Children
Children
Children
ABSTRAK
This paper was aimed to revealing the impacts of domestic violence to the children. The data were
collected from a case in which in the case report of a child named B get domestic violence. Child abuse is the
pysical, sexual or emotional mistreatment of a children. Child abuse occurs more frequently at home. The effects of
violence on children is a bad influence for the child's development and it goes in the long time. Child abuse is not
just an individual or familial problem. Child abuse should be handled by several parties with respect to the child.
Keywords : domestic violence, child abuse, effects of violence
LATAR BELAKANG
Tindakan kekerasan saat ini semakin banyak terjadi setiap tahunnya. Hal ini dapat kita
lihat melalui media televisi, surat kabar maupun peristiwa yang langsung nyata terjadi dihadapan
kita. Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisinya untuk
menyakiti orang lain dengan sengaja bukan karena kebetulan. Kekerasan juga meliputi ancaman
dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa berupa
luka fisik, perasaan, pikiran yang merugikan kesehatan fisik dan mental seseorang.
Tindakan kekerasan dapat terjadi di lingkup publik maupun keluarga. Kekerasan yang
terjadi dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan kekerasan yang melibatkan pelaku
dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga. Bentuk kekerasan dalam rumah
tangga dapat berupa kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
Salah satu korban yang mengalami tindakan kekerasan dalam rumah tangga adalah anak.
Keluarga adalah tempat pertama kali anak mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga
dan masyarakat. Dalam proses ini, anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari
kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang patut dan tidak
patut, bermanfaat dan tidak bermanfaat. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang
salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan
dihukum.
DESKRIPSI KASUS
A menggugat cerai suaminya D karena alasan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan
D terhadap A dan anaknya B (7 thaun). Sejak awal menikah D sudah sering melakukan tindakan
kekerasan terhadap A. A selalu mendapat kekerasan fisik berupa pukulan, tamparan dan
tendangan, serta kekerasan psikis seperti makian dan penghinaan dari suaminya D apabila emosi
suaminya sedang meningkat.
1
Setelah satu tahun menikah mereka dikarunia seorang putra bernama B. B sering
menyaksikan jika ayahnya sedang memukuli ibunya. Karena hal tersebut B menjadi pribadi yang
pendiam dan ketakutan.
Pada masa kecilnya D sering mengalami tindakan kekerasan dari orang tuanya. A sudah
mengetahui hal tersebut sebelum menikah dengan D. Karena alasan cinta dan memaklumi
trauma yang diderita suaminya, A tetap mempertahankan pernikahan tersebut.
Sampai suatu saat A menyaksikan D melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
mereka B, berupa pukulan dan makian. A pun tidak terima dengan perilaku D kepada anaknya,
sehingga A memutuskan untuk bercerai demi kesehatan psikis anaknya.
DISKUSI KASUS
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004, Pasal 1 Poin 1,
yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga.1
Kekerasan dalam rumah tangga ini dilakukan antar orang yang ada di lingkungan rumah tangga
tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, Pasal 2 Poin 1, yang meliputi lingkup
rumah tangga adalah 1
suami, istri, dan anak;
orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang yang disebut diatas
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga; dan/atau
orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Menurut konteks kalimat terutama perempuan sebagaimana dimaksud dalam
pengertian kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004,
Pasal 1 Poin1, dapat dipahami bahwa pada kenyataannya memang perempuan dan anak lebih
banyak menjadi korban dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam kasus yang dibahas diatas, anak mendapatkan dampak langsung dari kekerasan
yang terjadi dalam rumah tangga.
anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu,
memiliki tempramen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu bergantung
keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan mendidik anak, harapan
orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar
nikah;
penyakit gangguan mental pada salah satu orang tua;
pengulangan sejarah kekerasan. Orang tua yang dulu sering ditelantarkan atau mendapat
tua, sehingga orang tua merasa perlu menghukum anak mereka. Jika hal tersebut disertai dengan
emosi orang tua, maka mereka tidak akan segan untuk melakukan kekerasan fisik terhadap anak
meereka. Hal yang demikian ini, apabila sering terjadi akan menimbulkan dampak yang buruk
bagi kondisi mental seorang anak.
