PENDAHULUAN
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pada tahap usia tertentu banyak pria
mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini
merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
BPH adalah tumor jinak yang paling umum pada pria, dan angka
kejadiannya
berhubungan
dengan
usia.
Prevalensi
histologis
BPH
pada
pemeriksaan otopsi meningkat, dari sekitar 20% pada pria usia 41-50 tahun, menjadi
50% pada usia 51-60 tahun dan lebih dari 90% kasus pada pria berusia lebih dari 80
tahun. Walaupun bukti klinis dari penyakit terjadi kurang sering, tetapi gejala
obstruksi prostat juga berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun, sekitar 25%
pria melaporkan gejala obstruksi saat berkemih. Pada usia 75 tahun, 50% pria
mengeluhkan berkurangnya tenaga dan ukuran dari aliran kencingnya. Faktor risiko
berkembangnya BPH masih sedikit dipahami.
Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat
sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang
kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan
kemudian bermanifes dengan gejala klinik.
Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi
saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara
mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif hingga tindakan
operasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
oleh
kapsul
fibromuskuler,yang
terletak
disebelah
inferior
vesika
urinaria,
mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah
anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar
yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Pada bagian anterior digantung oleh ligamentum pubo-prostatika yang
melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat
vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers
berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya
dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut.
Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan
secara oblique dan bermuara pada veromentanum didasar uretra prostatika persis
dibagian proksimal spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat
pada bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya terdapat
diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal
membungkus otot levator ani yang tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih
lemah oleh karena ototnya lebih sedikit dan fasia lebih tipis.
Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior, medial,
lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas 4
bagian utama:
1.
2.
3.
4.
Prostat diperdarahi oleh arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna arteri
hemoroidalis medialis. Arteri utama memasuki prostat pada bagian infero-lateral
persis dibawah bladder neck, ini harus diligasi atau didiatermi pada waktu operasi
prostatektomi. Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus vena periprostatika
yang berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian dialirkan ke vena iliaka
interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakral. Oleh karena struktur
mengeluarkan lebih kurang 0,5 ml cairan prostat tetapi fungsi pasti cairan ini belum
diketahui, paling tidak sebagai medium pembawa sperma.
Prostat adalah organ yang bergantung kepada pengaruh endokrin, dapat
dianggap imbangannya (counterpart) dengan payudara pada wanita. Pengetahuan
mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti, tetapi pada pengebirian kelenjar
prostat jelas akan mengecil. Jadi prostat dipengaruhi oleh hormon androgen,
ternyata bagian yang sensitive terhadap androgen adalah bagian perifer, sedangkan
yang sensitive terhadap estrogen adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua
bagian tengahlah yang mengalami hiperplasia, oleh karena sekresi androgen yang
berkurang sedangkan estrogen bertambah secara relatif ataupun absolut.
2.3
Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah
Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim
aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia
pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan
untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi
faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran
prostat.
Pada keadaan
normal
hormon
gonadotropin
hipofise
akan
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya
kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi
sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya
proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi
sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan
sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98%
akan terikat oleh globulin menjadisex hormon binding globulin (SHBG).
Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas
inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati
membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron
direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang
kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor
complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi
reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian
melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan
menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.5,6,8,10
2.5
Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
melawan resistensi uretra.
Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan tidak lengkap pada tiap
miksi sehingga interval miksi menjadi lebih pendek.
Frekuensi biasa terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus spingter dan uretra berkuang selama tidur
Urgensi dan disuria jarang terjadi, dan jika ada disebabkan oleh
ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
obstuksi jalan kemih berarti penderita haus menunggu pada permulaan miksi,miksi
terputus, menetes pada akhi miksi,pancaran miksi menjadi lemah, rasa belum puas
setelah miksi dan gejala iitatif yaitu betambahnya frekuensi miksi, noktuia, miksi sulit
ditahan, dan nyeri pada waktu miksi. Gejala obstruksi disebabkan oleh karena
dektrusor gagal berkontaksi cukup lama sehingga kontraksi terputus putus,
sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan yang tidak sempurna
saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika.,
sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh, keadaan membuat
sistem skoring untuk menentukan besarnya keluhan klinik penderita prostat
Hiperplasia.
Disamping skoring menurut Boyarsky, dikenal juga sistem skoring lain
misalnya menurut Masden dan Iversen (1983), Flower dan kawan kawan (1988),
skoring Denmark (Hald dkk., 1991),skoring Ameica Urological Association (AUA,
1991). Derajat berat gejala klinik prostat Hiperplasia ini dipakai untuk menentukan
derajat berat keluhan subyektif , yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya
volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi
miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi paada malam
hari disebut nokturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kotikal selama
tidur dan juga menurunkan tonus sfingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya
disebabkan oleh karena prostat volumenya terlalu besar. Apabila vesika menjadi
dekompensasi, maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih
ditemukan sisa urin didalam vesika, hal ini menyebabkan rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Jika hal ini berlanjut setiap saat akan terjadi kemacetan total, sehingga
penderita tidak bisa miksi lagi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka
suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesika
akan naik terus dan jika tekanan intravesika ini akan naik terus maka dan apabila
tekanan vesika akan menjadi lebih tinggi dari tekanan spingter akan terjadi
Manifestasi Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat, dan kekuatan kontraksi otot
detrusor7,10,11
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas
leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi
belum dirasakan.8
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga
vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara
klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas +
sisa urin > 150 ml.8
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi
yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic
Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan
dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut
kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat
dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan
mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang
diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
International Prostatic Symptom Score
Pertanyaan
Tidak
terakhir
sekali
a.
Adakah
<20%
<50%
50%
>50%
Hampir selalu
anda
setelah
berkemih
b. Berapa kali anda
berkemih lagi dalam
waktu 2 menit
c. Berapa kali terjadi
arus
urin
berhenti
sewaktu berkemih
d. Berapa kali anda
tidak dapat menahan
untuk berkemih
e. Beraapa kali terjadi
arus lemah sewaktu
memulai kencing
tidur
kesulitan
anda
memulai
untuk berkemih
g. Berapa kali anda
bangun
berkemih
untuk
di
malam
hari
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa
faktor pencetus, antara lain:
Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman
yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah
yang berlebihan
Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas
seksual atau mengalami infeksi prostat akut
Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi
otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara
lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik. 7
Diagnosis
Adakah asimetris
Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba
Elektrolit
Gula darah
Sedimen
3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat,
adanya
urine
ditemukan
mikrohematuria.
Sistografi
dapat
sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau
batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan
mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika
dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.
6. MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam
macam potongan.
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju
pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran
melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15
ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin
yang dihasilkan.
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan
uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah
obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk
membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan
pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.Dengan cara
ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat
diukur.
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara
sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur
berapa volume urin yang masih tinggal atau ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan
membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal
sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat
melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada
penderita prostat hipertrofi.3,6,8,10,11
2.8 Penatalaksanaan
Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan
teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah
minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang
tinggi. Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting,
medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal invasif 3.
Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS 3)
1.
Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar
mengurangi nokturia.
2.
3.
Mengurangi kopi.
4.
Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil.
Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa:
skoring, uroflowmetri, dan TRUS.
5.
Terapi Medikamentosa
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa).
Terdapat tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional,
Fitoterapi
Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa
dan baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari
tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal
serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale
cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan
keamanannya3.
di RS lebih singkat. Prostat yang lebih besar memerlukan tindakan bedah terbuka,
tergantung dengan pilihan dan pengalaman dari urologist. Angka kematian rendah
dalam masing-masing prosedur (12%). Potensi risiko tertinggi jika pendekatan
transperineal digunakan, tetapi impotensi kadang-kadang terjadi setelah reseksi
prostat transuretra.Pendekatan alternative dalam penatalaksanaan BPH adalah
transurethral incision of the prostate (TUIP). Prosedur ini terdiri dari insisi prostat
pada leher VU ke atas verumontanum, sehingga memungkinkan ekspansi seluruh
uretra prostat. Terutama efektif ketika titik primer obstruksi disebabkan di "median
bar" atau bibir leher VU letak tinggi posterior.Terapi alternatif lainnya yang kini
sedang berkembang adalah teknik minimally invasive seperti transurethral
vaporization,
laser
prostatectomy,
transurethral
microwave
thermotherapy,
transurethral needle ablation, dan high intensity focused ultrasound ablation of the
prostate.Prognosis kebanyakan pasien dengan gejala yang khas BPH dapat
mengalami perbaikan dan peningkatan fungsi kemih.
Prostatektomi digolongkan dalam 2 golongan 3:
1. Prostatektomi terbuka :
a.
b.
c.
2. Prostatektomi tertutup :
a.
Reseksi transuretral.
b.
Bedah beku
puluh
lima
persen
Komplikasi
prostatektomi
jangka
pendek
dapat dilakukan
adalah
perdarahan,
dengan
infeksi,
panjang
adalah
struktur
uretra,
ejakulasi
retrograd
(75%),
inkontinensia (<1%),>3.
Terapi laser
Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium YAG.
Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang
dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of
the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy3. Keuntungan terapi laser adalah
perdarahan minimal, jarang terjadinya sindrom TUR, mungkin dilakukan pada pasien
yang menjalani terapi antikoagulan, dan dapat dilakukan tanpa perlu dirawat di
rumah sakit3. Kerugiannya di antaranya tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan
histopatologi, diperlukan waktu pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan iritatif
yang lebih banyak, dan harga yang mahal1,2. Efek samping yang pernah dilaporkan
di Indonesia adalah perdarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%), retensi (19%),
ejakulasi retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%).
Microwave hyperthermia
Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra
atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi.
Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat
mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan
panas, sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di
jaringan prostat.
Intraurethral stent
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk
mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan
harapan hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan anestesi atau pembedahan
2.9
Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera
ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2
pada pria setelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan
berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.
2.10
Pencegahan
Sekarang sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu
2.
3.
4.
5.
BAB 3
LAPORAN KASUS
: Tn. B
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 58 tahun
Bangsa
: Jawa
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
Alamat
: Talun
No MR.
: 245***
3.2 Anamnesis
Keluhan Tambahan :
BAK sedikit-sedikit sehingga tidak puas, saat buang air kecil kadang
menetes.
Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang pernah menderita penyakit seperti
ini.
: tidak ada
b. Trauma terdahulu
: tidak ada
c. Operasi
: tidak ada
d. Sistem saraf
: tidak ada
e. Sistem kardiovaskuler
: tidak ada
f. Sistem gastrointestinal
: tidak ada
g. Sistem urinarius
: tidak ada
h. Sistem genitalis
: tidak ada
i. Sistem muskuloskeletal
: tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis, GCS 456.
1. Tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suhu
: 140/90 mmHg
: 72x/mnt
: 18 x/mnt
: 36,4 C
2. Kepala
Conjunctiva anemis -/Sclera icteric -/Palpebra edema -/3. Thoraks
Jantung
Paru
- -
- -
4. Abdomen
- Inspeksi
- Perkusi
Hepar
Lien
Ginjal
: ballotement (-/-)
Perkusi
Perkusi
8. Ekstremitas
Pemeriksaan
Kiri
Bawah
Kanan
Kiri
Hangat
Hangat
Hangat
Hangat
kering
kering
kering
kering
Anemis
Edema
Ekstremitas
Akral
Capillary
Atas
Kanan
<2 detik
Time
9. Status Neurologis
GCS : 456
PBI : 2mm l 2mm
RC : + l + RK : + l +
Motorik : 5
5
5
5
MS : (-), KK : (-)
10. Genitalia
o Inspeksi
Pemeriksaan Laboratorium
Darah lengkap :
Hb
: 14,7
Leukosit : 8000
Hematokrit
: 44
Eritrosit
: 5,09
MCV
:87
MCH
: 29
MCHC
: 33
Hitung jenis
: 1/3/0/62/28/6
Trombosit:
: 261000
LED
: 16
RDW
: 17,2
Hemostatis :
Masa pembekuan
: 12
Masa perdarahan
: 3,30
Fungsi hati :
Albumin
: 3,50
Globulin
: 2,14
Protein total
: 5,64
SGOT
: 15
SGPT
: 16
Fungsi ginjal :
Asam urat
Kreatinin
: 1,3
Ureum
: 45
Elektrolit :
Na
: 139
: 4,00
Cl
: 108
: 48
Urinalisa :
Warna
: kuning keruh
Berat jenis
: 1025
Ph
: 6,0
Albumin
: +1
Glucosa
:-
Keton
:-
Bilirubin
:-
Darah samar
: +3
Nitrit
: +1
Urobilinogen
: 0,2
Sedimen
Leuko
: 1-2/LP
Eritrosit
:-
Silinder
:-
Epitel
: +1
Bakteri
: +1
Cristal
Ca oxalat
:-
Karbonat
:-
Fosfat
:-
As.urat
:-
Amorf
:-
Sel ragi
:-
Diagnosa Banding
1. BPH (Benign Prostat Hiperplasia)
2. Ca Prostat
3. Prostatitis
Diagnosa Kerja
BPH (Benign Prostat Hiperplasia) grade II
Penatalaksanaan
-
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Neurodex 2x1
Rencana Edukasi
1. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita oleh
pasien, rencana pemeriksaan, dan rencana terapi yang akan dilakukan.
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
BAB 4
PEMBAHASAN
Diagnosa pada pasien ini adalah BPH (Benign prostate Hiperplasia) sebab
dari anamnesa pada pasien laki-laki umur 58 tahun, diketahui beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Pada pasien didapatkan keluhan buang air kecil nyeri sejak 1,5 bulan yang
lalu. Buang air kecil bewarna kuning seperti teh tanpa disertai darah dan tanpa
adaya pasir ketika buang air kecil. Buang air kecil nyeri dirasakan semakin hebat
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengeluh ketika buang air kecil nyeri dan sedikitsedikit sehingga tidak puas (Disuria), saat buang air kecil kadang menetes.
Sebelumnya, pasien mengakui adanya buang air kecil yang tidak bisa ditahan
(Urgency) terutama pada malam hari (Nocturia). Adanya demam disangkal oleh
pasien. Pasien mengatakan air seninya keluar sebanyak 3/4 gelas air mineral
perharinya (Frequency). Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma
prostatismus.
Dari pemeriksaan fisik pada inspeksi tidak didapatkan massa (benjolan).
Pada pemeriksaan rectal toucher Tonus sfingter baik, ampula rekti kosong, tidak
teraba benjolan, mukosa rekctum licin, prostat teraba membesar dengan permukaan
licin serta konsistensi kenyal . Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan
prostat teraba membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,
permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol
ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit
untuk diraba.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tekah dilakukan, semakin
menunjang bahwa keluhan yang diceritakan pasien kemungkinan disebabkan
karena pembesaran prostat. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemerikasaan
penunjang berupa pemeriksaan USG. Dari hasil USG didapatkan hasil hiperplasia
prostat grade II.
Pasien ini merupakan BPH dengan derajat II, jadi pembedahan yang
dilakukan adalah reseksi endoskopik melalui uretra (trans uretrhal resection= TUR).
Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang
menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.
Sampai saat ini, TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi BPH. Sembilan
puluh lima persen prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi 3. Komplikasi
jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi
karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah struktur uretra, ejakulasi
retrograd (75%), inkontinensia (<1%),>3.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mahummad
A.,
2008.,
Benigna
Prostate
Hiperplasia.,
http://ababar.blogspot .com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html., 3
Maret 2009
2. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar dasar urologi., Edisi
ke 2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 85
3. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of
benign prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ.
Campbells urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company;
1998.p.1429-52.
4. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC
5. Sylvia A. Price, dkk. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC