PENDAHULUAN
Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah perubahan dari volume, pola atau
durasi dari aliran darah menstruasi. Abnormalitas siklus menstruasi merupakan
kondisi ginekologi yang paling umum, terjadi pada 30% wanita pada usia
reproduktif.1,2 Diantara kasus PUA yang diteliti, 25% melaporkan menorrhagia
(perubahan volume aliran darah menstrual), sementara 21% mengeluh siklus yang
memendek, 17% mengeluh perdarahan diantara siklus dan 6% mengeluh
perdarahan paska koitus.3
Kondisi yang dikaitkan dengan PUA antara lain penyakit sistemik seperti
kelainan koagulasi sistemik atau kelainan struktural uterus seperti polip,
leiomioma, keganasan, dan lainnya. PUA dapat menjadi tanda kelainan yang
terselubung. Diantara kelompok ini 20% memiliki hiperplasia endometrium yang
merupakan salah satu kondisi prekanker. Saat ini digunakan sistem PALM-COEIN
(polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy,
ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified) yang telah
diterima oleh FIGO (Federasi Internasional Obstetri dan Ginekologi) sebagai
sistem klasifikasi FIGO untuk PUA.2
Beberapa faktor risiko terkait dengan PUA adalah usia remaja,
perimenopause, obesitas, sterilisasi tuba, dan penyakit koagulopati yang diderita
sebelumnya. PUA dialami pada perempuan saat awal remaja dan kebanyakan
anovulasi teridentifikasi sebagai etiologi terbanyak. Pada usia ini terkait dengan
imaturitas aksis hipotalamus-pituitari-ovarian. Menorhagia juga meningkat pada
usia di atas 40 tahun. Selain itu, indeks massa tubuh > 27 kg/m 2 meningkatkan
risiko PUA 3 kali lebih besar dibandingkan yang memiliki indeks masa tubuh <
27 kg/m2.3,4
Tatalaksana perdarahan uterus abnormal, antara lain medikamentosa nonhormonal, hormonal, dan operatif. Walaupun histerektomi dipertimbangkan
sebagai terapi definitif PUA yang tidak terkait etiologi, tetapi lebih dipilih terapi
yang kurang invasif sehingga mengurangi risiko terhadap pasien.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah perubahan daripada volume, pola, atau
durasi aliran darah menstruasi. PUA akut didefinisikan sebagai perdarahan
menstruasi yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk
mencegah kehilangan darah. PUA akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik
atau tanpa riwayat sebelumnya. 1,2 Sedangkan PUA kronik merupakan terminologi
untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. 1,2 Kondisi
ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan PUA akut.
Terakhir, perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan
yang terjadi diantara 2 siklus menstruasi yang teratur. Perdarahan dapat terjadi
kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini
ditujukan untuk menggantikan terminologi metrorrhagia.1,2,3
jarang, ujung polip mengalami nekrotik atau ulserasi sehingga dapat menimbulkan
perdarahan terutama pasca senggama.
Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA.
Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas. Diagnosis dari polip
bisa ditegakkan berdasarkan x-ray, laboratorium dan pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan histerosalpingogram atau saline infusion sonohysterography. Pada
pemeriksaan sitologi vagina akan terlihat tanda tanda infeksi dan sering adanya
sel yang atipikal, pemeriksaan darah dan urin tidak terlalu signifikan. Polip dapat
dilihat dengan spekulum atau dengan histeroskopi. Terkadang beberapa polip
hanya ditemukan saat dilakukan D & C pada saat investigasi penyebab AUB.
Polip bisa terinfeksi oleh beberapa kuman antara lain, staphylokokus atau
streptokokus atau beberapa patogen lain. Infeksi serius dapat terjadi setelah
pengangkatan polip. Antibiotik spektrum luas harus diberikan saat ada tandatanda infeksi.
Karena pada umumnya polip bertangkai dan dasarnya mudah terlihat, maka
dapat diekstirpasi dengan mudah. Setelah melakukan pemutaran tangkai, biasanya
juga dilakukan pembersihan dasar tangkai dengan kuret. Untuk meminimalisir
jumlah perdarahan dapat dilakukan pemutusan tangkai polip dengan kauter
unipolar/bipolar. Apabila jumlah polip lebih dari satu dan dasar polip menjadi sulit
untuk dilihat secara langsung, sebaiknya dilakukan tindakan dilatasi serviks
sebelum tindakan.
2.2.2. Adenomiosis (PUA-A)
Adenomiosis adalah ditemukannya jaringan stroma dan kelenjar endometrium
ektopik pada lapisan miometrium. Dapat bermanifestasi sebagai nyeri haid, nyeri
saat koitus, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau
nyeri pelvik kronik. Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan
uterus abnormal.2,7
Kriteria
adenomiosis
ditentukan
berdasarkan
kedalaman
jaringan
2:1.2,10
Ekosanoid
yang
diproduksi
leukosit
melalui
kerja
ovulatorik, produksi
terjadi peningkatan relatif prostaglandin E2, yang merupakan vasodilator dan anti
agregasi platelet, menyebabkan bertambahnya perdarahan. Kontraksi uterus tidak
terjadi dan tidak nyeri adalah tanda dari siklus anavolusi.1,2, 5, 10
Etiologi perdarahan uterus abnormal yang paling sering adalah perdarahan
karena sinambung estrogen / estrogen withdrawal bleeding atau perdarahan lucut
estrogen / estrogen breakthrough bleeding pada pasien dengan siklus
anovulatorik.1,2,3,10
Pada kasus progesteron negatif menyebabkan inhibisi sintesa DNA dan
mitosis, respon proliferatif estrogen menyebabkan pertumbuhan endometrium
dengan integritas matrik stroma yang lemah sehingga terjadi pelepasan spontan.
Pada keadaan normal terjadi mekanisme kontrol yang membatasi menstruasi,
perdarahan dapat berkepanjangan dan eksesif pada keadaan tanpa progesteron.
Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus.
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi
perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi, dahulu
termasuk dalam kriteria perdarahan uterus abnormal (PUD). Gejala bervariasi
mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan menstruasi
banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarioum polikistik,
hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau
olahraga berat yang berlebihan.2,10
10
: monofasik
- biopsi endometrium
: atrofi, proliferatif
- sitologi
- uji pakis
: positif
- progesteron
: serum rendah
- gonadotrofin
: LH rendah
- hiperfungsi adrenal
: testosterone tinggi
- hipotiroid PRL
: tinggi
lokal
endometrium.
Diagnosis
PUA-E
ditegakkan
setelah
11
12
13
2.3. Diagnosis
2.3.1. Penilaian Umum
Wanita pada usia reproduktif dengan pendarahan pervaginam akut atau kronik
perlu dipikirkan AUB, klinisi akan memeriksa secara cermat untuk memastikan
bahwa pendarahan tidak berhubungan dengan kehamilan yang tidak terdiagnosis
dan berasal dari kanalis servikalis, bukan dari lokasi yang lain. Adanya kehamilan
dapat didiagnosis dengan kombinasi anamnesis secara langsung dan -HCG
14
dimana
pendarahan
berhubungan
dengan
AUB-O,
ditandai
untuk wanita lain yang akan menjalani operasi, tes lebih jauh
diperlukan, sering diikuti dengan konsultasi yang dipimpin oleh hematologis. Tes
tersebut termasuk faktor von Willbrand, kofaktor ristocetin, dan pengukuran
lainnya, jika hasilnya positif maka wanita tersebut dikategorikan sebagai C1.
Dengan kesepakatan, seseorang dengan AUB yang berhubungan dengan
penggunaan terapi antikoagulasi juga dikategorikan C1.2
2.3.4. Evaluasi Endometrium
Sampel endometrium tidak dibutuhkan untuk semua pasien dengan AUB, sampel
ini untuk melakukan pendekatan identifikasi pada wanita yang memerlukan.
Pasien yang dipilih untuk sampel endometrial berdasarkan kombinasi yang
mencerminkan adanya resiko hiperplasia tipikal atau karsinoma. Beberapa laporan
15
dan panduan menggunakan beberapa kombinasi seperti umur, pribadi dan faktor
genetis. Dan skrining TVUS untuk menilai ketebalan echo-komplek endometrial
untuk menentukan pasien mana yang akan menjalani sampel endometrial.
Walaupun beberapa penelitian mengindikasikan umur tidak penting untuk variabel
independent. Kebanyakan disarankan sampel endometrial ditujukan untuk semua
wanita diatas umur tertentu.biasanya 45 tahun. Wanita dari keluarga dengan
sindrom poliposis colorectal herediter mempunyai resiko kanker endometrial lebih
dari 60 persen, dengan rata-rata umur saat diagnosis umur 48-50 tahun. Mengacu
pada struktur panduan, AUB persisten yang tidak diketahui atau tidak diobati
secara
adekuat
membutuhkan
sampel
endomtrium,
jika
memungkinkan
16
dari
anamnesa dan
elemen lain dari situasi klinis, seperti umur pasien, penampakan gangguan kronis
ovulasi, atau adanya faktor resiko lain dari hiperplasia enometrium atau
keganasan. Bagi mereka yang memiliki peningkatan resiko, biopsi endometrial
kemungkinan dilakukan. Jika didapatkan resiko anomali struktur, sebagian jika
sebelumnya pengobatan tidak berhasil, evaluasi dari uterus termasuk pencitraan,
setidaknya skrining TVUS. Sampai gambaran USG mengindikasikan endometrial
normal. Itu akan menggunakan satu atau keduanya, histeroskopi dan infus saline
sonografi (SIS) untuk menentukan
17
dievaluasi
paling
utama
dengan
kombinasi
ultrasonografi
2.4. Tatalaksana
2.4.1. Medikamentosa non-hormonal
2.4.1.1 Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen
akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi
fibrindegradation products (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai
agen antifibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor-faktor yang memicu
18
ditujukan
menurunkansintesa
untuk
menghambat
prostaglandin
pada
siklooksigenase,
endometrium.
dan
akan
Prostaglandin
mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat dalam respon inflamasi, jalur
nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. OAINS dapat mengurangi jumlah
darah haid hingga 20-50 persen. Pemberian OAINS dapat dimulai sejak
perdarahan hari pertama atau sebelumnya hingga perdarahan yang banyak
berhenti. Efek samping yang dapat ditimbulkan termasuk gangguan pencernaan,
diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus peptikum hingga
kemungkinan terjadinya perdarahan dan peritonitis.13,15,16
2.4.2. Medikamentosa hormonal
2.4.2.1 Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang
digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48 jam.
Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat antiemetik seperti promethazine 25 mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam
sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan
aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja untuk
memicu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar
fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses agregasi trombosit dan permeabilitas
pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesteron akan meningkat sehingga
diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih
19
baik. Efek samping berupa gejala akibat efek estrogen yang berlebihan seperti
perdarahan uterus, mastodinia, dan retensi cairan.1,13,16
2.4.1.2 Pil Kontrasepsi Kombinasi
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat
endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah
4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan
dengan 2x1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu.
Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil
kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya
ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan secara
kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek
samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan,
payudara tegang, deep vein thrombosis, stroke, dan serangan jantung.1,15,16
2.4.1.3 Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel endometrium,
sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih
rendah dibandingkan dengan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin
yang lama dapat memicu efek anti mitotik yang mengakibatkan terjadinya atrofi
endometrium. Progestin dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu.
Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu
berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, maka
dosis progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi
sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai hari ke 14.
Pemberian progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi
kombinasi apabila terdapat kontra-indikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan
pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark
miokard, kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit
kuning akibat kolestasis, kanker hati).1,16
20
Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1x10 mg,
noretisteron asetat dengan dosis 2-3x5 mg, didrogesteron 2x5 mg atau
nomegestrol asetat 1x5 mg selama 10 hari per siklus. Apabila pasien mengalami
perdarahan pada saat kunjungan, dosis progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari
hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian
berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti.
Pemberian progestin secara kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya
untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan, yaitu : pemberian progestin
oral : MPA 10-20 mg per hari, pemberian DMPA setiap 12 minggu atau
penggunaan LNG IUS. Adapun efek samping yang ditimbulkan peningkatan berat
badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan
timbul perasaan depresi.1
2.4.1.4 Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17aetiniltestosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk
menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap
reseptor estrogen di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis
tinggi 200 mg atau lebih perhari dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan
menstrual hebat. Danazol dapat menurunkan hilangnya darah menstruasi kurang
lebih 50% bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding
dengan AINS atau progestogen oral. Dengan dosis lebih dari 400mg per hari dapat
menyebabkan amenorea. Efek sampingnya dialami oleh 75% pasien yakni:
peningkatan berat badan, kulit berminyak, jerawat, perubahan suara.1,15,16
2.4.1.5 Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor GnRH
padahipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek
pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada pelepasan hormon
gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan pada wanita dengan
kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat membuat penderita menjadi
amenorea. Dapat diberikan leuprolide acetate 3.75mg intra muskular setiap 4
minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi
21
kuretasi
histerektomi
ablasi endometrium14,15,16
2.4.3.1 Kuretase
Dalam kurun waktu yang cukup lama kuret dianggap sebagai terapi perdarahan
uterus abnormal. Tidak pernah ada laporan tentang efektifitas kuretasi dalam
penanganan perdarahan uterus abnormal dan kuretasi bukan merupakan terapi
yang efektif sehingga untuk saat ini tidak direkomendasikan.15,16
2.4.3.2 Histerektomi
Penyembuhan total dan mengangkat setiap patologi. Wanita diatas 40 tahun,
histerektomi dianjurkan pada semua kasus dengan perdarahan persisten atau
berulang dan respon terapi medis tidak komplit. Pilihan terakhir pada wanita
reproduktif.15,16
Melalui penelitian prosfektif multisenter mendapat angka morbiditas
histerektomi per abdominal dan transvaginal 44,0 % dan 27,3 % dengan angka
mortalitas histerektomi pada kelainan jinak ginekologi 15/10.000 kasus(15).
Morbiditas laparoskopi histerektomi yang dilaporkan oleh Garry dan Phillips
sekitar 15,6 %. dan lama rawat inap lebih singkat.15
22
dalam
perkembangannya
histerektomi
mulai
ditinggalkan
dalam
23
24
BAB III
LAPORAN KASUS
: ARI
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 39 tahun
Status Nikah
: Menikah
Agama
: Hindu
Suku/Bangsa
: Bali/Indonesia
Pendidikan
: Tamat SMA
Pekerjaan
Alamat
Tanggal pemeriksaan
: 8 Januari 2013
3.2. Anamnesa
Keluhan Utama
Mengalami menstruasi lebih dari 1x dalam sebulan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang mengeluh mengalami siklus menstruasi yang lebih dari 1x dalam
sebulan sejak 1 tahun yang lalu. Tiap mengalami menstruasi, darah yang keluar
tidak banyak, pembalut diganti 2x dalam sehari selama 5-7 hari. Kemudian
25
26
: 110/70 mmHg
RR
: 20 x/mnt
27
: 80 x/mnt
tax
: 37,10 C
TB/BB
: 157 cm / 71 kg
Status General
Keadaan umum: Baik
GCS : E4V5M6
Paru
Edema -
Status Ginekologi
Abdomen
Insp. v/v
: p (-)
flx (-), fl (-).
Terdapat benjolan pada OUE, ukuran 2x2 cm, hiperemi,
serviks erosi (-), ulkus (-)
VT
28
CU AF b/c ~ N
AP nyeri -/- masssa -/-
CD taa
Hb
: 11,2 g/dl
WBC : 4,7
PLT
: 268 103/mm3
RBC
: 4,69 106/mm3
HCT
: 35,7 %
CT
: 630 menit
BT
: 130 menit
3.6. Penatalaksanaan
Pdx
Tx
Mx
KIE
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien seorang perempuan usia 39 tahun sudah menikah datang
diantar keluarga ke poli kebidanan RSUD Sanjiwani Gianyar dengan keluhan
mengalami menstruasi yang lebih dari 1x dalam 1 bulan sejak 1 tahun yang lalu.
Tiap mengalami menstruasi, darah yang keluar tidak banyak, pembalut diganti 2x
dalam sehari selama 5-7 hari. Kemudian menstruasi kembali seminggu kemudian.
Keluhan ini tidak mengganggu aktivitas, pasien masih bisa melakukan aktivitas
kesehariannya dengan baik. Keluhan terasa paling berat saat pasien merasa letih
sehingga darah menstruasi lebih banyak keluar dan nyeri perut yang jarang-jarang.
Dilihat dari segi usia, pasien berumur 39 tahun, di mana usia ini tergolong usia
mendekati menopause. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami
perdarahan menstruasi yang tidak normal, disertai juga siklus menstruasi yang
tidak teratur (perdarahan di luar siklus haid) dengan volume dan frekuensi yang
lebih sering, namun pada pasien tidak didapatkan tanda-tanda anemia. Dari
anamnesis maka dapat dipikirkan bahwa kemungkinan pasien ini mengalami
perdarahan uterus abnormal yaitu polimenorhagia yang banyak kemungkinan
etiologinya (PALM-COEIN). Untuk menegakkan diagnosis pastinya dilakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang.
Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tergolong baik dengan GCS
E4V5M6. Tidak terlihat tanda-tanda anemia seperti lemah, letih, lesu, mata
berkunang-kunang, kurang bergairah dan pucat pada konjungtiva. Dari palpasi
abdomen diketahui tinggi fundus uteri tidak teraba, tidak teraba adanya masa
padat. Pada pemeriksaan dalam tidak didapatkan adanya pembukaan ostium uteri
eksternum (OUE), adanya perdarahan dari OUE dan teraba massa, konsistensi
kenyal, mobile, ukuran 2x2 cm. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
30
yang dilakukan tersebut maka dapat dipastikan perdarahan berasal dari vagina
sehingga dapat menyingkirkan penyebab perdarahan dari tempat lain.
Dari pemeriksaan tes kehamilan didapatkan hasil negatif sehingga
diagnosis banding kehamilan dengan komplikasi dapat disingkirkan.
Kendati demikian jika halnya dari anamnesis dan pemeriksaan fisik saja
mungkin cukup sulit untuk memastikan penyebab pasti dari polimenorhagia. Oleh
karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain adalah pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dan tes
kehamilan. Pada pemeriksaan darah lengkap yang sudah dilakukan untuk
mempersiapkan pasien sebelum operasi. Pada kasus ini tidak ditemukan kadar Hb
yang menurun sebagai akibat tersering dari perdarahan yang terjadi, sehingga
jika ditemukan penurunan kadar Hb akan menguatkan ke arah anemia sebagai
komplikasi tersering dari polimenorhagi. Pemeriksaan darah dan urin tidak terlalu
signifikan untuk menunjang diagnosis.
Untuk membantu menegakkan diagnosis pasti penyebab polimenorhagi,
dilakukan pemeriksaan yang rutin dilakukan pada kasus polimenorhagi yaitu
biopsi endometrium. Pada kasus ini, pemeriksaan yang akan dilakukan adalah
dilatasi dan kuretase untuk mengambil sediaan jaringan endometrium yang
selanjutnya dilakukan pemeriksaan patologi. Namun karena pada kasus ini terlihat
ada polip maka akan dilakukan dengan mengambil sediaan jaringan polip yang
selanjutnya dilakukan pemeriksaan patologi.
Pada pasien ini, tindakan penanganan yang akan diambil adalah tindakan
ekstirpasi dengan mengevaluasi terlebih dahulu keadaan umum pasien dan
tindakan dilatasi dan kuretase untuk pemeriksaan patologi. Pada kasus ini pada
saat pasien MRS dari pemeriksaan penunjang semua masih dalam batas normal.
Adapun penanganan yang akan dilakukan pada kasus ini adalah:
a. Ekstirpasi
Ekstirpasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan sim spekulum,
klem dan gunting. Polip hanya dipelintir, diklem, lalu gunting. Dan sisa
31
tangkai biasanya akan dikuret. Tujuan dari kuret dan ekstirpasi ini bukan
hanya sebagai pengobatan melainkan juga untuk mengambil sediaan
jaringan endometrium/polip yang bertujuan mencari penyebab dari
polimenorhagi.
32
BAB V
RINGKASAN
Telah dilaporkan suatu kasus pada seorang wanita usia 39 tahun dengan
polimenorhagia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Rencana penatalaksanaan polimenorhagia pada kasus
ini adalah tindakan ekstirpasi dan mengambil jaringan polip untuk pemeriksaan
patologi, dan medikamentosa. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan PA dan
hasilnya tidak mendukung kearah AUB P, maka kemungkinan penyebabnya
adalah AUB I (Iatrogenik) karena pemakaian KB Implant (Norplan).
33