Anak yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga biasanya masuk ke dalam tiga
kategori utama, yaitu:5
1. Mendengarkan peristiwa kekerasan
2. Terlibat langsung sebagai saksi mata, campur tangan, atau menjadi korban dari kekerasan
yang terjadi
3. Mencontoh peristiwa kekerasan
Menurut penelitian, ada tiga kategori masalah anak yang terkait dengan dampak
kekerasan dalam rumah tangga :5
Masalah perilaku, sosial, dan emosional
Meningkatnya perilaku agresif, pemarah, mudah terlibat permusuhan, perilaku oposisi dan
ketidaktaatan anak; ketakutan, kecemasan, penarikan diri, dan depresi; kurangnya hubungan
Dilihat dari usia anak ketika terpapar oleh kekerasan, terdapat dampak potensial yang
terbagi menjadi tiga fase umur anak, yaitu :6
adalah :5,6
mengetahui beberapa aspek yang dibutuhkan anak-anak tersebut. Aspek tersebut, yaitu :7
tangga. Studi menunjukkan bahwa memberikan intervensi untuk ibu juga dapat bermanfaat
harmonis dengan kekerasan dalam rumah tangga, mengalami dampak psikis yang besar. Tidak
hanya itu B juga menjadi sasaran kemarahan orang tuanya karena permasalahan mereka.
Di kasus ini faktor yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah
riwayat masa kecil Tn. D yang pernah mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Hal itu
berdampak pada pola pengasuhan anak yang salah. Sehingga, anak memperoleh dampak yang
buruk bagi perkembangannya.
Pencegahan kekerasan dalam rumah tangga sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
Seluruh pihak harus terlibat dalam upaya pencegahan tersebut, mulai dari pemerintah,
masyarakat, lembaga sosial, lembaga pendidikan anak, dan yang paling penting adalah orang tua.
7
Dilihat dari segi agama Islam, orang tua harus mendidik anaknya sesuai dengan yang
diajarkan oleh Al-Quran, Hadits maupun cara Rasulullah. Konsep pendidikan anak dalam Islam
mempunyai tiga pilar, yaitu :8
1. Al Quran
Pilar yang pertama adalah bahwa Al Quran merupakan sumber pengetahuan yang pertama
dan utama. Al Quran banyak mengajarkan manusia tentang tauhid, muamalah, dan ibadah
sehingga anak yang dididik dengan Al Quran akan menjadi manusia yang unggul.
2. Mengkaji Al Quran
Pilar yang kedua ini dimaksudkan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah
dengan cara yang sempurna. Kesempurnaan pengalaman dari Al Quran ini tentu harus
didampingi oleh Sunnah Rasulullah sebagai penjabaran (pengintepretasi) dari Al Quran
3. Keislaman
Pilar ketiga ini bertugas untuk mengakhiri kekejaman masa silam yang penuh dengan
kemunkaran dan menuju Islam yang penuh amanah dan damai.
Materi pendidikan dalam konsep pendidikan anak dalam Islam meliputi :8
Tarbiyah Aqliyah (IQ learning)
Pendidikan ini mengedepankan kecerdasan akal dan naluri berpikir anak. Dalam pendidikan
ini anak belajar bagaimana menggunakan akalnya untuk dapat memecahkan persoalannya
sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun, bimbingan dari orangtua, guru, dan masyarakat
sekitar juga sangat diperlukan untuk perkembangannya.
Tarbiyah Jismiyah (Physical learning)
Pendidikan ini merupakan pendidikan yang paling mudah dibelajarkan kepada anak, karena
pendidikan merupakan segala yang berkaitan dengan jasmani anak yang berguna untuk
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak.
Tarbiyah Khuluqiyyah (SQ learning)
Pendidikan ini berkaitan dengan konsistensi yang dilakukan oleh anak didik sehingga dia
mampu memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun dia berada.
Pendidikan pada masa anak-anak ini sebaiknya dijalankan secara bertahap sesuai
dengan usia, kemampuan berpikir anak, dan kematangan bahasa dan nalarnya. Imam Muhammad
Baqir a.s. dalam hal pendidikan bertahap ini mengatakan,9
8
, :
, :
:
, :
:
, ,
Artinya : Jika anak telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat Laa ilaaha illallah
(tiada Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat ia berusia tiga tahun tujuh
bulan dua puluh hari, katakan kepadanya Muhammad Rasulullah (Muhammad adalah utusan
Allah) sebanyak tujuh kali, lalu tinggalkan sampai ia berumur empat tahun. Kemudian ajarilah ia
untuk mengucapkan Shallallah alaa Muhammad wa aalaihi (Salam sejahtera atas Muhammad
dan keluarganya) sebanyak tujuh kali dan tinggalkan.9
Setelah ia genap berusia lima tahun, tanyakan kepadanya mana kanan dan mana kiri? Jika
ia mengetahui arah kanan dan kiri, palingkan wajahnya untuk menghadap kiblat dan
perintahkanlah ia unttuk bersujud lalu tinggalkan.9
Setelah ia berumur tujuh tahun, suruhlah ia untuk mencuci wajah dan kedua tangannya
lalu perintahkanlah ia untuk shalat lalu tinggalkan.9
Saat ia genap berusia sembilan tahun, ajarilah wudhu dan shalat yang sebenarnya dan
pukullah ia jika meninggalkan kewajiban ini. Jika anak telah mempelajari wudhu dan shalat
dengan benar, maka Allah akan mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya, Insya
Allah.9
Rasulullah SAW bersabda
, ,
:
Artinya : Didiklah anak kalian tentang tiga hal, cinta kepada Nabi kalian, cinta kepada
Ahlul Baitnya a.s, dan membaca Al-Quran9
Dr. Yusri Abdul Muhsin mengatakan,
Faktor terpenting yang membantu anak untuk taat kepada orang tua adalahbelaian kasih
sayang dan curahan cinta yang ia dapatkan dari orang tua dan seluruh anggota keluarganya.
9
Anak akan mudah untuk patuh dan taat kepada orang tuanya jika ia merasa bahwa semua
kebutuhannya akan keamanan, kasih sayang, penghormatan terhadap dirinya, kebebasan, dan
sedikit kekuasaan, telah terpenuhi.9
Jika anak merasakan bahwa ayah ibunya mencintai dan menghormatinya, otomatis ia
akan berusaha untuk menarik hati mereka yang salah satu caranya adalah dengan patuh dan taat
kepada mereka. Ayah dan ibu merupakan penentu utama yang membuat anak patuh kepada
mereka. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis menerangkan tentang cara membantu anak untuk
taat. Beliau bersabda,9
, ,
Artinya: Semoga Allah menurunkan rahmat atas hamba yang membantu anaknya untuk
patuh kepadanya dengan memperlakukannya dengan baik, menyayangi, mengajari, dan
mendidiknya.
Selanjutnya, Rasulullah SAWW juga pernah bersabda,9
... , , ...
Artinya: Semoga Allah merahmati orang yang membantu anaknya untuk taat
kepadanyamenghargai pekerjaannya meskipun sedikit, memaafkan kesalahannya, tidak
memaksanya untuk melakukan pekerjaan di luar kemampuannya, dan tidak menganggapnya
bodoh.
Jika hubungan antara anak dengan orang tuanya adalah hubungan cinta dan kasih sayang,
maka sudah dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan patuh dan taat kepada mereka berdua. Di
lain pihak, baik ayah maupun ibu, harus memerintahkan sesuatu kepada anak mereka dengan
lemah lembut dan dalam bentuk bimbingan atau anjuran, karena hal itu lebih mudah untuk
diterima dan dilaksanakan. Tetapi, jika orang tua menggunakan cara-cara yang kasar, maka yang
akan terjadi justeru sebaliknya.
Para pakar psikologi menekankan untuk menghindari cara kekerasan sebisa mungkin.
Profesor Anwar Jundi mengatakan, Ketika anak melakukan kesalahan, sedapat mungkin hindari
10
kekerasan dan cara-cara yang kasar, karena jika anak sering mendapatkan perlakuan kasar, ia
akan terbiasa dengan itu. Ia akan merasa cacian dan makian sebagai suatu yang biasa dan ini
berarti bahwa nasehat tidak akan berbekas di hatinya.9
Anak yang mendapat curahan kasih sayang yang cukup tidak akan merasa terbebani
ketika harus patuh kepada orang tuanya. Ia juga tidak akan merasa bahwa ketaatannya itu akan
mengganggu kebebasan yang ia miliki. Dengan cinta yang ia rasakan di lubuk hati, ia akan
dengan senang hati meniru tindakan yang dilakukan oleh orang yang ia cintai, yaitu ayah dan
ibunya. Dengan demikian, tindak-tanduk kedua orang tua itu akan terlihat pada perilaku anak
mereka.
Jika anak diperlakukan layaknya seorang manusia yang matang, ia akan merasa berbesar
hati dan menunjukkan tindakan dan sikap yang dewasa dengan cara yang tidak menyinggung
kedua orang tuanya. Anak seperti ini akan dengan mudah belajar patuh dan taat, pertama, kepada
orang tuanya, dan selanjutnya, taat kepada norma-norma luhur dalam masyarakat yang ia
dapatkan dari ayah dan ibunya, sekolah, atau lingkungan sekitarnya.
KESIMPULAN
Kekerasan terhadap anak (child abuse) merupakan bentuk perlakuan baik secara fisik
maupun psikis yang berakibat penderitaan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak, baik fisik,
psikis, seksual dan ekonomi merupakan pelanggaran terhadap hak dasar anak yang semakin
memprihatinkan. Banyak orang tua yang menganggap kekerasan terhadap anak adalah hal yang
wajar. Mereka beranggapan bahwa kekerasan merupakan bagian dari cara mendisiplinkan anak.
Banyak sekali faktor yang mendasari terjadinya kekerasan terhadap anak, namun tetap saja hal
tersebut tidak sepatutnya terjadi karena kekerasan akan menimbulkan dampak negative bagi
perkembangan anak
SARAN
11
Untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak diperlukan peran dari berbagai
pihak, yaitu masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembag sosial yang bergerak dibidang
perlindungan anak.
Anak yang telah mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga sebaiknya diberikan
dukungan secara psikis dari berbagi pihak pula, seperti orang tua, kerabat, guru, teman-teman
mereka, dan lembaga sosial. Mereka membutuhkan perhatian khusus untuk dapat
menyembuhkann trauma yang mereka alami.
Tidak hanya anak, tetapi orang tua yang melakukan tindakan kekerasan juga harus
mendapatkan konseling secara khusus agar dapat mendapatkan pemahaman tentang pentingnya
peran orang tua dalam perkembangan anak.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
3. http://www.who.int/topics/child_abuse/en/
4. Wulansari, Suci 2007. Child Abuse, Fenomena dan Kebijakan di Indonesia. Surabaya : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan, viewed 26 November 2012,
from http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101076370_1410-2935.pdf
5. Lien, H.Bragg 2003. Child Protection in Families Experiencing Domestic Violence. U.S :
Departement of Health and Human Services [internet], pp 9-10, viewed 22 November
2012,from
http://www.childwelfare.gov/pubs/usermanuals/domesticviolence/domesticviolence.pdf
6. Baker, L.Linda., Jaffe, G. Petter., Ashboum, Lynda., Carter, Janet 2002. Children Exposed to
Domestic Violence. London : Centre for Children and Families in the Justice System
[internet], pp 8-9, viewed 13 November 2012, from
http://www.lfcc.on.ca/ece-us.PDF
7. http://www.unicef.org/protection/files/BehindClosedDoors.pdf
8. http://www.al-shia.org/html/id/books/Pendidikan%20Anak/index.htm
9. http://www.anneahira.com/mendidik-anak-cara-islam.htm
13