Anda di halaman 1dari 3

Fase penyembuhan luka

a. Fase Inflamasi
Fase inflamasi ini akan berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira kira
hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka yang diderita tersebut akan
menyebabkan perdarahan dan tubuh dalam hal ini akan berusaha
menghentikannya dengan cara vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang
putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit
yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala
fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
Sementara itu terjadi reaksi inflamasi. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan
serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga
terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat
yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi
radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor),
suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding
pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit
mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran
luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan
memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase
lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya
dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.
b. Fase Proliferasi.
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai
kira kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum
berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin
yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri
dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan
sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase
ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam
proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul
dan antar molekul. Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast,
dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang
berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari
sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab
epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti
setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan

tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan


granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase
penyudahan.
c. Fase Penyudahan (Remodelling).
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya
perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung
berbulan bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah
lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal
karena proses penyembuhan. Odema dan sel radang diserap, sel muda menjadi
matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap
dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini
dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan
dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan
luka kulit mampu menahan regangan kira kira 80% kemampuan kulit normal.
Hal ini tercapai kira kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
Proses penyembuhan luka ada tiga, yaitu proses penyembuhan primer
(healing by first intention), proses penyembuhan sekunder (healing by second
intention) dan proses penyembuhan tersier (healing by tertiery intention).
1. Penyembuhan primer (healing by first intention)
Adalah jenis penyembuhan yang paling sederhana, terlihat pada penanganan
oleh tubuh seperti insisi pembedahan, dimana pinggir luka dapat saling
didekatkan agar proses penyembuhan luka dapat terjadi. Setelah terjadi luka,
maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah , yang fibrinnya bekerja
seperti lem. Setelah itu terjadi peradangan akut pada tepi luka, dan sel-sel
radang khususnya makrofag, masuk kedalam bekuan darah dan
menghancurkannya. Sementara di dekat reaksi peradangan eksudatif ini terjadi
pertumbuhan kedalam oleh jaringan granulasi kedalam daerah yang tadinya
ditempati oleh bekuan darah. Dengan demikian, dalam waktu beberapa hari luka
dijembatani oleh jaringan granulasi yang disiapkan agar matang menjadi parut.
Sementara proses ini berjalan, maka epitel permukaan dibagian tepi mulai
melakukan regenerasi, dan dalam waktu beberapa hari bermigrasi lapisan tipis
epitel diatas permukaan luka. Waktu jaringan parut dibawahnya menjadi matang,
epitel ini juga menebal dan matang sehingga menyerupai kulit yang didekatnya.
Hasil akhirnya adalah terbentuknya kembali permukaan kulit dan dasar jaringan
parut yang tidak nyat atau hanya terlihat sebagai satu garis yang menebal.
Banyak luka yang sembuh dengan cara seperti ini tanpa perawatan medis. Pada
luka lainnya, diperlukan jahitan untuk mendekatkan kedua tepi luka sampai
terjadi penyembuhan. Jahitan dapat dilepas jika sudah terjadi organisasi dan
regenerasi epitel pada saat dimana tepi luka tidak membuka lagi jika benang
dilepaskan. Jadi pada daerah kulit dimana sacara relatif terdapat tegangan yang
kecil, maka benang bedah dapat dilepaskan dalam beberapa hari, sebelum
kekuatan maksimal jaringan parut tercapai dan sebelum diletakannya kolagen

dalam jumlah yang cukup. Pada daerah yang lain dimana terdapat renggangan,
benang bedah harus dibiarkan ditempatnya lebih lama untuk menahan jaringan
sampai dapat terbentuk jaringan parut yang kuat.
2. Penyembuhan sekunder (healing by second intention)
Adalah bentuk penyembuhan kedua terjadi jika luka kulit sedemikian rupa
sehingga tepi luka tidak dapat saling didekatkan sehingga selama proses
penyembuhan. Penyembuhan bentuk ini kadang kala disebut bentuk
penyembuhan yang disertai granulasi. Jenis penyembuhan ini secara kualitafit
identik dengan penyembuhan primer. Perbedaannya adalah terletak pada
banyaknya jaringan granulasi yang terbentuk, dan biasanya terbentuk jaringan
perut yang lebih besar. Dan proses penyembuhannya memerlukan waktu yang
lebih lama dari penyembuhan primer. Pada luka besar yang terbuka, sangat
sering terlihat jaringan granulasi yang menutupi dasar luka sebagai sebuah
karpet yang lembut yang mudah berdarah jika disentuh. Pada keadaan lain
jaringan granulasi tumbuh nyat dibawah keropeng, dan regenerasi epitel dibawah
keropeng. Akhirnya pada keadaan ini keropeng dibuang setelah penyembuhan
sempurna. Pelepasan keropeng pada tahap ini menimbulkan perdarahan kecilkecil sebesar ujung jarum pada jaringan granulasi dimana regenerasi epitel
belum lengkap. Walaupun dalam banyak hal identik dengan penyembuhan
primer, penyembuhan sekunder kurang disukai karena memerlukan waktu yang
lebih lama dan jaringan parut yang dibentuk sangat buruk.
3. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tersier)
Yaitu luka terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah
diyakini bersih, tepi luka diperlautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe
penyembuhan luka yang terakhir. Delayed primery closure yang terjadi setelah
mengulang debridement dan pemberian terapi antibiotika.

Anda mungkin juga menyukai