Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah perubahan dari volume, pola atau
durasi dari aliran darah menstruasi. Abnormalitas siklus menstruasi merupakan
kondisi ginekologi yang paling umum, terjadi pada 30% wanita pada usia
reproduktif.1,2 Diantara kasus PUA yang diteliti, 25% melaporkan menorrhagia
(perubahan volume aliran darah menstrual), sementara 21% mengeluh siklus yang
memendek, 17% mengeluh perdarahan diantara siklus dan 6% mengeluh
perdarahan paska koitus.3
Kondisi yang dikaitkan dengan PUA antara lain penyakit sistemik seperti
kelainan koagulasi sistemik atau kelainan struktural uterus seperti polip,
leiomioma, keganasan, dan lainnya. PUA dapat menjadi tanda kelainan yang
terselubung. Diantara kelompok ini 20% memiliki hiperplasia endometrium yang
merupakan salah satu kondisi prekanker. Saat ini digunakan sistem PALM-COEIN
(polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy,
ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified) yang telah
diterima oleh FIGO (Federasi Internasional Obstetri dan Ginekologi) sebagai
sistem klasifikasi FIGO untuk PUA.2
Beberapa faktor risiko terkait dengan PUA adalah usia remaja,
perimenopause, obesitas, sterilisasi tuba, dan penyakit koagulopati yang diderita
sebelumnya. PUA dialami pada perempuan saat awal remaja dan kebanyakan
anovulasi teridentifikasi sebagai etiologi terbanyak. Pada usia ini terkait dengan
imaturitas aksis hipotalamus-pituitari-ovarian. Menorhagia juga meningkat pada
usia di atas 40 tahun. Selain itu, indeks massa tubuh > 27 kg/m 2 meningkatkan
risiko PUA 3 kali lebih besar dibandingkan yang memiliki indeks masa tubuh <
27 kg/m2.3,4
Tatalaksana perdarahan uterus abnormal, antara lain medikamentosa nonhormonal, hormonal, dan operatif. Walaupun histerektomi dipertimbangkan

sebagai terapi definitif PUA yang tidak terkait etiologi, tetapi lebih dipilih terapi
yang kurang invasif sehingga mengurangi risiko terhadap pasien.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah perubahan daripada volume, pola, atau
durasi aliran darah menstruasi. PUA akut didefinisikan sebagai perdarahan
menstruasi yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk
mencegah kehilangan darah. PUA akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik
atau tanpa riwayat sebelumnya. 1,2 Sedangkan PUA kronik merupakan terminologi
untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. 1,2 Kondisi
ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan PUA akut.
Terakhir, perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan
yang terjadi diantara 2 siklus menstruasi yang teratur. Perdarahan dapat terjadi
kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini
ditujukan untuk menggantikan terminologi metrorrhagia.1,2,3

2.2. Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal


Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO),
terdapat 9 kategori utama perdarahan uterus abnormal sesuai dengan akronim
PALM-COEIN yakni: polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan
hiperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not
yet classified.2
Kelompok PALM merupakan kelainan struktural yang dapat dinilai dengan
berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok
COEIN merupakan kelainan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan
teknik pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi tersebut disusun
berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih
faktor penyebab PUA.2,5

2.2.1. Polip (PUA-P)


Polip merupakan lesi atau tumor padat serviks yang paling sering dijumpai.
Tumor ini merupakan penjuluran dari bagian endoserviks atau intramukosal
serviks dengan variasi eksternal atau regio vaginal serviks. Dari sekitar 25.000
spesimen ginekologik dengan 4% polip serviks, Farrar dan Nedoss hanya
menemukan sedikit sekali polip yang berasal dari ektoserviks (pars vaginalis).
Polip merupakan pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar
endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. 2 Diagnosis dasar dari polip
ada tiga, yaitu (1) Intermenstrual atau post coital bleeding. (2) massa yang lunak,
berwarna merah dan menonjol dari kanal serviks sampai mencapai ostium
eksternal, (3) Pemeriksaan mikroskop mengkonfirmasi diagnosis polip.

Walaupun sebagian besar polip berdiameter kecil tetapi pertumbuhannya


mungkin saja mencapai beberapa centimeter. Panjang tangkai polip juga
bervariasi dari ukuran dibawah 1 cm sampai mencapai beberapa sentimeter hingga
memungkinkan ujung distal polip mencapai introitus vagina.
Bila polip serviks berasal dari ektoserviks maka warna polip menjadi lebih
pucat dan strukturnya lebih kenyal dari polip serviks. Ukuran polip ektoserviks
dapat mencapai ukuran yang sama dengan jari kelingking. Gambaran
histopatologis polip adalah sama dengan jaringan asalnya. Umumnya, permukaan
polip tersusun dari selapis epitel kolumner yang tinggi, epitel kelenjar serviks, dan
stroma jaringan ikat longgar yang diinfiltrasi oleh sel bulat dan edema. Tidak

jarang, ujung polip mengalami nekrotik atau ulserasi sehingga dapat menimbulkan
perdarahan terutama pasca senggama.
Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA.
Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas. Diagnosis dari polip
bisa ditegakkan berdasarkan x-ray, laboratorium dan pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan histerosalpingogram atau saline infusion sonohysterography. Pada
pemeriksaan sitologi vagina akan terlihat tanda tanda infeksi dan sering adanya
sel yang atipikal, pemeriksaan darah dan urin tidak terlalu signifikan. Polip dapat
dilihat dengan spekulum atau dengan histeroskopi. Terkadang beberapa polip
hanya ditemukan saat dilakukan D & C pada saat investigasi penyebab AUB.
Polip bisa terinfeksi oleh beberapa kuman antara lain, staphylokokus atau
streptokokus atau beberapa patogen lain. Infeksi serius dapat terjadi setelah
pengangkatan polip. Antibiotik spektrum luas harus diberikan saat ada tandatanda infeksi.
Karena pada umumnya polip bertangkai dan dasarnya mudah terlihat, maka
dapat diekstirpasi dengan mudah. Setelah melakukan pemutaran tangkai, biasanya
juga dilakukan pembersihan dasar tangkai dengan kuret. Untuk meminimalisir
jumlah perdarahan dapat dilakukan pemutusan tangkai polip dengan kauter
unipolar/bipolar. Apabila jumlah polip lebih dari satu dan dasar polip menjadi sulit
untuk dilihat secara langsung, sebaiknya dilakukan tindakan dilatasi serviks
sebelum tindakan.
2.2.2. Adenomiosis (PUA-A)
Adenomiosis adalah ditemukannya jaringan stroma dan kelenjar endometrium
ektopik pada lapisan miometrium. Dapat bermanifestasi sebagai nyeri haid, nyeri
saat koitus, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau
nyeri pelvik kronik. Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan
uterus abnormal.2,7
Kriteria

adenomiosis

ditentukan

berdasarkan

kedalaman

jaringan

endometrium pada hasil histopatologi. Dalam situasi klinis adenomiosis


dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi berdasarkan pemeriksaan MRIdan USG,

namun mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk


mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium
heterotopik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi
miometrium. Dan hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan
stroma endometrium ektopik pada jaringan miometrium.2,7
2.2.3. Leiomioma (PUA-L)
Leiomioma adalah tumor jinak fibromuskular dari miometrium dan dikenal
dengan beberapa nama yaitu leiomioma, mioma, dan sering digunakan nama
fibroid. Prevalensi dari mioma adalah 70% pada wanita kaukasian, dan 80% pada
wanita keturunan Afrika. Leiomioma merupakan pertumbuhan jinak otot polos
uterus pada lapisan miometrium. Dapat bermanifestasi klinis sebagai perdarahan
uterus abnormal. Dan gejala yang berhubungan dengan penekanan terhadap organ
sekitar uterus, atau benjolan dinding abdomen.2,8
Leiomioma dapat diklasifikasikan ke dalam sub kelompok berdasarkan
hubungan anatomi terhadap lapisan dari uterus.2 Tiga jenis yang biasa ditemui
antara lain:
1. Intramural yang terletak di bagian tengah dari dinding otot uterus;
2. Subserosal yang berada di bawah lapisan serosa uterus;
3. Submukosal yang letaknya berada di bawah endometrium.

Gambar 1. Lokasi Mioma pada Uteri


Mioma submukosal dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks yang dikenali sebagai myoma geburt. Mioma
sub serosal dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi
mioma intra ligamenter. Selain itu, mioma sub serosal dapat pula tumbuh
menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan
kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut sebagai wandering atau
parasitic fibroid. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran serviks
sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.2,8
Perdarahan uterus abnormal dijumpai pada kira-kira 30% penderita
leiomioma uteri. Menorrhagia merupakan pola perdarahan uterus abnormal yang
paling umum, berupa perdarahan bercak premenstruasi dan sedikit perdarahan
terus-menerus setelah menstruasi.2,8, 9
Patofisiologi perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan mioma
uteri masih belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menerangkan
bahwa adanya disregulasi dari beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor-reseptor
yang mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan angiogenesis.

Perubahan-perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi


struktur vaskuler didalam uterus yang menyebabkan terjadinya venule ektasia.
Perubahan dari vaskular dapat menjadi mekanisme yang berpotensi terhadap
fibroid dalam mempengaruhi menorrhagia. Miometrium yang berdekatan dengan
mioma mengalami kompresi vena yang mengarah kepada formasi venous lake
didalam miometrium sekaligus mempengaruhi corak perdarahan.8 Beberapa faktor
yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain:
- Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa
- Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus
- Ulserasi endometrium pada mioma submukosa
- Kompresi pada pleksus venosus didalam miometrium
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di
antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang dilaluinya dengan baik.9
Walaupun demikian leiomioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan
biasanya bukan penyebab tunggal PUA. Pertimbangan dalam membuat sistem
klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma uteri dengan endometrium dan
serosa, lokasi, ukuran, serta jumlah mioma uteri.
2.2.4. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Didefinisikan sebagai pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari
lapisan endometrium. Seringkali bermanifestasi sebagai perdarahan uterus
abnormal.2
Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan
merupakan penyebab penting PUA. Klasifikasi keganasan dan hiperplasia
menggunakan sistem klasifikasi FIGO dan WHO yang telah ada sebelumnya.
Untuk diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.2
Ketika premalignant hyperplasia atau malignancy telah diidentifikasi pada
wanita dengan perdarahan uterus abnormal pada usia reproduksi, maka
diklasifikasikan dalam PUA-M dan di subklasifikasikan lagi berdasarkan sistem
klasifikasi FIGO atau WHO.2

2.2.5. Koagulopati (PUA-C)


Merupakan gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan
uterus. Dapat timbul dengan gejala perdarahan uterus abnormal. Terminologi
koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik yang terkait dengan
PUA. Hemostasis pada menstruasi normal merupakan keseimbangan antara
agregasi platelet, formasi fibrin, vasokonstriksi, dan regenerasi jaringan pada satu
sisi. Sedangkan inhibisi platelet, vasodilatasi, dan fibrinolisis pada sisi yang lain.
Gangguan pada keseimbangan ini akan menghasilkan perdarahan atau kelainan
trombosis. Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan menstruasi banyak
memiliki kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah
penyakit von Willebrand.2
2.2.6. Disfungsi Ovulatorik (PUA-O)
Pada menstruasi normal terjadi pelepasan, pembentukan, dan perbaikan lapisan
fungsional endometrium. Destruksi dan regenerasi endometrium dikendalikan
oleh faktor lokal yang tergantung pada estrogen dan progesteron. Prostaglandin
dan endotelin adalah substansi vasoaktif yang mengatur kehilangan darah
menstruasi. Konsentrasi endotelin jaringan bekerja sama dengan relaxing factor,
seperti nitricoxide, meningkatkan dan memperpanjang kehilangan darah
menstruasi.2,10
Endometrium normal kaya akan fosfolipase yang dibutuhkan pada konversi
asam lemak prekursor asam arakhidonat. Pada fase luteal akhir siklooksigenase
berperan pada konversi asam arakhidonat menjadi endoperoksidase, yang dibawah
sintetase spesifik berubah menjadi prostaglandin F2 (vasokontriktor dan
aggregator trombosit lemah), prostaglandin E2 (vasodilator dan antiagregasi
platelet), prostaglandin D2 (aglutinasi inhibitor, prostaglandin I2 (vasodilator dan
antiagregasi platelet) dan tromboxan A2 (vasokontriktor dan platelet aggregator).
Pada menstruasi normal, rasio prostaglandin F2 : prostaglandin E2 dalam cairan
menstuasi

2:1.2,10

Ekosanoid

yang

diproduksi

leukosit

melalui

kerja

lipooksigenase pada asam arakhidonat. Jumlah perdarahan menstruasi sesuai


dengan derajat infiltrasi leukosit.2,10
Progesteron withdrawal bleeding atau perdarahan sinambung progesteron
menyebabkan hancurnya lisosom dan pelepasan fosfolipase A2. Ditandai dengan
meningkatnya plasminogen aktivator dan aktivitas fibrinolitik dalam darah
9

menstruasi pada perdarahan uterus abnormal. Perdarahan uterus abnormal primer


terjadi karena gangguan metabolisme ekosanoid dalam sistem fibrinolitik dan
enzim lisosomal endometrium.2,10
Pada perdarahan uterus abnormal dengan siklus

ovulatorik, produksi

prostaglandin yang disekresi endometrium dengan perbandingan terbesar dari


prostaglandin F2/prostaglandin E2/prostaglandin D2 menjadi prostaglandin
E2/prostaglandin D2/prostaglandin F2. Terjadi peningkatan sintesa prostaglandin I2
miometrium yang menyebabkan dilatasi arteri radialis dan meningkatnya
perdarahan.2, 10
Pada perdarahan uterus abnormal anovulatorik, kurangnya progesteron
menyebabkan berkurangnya rasio

prostaglandin F2 : prostaglandin E2 dan

terjadi peningkatan relatif prostaglandin E2, yang merupakan vasodilator dan anti
agregasi platelet, menyebabkan bertambahnya perdarahan. Kontraksi uterus tidak
terjadi dan tidak nyeri adalah tanda dari siklus anavolusi.1,2, 5, 10
Etiologi perdarahan uterus abnormal yang paling sering adalah perdarahan
karena sinambung estrogen / estrogen withdrawal bleeding atau perdarahan lucut
estrogen / estrogen breakthrough bleeding pada pasien dengan siklus
anovulatorik.1,2,3,10
Pada kasus progesteron negatif menyebabkan inhibisi sintesa DNA dan
mitosis, respon proliferatif estrogen menyebabkan pertumbuhan endometrium
dengan integritas matrik stroma yang lemah sehingga terjadi pelepasan spontan.
Pada keadaan normal terjadi mekanisme kontrol yang membatasi menstruasi,
perdarahan dapat berkepanjangan dan eksesif pada keadaan tanpa progesteron.
Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus.
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi
perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi, dahulu
termasuk dalam kriteria perdarahan uterus abnormal (PUD). Gejala bervariasi
mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan menstruasi
banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarioum polikistik,
hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau
olahraga berat yang berlebihan.2,10

10

Sangat penting diketahui ada atau tidaknya ovulasi. Melalui pemeriksaan


penunjang dapat ditetapkan keadaan anovulasi yang akan memberikan ciri-ciri
sebagai berikut :
- suhu basal

: monofasik

- biopsi endometrium

: atrofi, proliferatif

- sitologi

: tidak tampak pengaruh

- uji pakis

: positif

- progesteron

: serum rendah

- gonadotrofin

: LH rendah

- hiperfungsi adrenal

: testosterone tinggi

- hipotiroid PRL

: tinggi

- hipofungsi prankreas insulin: rendah2,5,10


2.2.7. Endometrial (PUA-E)
Gangguan hemostasis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat dengan
terjadinya perdarahan uterus. Didapatkan perdarahan uterus abnormal yang terjadi
pada perempuan dengan siklus menstruasi teratur. Adapun penyebab perdarahan
pada kelompok ini adalah gangguan hemostasis lokal endometrium. Terdapat
penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti endothelin-1dan
prostaglandin F2 serta peningkatan aktifitas fibrinolitik. Gejala lain kelompok ini
adalah perdarahan tengah atau perdarahan yang berlanjut akibat gangguan
hemostasis

lokal

endometrium.

Diagnosis

PUA-E

ditegakkan

setelah

menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid yang berovulasi.2


2.2.8. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti
penggunaan estrogen, progestin, AKDR. Timbul perdarahan menstruasi diluar
jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin dimasukkan dalam
istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding. Perdarahan sela terjadi karena
rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yangdisebabkan pasien lupa atau
terlambat minum pil kontrasepsi atau pemakaian obat tertentu seperti rifampisin.2

11

Terdapat beberapa mekanisme yang mana intervensi medis dapat


menyebakan atau berkontribusi terhadap AUB. Ini termasuk agen farmakologis
dan alat intrauterin yang secara langsung mempengaruhi endometrium, yang
mengganggu sistem koagulasi dan kontrol ovulasi sistemik. Perdarahan
endometrium tidak terjadwal yang terjadi selama penggunaan steroid gonadal
diistilahkan breakthrough bleeding (BTB) dan termasuk komponen besar
klasifikasi AUB. Untuk klinisi menghadapi hal ini, harus dipastikan bahwa
perdarahan berasal dari endometrium, barulah dapat diberi intervensi.2
Penggunaan agen tinggal atau kombinasi sistemik steroid gonadal termasuk
estrogen, progestin dan androgen mempengaruhi kontrol steroidogenesis ovari
lewat efek hipotalamus, pituitari dan ovari itu sendiri, dan efek langsung pada
endometrium. Sifat ini terdapat pada agen kontraseptif oral, transdermal, vaginal,
dan progestin, dan androgen mempengaruhi kontrol steroidogenesis ovarii yang
dimasukkan secara teratur. Perdarahan uterus terjadwal biasanya terjadi
berhubungan dengan penghentian agen steroid. Bagaimanapun ketika kejadian
perdarahan tidak terjadwal terjadi wanita dipertimbangkan untuk memiliki BTB
dan dikategorikan sebagai AUB I. Kombinasi estrogen dan progestin dapat
dimasukkan secara kontinu dengan tujuan mencapai amenorhae. Pada keadaan ini
pendarahan dapat diklasifikasikan tidak terjadwal oleh karena itu tergolong AUBI.2
Memungkinkan banyak episode perdarahan tidak terjadwal berhubungan
dengan jumlah steriod gonad yang berkurang akibat masalah kepatuhan seperti
penundaan, lupa, penggunaan berlebihan pil, transdermal, atau cincin vagina.
Yang menghasilkan berkurangnya supresi FSH dan perkembangan folikel yang
memproduksi estradiol endogen dan stimulasi irreguler endometrium dapat
menghasilkan BTB. Pada kelompok studi 7 penelitian, 35% wanita dengan folikel
besar memiliki BTB. Penyebab potensial lain dari berkurangnya sirkulasi estrogen
dan progestin termasuk penggunaan agen sperti antikonvulsi dan antibiotik
(rifampin dan griseofulvin). Merokok juga dapat mengurangi jumlah steroid
kontraseptif karena terjadi peningkatan metabolisme hepatik yang menjelaskan
jumlah insiden yang tinggi pada perokok.2

12

Banyak wanita mengalami pendarahan tidak terjadwal pada 3-6 bulan


pertama penggunaan sistem intrauterine, levonogestrel. Pada studi UK, 10%
daripada pengguna baru berhenti pada tahun pertama karena pendarahan. Hal ini
berkontribusi terhadap lima tahun tingkatan kumulatif berhenti penggunaan LNG
IUS karena masalah pendarahan 16,7%. Pada studi brazil 25% wanita
mengeluhkan flek pervaginam pada 6 bulan pertama penggunaan LNG IUS dan
berhenti karena pendarahan menstruasi terganggu yang banyak pada masa ini.2,5
Agen sistemik yang mempengaruhi metabolisme dopamin memiliki potensi
yang menyebabkan AUB sekunder terhadap kelainan ovulasi. Anti depresi
trisiklik contohnya amitriptilin dan nortriptilin dan fenotiazines termasuk dalam
kelompok obat yang mempengaruhi metabolisme dopamin dengan mengurangi
uptake serotonin. Diperkirakan bahwa hasil inhibisi yang berkurang dari
pelepasan prolakti yang menyebabkan gangguan perhubungan dengan prolaktin
pada hipotalamic-pituitari-ovarian dan kelainan daripada ovulasi termasuk
anovulasi karena itu setiap agen yang mempengaruhi ambilan serotinin adalah
kandidat disfungsi ovulatorik dan berpotensi menghasilkan amenore atau
pendarahan uterus tidak reguler.2
Akhirnya HMB adalah konsekuensi umum akibat konsumsi obat anti
koagulan seperti warfarin, heparin, dan heparin berberat jenis rendah.
Mekanismenya tampak jelas karena terdapat gangguan formasi clot dalam lumen
vaskuler. Wanita yang menggunakan agen tersebut menmiliki kelainan hemostasis
yang bermanifestasi mirip dan memerlukan tatalaksana seperti kelainan
hemostasis yang lain.
2.2.9. Tidak terklasifikasi (PUA-N)
Kategori not yet classified atau tidak terklasifikasi dibuat untuk penyebab lain
yang jarang atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk
dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena.2

13

Gambar 2. Sistem Klasifikasi dan Penulisan PUA

2.3. Diagnosis
2.3.1. Penilaian Umum
Wanita pada usia reproduktif dengan pendarahan pervaginam akut atau kronik
perlu dipikirkan AUB, klinisi akan memeriksa secara cermat untuk memastikan
bahwa pendarahan tidak berhubungan dengan kehamilan yang tidak terdiagnosis
dan berasal dari kanalis servikalis, bukan dari lokasi yang lain. Adanya kehamilan
dapat didiagnosis dengan kombinasi anamnesis secara langsung dan -HCG
14

urine/serum (lokasi atau viabilitas kehamilan tidak dimasukkan dalam klasifikasi


ini). Wanita dengan AUB akut atau kronik sebaiknya dievaluasi anemia dengan
hemoglobin dan atau hematokrit (sebaiknya dipilih pemeriksaan darah lengkap,
termasuk platelet). Sekali pendarahan dapat ditegakkan dengan tidak adanya
sumber pendarahan yang lain, dan suspek berasal dari uterus, klinisi akan
memproses dalam bagan sistematis, dan menyusun penilaian setiap komponen
pada sistem klasifikasi.2,11
2.3.2. Penentuan Status Ovulasi
Diprediksi siklus menstruasi setiap 22-35 hari biasanya berhubungan dengan
ovulasi,

dimana

pendarahan

berhubungan

dengan

AUB-O,

ditandai

ketidakteraturan dari waktu dan pendarahan. Dan sering bertumpang tindih


dengan amenore. Jika tidak ada kepastian mengenai status ovulasi, pengukuran
serum progesteron, waktu yang paling tepat untuk fase mid luteal atau,
alternatifnya biopsi endometrium dalam waktu berdekatan dapat memberikan
bukti yang mendukung atau menyingkirkan adanya ovulasi dalam siklus mens
tertentu. Jika seorang wanita mempunyai gangguan pada ovulasi, dia
dikategorikan AUB-O.2,10,11
2.3.3. Skrining Untuk Gangguan Hemostasis Sistemik
Riwayat yang terstruktur dapat digunakan untuk alat skrining dengan sensitivitas
90% untuk mendeteksi gangguan hemostasis. Untuk wanita dengan hasil skrining
positif, dan

untuk wanita lain yang akan menjalani operasi, tes lebih jauh

diperlukan, sering diikuti dengan konsultasi yang dipimpin oleh hematologis. Tes
tersebut termasuk faktor von Willbrand, kofaktor ristocetin, dan pengukuran
lainnya, jika hasilnya positif maka wanita tersebut dikategorikan sebagai C1.
Dengan kesepakatan, seseorang dengan AUB yang berhubungan dengan
penggunaan terapi antikoagulasi juga dikategorikan C1.2
2.3.4. Evaluasi Endometrium
Sampel endometrium tidak dibutuhkan untuk semua pasien dengan AUB, sampel
ini untuk melakukan pendekatan identifikasi pada wanita yang memerlukan.
Pasien yang dipilih untuk sampel endometrial berdasarkan kombinasi yang
mencerminkan adanya resiko hiperplasia tipikal atau karsinoma. Beberapa laporan
15

dan panduan menggunakan beberapa kombinasi seperti umur, pribadi dan faktor
genetis. Dan skrining TVUS untuk menilai ketebalan echo-komplek endometrial
untuk menentukan pasien mana yang akan menjalani sampel endometrial.
Walaupun beberapa penelitian mengindikasikan umur tidak penting untuk variabel
independent. Kebanyakan disarankan sampel endometrial ditujukan untuk semua
wanita diatas umur tertentu.biasanya 45 tahun. Wanita dari keluarga dengan
sindrom poliposis colorectal herediter mempunyai resiko kanker endometrial lebih
dari 60 persen, dengan rata-rata umur saat diagnosis umur 48-50 tahun. Mengacu
pada struktur panduan, AUB persisten yang tidak diketahui atau tidak diobati
secara

adekuat

membutuhkan

sampel

endomtrium,

jika

memungkinkan

berhubungan dengan histeroskopi dari cavum uteri.2,11


Beberapa teknik dapat dilakukan untuk melakukan sampel endometrial,
tetapi penting sampel yang sesuai didapatkan sebelum pasien digolongkan pada
resiko rendah untuk neoplasma maligna. Pada akhirnya hubungan atara infeksi
klamidia dari endometrium dan AUB, mungkin membutuhkan evalusi organisme
pada pasien yang simptomatis. Hubungan antara sampel serviks dan infeksi
edometrial tidak jelas.2,11
2.3.5. Evaluasi Dari Struktur Kavum Endometrial
Evaluasi struktural endometrium dikerjakan untuk mengidentifikasi kelainan
termasuk polip endometrial atau endoservikal (AUB-P) dan leimioma submokosa
( AUB-Lsm) yang mengarah pada AUB. TVUS adalah alat skrining yang sesuai
dan pada kebanyakan keadaan. Sebaiknya dilaksaankan pada saat pertama atau
awal pemeriksaan untuk memberikan pencitraan yang ideal. Alat USG harus
mempunyai kualitas yang adekuat untuk menunjukkan miometrium dan
endometrium secara jelas, dan pemeriksa harus mempunyai kemampuan untuk
mengoperasikan alat skrining dan menginterpretasikannya. Walau pada keadaan
yang ideal, TVUS tidak 100% sensitif karena polip dan lesi kecil lainnya mungkin
tersamarkan.2
Jika didapatkan pencitraan USG bagus dan tidak adanya penemuan yang
mengindikasikan endometrial aatu mioma submokusa. Kavum endometrial dapat
dipertimbangkan normal dari perpektif lesi penyebab atau yang mengkontribusi

16

terhadap AUB. Bagaimanapun juga, jika ada pencitraan yang mengindikasikan


dari polip endometrial, jika mioma melampui batas cavum endometrium atau jika
pemeriksaan tidak optimal dapat dilakukan pemeriksaan yang lebih sensitif yaitu
umumnya SIS (sonohisteroskopi).2
Evaluasi uterus merupakan bagian, yang dituntun

dari

anamnesa dan

elemen lain dari situasi klinis, seperti umur pasien, penampakan gangguan kronis
ovulasi, atau adanya faktor resiko lain dari hiperplasia enometrium atau
keganasan. Bagi mereka yang memiliki peningkatan resiko, biopsi endometrial
kemungkinan dilakukan. Jika didapatkan resiko anomali struktur, sebagian jika
sebelumnya pengobatan tidak berhasil, evaluasi dari uterus termasuk pencitraan,
setidaknya skrining TVUS. Sampai gambaran USG mengindikasikan endometrial
normal. Itu akan menggunakan satu atau keduanya, histeroskopi dan infus saline
sonografi (SIS) untuk menentukan

dimana lesi target yang ada. Termasuk

pendekatan yang dipertimbangkan jika sampel endometrium tidak tersedia sampel


yang adekuat. tidak biasa, pemeriksaan ini pada wanita yang masih virgin, tidak
diluar keadaan anestesi. Pada keadaan itu, MRI mungkin berguna, jika tersedia.2
Histerosonografi atau histeroskopi tergantung dari prasarana klinisi yang
tersedia. Kebanyakan SIS akan lebih banyak dibaca, ketika prasarana untuk
histeroskopi hanya tersedia di ruang operasi, namun jika histeroskopi tersedia di
ruang rawat jalan, akan memberikan nilai tambah identifikasi polip karena bisa
dihilangkan pada situasi yang sama. Ketika akses vaginal sulit,yang mungkin pada
kasus remaja dan virgin, TVUS, SIS dan histeroskopi tidak dapat dilakukan, pada
kasus tersebut, ada tempatnya untuk MRI, alternatif lain, histeroskopi dibawah
pengaruh anestesi mungkin terbaik.2
Dengan

klasifikasi PALM COEIN, P (untuk endometrial dan polip

endoservikal) ditentukan hanya dengan dokumentasi dari 1 atau lebih gambaran


polip, umumnya dengan salah satu dari SIS atau histeroskopi. Seringkali, pasien
dikategorikan dengan 1 atau lebih submukosa leimioma (AUB-Lsm) dengan SIS
atau histeroskopi, tetapi tidak boleh untuk infus distensi sedang dengan tekanan
yang berhubungan antara leimioma dengan endometrium dan miometrium yang
berubah.2

17

2.3.6. Evaluasi miometrium


Miometrium

dievaluasi

paling

utama

dengan

kombinasi

ultrasonografi

transvaginal dan transabdominal, untuk mengidentifikasi leiomioma, yang


diklasifikasikan sebagai L1. Kemudian kombinasi daripada ultrasonografi
transvaginal dengan atau tanpa transabdominal, ditambah histeroskopi dan SIS
gagal mengidentifikasi leiomioma, pasien digolongkan pada L0. Untuk
subklasifikasi sekunder, diperlukan kombinasi ultrasonografi transvaginal,
transabdominal, histeroskopi, dan MRI.2
Subklasifikasi tersier dari tipe leiomioma, memerlukan klinisi untuk
menentukan hubungan antara leiomioma dan endometrium, miometrium dan
serosa. Secara klinis, setidaknya untuk mioma non mukosa, akan memerlukan
pemeriksaan MRI.
Miometrium juga seharusnya dievaluasi terhadap keberadaan adenomyosis
atau untuk membedakan antara leiomioma dan adenomyosis. Kriteria sonografi
dijelaskan pada bagian lain tulisan ini. Kelompok A1 memerlukan 3 kriteria
terpenuhi, jika tidak pasien diklasifikasikan sebagai A0.2
Jika tersedia, MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi miometrium,
membedakan antara leiomioma dan adenomiosis. MRI dapat lebih baik daripada
ultrasonografi transvaginal, SIS dan histeroskopi untuk mengukur kedalaman
miometrium daripada leiomioma submukosa. Bagaimanapun, menentukan
keandalan MRI tidak dapat dilakukan saat ini karena akses yang kurang
memadai.2

2.4. Tatalaksana
2.4.1. Medikamentosa non-hormonal
2.4.1.1 Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen
akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi
fibrindegradation products (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai
agen antifibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor-faktor yang memicu

18

terjadinya pembekuan darah, namun tidak akan menimbulkan kejadian trombosis.


Perdarahan menstruasi melibatkan pencairan darah beku dari arteriol spiral
endometrium, maka pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai mekanisme
penurunan jumlah darah menstruasi. Efek samping yang ditimbulkan antara lain
gangguan pencernaan, diare, dan sakit kepala. Dosisnya untuk perdarahan
menstruasi yang berat adalah 1gram (2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4
hari.13,14
2.4.1.2 Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan meningkat.
OAINS

ditujukan

menurunkansintesa

untuk

menghambat

prostaglandin

pada

siklooksigenase,
endometrium.

dan

akan

Prostaglandin

mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat dalam respon inflamasi, jalur
nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. OAINS dapat mengurangi jumlah
darah haid hingga 20-50 persen. Pemberian OAINS dapat dimulai sejak
perdarahan hari pertama atau sebelumnya hingga perdarahan yang banyak
berhenti. Efek samping yang dapat ditimbulkan termasuk gangguan pencernaan,
diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus peptikum hingga
kemungkinan terjadinya perdarahan dan peritonitis.13,15,16
2.4.2. Medikamentosa hormonal
2.4.2.1 Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang
digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48 jam.
Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat antiemetik seperti promethazine 25 mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam
sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan
aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja untuk
memicu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar
fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses agregasi trombosit dan permeabilitas
pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesteron akan meningkat sehingga
diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih

19

baik. Efek samping berupa gejala akibat efek estrogen yang berlebihan seperti
perdarahan uterus, mastodinia, dan retensi cairan.1,13,16
2.4.1.2 Pil Kontrasepsi Kombinasi
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat
endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah
4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan
dengan 2x1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu.
Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil
kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya
ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan secara
kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek
samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan,
payudara tegang, deep vein thrombosis, stroke, dan serangan jantung.1,15,16
2.4.1.3 Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel endometrium,
sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih
rendah dibandingkan dengan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin
yang lama dapat memicu efek anti mitotik yang mengakibatkan terjadinya atrofi
endometrium. Progestin dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu.
Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu
berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, maka
dosis progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi
sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai hari ke 14.
Pemberian progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi
kombinasi apabila terdapat kontra-indikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan
pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark
miokard, kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit
kuning akibat kolestasis, kanker hati).1,16

20

Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1x10 mg,
noretisteron asetat dengan dosis 2-3x5 mg, didrogesteron 2x5 mg atau
nomegestrol asetat 1x5 mg selama 10 hari per siklus. Apabila pasien mengalami
perdarahan pada saat kunjungan, dosis progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari
hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian
berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti.
Pemberian progestin secara kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya
untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan, yaitu : pemberian progestin
oral : MPA 10-20 mg per hari, pemberian DMPA setiap 12 minggu atau
penggunaan LNG IUS. Adapun efek samping yang ditimbulkan peningkatan berat
badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan
timbul perasaan depresi.1
2.4.1.4 Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17aetiniltestosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk
menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap
reseptor estrogen di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis
tinggi 200 mg atau lebih perhari dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan
menstrual hebat. Danazol dapat menurunkan hilangnya darah menstruasi kurang
lebih 50% bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding
dengan AINS atau progestogen oral. Dengan dosis lebih dari 400mg per hari dapat
menyebabkan amenorea. Efek sampingnya dialami oleh 75% pasien yakni:
peningkatan berat badan, kulit berminyak, jerawat, perubahan suara.1,15,16
2.4.1.5 Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor GnRH
padahipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek
pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada pelepasan hormon
gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan pada wanita dengan
kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat membuat penderita menjadi
amenorea. Dapat diberikan leuprolide acetate 3.75mg intra muskular setiap 4
minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi

21

percepatan demineralisasi tulang. Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka


dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah (addback
therapy). Efek samping biasanya muncul pada penggunaan jangka panjang, yakni:
keluhan-keluhan mirip wanita menopause (misalkan hot flushes, keringat yang
bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular
apabila penggunaan GnRH agonist lebih dari 6 bulan).1,15,16

2.4.3. Penanganan Bedah


Penanganan bedah dilakukan jika tidak berrespon atau refrakter dengan terapi
medikamentosa atau dengan kontraindikasi atau intoleran terhadap efek
samping. Ada 4 prosedur bedah yang dapatdiikuti :
-

kuretasi

histerektomi

embolisasi arteri uterin

ablasi endometrium14,15,16

2.4.3.1 Kuretase
Dalam kurun waktu yang cukup lama kuret dianggap sebagai terapi perdarahan
uterus abnormal. Tidak pernah ada laporan tentang efektifitas kuretasi dalam
penanganan perdarahan uterus abnormal dan kuretasi bukan merupakan terapi
yang efektif sehingga untuk saat ini tidak direkomendasikan.15,16
2.4.3.2 Histerektomi
Penyembuhan total dan mengangkat setiap patologi. Wanita diatas 40 tahun,
histerektomi dianjurkan pada semua kasus dengan perdarahan persisten atau
berulang dan respon terapi medis tidak komplit. Pilihan terakhir pada wanita
reproduktif.15,16
Melalui penelitian prosfektif multisenter mendapat angka morbiditas
histerektomi per abdominal dan transvaginal 44,0 % dan 27,3 % dengan angka
mortalitas histerektomi pada kelainan jinak ginekologi 15/10.000 kasus(15).
Morbiditas laparoskopi histerektomi yang dilaporkan oleh Garry dan Phillips
sekitar 15,6 %. dan lama rawat inap lebih singkat.15

22

Karena komplikasi tindakan histerektomi termasuk perlengketan, trauma


vesika urinaria dan usus, infeksi, perdarahan post operasi, dan wound dehiscens,
maka

dalam

perkembangannya

histerektomi

mulai

ditinggalkan

dalam

penanganan perdarahan uterus abnormal.9,15


2.4.3.3 Embolisasi Arteri Uterina
Teknik bedah vaskuler dengan bantuan flouroskopi, dilakukan obstruksi pembuluh
darah yang mensuplai darah ke uterus dengan mikropartikel sintetik melalui
kateterisasi arteri femoralis. Salah satu pilihan terapi jika pembedahan sulit.
Operasi dilakukan dengan anestesi lokal atau regional dan sedasi. Efektivitas
jangka panjang dan keamanan tehnik bedah ini masih dalam tahap penelitian.14,15
2.4.3.4 Ablasi Endometrium
Ablasi endometrium mulai diperkenalkan dalam praktek klinik pada akhir tahun
1980an sebagai alternatif terapi yang kurang invasif pada penanganan perdarahan
uterus abnormal, dibandingkan dengan histerektomi. Karena biaya, resiko dan
komplikasi histerektomi dan kenyataan bahwa 20 % uterus tanpa kelainan
patologis, validitas histerektomi dipertanyakan.14,15
Penghancuran selektif endometrium dan uterus masih dipertahankan, terapi
jangka panjang. Pada awalnya tehnik ablasi endometrium menggunakan
fotokauter atau elektrokauter, dengan menghancurkan ketebalan endometrium
dengan bimbingan visualisasi histeroskopi dan irigasi cairan. Baku emas ablasio
endometrium adalah hyteroscopically directed thermal ablation. Luas digunakan,
efektif dan tahan lama. Teknik ablasi endometrium ini dengan risiko komplikasi
perforasi dan absorpsi cairan yang banyak14,15.
Kemudian dikembangkan tehnik baru, untuk menghancurkan endometrium
tanpa risiko perforasi dan absorpsi cairan dengan pemakaian intra uterin
elektroballon endometrial ablation. Teknik ini membutuhkan skill yang lebih baik
dan sangat sedikit data publikasinya.
Prospek terapi bedah pada penanganan perdarahan uterus abnormal diteliti
secara random trial oleh dengan membandingkan ablasi endometrium dengan

23

histerektomi, wanita dengan ablasi endometrium mengulangi ablasi atau


histerektomi untuk mengatasi perdarahan uterus abnormal. Hasil ablasi dapat
lebih baik dengan supresi endometrium selama 4 6 jam dengan pemberian
progentin, GnRH atau Danazol.14,15 Beberapa teknik ablasio endometrium :
1. Hot water thermal ballon
2. Radio frequency thermal ballon
3. Hydrothermal ablation
4. Bipolar three dimentional device
5. Microwave 9,2 GHz applicator
6. Laser interstitial hyperthermy
7. Cryo-ablation

24

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama

: ARI

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 39 tahun

Status Nikah

: Menikah

Agama

: Hindu

Suku/Bangsa

: Bali/Indonesia

Pendidikan

: Tamat SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Br. Tengkulak Kaja, Kemenuh, Sukawati

Tanggal pemeriksaan

: 8 Januari 2013

3.2. Anamnesa
Keluhan Utama
Mengalami menstruasi lebih dari 1x dalam sebulan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang mengeluh mengalami siklus menstruasi yang lebih dari 1x dalam
sebulan sejak 1 tahun yang lalu. Tiap mengalami menstruasi, darah yang keluar
tidak banyak, pembalut diganti 2x dalam sehari selama 5-7 hari. Kemudian

25

menstruasi kembali seminggu kemudian. Keluhan ini tidak mengganggu aktivitas,


pasien masih bisa melakukan aktivitas kesehariannya dengan baik. Keluhan terasa
paling berat saat pasien merasa letih sehingga darah menstruasi lebih banyak
keluar dan nyeri perut yang jarang-jarang. Keluhan yang dirasakan terasa lebih
ringan jika pasien istirahat/tidur dan konsumsi vitamin. Keluhan penyerta seperti
mual, muntah, nyeri perut, keputihan, lemas hingga pingsan disangkal oleh
pasien.
BAB/BAK dikatakan normal, makan minum dikatakan normal. Keluhan
penurunan berat badan disangkal. Pasien pernah berobat ke bidan dan diberikan
terapi hormon selama 3 bulan namun keluhan dikatakan tidak berkurang.
Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi
- HPHT: 29 Desember 2013
- Menarche umur 15 tahun, siklus teratur setiap 28-30 hari, lamanya 6-7 hari dan
tanpa keluhan.
- Riwayat melakukan hubungan seksual (coitus) disangkal oleh pasien.
- Riwayat Hamil

: 1. , 22 th, 3000 gr, spontan, RSUD Sanjiwani


2. , 20 th, 3800 gr, spontan, RSUD Sanjiwani
3. Abortus, uk 8 mg, kuretase (+), dr. Wandia, Sp.OG
4. Abortus, uk 8 mg, kuretase (+), dr. Wandia, Sp.OG
5. Abortus, uk 5 mg, kuretase (-), dr. Wandia, Sp.OG
6. , 8 th, 2300 gr, spontan, RSUD Sanjiwani

- Riwayat Pernikahan : Menikah 1 kali ~ 22 tahun


- Riwayat Kontrasepsi: - KB spiral setelah melahirkan anak I
- KB suntik 1 bulan stop karena mengalami perdarahan

26

- KB pil selama 5 bulan


- KB implant April 2011 sekarang
- Riwayat Ginekologi: Mioma/kista (-), kanker (-), kelainan menstruasi (-), infeksi
kandungan (-)
- Riwayat Penyakit Terdahulu:
Pasien pernah melakukan pemasangan norplant pada tahun 2011
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma dan serangan jantung
disangkal pasien
- Riwayat Keluarga:
Riwayat penyakit hipertensi terdapat pada ayah kandung pasien. Namun
penyakit jantung, asma, dan diabetes mellitus tidak didapatkan dalam keluarga.
- Riwayat alergi obat : Tidak ada
- Riwayat sosial:
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan hanya beraktivitas di rumah saja.
Pasien masih dapat membantu pekerjaan di rumah seperti menyapu, membuat
banten, menyiram halaman dll. Keluhan yang dirasakan pasien pada awalnya
sebenarnya tidak dianggap mengganggu, namun karena sudah sekitar 1 tahunan
masih juga tetap mengalami menstruasi lebih dari 1x dalam 1 bulan maka pasien
ingin memeriksakan diri ke RSUD. Pasien juga mengatakan masih aktif
berhubungan seksual dengan suami walaupun tidak sesering sebelumnya.
Hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungan sekitar dikatakan baik. Pasien
tidak memiliki riwayat merokok maupun meminum alkohol. Pasien juga jarang
berolah raga.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Present
TD

: 110/70 mmHg

RR

: 20 x/mnt

27

: 80 x/mnt

tax

: 37,10 C

TB/BB

: 157 cm / 71 kg

Status General
Keadaan umum: Baik

GCS : E4V5M6

Mata: Anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor


Thorax
Jantung

: S1 S2 tunggal reguler, murmur

Paru

: Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen: ~ St. ginekologi


Ekstremitas: Hangat + +
+

Edema -

refleks patella +/+

Status Ginekologi
Abdomen

: Tinggi fundus uteri (TFU) tidak teraba, nyeri tekan(-)


Tidak teraba adanya massa, distensi (-), BU (+) N

Insp. v/v

: p (-)
flx (-), fl (-).
Terdapat benjolan pada OUE, ukuran 2x2 cm, hiperemi,
serviks erosi (-), ulkus (-)

VT

: flx (-) fl (-)


P , nyeri goyang (-),
Teraba benjolan pada OUE, ukuran 2x2 cm, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (-),

28

CU AF b/c ~ N
AP nyeri -/- masssa -/-

CD taa

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (8/1/2014)
103/mm3

Hb

: 11,2 g/dl

WBC : 4,7

PLT

: 268 103/mm3

RBC

: 4,69 106/mm3

HCT

: 35,7 %

CT

: 630 menit

BT

: 130 menit

Tes Kehamilan : negatif


3.5. Diagnosis Kerja
Susp AUB P dd I

3.6. Penatalaksanaan
Pdx

: Rencana ekstirpasi dan D & C (PA)

Tx

: - As. Mefenamat 3x500 mg PO


- Sulfas Ferrosus 2x300 mg PO

Mx

: vital sign dan keluhan

KIE

: Pasien dan keluarga

29

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien seorang perempuan usia 39 tahun sudah menikah datang
diantar keluarga ke poli kebidanan RSUD Sanjiwani Gianyar dengan keluhan
mengalami menstruasi yang lebih dari 1x dalam 1 bulan sejak 1 tahun yang lalu.
Tiap mengalami menstruasi, darah yang keluar tidak banyak, pembalut diganti 2x
dalam sehari selama 5-7 hari. Kemudian menstruasi kembali seminggu kemudian.
Keluhan ini tidak mengganggu aktivitas, pasien masih bisa melakukan aktivitas
kesehariannya dengan baik. Keluhan terasa paling berat saat pasien merasa letih
sehingga darah menstruasi lebih banyak keluar dan nyeri perut yang jarang-jarang.
Dilihat dari segi usia, pasien berumur 39 tahun, di mana usia ini tergolong usia
mendekati menopause. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami
perdarahan menstruasi yang tidak normal, disertai juga siklus menstruasi yang
tidak teratur (perdarahan di luar siklus haid) dengan volume dan frekuensi yang
lebih sering, namun pada pasien tidak didapatkan tanda-tanda anemia. Dari
anamnesis maka dapat dipikirkan bahwa kemungkinan pasien ini mengalami
perdarahan uterus abnormal yaitu polimenorhagia yang banyak kemungkinan
etiologinya (PALM-COEIN). Untuk menegakkan diagnosis pastinya dilakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang.
Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tergolong baik dengan GCS
E4V5M6. Tidak terlihat tanda-tanda anemia seperti lemah, letih, lesu, mata
berkunang-kunang, kurang bergairah dan pucat pada konjungtiva. Dari palpasi
abdomen diketahui tinggi fundus uteri tidak teraba, tidak teraba adanya masa
padat. Pada pemeriksaan dalam tidak didapatkan adanya pembukaan ostium uteri
eksternum (OUE), adanya perdarahan dari OUE dan teraba massa, konsistensi
kenyal, mobile, ukuran 2x2 cm. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

30

yang dilakukan tersebut maka dapat dipastikan perdarahan berasal dari vagina
sehingga dapat menyingkirkan penyebab perdarahan dari tempat lain.
Dari pemeriksaan tes kehamilan didapatkan hasil negatif sehingga
diagnosis banding kehamilan dengan komplikasi dapat disingkirkan.
Kendati demikian jika halnya dari anamnesis dan pemeriksaan fisik saja
mungkin cukup sulit untuk memastikan penyebab pasti dari polimenorhagia. Oleh
karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain adalah pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dan tes
kehamilan. Pada pemeriksaan darah lengkap yang sudah dilakukan untuk
mempersiapkan pasien sebelum operasi. Pada kasus ini tidak ditemukan kadar Hb
yang menurun sebagai akibat tersering dari perdarahan yang terjadi, sehingga
jika ditemukan penurunan kadar Hb akan menguatkan ke arah anemia sebagai
komplikasi tersering dari polimenorhagi. Pemeriksaan darah dan urin tidak terlalu
signifikan untuk menunjang diagnosis.
Untuk membantu menegakkan diagnosis pasti penyebab polimenorhagi,
dilakukan pemeriksaan yang rutin dilakukan pada kasus polimenorhagi yaitu
biopsi endometrium. Pada kasus ini, pemeriksaan yang akan dilakukan adalah
dilatasi dan kuretase untuk mengambil sediaan jaringan endometrium yang
selanjutnya dilakukan pemeriksaan patologi. Namun karena pada kasus ini terlihat
ada polip maka akan dilakukan dengan mengambil sediaan jaringan polip yang
selanjutnya dilakukan pemeriksaan patologi.
Pada pasien ini, tindakan penanganan yang akan diambil adalah tindakan
ekstirpasi dengan mengevaluasi terlebih dahulu keadaan umum pasien dan
tindakan dilatasi dan kuretase untuk pemeriksaan patologi. Pada kasus ini pada
saat pasien MRS dari pemeriksaan penunjang semua masih dalam batas normal.
Adapun penanganan yang akan dilakukan pada kasus ini adalah:
a. Ekstirpasi
Ekstirpasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan sim spekulum,
klem dan gunting. Polip hanya dipelintir, diklem, lalu gunting. Dan sisa

31

tangkai biasanya akan dikuret. Tujuan dari kuret dan ekstirpasi ini bukan
hanya sebagai pengobatan melainkan juga untuk mengambil sediaan
jaringan endometrium/polip yang bertujuan mencari penyebab dari
polimenorhagi.

32

BAB V
RINGKASAN

Telah dilaporkan suatu kasus pada seorang wanita usia 39 tahun dengan
polimenorhagia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Rencana penatalaksanaan polimenorhagia pada kasus
ini adalah tindakan ekstirpasi dan mengambil jaringan polip untuk pemeriksaan
patologi, dan medikamentosa. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan PA dan
hasilnya tidak mendukung kearah AUB P, maka kemungkinan penyebabnya
adalah AUB I (Iatrogenik) karena pemakaian KB Implant (Norplan).

33

Anda mungkin juga menyukai