Anda di halaman 1dari 2

oleh: Mahmudah Hamawi

iap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan


dua macam limbah padat, yaitu: ampas tebu
(bagas) dan blotong (filter cake). Ampas tebu
merupakan limbah padat yang berasal dari perasan
batang tebu untuk diambil niranya. Limbah ini banyak
mengandung serat dan gabus. Ampas tebu selain
dimanfaatkan sendiri oleh pabrik sebagai bahan bakar
pemasakan nira, juga dimanfaatkan oleh pabrik kertas
sebagai pulp campuran pembuat kertas. Kadangkala
masyarakat sekitar pabrik memanfaatkan ampas tebu
sebagai bahan bakar. Ampas tebu ini memiliki aroma
yang segar dan mudah dikeringkan sehingga tidak
menimbulkan bau busuk.
Limbah padat yang kedua berupa blotong,
merupakan hasil endapan (limbah pemurnian nira)
sebelum dimasak dan dikristalkan menjadi gula pasir.
Bentuknya seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedap jika masih basah. Bila tidak segera
kering akan menimbulkan bau busuk yang menyengat.
Sekitar tahun 1980, blotong menjadi masalah
yang serius bagi pabrik gula dan masyarakat sekitar. Di
musim hujan, tumpukan blotong basah, sehingga
menebarkan bau busuk dan mencemari lingkungan.
Pabrik gula memindahkannya dari lingkungan pabrik ke
lahan masyarakat yang disewa. Hal ini untuk mengurangi tumpukannya yang semakin menggunung dalam
lingkungan pabrik. Namun, lama kelamaan banyak
masyarakat yang tidak mau lagi lahannya ditempati
blotong karena baunya yang tidak sedap.

yang memiliki usaha tadi mencari bahan bakar alternatif


pengganti kayu bakar.
Makrus (39 th), pengusaha tahu di Sendang,
mengungkapkan bahwa pada tahun 1985 penduduk
yang memiliki usaha pembuatan tahu mendapat
informasi bahwa blotong yang dipadatkan dan
dikeringkan (briket) dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar. Menurut bapak yang memiliki usaha sejak tahun
1989 ini, masyarakat tertarik untuk mencoba memanfaatkan blotong yang dihasilkan oleh Pabrik Gula (PG)
Mrican karena banyak yang dibuang dan belum
diketahui cara pemanfaatannya. PG. Mrican letaknya
sangat dekat dengan Desa Sendang sehingga
penduduknya juga merasakan pencemaran yang
disebabkan oleh blotong.
Pihak PG. Mrican memberi blotong dengan gratis
kepada masyarakat. Mulailah masyarakat memanfaatkannya sebagai bahan bakar pengganti kayu bakar. Hal
ini melegakan semua pihak karena memberi keuntungan
bagi masyarakat sekaligus mengurangi limbah dari PG.
Sejak itu, masyarakat pun sangat antusias untuk
memanfaatkan blotong sebagai bahan bakar.
Akibat semakin banyak permintaan blotong dari
masyarakat membuat PG. Mrican mematok tarif harga
sebagai biaya angkut ke rumah penduduk. Di tahun
1989, PG. Mrican mematok harga sebesar Rp. 3.000
per 1 rit (truk). Harganya terus mengalami kenaikan.
Sampai musim giling tahun 2004, harganya mencapai
Rp. 35 ribu per rit. Harga ini masih lebih ekonomis
dibandingkan dengan kayu bakar atau minyak tanah.

Pemanfaatan Blotong oleh Warga Setempat


Blotong, Menarik Minat Para Pengusaha
Penduduk Desa Sendang, Kec. Banyakan, Kediri,
Jawa Timur, 90 persennya menggeluti usaha pembuatan
tahu, dan sebagian kecil memiliki usaha pembuatan
batu bata atau tempe. Pada proses pembuatannya
diperlukan bahan bakar untuk memasak/membakar.
Bahan bakar yang biasa digunakan adalah kayu bakar.
Semakin sedikitnya kayu bakar yang ada menyebabkan
harganya semakin tinggi. Hal ini memaksa masyarakat

SALAM #11

juni 2005

Pabrik gula

26

Briket blotong pertama kali dimanfaatkan oleh


pengusaha rumah tangga pembuatan tahu. Lalu diikuti
oleh pengusaha rumah tangga yang lain, seperti:
pembuat tempe atau batu bata dan warung makan.
Pada tahun 1990, hampir semua penduduk Desa
Sendang memanfaatkan briket tersebut.
Saiku (28 th), yang mulai tahun ini menggantungkan hidupnya dari usaha tahu, mengatakan bahwa pada
umumnya masyarakat membuat dan memakai sendiri
briket blotong yang dibuatnya.
banyak menghasilkan blotong yang bisa Aktivitas masyarakat sebagai petani,
dimanfaatkan sebagai bahan bakar. pembuat tahu/tempe dan batu bata
Foto: Mahmudah Hamawi.
sekaligus memasarkannya, sudah
membuat mereka sangat sibuk.
Sehingga, belum ada orang yang
menggeluti usaha pembuatan
briketnya untuk dijual. Walaupun
konsumen briket blotong sudah
bertambah banyak, tapi pemakainya
masih terbatas pada yang memiliki
usaha industri kecil saja. Sedikit
sekali masyarakat yang menggunakannya sebagai bahan bakar
untuk keperluan rumah tangga.

Briket ini memiliki panas yang tinggi dan


pemakaiannya harus sampai habis. Hal ini membuat
masyarakat lebih menyukai memanfaatkannya
sebagai bahan bakar industri kecil. Pembuat tahu
memanfaatkannya sebagai bahan bakar untuk
memasak bubur kedelai sebelum proses pencukaan
dan pembuat tempe memanfaatkannya sebagai bahan
bakar memasak kedelai sebelum diberi ragi. Cara
pemakaiannya yaitu briket yang sudah sedikit terbakar
dimasukkan ke dalam lubang luweng (tempat
pembakaran khas Jawa) yang telah didesain khusus
dan bagian bawahnya diberi saringan untuk
mengeluarkan abu sisa pembakaran.
Pembuat batu bata memanfaatkannya sebagai
bakan bakar untuk membakar bata. Bata yang akan
dibakar disusun bertingkat seperti candi, berbentuk
segi empat yang mengerucut ke atas. Di tengahtengah tumpukan bata, dulu biasanya diberi kayu
bakar agar bata yang berada di tengah bisa ikut
matang menjadi batu bata. Setelah mengetahui
manfaatnya sebagai bahan bakar, kayu bakar diganti
dengan briket blotong. Hasil pembakaran bata dengan
menggunakan briket ini lebih sempurna, karena panas
yang dihasilkan lebih tinggi. Selain karena hasil yang
memuaskan, penggunaan briket dapat mengurangi
biaya operasional untuk pembelian kayu bakar.
Pemilik warung makan juga menggunakan briket
ini sebagai pengganti kayu bakar. Dengan beberapa
briket saja mereka sudah bisa memasak makanan dan
menggoreng kue-kue yang akan dipasarkan. Panas
yang dihasilkan oleh briket dapat mempercepat proses
memasak dan dapat mengurangi biaya untuk bahan
bakar, sehingga penghasilan dapat meningkat.
Sebenarnya briket blotong bukan hanya
digunakan oleh pengusaha kecil di Kediri saja.
Teknologi pemanfaatan briket ini juga sudah lama
dimanfaatkan oleh pengusaha kecil di daerah
sekitarnya seperti Nganjuk, Jombang, dan Sidoarjo.
Belum banyaknya orang yang membuat usaha
pembuatan briket blotong untuk dijual, membuat briket
ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Jika
ingin membelinya, briket harus dipesan dulu kepada
orang yang biasa membuatnya.
Kerugian dan Kelemahan

Kendala dan Tantangan ke Depan


Adanya teknologi pemanfaatan blotong sebagai
bahan bakar sangat membantu usaha kecil masyarakat
Desa Sendang. Namun, ketersediaannya yang musiman
dan cara pengeringannya yang masih konvensional masih
menjadi kendala bagi masyarakat.
Banyaknya bahan organik yang terkandung dalam
blotong membuat pengusaha pupuk organik meliriknya
sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik, seperti
yang dilakukan salah satu perusahaan pupuk organik
yang ada di Nganjuk. Perusahaan ini menjalin kerja sama
dengan PG. Mrican untuk mendapatkan blotong. Kerja
sama ini menyebabkan masyarakat Sendang tidak bisa
lagi memanfaatkan blotong untuk dijadikan briket.
Walaupun di Kediri ada 3 pabrik gula, masyarakat
Sendang tetap tidak bisa mendapatkannya karena pabrikpabrik gula ini sudah bekerja sama dengan pabrik pupuk
organik. Sehingga pada musim giling tahun ini
masyarakat Sendang harus menahan kekecewaan dan
kegetiran karena tidak bisa mendapatkan blotong lagi.
Makrus, Saiku dan segenap masyarakat Sendang
sangat berharap mereka bisa mendapatkan blotong lagi
agar dapat membuat briket. Tanpa adanya briket ini
masyarakat harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk
membeli sekam sebagai bahan bakar.

27

juni 2005

Mahmudah Hamawi
Guru MTs Diponegoro dan Relawan LPPM Al-Azhar
Jl. Raung Rt 03/Rw 05 no. 7
Kediri, Jawa Timur
hp. 081 330 445724
email: lppmkediri@yahoo.com

SALAM #11

Bahan bakar yang biasa dimanfaatkan selain


kayu adalah sekam (limbah kulit padi). Harga beli
sekam masih lebih mahal daripada blotong tapi lebih
murah daripada harga kayu bakar. Harga sekam bisa
turun bila sedang musim panen padi dan limbah padi
di penggilingan beras cukup banyak. Dibandingkan
dengan bahan bakar jenis lainnya, briket blotong
memiliki beberapa keunggulan seperti lebih ekonomis,
api berwarna biru, bara api lebih tahan lama, panasnya
sangat stabil, bila sirkulasi udara baik asap yang
dihasilkan sedikit dan abu dari sisa pembakarannya
pun sedikit.
Banyaknya keuntungan menggunakan briket
blotong membuat penduduk Sendang tidak merasakan
kerugiannya. Apalagi kebanyakan masyarakat
menganggap keunggulan suatu barang terletak pada
nilai harga yang murah. Semua barang yang ada

keunggulan pasti ada kelemahannya. Begitu juga dengan


pemanfaatan briket ini sebagai bahan bakar tentu memiliki
kelemahan, antara lain:
1. Bila pabrik gula tidak giling, maka stok blotong habis.
Sehingga pembuatan briket ini sangat tergantung
dengan musim giling pabrik gula. Musim giling berkisar
antara bulan Mei-September. Lamanya musim giling
tergantung dari jumlah tebu yang ditanam masyarakat.
2. Blotong yang masih basah menimbulkan bau busuk
yang menyengat. Sehingga blotong yang akan dicetak
menjadi briket, terlebih dulu dicampur cairan kanji untuk
mengurangi baunya dan menambah kerekatan briket.
3. Pengeringan briket memerlukan waktu 4 hari sampai 1
minggu tapi jika mendung atau sinar matahari kurang
terik diperlukan waktu yang lebih lama. Selain itu,
pembuatan briket secara manual memerlukan lahan
yang luas untuk penjemurannya.
4. Briket yang sudah jadi tidak boleh terkena air.
Walaupun sudah dikeringkan, briket yang terkena air
akan mengalami kelainan pada nyala api dan baranya.
Api yang dihasilkan menjadi berwarna merah dan
baranya kurang panas. Seringkali briket yang sudah
terkena air sulit dinyalakan.
5. Memasak dengan briket harus cepat karena jika tidak
cepat menangani masakan, dapat membuat masakan
sangit atau gosong.
6. Pemakaiannya harus sekali habis, karena baranya sulit
dimatikan. Walaupun briket yang basah karena dimatikan sudah kering, briket akan sulit dinyalakan lagi.

Anda mungkin juga menyukai