Anda di halaman 1dari 5

TRAUMA TEMBUS (PENETRANS)

KORNEA-SKLERA
(ICD 10 : S05)

1. Pengertian (Definisi)
Trauma pada bola mata yang berupa penetrasi atau perforasi bola mata oleh benda tajam
dengan bola mata yang intak.

2. Anamnesis
2.1. Riwayat trauma
2.2. Riwayat neurologis
2.3. Trauma kepala/leher
2.4. Kehilangan kesadaran
2.5. Penurunan status mental
2.6. Riwayat makan minum

3. Patogenesis
3.1. Trauma tajam pada mata dapat diakibatkan benda yang tajam atau berkecepatan
tinggi yang menembus kornea, sclera atau kornea-sklera. Pada trauma penetrans,
objek tajam menembus bola mata tanpa ada luka keluar, sedangkan pada trauma
peforans ada luka masuk dan luka keluar ( double penetrans ).

4. Pemeriksaan Fisik
4.1. Pemeriksaan fisik (status generalis)
4.1.1. Kesadaran
4.1.2. Tensi, nadi, pernafasan
4.1.3. Kelainan fisik
4.2. Pemeriksaan oftalmologis
4.2.1. Visus (tajam penglihatan)
4.2.2. Kemungkinan ruptur kornea/korneosklera dengan atau tanpa prolaps iris atau
prolaps badan kaca
4.2.3. Kemungkinan ruptur sklera dengan atau tanpa prolaps badan kaca atau prolaps
koroid
4.2.4. Kemungkinan penurunan tekanan intraokular
4.2.5. Kemungkinan hifema
4.2.6. Kemungkinan benda asing intraokular
4.2.7. Kemungkinan katarak traumatika
4.2.8. Kemungkinan perdarahan badan kaca
4.2.9. Kemungkinan ablasio retina
5. Kriteria Diagnosis
5.1. Anamnesa :
5.1.1. Trauma tembus :
Pasien mengeluh kabur, nyeri, mata merah atau berdarah, disertai tanda robekan
pada konjungtiva atau kornea dan sklera, tekanan bola mata menurun, bilik mata
dangkal, dan prolaps struktur intraokular.
5.1.2. Penyebab : waktu dan mekanisme kejadian
5.1.3. Terapi yang telah dilakukan
5.1.4. Riwayat alergi
5.1.5. Tetanus
5.1.6. Waktu makan terakhir
5.2. Pemeriksaan fisik
5.3. Pemeriksaan oftalmologis
5.4. Pemeriksaan penunjang

6. Diagnosis Kerja
Trauma Tembus (Penetrans) kornea/sklera/kornea-sklera OD/OS

7. Diagnosis Banding
Trauma Perforans

8. Pemeriksaan Penunjang
Komprehensif Optimal
8.1. Siedel tes ( LOE : I ) 8.1. Siedel tes ( LOE : I )
8.2. Tonometri schiotz ( LOE : I ) 8.2. Tonometri schiotz ( LOE : I )
8.3. Plain foto orbita ( LOE : IIa ) 8.3. Plain foto orbita ( LOE : IIa )
8.4. USG ( LOE : I ) 8.4. USG ( LOE : I )
8.5. Laboratorium rutin ( LOE : I ) 8.5. Laboratorium rutin ( LOE : I )
8.6. CT scan head and orbita (LOE : IIa ) 8.6. CT scan head and orbita ( LOE : IIa )

9. Terapi
Komprehensif Optimal
9.1. Bila tindakan operasi diperlukan, ideal 9.1. Bila tindakan operasi diperlukan, ideal
untuk dilakukan sesegera mungkin untuk dilakukan sesegera mungkin sebelum 36
sebelum 36 jam, untuk mencegah prolaps jam, untuk mencegah prolaps jaringan
jaringan intraokular, mengurangi rasa sakit, intraokular, mengurangi rasa sakit,
kontaminasi mikroba pada luka, migrasi kontaminasi mikroba pada luka, migrasi epithel
epithel ke dalam luka, inflamasi intraokular ke dalam luka, inflamasi intraokular dan
dan kekeruhan lensa. (LOE :I) kekeruhan lensa. (LOE :I)
9.2. Tindakan pertama yang dilakukan : 9.2. Tindakan pertama yang dilakukan : (IA)
(IA) 9.2.1. Berikan pelindung matA
9.2.1. Berikan pelindung matA 9.2.2. Hindari terapi topikal
9.2.2. Hindari terapi topikal 9.2.3. Berikan penenang
9.2.3. Berikan penenang 9.2.4. Berikan anelgetik
9.2.4. Berikan anelgetik 9.2.5. Berikan anti emesis
9.2.5. Berikan anti emesis 9.2.6. Kultur
9.2.6. Kultur 9.2.7. Antibiotik sistemik
9.2.7. Antibiotik sitemik 9.2.8. Profilaksis tetanus (Sesuai Indikasi)
9.2.8. Profilaksis tetanus (Sesuai 9.2.9. Konsul anestesi
indikasi) 9.3. Tanpa operasi (IA)
9.2.9. Konsul anestesi 9.3.1. Pada tembus yang minimal, tanpa
9.3. Tanpa operasi (IA) kerusakan intraokular, tidak ada prolaps,
9.3.1. Pada tembus yang minimal, diberikan terapi antibiotik sistemik dengan
tanpa kerusakan intraokular, tidak ada atau topikal dengan observasi yang ketat
prolaps, diberikan terapi antibiotik 9.3.2. Bila luka tembus dengan bilik mata
sistemik dengan atau topikal dengan yang normal, diberikan obat- obatan
observasi yang ketat supresi produksi aquos, perban tekan dan
9.3.2. Bila luka tembus dengan bilik lensa kontak. Evaluasi dilakukan 3 hari
mata yang normal, diberikan obat- kemudian.
obatan supresi produksi aquos, 9.4. Operasi : repair korneosklera, repair
perban tekan dan lensa kontak. sekunder (IA)
Evaluasi dilakukan 3 hari kemudian. 9.5. Profilakis sistemik untuk mencegah
9.4. Operasi : repair korneosklera, repair traumatik endophthalmitis (IA):
sekunder (IA) 9.5.1. Organisme gram positif :
9.5. Profilakis sistemik untuk mencegah Vancomycin : 1 mg IV setiap12 jam
traumatik endophthalmitis (IA): selama 3 hari, diberikan setiap 1-2 jam
9.5.1. Organisme gram positif : sekali. Dosis interval tergantung keadaan
Vancomycin : 1 mg IV setiap12 jam fungsi renal
selama 3 hari, diberikan setiap 1-2 jam 9.5.2. Organisme gram negatif :
sekali. Dosis interval tergantung Gentamisin : 1–2 mg/kg BB IV pada kali
keadaan fungsi renal pertama, dilanjutkan 1 mg/kg BB setiap 8
9.5.2. Organisme gram negatif : jam selama 3 hari. Dosis interval
Gentamisin : 1–2 mg/kg BB IV pada tergantung keadaan fungsi renal.
kali pertama, dilanjutkan 1 mg/kg BB Ceftazidime : 1 gr IV setiap 12 jam
setiap 8 jam selama 3 hari. Dosis selama 3 hari
interval tergantung keadaan fungsi 9.5.3. Fungus : Terapi profilaksis tidak
renal. Ceftazidime : 1 gr IV setiap 12 rutin diberikan
jam selama 3 hari
9.5.3. Fungus : Terapi profilaksis tidak
rutin diberikan

10. Edukasi
Penderita dirawat setelah operasi, dievaluasi keadaan umum dan kemungkinan
infeksi.Bila penderita tidak bersedia dioperasi, harus dicantumkan dalam status pasien
dengan menyebutkan alasannya dan di tanda tangani pasien

11. Prognosis
11.1. Ad vitam : dubia ad bonam/malam
11.2. Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
11.3. Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

12. Indikator Medis


Pemeriksaan oftalmologis 100% dalam 24 jam

13. Tingkat kompetensi


Dokter Umum: 3A
Spesialis Mata : 4

14. Kepustakaan
a) American Academy of Ophthalmology Staff, Basic and Clinical Science and Course,
Section 11 : Lens and Cataract, Singapore, AAO, 2015 – 2016.
b) American Academy of Ophthalmology Staff, Basic and Clinical Science and Course,
Section 4 : External Disease and Cornea, Singapore, AAO, 2015 – 2016.
c) Kanski Jack J, Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach, China: Elsevier Inc,
2013.
d) Steinert, Roger F, et all, Cataract Surgery : Technique Complications Management,
2nd Ed, USA, Elsevier Science, 2004.
e) Kurana AK, Comprehensive Ophthalmology, 4th ed, India: New Age International(P)
Limited Pub, 2007.

Anda mungkin juga menyukai