NPM: 1106013100
Tugas UDG Konservasi
Penguji:
Drg. Dini Asrianti, SpKG
Drg. Shalina Ricardo, SpKG
karies enamel pada area proksimal sulit terdeteksi, karies terus berkembang hingga
mencapai dentin. Enamel dan dentin permukaan oklusal bagian karies tidak terdukung
dinding kolaps karies terbuka kebagian oklusal
karies berlanjut menyisakan selapis tipis dentin, toksin bakteri penetrasi ke pulpa
vasodilatasi pembuluh darah (hiperemi pulpa)
karies berlanjut, bakteri mencapai pulpa reaksi imun non spesifik sel mast
menlepaskan histamin vasodilatasi pemb.darah, permiabilatas pemb.darah pelepasan
PMN, natural killer (akumulasi eksudat). selain histamin, terjadi pelepasan neuropeptide lain
seperti sitokin dan bradikinin. kerusakan sel menyebabkan terjadinya pelepasan
prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien.
PMN fagositosis bakteri serta mengeluarkan produk granula lisosomal (elastase, ethepsin G,
& laktoferin). Masa hidup PMN 2x24 jam PMN apoptosis mengeluarkan enzim
lisosom lisis jaringan pulpa mikroabses. Selain itu juga terdapat akumulasi produk
metabolisme bakteri (asam lemak, poliamin, amonia, hidrogen sulfide) yang dapat
menimbulkan nyeri. pada saat ini pulpa lebih sensitif terhadap rangsang panas karena
adanya produk hidrogen sulfide yang dapat ekspansi saat terkena panas
setelah PMN mati, digantikan oleh sel imun spesifik, makrofag fagosit bakteri, melarutkan
jaringan nekrotik dan PMN mati, melepas mediator inflamasi, menginduksi efek sistemik.
selain makrofag juga muncul limfosit B dan T serta sel dendritik
material toksin penetrasi mencapai apikal daerah pertemuan pulpa dan ligamen periodontal
menyebabkan vasodilatasi ligamen peregangan ligamen periodontal gigi tertekan karena
tekanan kunyah saraf sekitar ligamen terdesak nyeri (Periodontitis Apikalis Kronis)
2. Produk
bakteri
yang
dihasilkan
sebagai
faktor
virulensi
diantaranya
Dentin sklerotik dihasilkan dari proses penuaan (aging) atau iritasi ringan (contoh:
karies yang berlangsung lambat) dan menyebabkan perubahan dari komposisi dentin
primer. Dentin peritubuler menjadi semakin lebar, secara gradual mengisi tubulus
dengan material yang terkalsifikasi, berkembang kearah pulpa dari DEJ. Dentin ini
lebih keras, padat, dan kurang sensitif , serta lebih protektif terhadap pulpa melawan
iritasi. Sklerosis yang disebab oleh penuaan disebut dentin sklerotik fisiologis
sedangkan sklerosis yang disebabkan oleh iritasi ringan disebut dentin sklerotik
reaktif. Dentin sklerotik reaktif sering terlihat secara radiograf dalam bentuk yang
lebih radiopak berbentuk S pada tubulus.
Dentin tersier (dentin reaksioner atau reparatif) merupakan respon dari odontoblas
terhadap iritasi yang terjadi selama dentinogenesis sekunder dan disebabkan oleh
abrasi, atrisi, preparasi kavitas, erosi atau karies (Torneck 1994). Dentin tersier
diklasifikasikan menjadi dua kelas sebagai reactionary dan reparatif dentin. Hal yang
membedakan dua jenis tersebut adalah proses biologis yang terjadi dalam
pembentukan dentin tersier yang melibatkan stimulus eksternal yang bersifat ringan
ataupun berat.
Dentin reaksioner merupakan matriks dentin tersier yang disekresikan oleh sel-sel
odontoblast postmitotik yang masih hidup untuk stimulus yang tepat. Biasanya,
respon tersebut akan dilakukan terhadap rangsangan ringan dan menggambarkan upregulation dari aktivitas sekresi odontoblas sebagai respon untuk sekresi dentin
primer. Respon reaksioner ini berhubungan dengan lesi yang berkembang secara
lambat. Dentin Reparatif merupakan matriks dentin tersier yang disekresikan oleh
odontoblast-like cell dalam merespon stimulus tepat setelah kematian odontoblas
postmitotik. Dentin ini tampak sebagai deposit dentin terlokalisasi pada dinding pulpa
tepat didekat area gigi yang terkena injuri. Dentin reparatin umumnya terbentuk saat
gigi dipreparasi secara mekanis dalam jarak 1,5 mm ke pulpa. Prosesus odontoblas
akan mati dengan matinya odontoblas, meninggalkan dead tract. Dalam 15 hari
odontoblas baru akan berdiferensiasi dari sel mesenkim pulpa dan pengganti
odontoblas ini akan mengeluarkan dentin reparatif. Dentin reparatif terbatas pada area
teriritasi dari dinding pulpa, terlihat jelas secara mikroskopis dalm 1 bulan setelah
terjadi stimulus. Dentin reparatif secara struktural dan kimia berbeda dari dentin
primer dan sekunder, sangan atubular dan tahan terhadap iritan. Dentin reparatif
merupakan reaksi pertahanan terhadap injuri moderat. Pada lesi karies yang sangat
aktif, odontoblas dapat dapat mati sebelum terbentuknya dentin sklerosis. Pada pulpa
yang belum terekspos, dentinogenesis reparatif bisa merupakan sequela dari
dentinogenesis rekasioner. Dentin reparatif selalu terbentuk pada area pulpa yang
terekspos karena kehilangan odontoblas dan perlu terbentuknya dentinal bridge.
Pada karies oklusal yang berawal dari pit dan fissure, A.lesi awal berkembang dari
dinding lateral fisur. Demineralisasi mengikuti arah enamel rod, menyebar secara
lateral hingga mencapai DEJ. B. setelah lesi awal pada enamel, reaksi dapat terlihat
pada dentin dan pulpa. Probing dengan tekanan yang kuat dapat menyebabkan
kerusakan enamel yang porus dan mempercepat perkembangan lesi. Deteksi klinis
dilakukan dengan observasi dari diskolorasi dan opasifikasi dari enamel didekat fisur.
Perubahan ini dapat terlihat dengan membersihkan dan mengeringkan fisur. C.
Kavitas awal tidak dapat terlihat pada permukaan oklusal, terjadi remineralisasi
enamel karena banyaknya jumlah fluoride pada saliva (deteksi sulit). D. Kavitas luas
dari dentin dan undermining enamel terlihat bayangan hitam.
Pada karies proksimal, A. Demineralisasi awal tidak terdeteksi baik dari radiograf
maupun klinis. B. Ketika karies proksimal pertama kali terdeteksi secara radiografis,
permukaan enamel masih terlihat intak. Permukaan intak, pada tahap ini masih dapat
dilakukan remineralisasi dan penghentian lesi. Demineralisasi dentin terjadi sebelum
terbentuk kavitas pada permukaan enamel. C. Pada tahap ini sudah terbentuk kavitas,
tidak dapat dilakukan remineralisasi lagi. D. Kavitas semakin besar.
Antimikroba
Sebagai lubrikasi.
NaOCl. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 0,5%, 1%, 2,5%, dan 5,2%.
Bahan ini sering digunakan disebabkan karena sodium hipoklorit dapat berfungsi
EDTA 17%. Dapat melarutkan jaringan anorganik seperti melunakkan dentin dan
menghilangkan smeaer layer. Tidak memiliki sifat anti bakteri oleh sebab itu
harus dikombinasikan dengan bahan irigasi NaOCl agar dapat meningkatkan efek
antimikrobanya. EDTA yang telah ditambahkan cetavlon atau cetrimide disebut
EDTAC. Penambahan cetrimide akan menurukan tegangan permukaan,
meningkatkan kemampuan penetrasi, serta meningkatkan sifat antimikrobanya.
Cetrimide dapat merusak membran sel bakteri dengan menghancurkan komponen
lipid.
MTAD (Micture of Tetracicline Acid Detergent). Bahan irigasi jenis ini efektif
untuk membunuh bakteri E.faecalis. doxycicline memiliki peran anti bakteri, asam
sitrat menghilangkan smear layer, dan detergent untuk antibakteri dan
menghilangkan smear layer.
Pada saat outline restorasi melebihi 2/3 dari jarak antara groove utama (gambar
silang) dan ujung cusp (gambar titik), maka penutupan seluruh cusp adalah hal yang
terbaik. Hal ini dilakukan untuk melindungi struktur cusp yang lemah dibawahnya
dari fraktur akibat tekanan mastikasi dan menghilangkan margin oklusal dari bagian
yang terkena stress dan daya kunyah berat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hargreaves K, Cohen S. Cohens Pathway of teh Pupl. 11 ed. St, Louis: Mosby
Elsevier,2011.
2. Grossman L, et al. Endodontic Practice. 11 ed Philadelphia: Lea 7 Febiger, 1988.
3. Hargreaves K, Seltzer and Benders Dental Pulp. 3rd ed. Quintessence publishing. 2002.
4. Torabinejad M, Walton RE. Endodontics Principles and Practice 4th ed. Elsevier. 2009
5. Walton R, Torabinejad M. Principle and Parctice of Endodontics. 3ed. Philadelphia. W.B
Saunderd Comapany.2002.
6. Siqueira Jr, Jos F., and Isabela N. Ras. "Bacterial pathogenesis and mediators in
apical periodontitis." Brazilian dental journal 18.4 (2007): 267-280.
7. Roberson TM, Heymann HO, Swift, Jr. EJ. Sturdevants Art and Science of Operative
Dentistry. 5th ed. Missouri: Mosby; 2006.
8. Marzouk, M.A, et al. Operative Dentistry Modern Theory and Practice. 1st ed. Ishiyaku
EuroAmerica,Inc.St Louis.Tokyo; 1985.
9. Nrhi, M., Bjrndal, L., Pigg, M., Fristad, I., & Haug, S. R. Acute dental pain I: pulpal
and dentinal pain. Nor Tannlegeforen Tid. (2016): 108
10. Mohammadi, Z. "Chemomechanical strategies to manage endodontic infections."
Dentistry today 29.2 (2010): 91.