Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUS


SNAKE BITE

RS NUR ROHMAH
RS NUR ROHMAH

SNAKE BITE
1. Pengertian (Definisi) Luka gigit yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa maupun tidak
berbisa,luka gigitan dapat hanya berupa luka tusuk kecil atau luka
compang-camping luas yang berat.

2. Anamnesa 1. Waktu saat digigit oleh ular (dalam jam)


2. Tempat saat digigit ular
3. Jenis ular yang menggigit
4. Tempat atau organ yang digigit
5. Perluasan luka bekas gigitan
6. Perdarahan spontan massif ataupun ptekiae
7. Banyaknya urine dan warna urine
8. Apakah sudah diberikan pertolongan pertama
9. Gejala lain yang menyertai ( pusing, mual, muntah, diare dll )
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum
2. Pemeriksaan tanda vital
3. Pemeriksaan status generalis
4. Pemeriksaan status lokalis
5. Pemeriksaan pembesaran kelenjar getah bening sekitar daerah
yang tergigit.
6. Rate Proximal Progression (RPP) Test
Pemeriksaan untuk melihat progresifitas dari pembengkakan
akibat gigitan ular. Pada daerah gigitan yang bengkak diberi
tanda dengan hipavic/ permanen marker kemudian dievaluasi
setiap 1 jamnya apakah ada perluasan pembengkakan dari
daerah yang sudah ditandai tersebut.

4. Kriteria Diagnosis Kriteria Diagnosis :


1. Lokal envenomasi ( fase local )
2. Envenomasi sistemik ( fase sistemik )
5. Diagnosa Kerja Snake Bite
6. Diagnosa Banding Gigitan hewan lainnya.

7. Pemeriksaan 1. SpO2
penunjang 2. EKG
3. Darah Lengkap
4. Ureum / Creatin
5. Gula darah sewaktu ( GDS )
6. Dilakukan pemeriksaan laboratorium PTT – aPTT / WBCT.
Hasil pemeriksaan laboratorium PTT – aPTT / WBCT
dikonsulkan ke Ahli Venom Indonesia oleh dokter jaga. Jika
hasil konsulan termasuk :
a. Fase Lokal
Observasi dulu 24 jam. Kemudian cek ulang PTT – aPTT /
WBCT. Laporkan DPJP . DPJP melaporkan ke Ahli Venom
Indonesia.
b. Fase Sistemik
Pasien mendapatkan terapi ABU sesuai hasil konsulan /
arahan Ahli Venom Indonesia. Selang 3 jam cek ulang PTT
– aPTT / WBCT. Laporkan DPJP . DPJP melaporkan ke
Ahli Venom Indonesia.
7. Terapi A. Penatalaksanakan.
1. Penanganan awal fase local:
a. Penatalaksanaan semburan cobra di mata (venom
oftalmia). Irigasi dengan cairan, cairan infus ringer
lactat, normal saline 0.9% sebanyak 3 sampai 6 liter.
Pemberian 0,5% tetracain atau adrenaline tetes mata
untuk mengurangi rasa nyeri. Konsul dokter spesialis
mata jika ada susp corneal abrasi atau ulserasi.
Antibiotika tetes mata (tetracycline, chloramphenicol,
dsb). Topical cycloplegics untuk preventif posterior
synechiae dan ciliary spasm tidak dibutuhkan pemberian
antibisa ular (Biosave di Indonesia) (Suda, 2017).
b. Penatalaksanaan gigitan ular,
1) Imobilisasi dengan elastic bandage dan bidai.
2) Pemberian obat simptomatik.
c. Observasi 24 jam sampai 48 jam untuk mengetahui
proggresifitas tanda - tanda fase sistemik.
d. Bila terjadi pembengkakan imobilisasi di lepaskan dan
di gantikan dengan pemberian Antivenom sesuai dengan
tanda dan gejala.

Antivenom yang ada di Indonesia.


a. Biosave (ular tanah, welang, kobra jawa).
b. King kobra (Ophiophagus Hannah),
c. Green Pit Viper Antivenom (ular hijau)
d. Daboia siamensis ruselli.
e. Neuropolivalen Thailand (king cobra, weling, welang,
cobra (Naja kaothia).
f. Hematopolivalen Thailand (Caloselesma rhodostoma,
Trimeresurus albolabris, Daboia siamensi).
g. Neuropolivalen Australia (Black snake, Tiger snake,
Brown snake, Taipan dan Death adder).
h. Sea Snake Antivenom (ular laut)
2. Penanganan Lanjutan.
Antikolinesterase diberikan pada kasus neurotoksin dengan
dosis 1-2 mg untuk dewasa dan anak anak 0,02
mg/kgBB/dosis diberikan pelan 3-5 menit IV diulang setiap 3
sampai 4 jam dan jika terjai bradikardia diberikan atropine
sesuai dengan alur bradikardia
3. Raber syaraf apabila ada indikasi, bila diperlukan tindakan
Debridemen.

9. Edukasi 1. Bedrest
2. Minimalkan mobilisasi
3. Penjelasan diagnose dan pemeriksaan penunjang
4. Penjelasan rencana tindakan dan dan risiko
5. Untuk viper jenis ular hijau green pit viper dan daboia serta
ular tanah luka akibat gigitannya biasanya berbentuk luka
yang dalam dan basah kadang ada blister, ekimosis dan juga
pembengkakan maka rawat lukanya bisa seperti kita merawat
luka bakar, dengan melakukan aspirasi pada blister dan juga
memberikan modern dressing untuk merawat luka bekas
gigitan ular hemotoxin.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens dan A / I


tingkat rekomendasi

12. Penelaah Kritis 1. dr. Bambang Sigit Sp.PD,KP


2. dr. Hantyanto, Sp.PD
3. dr. Koirul Falah, Sp.PD
4. dr.Rini Dwi Lestari, M.Sc.,Sp.A

13. Indikator Medis 1. Luka membaik


2. Tidak terjadi infeksi
3. Tanda-tanda gejala / keluhan sistemik tidak ada

14. Kepustakaan 1. Sjamsuhidajat R, et al.,2013. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Principal of Surgery, Schwart’z
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2023.
Pedoman Gigitan, Sengatan Hewan Berbisa dan Keracunan
Tumbuhan dan Jamur. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai