Children

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap


Perkembangan Anak

Erikawati Renny Asmara


1102009099
Tutor : dr. Isna Indrawati Msc.
Kelompok 1
Bidang Kepeminatan KDRT
(Blok Elektif)

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI


2012-2013

ABSTRAK
This paper was aimed to revealing the impacts of domestic violence to the children. The data were
collected from a case in which in the case report of a child named B get domestic violence. Child abuse is the
pysical, sexual or emotional mistreatment of a children. Child abuse occurs more frequently at home. The effects of
violence on children is a bad influence for the child's development and it goes in the long time. Child abuse is not
just an individual or familial problem. Child abuse should be handled by several parties with respect to the child.
Keywords : domestic violence, child abuse, effects of violence

LATAR BELAKANG
Tindakan kekerasan saat ini semakin banyak terjadi setiap tahunnya. Hal ini dapat kita
lihat melalui media televisi, surat kabar maupun peristiwa yang langsung nyata terjadi dihadapan
kita. Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisinya untuk
menyakiti orang lain dengan sengaja bukan karena kebetulan. Kekerasan juga meliputi ancaman
dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa berupa
luka fisik, perasaan, pikiran yang merugikan kesehatan fisik dan mental seseorang.
Tindakan kekerasan dapat terjadi di lingkup publik maupun keluarga. Kekerasan yang
terjadi dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan kekerasan yang melibatkan pelaku
dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga. Bentuk kekerasan dalam rumah
tangga dapat berupa kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
Salah satu korban yang mengalami tindakan kekerasan dalam rumah tangga adalah anak.
Keluarga adalah tempat pertama kali anak mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga
dan masyarakat. Dalam proses ini, anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari
kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang patut dan tidak
patut, bermanfaat dan tidak bermanfaat. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang
salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan
dihukum.
DESKRIPSI KASUS
A menggugat cerai suaminya D karena alasan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan
D terhadap A dan anaknya B (7 thaun). Sejak awal menikah D sudah sering melakukan tindakan
kekerasan terhadap A. A selalu mendapat kekerasan fisik berupa pukulan, tamparan dan
tendangan, serta kekerasan psikis seperti makian dan penghinaan dari suaminya D apabila emosi
suaminya sedang meningkat.
1

Setelah satu tahun menikah mereka dikarunia seorang putra bernama B. B sering
menyaksikan jika ayahnya sedang memukuli ibunya. Karena hal tersebut B menjadi pribadi yang
pendiam dan ketakutan.
Pada masa kecilnya D sering mengalami tindakan kekerasan dari orang tuanya. A sudah
mengetahui hal tersebut sebelum menikah dengan D. Karena alasan cinta dan memaklumi
trauma yang diderita suaminya, A tetap mempertahankan pernikahan tersebut.
Sampai suatu saat A menyaksikan D melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
mereka B, berupa pukulan dan makian. A pun tidak terima dengan perilaku D kepada anaknya,
sehingga A memutuskan untuk bercerai demi kesehatan psikis anaknya.
DISKUSI KASUS
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004, Pasal 1 Poin 1,
yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga.1
Kekerasan dalam rumah tangga ini dilakukan antar orang yang ada di lingkungan rumah tangga
tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, Pasal 2 Poin 1, yang meliputi lingkup
rumah tangga adalah 1
suami, istri, dan anak;
orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang yang disebut diatas
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga; dan/atau
orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Menurut konteks kalimat terutama perempuan sebagaimana dimaksud dalam
pengertian kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004,
Pasal 1 Poin1, dapat dipahami bahwa pada kenyataannya memang perempuan dan anak lebih
banyak menjadi korban dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam kasus yang dibahas diatas, anak mendapatkan dampak langsung dari kekerasan
yang terjadi dalam rumah tangga.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002, Pasal 1 Poin 1,


yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.2
Kekerasan terhadap anak merupakan semua bentuk tindakan atau perlakuan menyakitkan
secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran eksploitasi komersial atau
eksploitasi lainnya, yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap
kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak.3
Berdasarkan bentuk perlakuan yang diterima, ada empat macam bentuk kekerasan
terhadap anak dalam lingkup rumah tangga menurut WHO, yaitu:
1. Kekerasan fisik
Cedera fisik sebagai akibat dari hukuman badan diluar batas, kekejaman, atau pemberian
racun.
2. Kekerasan psikis
Berupa pelecehan, makian, hinaan, hardikan yang merendahkan, dan bahkan sampai tidak
mengakui sebagai anak.
3. Kekerasan seksual
Memaksa anak melakukan aktivitas seksual yang dapat berbentuk oral genital, genital,
anal/sodomi, termasuk inses.
4. Kekerasan ekonomi
Pemenuhan kebutuhan anak secara ekonomi tidak terpenuhi, seperti kebutuhan pokok,
pendidikan, dan kesehatan. Termasuk disini adalah menyuruh anak mencari nafkah sehingga
putus sekolah.4
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan terhadap anak yang terjadi dalam
lingkungan rumah. Faktor-faktor tersebut antara lain :

anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu,
memiliki tempramen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu bergantung

pada orang dewasa;


kemiskinan keluarga, banyak anak;
keluarga yang tidak harmonis (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu jangka panjang,
atau keluarga tanpa ayah;
3

keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan mendidik anak, harapan
orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar

nikah;
penyakit gangguan mental pada salah satu orang tua;
pengulangan sejarah kekerasan. Orang tua yang dulu sering ditelantarkan atau mendapat

perlakuan kekerasan, sering memeprlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama;


Kondisi lingkungan sosial yang buruk.4
Kenalan anak merupakan hal yang paling sering menyebabkan kemarahan pada orang

tua, sehingga orang tua merasa perlu menghukum anak mereka. Jika hal tersebut disertai dengan
emosi orang tua, maka mereka tidak akan segan untuk melakukan kekerasan fisik terhadap anak
meereka. Hal yang demikian ini, apabila sering terjadi akan menimbulkan dampak yang buruk
bagi kondisi mental seorang anak.
Anak yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga biasanya masuk ke dalam tiga
kategori utama, yaitu:5
1. Mendengarkan peristiwa kekerasan
2. Terlibat langsung sebagai saksi mata, campur tangan, atau menjadi korban dari kekerasan
yang terjadi
3. Mencontoh peristiwa kekerasan
Menurut penelitian, ada tiga kategori masalah anak yang terkait dengan dampak
kekerasan dalam rumah tangga :5
Masalah perilaku, sosial, dan emosional
Meningkatnya perilaku agresif, pemarah, mudah terlibat permusuhan, perilaku oposisi dan
ketidaktaatan anak; ketakutan, kecemasan, penarikan diri, dan depresi; kurangnya hubungan

sosial; harga diri yang rendah


Masalah perilaku dan kognitif
Prestasi sekolah yang buruk, kurangnya keterampilan resolusi konflik, keterbatasan
kemampuan memecahkan masalah, penerimaan perilaku dan sikap kekerasan, kepercayaan

stereotip gender yang kaku, dan hak istimewa laki-laki


Masalah jangka panjang
tingginya tingkat depresi, dan gejala trauma, peningkatan toleransi dan penggunaan
kekerasan pada orang dewasa

Dilihat dari usia anak ketika terpapar oleh kekerasan, terdapat dampak potensial yang
terbagi menjadi tiga fase umur anak, yaitu :6

Bayi dan balita


Pada masa ini, anak akan menerima informasi dari dunia sekitar melalui indera mereka.
Suara keras dan gambaran visual yang hidup terkait dengan kekerasan dapat menjadikan
pengaruh negatif terhadap mereka. Mereka akan mempelajari tentang hal yang mereka amati.
Pada masa ini, anak juga akan lebih aktif untuk belajar mengenai banyak hal, biasanya
bermain menjadi pilihan untuk mereka mempelajari sesuatu. Namun, dengan adanya rasa
takut terhadap kekerasan yang ada disekitar mereka, maka dapat menghambat pembelajaran
mereka. Dampak lainnya adalah anak-anak akan cenderung meniru perilaku agresif yang
mereka saksikan. Orang tua juga mungkin tidak mampu merespon kebutuhan anak mereka,

sehingga itu dapat mempengaruhi ikatan orang tua dan anak.


Anak-anak pra sekolah
Pada masa ini, anak akan mempelajari bagaimana mereka harus mengekspresikan kemarahan
mereka, serta emosi lainnya. Dengan menyaksikan atau mengalami kekerasan, mereka akan
mempelajari cara yang tidak baik dalam mengekspresikan emosi mereka. Mereka juga akan

mempelajari hubungan antara peran gender dengan kekerasan


Anak usia sekolah (6-11 tahun)
Pada usia ini, anak akan lebih menyadari tentang reaksi kekerasan dan dampaknya
(contohnya anak akan lebih memperhatikan keselamatan ibunya). Kompleksitas berfikir
mereka tentang benar dan salah akan meningkat (misalnya mereka membenarkan bahwa
alkohol dapat memicu kekerasan, atau korban pantas mendapat kekerasan). Penurunan
kemampuan untuk belajar. Serta mereka dapat mempelajari peran gender (misalnya laki-laki
sebagai pelaku dan perempuan sebagai korban).
Selain itu ada beberapa dampak kekerasan lainnya terhadap anak secara umum antara lain

adalah :5,6

gejala fisik (sakit kepala, sakit perut)


gangguan tidur (sulit tidur, kekhawatiran akan mimpi buruk, dan bahaya ketika mereka tidur)
kehilangan keahlian sehari-hari (keterampilan menggunakan toilet)
meningkatnya perilaku agresif dan menjadi pribadi pemarah
ketakutan akan bahaya yang akan menghampiri mereka
suka berkelahi dengan orang lain, menyakiti orang lain atau hewan
penarikan diri dari orang lain dan aktifitas yang ada
5

perasaan kesepian dan diisolasi


kekhawatiran tentang keselamatan orang yang dia sayangi
rendahnya rasa tertarik terhadap sesuatu
penyalahgunaan zat
kesulitan dalam berkonsentrasi
menurunnya kemampuan belajar
ketakutan akan dipisahkan dari orang yang disayang
mengidentifikasi dengan mencerminkan perilaku pelaku
Untuk menangani anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, kita perlu

mengetahui beberapa aspek yang dibutuhkan anak-anak tersebut. Aspek tersebut, yaitu :7

Anak memerlukan lingkungan rumah yang aman dan nyaman


Setiap anak berhak untuk tumbuh aman dari bahaya dan harus merasa bahwa orang mereka
cintai juga terlindungi. Kekerasan dalam rumah tangga menghancurkan hak dasar anak untuk

merasa nyaman dan aman di dunia. Anak-anak memerlukan penghentian kekerasan.


Anak perlu tahu bahwa ada orang dewasa yang akan mendengarkan mereka, percaya dengan
mereka, dan melindungi mereka
Orang dewasa yang bekerja dengan anak-anak, termasuk guru, pekerja sosial, kerabat dan
orang tua anak, memerlukan kesadaran dan keterampilan untuk mengenali dan memenuhi
kebutuhan anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan dapat merujuk
anak ke layanan yang tepat. Pendekatan hubungan dengan anak-anak juga dapat membantu
mengurangi stress mereka yang tinggal dalam kekerasan rumah tangga. Anak-anak yang
memiliki orang dewasa yang memberikan mereka cinta, kehangatan, dan kepedulian akan
lebih mudah mengatasinya dibanding mereka yang tidak memiliki. Anak-anak yang
mengalami kekerasan dalam rumah tangga perlu tahu bahwa mereka tidak sendiri dan

kekerasan tersebut bukanlah kesalahan mereka.


Anak memerlukan hidup yang normal dan teratur
Kekerasan dalam rumah tangga dapat mengubah dunia anak-anak. Rutinitas seperti pergi ke
sekolah dan berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi sangat penting untuk perkembangan anak

dan hal tersebut harus dipertahankan.


Anak memerlukan layanan dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan mereka
Respon terhadap anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga harus
komperhensif dan holistik, dengan mempertimbangkan berbagai dampak dan kebutuhan anak
yang berbeda. Anak harus memiliki tempat berlindung yang aman dan mendukung, apakah
itu dengan keluarga atau di tempat penampungan anak dengan kekerasan dalam rumah
6

tangga. Studi menunjukkan bahwa memberikan intervensi untuk ibu juga dapat bermanfaat

bagi anak, terutama upaya untuk memenuhi kebutuhan khusus anak


Anak perlu belajar bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah salah dan mereka perlu
Mempelajari metode penyelesaian masalah tanpa menggunakan kekerasan
harus memberikan penegasan kembali kepada anak bahwa kekerasan dalam rumah tangga itu
salah. Mereka harus melihat contoh peran alternatif dalam rangka untuk menumbuhkan ide
positif dari masa depan. Di beberapa negara sudah memiliki institusi yang memiliki program
untuk mengajari anak-anak muda bagaimana untuk menghindari kekerasan dalam hubungan
pribadi. Sekolah merupakan kunci dari strategi tersebut. Sekolah berbasis program ini dapat
mengurangi agresi dan kekerasan dengan membantu anak untuk mengembangkan sikap dan
nilai-nilai postif dari keterampilan yang lebih luas untuk menhindari perilaku kekerasan.
Program sukses lainnya menekankan resolusi konflik, kooperatif dalam bermain, dan peran

model yang positif.


Anak memerlukan orang dewasa untuk berbicara dan memecahkan keheningan
Anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga perlu tahu bahwa semua hal
dapat berubah dan kekerasan dalam rumah tangga dapat diakhiri. Anak memerlukan harapan
untuk masa depan mereka. Pendidikan publik dan kampanye peningkatan kesadaran tentang
kekerasandalam rumah tangga harus lebih fokus pada dampak terhadap anak-anak dan caracara khusus untuk menangani masalah yang tersembunyi. Pemerintah dan lembaga-lembaga
publik lainnya harus berbicara tentang dampak kekerasan dalam rumah tangga pada anakanak.
Dari kasus anak B yang dibahas di atas, B yang hidup di lingkungan keluarga yang tidak

harmonis dengan kekerasan dalam rumah tangga, mengalami dampak psikis yang besar. Tidak
hanya itu B juga menjadi sasaran kemarahan orang tuanya karena permasalahan mereka.
Di kasus ini faktor yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah
riwayat masa kecil Tn. D yang pernah mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Hal itu
berdampak pada pola pengasuhan anak yang salah. Sehingga, anak memperoleh dampak yang
buruk bagi perkembangannya.
Pencegahan kekerasan dalam rumah tangga sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
Seluruh pihak harus terlibat dalam upaya pencegahan tersebut, mulai dari pemerintah,
masyarakat, lembaga sosial, lembaga pendidikan anak, dan yang paling penting adalah orang tua.
7

Dilihat dari segi agama Islam, orang tua harus mendidik anaknya sesuai dengan yang
diajarkan oleh Al-Quran, Hadits maupun cara Rasulullah. Konsep pendidikan anak dalam Islam
mempunyai tiga pilar, yaitu :8
1. Al Quran
Pilar yang pertama adalah bahwa Al Quran merupakan sumber pengetahuan yang pertama
dan utama. Al Quran banyak mengajarkan manusia tentang tauhid, muamalah, dan ibadah
sehingga anak yang dididik dengan Al Quran akan menjadi manusia yang unggul.
2. Mengkaji Al Quran
Pilar yang kedua ini dimaksudkan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah
dengan cara yang sempurna. Kesempurnaan pengalaman dari Al Quran ini tentu harus
didampingi oleh Sunnah Rasulullah sebagai penjabaran (pengintepretasi) dari Al Quran
3. Keislaman
Pilar ketiga ini bertugas untuk mengakhiri kekejaman masa silam yang penuh dengan
kemunkaran dan menuju Islam yang penuh amanah dan damai.
Materi pendidikan dalam konsep pendidikan anak dalam Islam meliputi :8
Tarbiyah Aqliyah (IQ learning)
Pendidikan ini mengedepankan kecerdasan akal dan naluri berpikir anak. Dalam pendidikan
ini anak belajar bagaimana menggunakan akalnya untuk dapat memecahkan persoalannya
sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun, bimbingan dari orangtua, guru, dan masyarakat
sekitar juga sangat diperlukan untuk perkembangannya.
Tarbiyah Jismiyah (Physical learning)
Pendidikan ini merupakan pendidikan yang paling mudah dibelajarkan kepada anak, karena
pendidikan merupakan segala yang berkaitan dengan jasmani anak yang berguna untuk
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak.
Tarbiyah Khuluqiyyah (SQ learning)
Pendidikan ini berkaitan dengan konsistensi yang dilakukan oleh anak didik sehingga dia
mampu memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun dia berada.

Pendidikan pada masa anak-anak ini sebaiknya dijalankan secara bertahap sesuai
dengan usia, kemampuan berpikir anak, dan kematangan bahasa dan nalarnya. Imam Muhammad
Baqir a.s. dalam hal pendidikan bertahap ini mengatakan,9
8

, :
, :
:
, :
:


, ,

Artinya : Jika anak telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat Laa ilaaha illallah
(tiada Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat ia berusia tiga tahun tujuh
bulan dua puluh hari, katakan kepadanya Muhammad Rasulullah (Muhammad adalah utusan
Allah) sebanyak tujuh kali, lalu tinggalkan sampai ia berumur empat tahun. Kemudian ajarilah ia
untuk mengucapkan Shallallah alaa Muhammad wa aalaihi (Salam sejahtera atas Muhammad
dan keluarganya) sebanyak tujuh kali dan tinggalkan.9
Setelah ia genap berusia lima tahun, tanyakan kepadanya mana kanan dan mana kiri? Jika
ia mengetahui arah kanan dan kiri, palingkan wajahnya untuk menghadap kiblat dan
perintahkanlah ia unttuk bersujud lalu tinggalkan.9
Setelah ia berumur tujuh tahun, suruhlah ia untuk mencuci wajah dan kedua tangannya
lalu perintahkanlah ia untuk shalat lalu tinggalkan.9
Saat ia genap berusia sembilan tahun, ajarilah wudhu dan shalat yang sebenarnya dan
pukullah ia jika meninggalkan kewajiban ini. Jika anak telah mempelajari wudhu dan shalat
dengan benar, maka Allah akan mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya, Insya
Allah.9
Rasulullah SAW bersabda
, ,
:
Artinya : Didiklah anak kalian tentang tiga hal, cinta kepada Nabi kalian, cinta kepada
Ahlul Baitnya a.s, dan membaca Al-Quran9
Dr. Yusri Abdul Muhsin mengatakan,
Faktor terpenting yang membantu anak untuk taat kepada orang tua adalahbelaian kasih
sayang dan curahan cinta yang ia dapatkan dari orang tua dan seluruh anggota keluarganya.
9

Anak akan mudah untuk patuh dan taat kepada orang tuanya jika ia merasa bahwa semua
kebutuhannya akan keamanan, kasih sayang, penghormatan terhadap dirinya, kebebasan, dan
sedikit kekuasaan, telah terpenuhi.9
Jika anak merasakan bahwa ayah ibunya mencintai dan menghormatinya, otomatis ia
akan berusaha untuk menarik hati mereka yang salah satu caranya adalah dengan patuh dan taat
kepada mereka. Ayah dan ibu merupakan penentu utama yang membuat anak patuh kepada
mereka. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis menerangkan tentang cara membantu anak untuk
taat. Beliau bersabda,9
, ,
Artinya: Semoga Allah menurunkan rahmat atas hamba yang membantu anaknya untuk
patuh kepadanya dengan memperlakukannya dengan baik, menyayangi, mengajari, dan
mendidiknya.
Selanjutnya, Rasulullah SAWW juga pernah bersabda,9
... , , ...
Artinya: Semoga Allah merahmati orang yang membantu anaknya untuk taat
kepadanyamenghargai pekerjaannya meskipun sedikit, memaafkan kesalahannya, tidak
memaksanya untuk melakukan pekerjaan di luar kemampuannya, dan tidak menganggapnya
bodoh.
Jika hubungan antara anak dengan orang tuanya adalah hubungan cinta dan kasih sayang,
maka sudah dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan patuh dan taat kepada mereka berdua. Di
lain pihak, baik ayah maupun ibu, harus memerintahkan sesuatu kepada anak mereka dengan
lemah lembut dan dalam bentuk bimbingan atau anjuran, karena hal itu lebih mudah untuk
diterima dan dilaksanakan. Tetapi, jika orang tua menggunakan cara-cara yang kasar, maka yang
akan terjadi justeru sebaliknya.
Para pakar psikologi menekankan untuk menghindari cara kekerasan sebisa mungkin.
Profesor Anwar Jundi mengatakan, Ketika anak melakukan kesalahan, sedapat mungkin hindari
10

kekerasan dan cara-cara yang kasar, karena jika anak sering mendapatkan perlakuan kasar, ia
akan terbiasa dengan itu. Ia akan merasa cacian dan makian sebagai suatu yang biasa dan ini
berarti bahwa nasehat tidak akan berbekas di hatinya.9
Anak yang mendapat curahan kasih sayang yang cukup tidak akan merasa terbebani
ketika harus patuh kepada orang tuanya. Ia juga tidak akan merasa bahwa ketaatannya itu akan
mengganggu kebebasan yang ia miliki. Dengan cinta yang ia rasakan di lubuk hati, ia akan
dengan senang hati meniru tindakan yang dilakukan oleh orang yang ia cintai, yaitu ayah dan
ibunya. Dengan demikian, tindak-tanduk kedua orang tua itu akan terlihat pada perilaku anak
mereka.
Jika anak diperlakukan layaknya seorang manusia yang matang, ia akan merasa berbesar
hati dan menunjukkan tindakan dan sikap yang dewasa dengan cara yang tidak menyinggung
kedua orang tuanya. Anak seperti ini akan dengan mudah belajar patuh dan taat, pertama, kepada
orang tuanya, dan selanjutnya, taat kepada norma-norma luhur dalam masyarakat yang ia
dapatkan dari ayah dan ibunya, sekolah, atau lingkungan sekitarnya.

KESIMPULAN
Kekerasan terhadap anak (child abuse) merupakan bentuk perlakuan baik secara fisik
maupun psikis yang berakibat penderitaan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak, baik fisik,
psikis, seksual dan ekonomi merupakan pelanggaran terhadap hak dasar anak yang semakin
memprihatinkan. Banyak orang tua yang menganggap kekerasan terhadap anak adalah hal yang
wajar. Mereka beranggapan bahwa kekerasan merupakan bagian dari cara mendisiplinkan anak.
Banyak sekali faktor yang mendasari terjadinya kekerasan terhadap anak, namun tetap saja hal
tersebut tidak sepatutnya terjadi karena kekerasan akan menimbulkan dampak negative bagi
perkembangan anak

SARAN
11

Untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak diperlukan peran dari berbagai
pihak, yaitu masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembag sosial yang bergerak dibidang
perlindungan anak.
Anak yang telah mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga sebaiknya diberikan
dukungan secara psikis dari berbagi pihak pula, seperti orang tua, kerabat, guru, teman-teman
mereka, dan lembaga sosial. Mereka membutuhkan perhatian khusus untuk dapat
menyembuhkann trauma yang mereka alami.
Tidak hanya anak, tetapi orang tua yang melakukan tindakan kekerasan juga harus
mendapatkan konseling secara khusus agar dapat mendapatkan pemahaman tentang pentingnya
peran orang tua dalam perkembangan anak.

UCAPAN TERIMA KASIH


Saya mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya,
saya bisa menyelesaikan case report ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Alif
selaku petugas PPPA Polres Jakarta Utara. Saya juga berterima kasih kepada mba Asih yang
sudah menceritakan kasus KDRT yang saya tulis di dalam case report ini. Saya berterima kasih
kepada pembimbing tutor yaitu Dr. Hj. Isna Indrawati M.Sc yang membimbing blok
kepeminatan KDRT kelompok 1 sehingga case report dapat dibuat dengan hasil yang
memuaskan. Terima kasih kepada dr. Hj. RW. Susilowati, Mkes dan DR. Drh. Hj. Titiek
Djannatun sebagai koordinator blok elektif ini serta kepada dr.Ferryal Basbeth, Sp.F sebagai
dosen pengampuh. Kepada semua anggota kelompok 1 KDRT, terima kasih atas dukungan dan
kerjasamanya.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
3. http://www.who.int/topics/child_abuse/en/
4. Wulansari, Suci 2007. Child Abuse, Fenomena dan Kebijakan di Indonesia. Surabaya : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan, viewed 26 November 2012,
from http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101076370_1410-2935.pdf
5. Lien, H.Bragg 2003. Child Protection in Families Experiencing Domestic Violence. U.S :
Departement of Health and Human Services [internet], pp 9-10, viewed 22 November
2012,from
http://www.childwelfare.gov/pubs/usermanuals/domesticviolence/domesticviolence.pdf
6. Baker, L.Linda., Jaffe, G. Petter., Ashboum, Lynda., Carter, Janet 2002. Children Exposed to
Domestic Violence. London : Centre for Children and Families in the Justice System
[internet], pp 8-9, viewed 13 November 2012, from
http://www.lfcc.on.ca/ece-us.PDF
7. http://www.unicef.org/protection/files/BehindClosedDoors.pdf
8. http://www.al-shia.org/html/id/books/Pendidikan%20Anak/index.htm
9. http://www.anneahira.com/mendidik-anak-cara-islam.htm

13

Anda mungkin juga menyukai