasien baru mengetahui memiliki penyakit jantung 1 tahun yang lalu. Pasien tidak
900 (berat) dan baru berhenti lebih kurang 11 bulan yang lalu.
Kebiasaan makan, pasien suka makan makanan bersantan dan berlemak.
Kebiasaan olahraga tidak ada.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Nafas
Suhu
BB
TB
IMT
: 65 kg
: 170 cm
: 22,4
TORAKS
Paru :
Inspeksi
bagian
Laporan Kasus
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas :
Akral hangat
CRT < 2 detik
Udem ekstremitas tidak ada
Tampak sianosis pada kuku tidak ada
Deformitas tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. DARAH
WBC
: 7,6 x 103/uL
RBC
: 3,94 x 106/uL
Hb
: 11,6 g/dl
Ht
: 38,3 %
PLT
: 210 x 103/uL
GLU
: 108 mg/dl
2. ENZIM JANTUNG
MBCK
: 6 U/L
NACK
: 56 U/L
TROPONIN I : FOTO TORAKS
Cor
Laporan Kasus
Interpretasi EKG
Irama reguler, rate 94x/menit, aksis deviasi ke kiri, gelombang T inverted pada V1-V6, ST
depresi pada V6.
RESUME
Pasien Tn. Anwir 71 tahun. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri
sejak 14 jam SMRS. 1 tahun SMRS pasien mulai merasakan keluhan nyeri dada. Nyeri
Laporan Kasus
dada dirasakan saat beraktifitas terutama setiap saat mandi. Nyeri dada timbul pada saat
pasien mengambil air dengan gayung. Nyeri seperti dihimpit benda berat. Nyeri yang
dirasakan tidak menjalar. Nyeri disertai dengan sesak napas. Nyeri yang dirasakan hilang
dalam hitungan menit (5-10 menit). Nyeri berkurang setelah beristirahat. Keluhan nyeri dada
dirasakan semakin sering dan semakin berat, dahulunya nyeri dada dirasakan 2-3 kali dalam
seminggu (saat beraktifitas) dan keluhan hilang setelah 5-10 menit. Seiring waktu nyeri dada
hampir dirasakan setiap hari, terkadang 2-3 kali dalam sehari. Nyeri dada dirasakan selama
30 menit hingga 1 jam. Nyeri dada mulai sering dirasakan saat pasien beristirahat. Pasien
mengaku pernah merasakan nyeri dada yang disertai sesak napas yang dirasakan selama 2
jam. Karena keluhan nyeri dadanya ini pasien berulang kali berobat ke RSUD Arifin Ahmad,
RS Santa Maria dan RS Awal Bros, baik berobat jalan maupun rawat inap.
14 jam SMRS pasien merasakan nyeri dada sebelah kiri yang semakin berat. Nyeri
dirasakan seperti dihimpit benda berat dan nyeri yang dirasakan tidak menjalar. Nyeri dada
masih timbul saat pasien beristirahat. Nyeri dada dirasakan selama 2 jam. Sebelumnya
pada hari yang sama pasien mengalami nyeri dada sebanyak 2 kali dalam selang waktu 3-4
jam. Nyeri dada seperti dihimpit benda berat. Nyeri dada yang dirasakan tidak terlalu kuat
dan berlangsung selama 15-30 menit. Keluhan nyeri pada pasien disertai adanya sesak napas,
perasaan berdebar-debar dan berkeringat dingin. Mual (-), muntah (-), demam (-), bengkak
dan kebas pada ekstremitas (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Namun pasien
mengeluhkan nyeri di ulu hati. Pasien memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol
ketika muda. Pasien juga memiliki kebiasaan suka makan makanan berlemak dan bersantan.
Pasien mengaku tidak pernah olahraga.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/100 mmHg, nadi 98x/menit, napas
24x/menit, pemeriksaan jantung didapat kardiomegali dan pada pemeriksaan abdomen
didapat
Pemeriksaan foto toraks didapat kardiomegali dan dari pemeriksaan EKG didapat kesan UAP
dd NSTEMI.
DIAGNOSA : Angina pektoris tidak stabil (UAP)
Dispepsia
DD
: NSTEMI
PENATALAKSANAAN
Non farmakologis
Laporan Kasus
FOLLOW UP
Tanggal
Komposmentis
UAP
UAP
berkurang,
Sesak napas
T: 120/70 mmHg
berkurang,
Badan masih
N: 84x/menit
terasa lemah,
Demam (-),
BAK & BAB
S: 36,5 C
P: 22 x/menit
lancar,
Nafsu makan
(+),
Agak sulit tidur
11/03/2015 Nyeri dada (-),
Sesak napas (-),
Demam (-),
BAK & BAB
Komposmentis
T: 110/70 mmHg
lancar,
Nafsu makan
N: 80x/menit
(+).
S: 36,3 C
P: 20 x/menit
Laporan Kasus
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa pasien mengalami angina pektoris tidak stabil dan dispepsia. Diagnosis
angina pektoris tidak stabil ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien yaitu nyeri
dada semakin memberat, lebih sering, timbul ketika pasien sedang beristirahat, dimana
sebelumnya nyeri dada dirasakan timbul ketika pasien melakukan aktifitas berat dan hilang
ketika pasien beristirahat. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria angina tak stabil yaitu
angina yang semakin bertambah berat, sebelumnya didahului oleh angina stabil, lalu serangan
angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin
ringan. Dispepsia ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien yaitu terdapat nyeri
ulu hati dan pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan pada epigastrium yang
positif.
Dari anamnesis didapatkan pasien mempunyai riwayat merokok, jarang berolahraga
dan sering mengkonsumsi makanan berlemak dan bersantan. Hal Ini merupakan salah satu
faktor risiko yang dapat menyebabkan terbentuknya plak di arteri koroner. Dari pemeriksaan
EKG, didapatkan gambaran T inverted di V1-V6 dan ST depresi di V6. Adanya gambaran T
inverted tanpa ST elevasi, maka diagnosa pasien kemungkinan UAP atau
NSTEMI.
Pemeriksaan petanda biokimia jantung diperlukan untuk membedakan keduanya. Pada pasien
ditemukan kadar TPI (-) sehingga diagnosa NSTEMI dapat disingkirkan.
Laporan Kasus
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar, T. Bahri. Penyakit jantung koroner dan hipertensi. Medan: USU; 2004.
2. Hamm CW, Bertrand M, Brauwald E. Acute coronary syndrome without ST elevation:
implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358:1533-8.
3. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2001: Menuju Indonesia Sehat
2010. Jakarta, 2002.
4. MIMS Cardiovascular Guide. Indonesia 2003/2004. MediMedia Asia Pte Ltd 2003.
World Health Organization. World Health Report 2002: Reducing Risk, Promoting
Healthy Life. Geneva, 2002.
5. Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina pectoris tak stabil dalam Aru W.S, Bambang S,
Idrus A (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV Penerbit FK UI
2006. Jakarta. P.1606-8.
6. Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Buku panduan kursus bantuan
hidup tantung lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life Support). Ed 2013. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2013
7. Maarten L Simoons, Eric Boersma, Coen van der Zwan, Jaap W Deckers. The
Challenge Of Acute Coronary Syndromes. Lancet 1999; 353 (suppl II):1-4.
8. Libby, P. Current Concepts Of The Pathogenesis Of The Acute Coronary Syndromes.
Circulation 2001;104:365-372.
9. Rahman AM. Angina pektoris stabil. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I,
Simadibrata M (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV Penerbit
FK UI 2006. Jakarta: P.1611.
10. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC Guidelines
for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without
persistent
ST-segment
elevation,
2011.
Avalaible
http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/Pages/ACS-non-STsegment-elevation.aspx
11. Anwar TB. Nyeri dada. Universitas Sumatera Utara: e-USU Repository; 2004.
from: