Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pada tahap usia tertentu banyak pria
mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini
merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
BPH adalah tumor jinak yang paling umum pada pria, dan angka
kejadiannya

berhubungan

dengan

usia.

Prevalensi

histologis

BPH

pada

pemeriksaan otopsi meningkat, dari sekitar 20% pada pria usia 41-50 tahun, menjadi
50% pada usia 51-60 tahun dan lebih dari 90% kasus pada pria berusia lebih dari 80
tahun. Walaupun bukti klinis dari penyakit terjadi kurang sering, tetapi gejala
obstruksi prostat juga berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun, sekitar 25%
pria melaporkan gejala obstruksi saat berkemih. Pada usia 75 tahun, 50% pria
mengeluhkan berkurangnya tenaga dan ukuran dari aliran kencingnya. Faktor risiko
berkembangnya BPH masih sedikit dipahami.
Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat
sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang
kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan
kemudian bermanifes dengan gejala klinik.
Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi
saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara
mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif hingga tindakan
operasi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Prostat


Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus (kerucut) terbalik yang dilapisi

oleh

kapsul

fibromuskuler,yang

terletak

disebelah

inferior

vesika

urinaria,

mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah
anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar
yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Pada bagian anterior digantung oleh ligamentum pubo-prostatika yang
melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat
vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers
berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya
dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut.
Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan
secara oblique dan bermuara pada veromentanum didasar uretra prostatika persis
dibagian proksimal spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat
pada bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya terdapat
diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal
membungkus otot levator ani yang tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih
lemah oleh karena ototnya lebih sedikit dan fasia lebih tipis.

Gambar 1. Kelenjar Prostat dan Uretra

Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior, medial,
lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas 4
bagian utama:
1.

Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini


merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang
glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4).

2.

Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular,


membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara
skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian
distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya terbuka untuk
menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluransaluran dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika
bagian distal.

3.

Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang


glandular, dikenal sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji
sekeliling duktus ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum
dan basisnya pada leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara
pada uretra prostatika bagian distal. Zona central dan perifer ini
membentuk suatu corong yang berisikan segmen uretra proximal dan
bagianventralnya tidak lengkap tertutup melainkan dihubungkan oieh
stroma fibromuskular.

4.

Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang


terkecil (5 %), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang
berbentuk silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona
transisional dan kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang
disebut sebagai kelenjar preprostatik.

Prostat diperdarahi oleh arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna arteri
hemoroidalis medialis. Arteri utama memasuki prostat pada bagian infero-lateral
persis dibawah bladder neck, ini harus diligasi atau didiatermi pada waktu operasi
prostatektomi. Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus vena periprostatika
yang berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian dialirkan ke vena iliaka
interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakral. Oleh karena struktur

inilah sering dijumpai metastase karsinoma prostat secara hematogen ke tulang


pelvis dan vertebra lumbalis.
Persarafan kelenjar prostat sama dengan persarafan kandung kemih bagian
inferior yaitu fleksus saraf simpatis dan parasimpatis. Aliran lymph dari prostat
dialirkan kedalam lymph node iliaka interna (hipogastrika), sacral, vesikal dan iliaka
aksterna
2.2

Fisiologi Kelenjar Prostat


Kelenjar prostat dikelilingi oleh otot polos yang berkontraksi selama ejakulasi,

mengeluarkan lebih kurang 0,5 ml cairan prostat tetapi fungsi pasti cairan ini belum
diketahui, paling tidak sebagai medium pembawa sperma.
Prostat adalah organ yang bergantung kepada pengaruh endokrin, dapat
dianggap imbangannya (counterpart) dengan payudara pada wanita. Pengetahuan
mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti, tetapi pada pengebirian kelenjar
prostat jelas akan mengecil. Jadi prostat dipengaruhi oleh hormon androgen,
ternyata bagian yang sensitive terhadap androgen adalah bagian perifer, sedangkan
yang sensitive terhadap estrogen adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua
bagian tengahlah yang mengalami hiperplasia, oleh karena sekresi androgen yang
berkurang sedangkan estrogen bertambah secara relatif ataupun absolut.
2.3

Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah

pertumbuhan berlebihan dari sel-sel (hiperplasia) kelanjar periuretral prostat yang


tidak ganas yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi
simpai bedah1.
2.4

Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia


prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua).7
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:

1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim
aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia
pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan
untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi
faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran
prostat.
Pada keadaan

normal

hormon

gonadotropin

hipofise

akan

menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol


pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi
penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan
penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan
hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen
oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian
yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian
perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming
growth factor, transforming growth factor 1, transforming growth factor 2,
dan epidermal growth factor.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang
mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya
kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi
sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya
proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi
sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan
sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98%
akan terikat oleh globulin menjadisex hormon binding globulin (SHBG).
Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas
inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati
membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron
direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang
kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor
complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi
reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian
melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan
menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.5,6,8,10
2.5

Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala

yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini


berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor
akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari

beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.


Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi
uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk
mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi
untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus 1. Dengan semakin meningkatnya
resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan
intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Adapun patofisiologi dari masing masing gejala adalah :

Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra


adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.

Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
melawan resistensi uretra.

Intermittency terjadi detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai


akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa puas sehabis miksi akan terjadi
karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli buli.

Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan tidak lengkap pada tiap
miksi sehingga interval miksi menjadi lebih pendek.

Frekuensi biasa terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus spingter dan uretra berkuang selama tidur

Urgensi dan disuria jarang terjadi, dan jika ada disebabkan oleh
ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

Inkontinensia bukan gejala khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit


urin keluar sedikit sedikit secara berkala karena setelah buli buli mencapai
compliance maksimum, tekanan dalam buli buli akan cepat naik melebihi
tekanan spingter.
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstuksi dan iritasi. Gejala dan tanda

obstuksi jalan kemih berarti penderita haus menunggu pada permulaan miksi,miksi
terputus, menetes pada akhi miksi,pancaran miksi menjadi lemah, rasa belum puas
setelah miksi dan gejala iitatif yaitu betambahnya frekuensi miksi, noktuia, miksi sulit
ditahan, dan nyeri pada waktu miksi. Gejala obstruksi disebabkan oleh karena
dektrusor gagal berkontaksi cukup lama sehingga kontraksi terputus putus,
sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan yang tidak sempurna
saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika.,
sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh, keadaan membuat
sistem skoring untuk menentukan besarnya keluhan klinik penderita prostat
Hiperplasia.
Disamping skoring menurut Boyarsky, dikenal juga sistem skoring lain
misalnya menurut Masden dan Iversen (1983), Flower dan kawan kawan (1988),
skoring Denmark (Hald dkk., 1991),skoring Ameica Urological Association (AUA,
1991). Derajat berat gejala klinik prostat Hiperplasia ini dipakai untuk menentukan
derajat berat keluhan subyektif , yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya
volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi
miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi paada malam
hari disebut nokturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kotikal selama
tidur dan juga menurunkan tonus sfingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya
disebabkan oleh karena prostat volumenya terlalu besar. Apabila vesika menjadi
dekompensasi, maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih
ditemukan sisa urin didalam vesika, hal ini menyebabkan rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Jika hal ini berlanjut setiap saat akan terjadi kemacetan total, sehingga
penderita tidak bisa miksi lagi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka
suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesika
akan naik terus dan jika tekanan intravesika ini akan naik terus maka dan apabila
tekanan vesika akan menjadi lebih tinggi dari tekanan spingter akan terjadi

inkontensia paradoks (overflow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan


terjadinya refluks vesiko urethral dan menyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelvio
kalises ginjal akan rusak dan adanya infeksi. Disamping kerusakan traktus urinarius
bagian atas akibat obstuksi kronik pendeita haus selalu mengedan pada waktu miksi
tekanan intraabdomen dapat meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan
terjadinya hernia, hemorroid,. Oleh karena selalu terdapat sisa kencing didalam
vesika maka akan terbentuk batu dalam vesika dan batu ini dapat menambah
keluhan iritasi dan menimbulkan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping
pembentukan batu retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya infeksi sehingga
terjadi sintitis dan apabila terjadi refluks dapat terjadi juga pyelonefitis.
2.6

Manifestasi Klinis

Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.

Gejala pada saluran kemih bagian bawah


Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala
obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena
penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang
membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan
atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder
emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat
masih tergantung tiga faktor, yaitu volume kelenjar periuretral, elastisitas leher

vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat, dan kekuatan kontraksi otot
detrusor7,10,11
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas
leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi
belum dirasakan.8
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga
vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara
klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas +
sisa urin > 150 ml.8
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi
yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic
Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan
dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut

kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat
dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:

Ringan : skor 0-7


Sedang : skor 8-19
Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica

urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan
mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang
diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
International Prostatic Symptom Score
Pertanyaan

Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan

Tidak

terakhir

sekali

a.

Adakah

<20%

<50%

50%

>50%

Hampir selalu

anda

merasa buli-buli tidak


kosong

setelah

berkemih
b. Berapa kali anda
berkemih lagi dalam
waktu 2 menit
c. Berapa kali terjadi
arus

urin

berhenti

sewaktu berkemih
d. Berapa kali anda
tidak dapat menahan
untuk berkemih
e. Beraapa kali terjadi
arus lemah sewaktu
memulai kencing

f. Berapa keli terjadi


bangun

tidur

kesulitan

anda

memulai

untuk berkemih
g. Berapa kali anda
bangun
berkemih

untuk
di

malam

hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa
faktor pencetus, antara lain:

Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman
yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah

yang berlebihan
Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas
seksual atau mengalami infeksi prostat akut
Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi
otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara
lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik. 7

Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(yang merupakan tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan
tanda dari infeksi atau urosepsis.

Gejala di luar saluran kemih


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering

mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan


intraabdominal.7
2.7

Diagnosis

2.7.1 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang
keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya
kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat.
Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

Adakah asimetris

Adakah nodul pada prostate

Apakah batas atas dapat diraba

Sulcus medianus prostate

Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba

membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,


permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas
atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat,
konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat
tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria
bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi
pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah
inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia
eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang
lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa
navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di
daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi


penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin
dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.

2.7.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi.
1. Pemeriksaan Darah : Ureum dan Kreatinin

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

2. Pemeriksaan Urin : Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi


atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam
mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan
untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan
vesica urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu
retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis,

divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma


prostat.

2. Pielografi Intravena (IVP)


Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:

Kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau


hidronefrosis

Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh


adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar
prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata
kail atau hooked fish

Penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,


divertikel, atau sakulasi vesica urinaria

Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat,

adanya

kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk


melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria dan
jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di
dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.
5. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan

urine

ditemukan

mikrohematuria.

Sistografi

dapat

memberikan gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau

sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau
batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan
mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika
dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.
6. MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam
macam potongan.

2.7.4 Pemeriksaan Lain


1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan
oleh :

Daya kontraksi otot detrusor


Tekanan intravesica
Resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju
pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran
melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15
ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin
yang dihasilkan.
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan
uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah
obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk
membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan
pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.Dengan cara
ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat
diukur.
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara
sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur
berapa volume urin yang masih tinggal atau ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan
membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal
sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat
melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada
penderita prostat hipertrofi.3,6,8,10,11

2.8 Penatalaksanaan
Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan
teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah
minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang
tinggi. Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting,
medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal invasif 3.
Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS 3)
1.

Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar
mengurangi nokturia.

2.

Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan).

3.

Mengurangi kopi.

4.

Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil.
Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa:
skoring, uroflowmetri, dan TRUS.

5.

Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.

Terapi Medikamentosa
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa).
Terdapat tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional,

yaitu dengan penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan


fitoterapi3.

Penghambat adrenergik a-1


Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan
pada otot polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat.
Dengan demikian, akan terjadi relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan
pada uretra pars prostatika menurun dan mengurangi derajat obstruksi. Obat
ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif cepat.
Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang
dapat menimbulkan keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan
rasa lemah (fatique). Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih
menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti berapa lama akan diberikan dan
apakah efektivitasnya akan tetap baik mengingat sumbatan oleh prostat
makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh
obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4
mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.

Penghambat enzim 5a reduktase


Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase,
sehingga testosteron tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan
demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan prostat menurun, sehingga tidak
akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan perbaikan
simptom setelah 6 bulan terapi. Salah satu efek samping obat ini adalah
menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5
mg/hari.

Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a


reduktase
Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim
5a reduktase pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada
1996. Terdapat penurunan skor dan peningkatan Qmax pada kelompok yang
menggunakan penghambat adrenergik a-1. Namun, masih terdapat keraguan
mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok
lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Fitoterapi
Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa
dan baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari
tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal
serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale
cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan
keamanannya3.

Terapi Bedah Konvensional


Penatalaksanaan Indikasi managemen operasi adalah penurunan fungsi
ginjal dan gejala-gejala lain yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Karena
derajat obstruksi berjalan dengan lambat pada kebanyakan pasien, terapi
konservatif dapat juga adekuat. Obat-obatan yang merelaksasi kapsul prostat dan
spinter internal (-adrenergic blocking agent) atau yang menurunkan volume prostat
(5 -reductase inhibitor atau antiadrogen) telah dicoba dengan tingkat keberhasilan
yang cukup tinggi.
Penatalaksanaan prostatitis kronik adalah untuk mengurangi gejala. Resolusi
dari komplikasi sistitis biasanya akan dapat tercapai. Dalam rangka melindungi tonus
vesikal, pasien sebaiknya diperingatkan agar segera BAK ketika terjadi urgensi.
Memaksa cairan urin keluar dalam waktu yang pendek menyebabkan pengisian VU
yang cepat, dan menurunkan tonus vesikal; ini adalah penyebab umum dari retensi
urin akut dan oleh sebab itu harus dihindari. Pasien-pasien dengan gejala obstruksi
urin sebaiknya menghindari pemakaian obat flu termasuk antihistamin, karena juga
dapat menyebabkan retensi urin. Terapi konservatif ini hanya sementara
menolong.Kateterisasi diharuskan untuk retensi urin akut. BAK spontan dapat
kembali normal, tetapi kateter sebaiknya dibiarkan terpasang selam 3 hari
sementara tonus detrusor kembali normal. Jika ini gagal, terapi konservatif atau
operatif diindikasikan.
Terdapat empat pendekatan klasik yang digunakan dalam prostatectomy:
transurethral, retropubic, suprapubic, dan perineal. Transurethral dipilih pada pasien
dengan berat prostat di bawah 50 g karena morbiditas lebih rendah dan perawatan

di RS lebih singkat. Prostat yang lebih besar memerlukan tindakan bedah terbuka,
tergantung dengan pilihan dan pengalaman dari urologist. Angka kematian rendah
dalam masing-masing prosedur (12%). Potensi risiko tertinggi jika pendekatan
transperineal digunakan, tetapi impotensi kadang-kadang terjadi setelah reseksi
prostat transuretra.Pendekatan alternative dalam penatalaksanaan BPH adalah
transurethral incision of the prostate (TUIP). Prosedur ini terdiri dari insisi prostat
pada leher VU ke atas verumontanum, sehingga memungkinkan ekspansi seluruh
uretra prostat. Terutama efektif ketika titik primer obstruksi disebabkan di "median
bar" atau bibir leher VU letak tinggi posterior.Terapi alternatif lainnya yang kini
sedang berkembang adalah teknik minimally invasive seperti transurethral
vaporization,

laser

prostatectomy,

transurethral

microwave

thermotherapy,

transurethral needle ablation, dan high intensity focused ultrasound ablation of the
prostate.Prognosis kebanyakan pasien dengan gejala yang khas BPH dapat
mengalami perbaikan dan peningkatan fungsi kemih.
Prostatektomi digolongkan dalam 2 golongan 3:
1. Prostatektomi terbuka :
a.

Prostatektomi suprapubik transvesikalis (Freyer)

b.

Prostatektomi retropubik (Terence Millin)

c.

Prostatektomi perinealis (Young)

2. Prostatektomi tertutup :
a.

Reseksi transuretral.

b.

Bedah beku

Open simple prostatectomy


Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas
100 gram, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat dilakukan dengan
teknik transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka memberikan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi daripada TUR-P1-2.
Terapi Invasif Minimal

Transurethral resection of the prostate (TUR-P)

Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang


menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.
Sampai saat ini, TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi BPH.
Sembilan
endoskopi3.

puluh

lima

persen

Komplikasi

prostatektomi

jangka

pendek

dapat dilakukan

adalah

perdarahan,

dengan
infeksi,

hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi karena bekuan darah. Komplikasi


jangka

panjang

adalah

struktur

uretra,

ejakulasi

retrograd

(75%),

inkontinensia (<1%),>3.

Transurethral incision of the prostate (TUIP)


Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan
dengan ukuran prostat kecil, yang sering terdapat hiperplasia komisura
posterior (leher kandung kemih yang tinggi) 3. Teknik ini meliputi insisi pada
arah jam 5 dan 7. Penyulit yang bisa terjadi adalah ejakulasi retrograd.

Terapi laser
Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium YAG.
Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang
dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of
the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy3. Keuntungan terapi laser adalah
perdarahan minimal, jarang terjadinya sindrom TUR, mungkin dilakukan pada pasien
yang menjalani terapi antikoagulan, dan dapat dilakukan tanpa perlu dirawat di
rumah sakit3. Kerugiannya di antaranya tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan
histopatologi, diperlukan waktu pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan iritatif
yang lebih banyak, dan harga yang mahal1,2. Efek samping yang pernah dilaporkan
di Indonesia adalah perdarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%), retensi (19%),
ejakulasi retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%).

Microwave hyperthermia
Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra
atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi.

Trans urethral needle ablation (TUNA)

Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat
mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan
panas, sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di
jaringan prostat.

High intensity focused ultrasound (HIFU)


Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi
ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus.

Intraurethral stent
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk
mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan
harapan hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan anestesi atau pembedahan

Transurethral baloon dilatation


Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa
prostatika dan leher kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran
prostat kurang dari 40 g, sifatnya sementara, dan jarang dilakukan lagi.

2.9

Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap

individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera
ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2
pada pria setelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan
berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.
2.10

Pencegahan
Sekarang sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu

mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang


kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto
menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat
menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses

pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5.


Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di
antaranya adalah :
1. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah
pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH
dapat berkembang menjadi kanker prostat.
2. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain
tidak terlalu berat.
3. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan
pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
4. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran
rangsangan ke susunan syaraf pusat.
5. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas
sperma.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
1.

Mengurangi makanan kaya lemak hewan

2.

Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium


(dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)

3.

Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari

4.

Berolahraga secara rutin

5.

Pertahankan berat badan ideal

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama

: Tn. B

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 58 tahun

Bangsa

: Jawa

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Alamat

: Talun

No MR.

: 245***

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : BAK Nyeri

Keluhan Tambahan :
BAK sedikit-sedikit sehingga tidak puas, saat buang air kecil kadang
menetes.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poli bedah pada tanggal 27 April 2015 dengan keluhan
buang air kecil nyeri sejak 1,5 bulan yang lalu. Buang air kecil bewarna
kuning seperti teh tanpa disertai darah dan tanpa adaya pasir ketika buang air
kecil. Buang air kecil nyeri dirasakan semakin hebat sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien mengeluh ketika buang air kecil nyeri dan sedikit-sedikit sehingga
tidak puas, saat buang air kecil kadang menetes. Sebelumnya, pasien
mengakui adanya buang air kecil yang tidak bisa ditahan terutama pada
malam hari. Adanya demam disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan air
seninya keluar sebanyak 3/4 gelas air mineral perharinya. Adanya nyeri
pada pinggang kanan yang menjalar sampai ke tungkai tidak ada. Riwayat
hipertensi diakui pasien > 3 tahun belakangan ini. Riwayat kencing manis
disangkal.

Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang pernah menderita penyakit seperti
ini.

Riwayat masa lampau


a. Penyakit terdahulu

: tidak ada

b. Trauma terdahulu

: tidak ada

c. Operasi

: tidak ada

d. Sistem saraf

: tidak ada

e. Sistem kardiovaskuler

: tidak ada

f. Sistem gastrointestinal

: tidak ada

g. Sistem urinarius

: tidak ada

h. Sistem genitalis

: tidak ada

i. Sistem muskuloskeletal

: tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis, GCS 456.
1. Tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suhu

: 140/90 mmHg
: 72x/mnt
: 18 x/mnt
: 36,4 C

2. Kepala
Conjunctiva anemis -/Sclera icteric -/Palpebra edema -/3. Thoraks
Jantung

: S1S2 tunggal, ictus invisible, palpable at ICS IV MCL S


LHM ~ ictus
RHM ~ sterna line dextra
: v v
rhonki - wheezing - S S

Paru

- -

- -

4. Abdomen
- Inspeksi

: rounded, bekas operasi (-), dilatasi vena (-)

- Auskultasi : bising usus (+)


- Palpasi

- Perkusi

: supel, nyeri tekan dinding perut(-), defense muscular (-)

Hepar

: tidak teraba membesar

Lien

: tidak teraba membesar

Ginjal

: ballotement (-/-)

: timpani, shifting dullness (-)

5. Status lokalis regio costovertebralis :


Inspeksi : benjolan (-)
Palpasi

: ballotement (-), nyeri tekan (-)

Perkusi

: nyeri ketuk CVA (-)

6. Status lokalis regio ureter pada regio suprapubik :


Palpasi

: nyeri tekan (-)

7. Status lokalis vesica urinaria pada regio suprapubik :


Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi

: buli tidak teraba penuh

Perkusi

: timpani, nyeri ketuk (-)

8. Ekstremitas
Pemeriksaan

Kiri

Bawah
Kanan

Kiri

Hangat

Hangat

Hangat

Hangat

kering

kering

kering

kering

Anemis

Edema

Ekstremitas
Akral

Capillary

Atas
Kanan

Refill <2 detik <2 detik <2 detik

<2 detik

Time
9. Status Neurologis
GCS : 456
PBI : 2mm l 2mm
RC : + l + RK : + l +

Motorik : 5
5

5
5

MS : (-), KK : (-)
10. Genitalia
o Inspeksi

: Tidak terdapat masa (benjolan).

o Dilakukan pemeriksaan Rectal Toucher :


Tonus sfingter baik, ampula rekti kosong, tidak teraba benjolan,
mukosa rekctum licin, prostat teraba membesar dengan permukaan
licin serta konsistensi kenyal .
o Handscone :
Darah (-) lendir (-) feses (-) terdapat bekas kotoran bewarna hitam (+).

Pemeriksaan Laboratorium
Darah lengkap :

Hb

: 14,7

Leukosit : 8000

Hematokrit

: 44

Eritrosit

: 5,09

MCV

:87

MCH

: 29

MCHC

: 33

Hitung jenis

: 1/3/0/62/28/6

Trombosit:

: 261000

LED

: 16

RDW

: 17,2

Hemostatis :

Masa pembekuan

: 12

Masa perdarahan

: 3,30

Fungsi hati :

Albumin

: 3,50

Globulin

: 2,14

Protein total

: 5,64

SGOT

: 15

SGPT

: 16

Fungsi ginjal :

Asam urat

Kreatinin

: 1,3

Ureum

: 45

Elektrolit :

Na

: 139

: 4,00

Cl

: 108

: 48

Urinalisa :

Warna

: kuning keruh

Berat jenis

: 1025

Ph

: 6,0

Albumin

: +1

Glucosa

:-

Keton

:-

Bilirubin

:-

Darah samar

: +3

Nitrit

: +1

Urobilinogen

: 0,2

Sedimen

Leuko

: 1-2/LP

Eritrosit

:-

Silinder

:-

Epitel

: +1

Bakteri

: +1

Cristal

Ca oxalat

:-

Karbonat

:-

Fosfat

:-

As.urat

:-

Amorf

:-

Sel ragi

:-

Pemeriksaan USG Urologi

Hasil USG : Hiperplasia Prostat gr II 53 gram

Diagnosa Banding
1. BPH (Benign Prostat Hiperplasia)
2. Ca Prostat
3. Prostatitis

Diagnosa Kerja
BPH (Benign Prostat Hiperplasia) grade II

Penatalaksanaan
-

Asam Mefenamat 3 X 500 mg

Ciprofloxacin 2 x 500 mg

Neurodex 2x1

Pro/ Closed prostatectomy (Transurethral Resection) dengan GA

Rencana Edukasi
1. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita oleh
pasien, rencana pemeriksaan, dan rencana terapi yang akan dilakukan.
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien

3. Menjelaskan kemungkinan perkembangan penyakit dan pentingnya


kerjasama pasien dan keluarga dalam pelaksanaan tindakan medis dan
pengobatan.

BAB 4
PEMBAHASAN
Diagnosa pada pasien ini adalah BPH (Benign prostate Hiperplasia) sebab
dari anamnesa pada pasien laki-laki umur 58 tahun, diketahui beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Pada pasien didapatkan keluhan buang air kecil nyeri sejak 1,5 bulan yang
lalu. Buang air kecil bewarna kuning seperti teh tanpa disertai darah dan tanpa
adaya pasir ketika buang air kecil. Buang air kecil nyeri dirasakan semakin hebat
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengeluh ketika buang air kecil nyeri dan sedikitsedikit sehingga tidak puas (Disuria), saat buang air kecil kadang menetes.
Sebelumnya, pasien mengakui adanya buang air kecil yang tidak bisa ditahan
(Urgency) terutama pada malam hari (Nocturia). Adanya demam disangkal oleh
pasien. Pasien mengatakan air seninya keluar sebanyak 3/4 gelas air mineral
perharinya (Frequency). Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma
prostatismus.
Dari pemeriksaan fisik pada inspeksi tidak didapatkan massa (benjolan).
Pada pemeriksaan rectal toucher Tonus sfingter baik, ampula rekti kosong, tidak

teraba benjolan, mukosa rekctum licin, prostat teraba membesar dengan permukaan
licin serta konsistensi kenyal . Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan
prostat teraba membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,
permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol
ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit
untuk diraba.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tekah dilakukan, semakin
menunjang bahwa keluhan yang diceritakan pasien kemungkinan disebabkan
karena pembesaran prostat. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemerikasaan
penunjang berupa pemeriksaan USG. Dari hasil USG didapatkan hasil hiperplasia
prostat grade II.
Pasien ini merupakan BPH dengan derajat II, jadi pembedahan yang
dilakukan adalah reseksi endoskopik melalui uretra (trans uretrhal resection= TUR).
Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang
menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.
Sampai saat ini, TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi BPH. Sembilan
puluh lima persen prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi 3. Komplikasi
jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi
karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah struktur uretra, ejakulasi
retrograd (75%), inkontinensia (<1%),>3.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Mahummad

A.,

2008.,

Benigna

Prostate

Hiperplasia.,

http://ababar.blogspot .com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html., 3
Maret 2009
2. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar dasar urologi., Edisi
ke 2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 85
3. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of
benign prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ.
Campbells urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company;
1998.p.1429-52.
4. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC
5. Sylvia A. Price, dkk. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai