Anda di halaman 1dari 6

NAMA

: DESITA KAMILA ULFA

NIM

: K3314010/B

1. Menghitung selisih konsenrasi dari masing masing sampel


A. Dengan cara perhitungan
a. Menentukan k rata-rata
Dengan rumus A = k . c
Sehingga

k=

A
C

Data yang diperoleh sebagai berikut:

Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)

0.078

0.093

0.199

0.249

0.333

0.421

0.479

0.568

0.678

10

0.759

k 1=

o.o78
=0.078
1

k 6=

o.421
=0.07016
6

k 2=

o.o93
=0.0465
2

k 7=

o.479
=0.0684
7

k 3=

o.199
=0.0663
3

k 8=

o.674
=0.071
8

k 4=

o.249
=0.06225
4

k 9=

o.678
=0.07
9

o.333
=0.0666
5

k 10=

k 5=

k ratarata=

53

o.759
=0.0759
10

k1+k2+k3+k 4+k 5+k 6+k 7+k 8+k 9+k 10


10

o.o78+0.0465+0.0663+0.06225+0.0666+0.07016+0.0684+0.071+0.0753+0.0759
10

b. Menghitung konsentrasi sampel


A = k . c;

c=

A
k

Pada 5 ppm

c=

A
k

c=

A
k

0,533
0,068041
0,135
0,068041

= 5,1912 ppm (awal)

= 1,985 ppm (akhir)

Selisih konsentrasi= c awal c akhir = 5,1912 ppm 1,985 ppm


= 3,2062 ppm

Pada 25 ppm setelah diencerkan menjadi 0,5 ppm


Pengenceran larutan sebesar 50 kali karena terlalu pekat
M1 x V1 = M2 x V2

M 2=

SAMPEL

5 ppm

25 ppm

c=

A
k

c=

A
k

M 1x V 1
V2
=

25 x 1
50

0,027
0,068041
0,01
0,068041

= 0,5 ppm

= 0,397 ppm (awal)

= 0,147 ppm (akhir)

Selisih konsentrasi = c awal c akhir = 0,397 ppm 0,147 ppm


= 0,25 ppm

KONDISI

ABSORBANSI

KONS.

FAKTOR

SELISIH

TERUKUR

PENGENCERAN

KONS.
3.2062

Awal

0.353

5.1912

Akhir

0.135

1.985

Awal

0.027

0.397

50

akhir

0.01

0.147

50

B. Berdasarkan Grafik

y = 0.0779x - 0.0425; R = 0.9911

k = 0,0779

0.25

Sampel 5 ppm

c=

A
0,353
=
=4,5315 ppm
k ratarata 0,0779

c=

A
0,135
=
=1,7329 ppm
k ratarata 0,0779

(awal)

(akhir)

= 4,5315 ppm 1,7329 ppm = 2,7986 ppm

Sampel 25 ppm

c=

A
0,027
=
=0,3466 ppm
k ratarata 0,0779

c=

A
0,01
=
=0,1284 ppm
k ratarata 0,0779

(awal)

(akhir)

= 0,3466 ppm 0,1284 ppm = 0,2182 ppm

SAMPEL

KONDISI

ABSORBANSI

KONS.

FAKTOR

SELISIH

5 ppm

25 ppm

TERUKUR

PENGENCERAN

KONS.
2.7986

Awal

0.353

4.5315

Akhir

0.135

1.7329

Awal

0.027

0.3466

50

akhir

0.01

0.1284

50

0.2182

2. Prinsip Kerja XRD dalam analisis zat padat kristalin


Pada metoda kristal tunggal, sebuah kristal yang berkualitas baik diletakkan
sedemikian rupa sehingga dapat berotasi pada salah satu sumbu kristalnya. Ketika
kristal itu diputar pada salah satu sumbu putar, seberkas sinar X monokromatik
dipancarkan ke arah kristal. Ketika kristal berputar, perangkat-perangkat bidang yang
ada dalam kristal berurutan akan memantulkan berkas sinar X. Berkas sinar X yang
dipantulkan ini kemudian direkam pada sebuah piringan fotografik. Jika yang digunakan
piringan datar, akan diperoleh suatu pola seperti terlihan pada gambar dibawah ini. Tetapi
apabila yang digunakan adalah film fotografik yang lengkung berbentuk silinder dengan
kristal yang diuji terletak ditengah silinder, maka akan diperoleh suatu deretan spot
yang berbentuk garis lurus sehingga pengukuran akan menjadi semakin mudah.

Gambar Difraksi sinar X menggunakan metode rotasi kristal


Komponen utama XRD yaitu terdiri dari tabung katoda (tempat terbentuknya sinar-X),
sampel holder dan detektor. XRD memberikan data-data difraksi dan kuantisasi intensitas
difraksi pada sudut-sudut dari suatu bahan. Data yang diperoleh dari XRD berupa intensitas

difraksi sinar-X yang terdifraksi dan sudut-sudut 2. Tiap pola yang muncul pada pola XRD
mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu.
Suatu kristal yang dikenai oleh sinar-X tersebut berupa material (sampel), maka
intensitas sinar yang ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang, hal ini
disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam
material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang saling menghilangkan
(interferensi destruktif) karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan
(interferensi konstrktif) karena fasenya yang sama. Berkas sinar-X yang menguatkan
(interferensi konstruktif) dari gelombang yang terhambur merupakan peristiwa difraksi. SinarX yang mengenai bidang kristal akan terhambur ke segala arah, agar terjadi interferensi
konstruktif antara sinar yang terhambur dan beda jarak lintasnya maka harus memenuhi
pola n. Berdasarkan hukum Bragg diperoleh persamaan sebagai berikut :
Beda lintasan
N = 2 d sin
Dengan merupakan panjang gelombang, d adalah jarak antar bidang, n adalah
bilangan bulat (1,2,3, ) yang menyatakan orde berkas yang dihambur, dan adalah sudut
difraksi.

Anda mungkin juga menyukai