Anda di halaman 1dari 16

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN

TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI YANG KONDUSIF


(STUDY KASUS STMIK DUTA BANGSA SURAKARTA)

Oleh : Indah Wahyu Utami


STMIK Duta Bangsa Surakarta

ABSTRAK

Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh
masyarakat nasional maupun internasional. Korupsi sesungguhnya sudah lama
ada sejak manusia pertama kali mengenal tata kelola administrasi. Korupsi sering
dikaitkan dengan politik, juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik,
kebijakan internasional, kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional. Korupsi
di tanah air kita ibarat warisan haram tanpa surat wasiat. Korupsi di negeri ini
sekarang sedang merajalela bahkan telah menjadi suatu kebiasaan.
Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja.
Korupsi menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan
negara. Salah satu upaya jangka panjang yang terbaik untuk mengatasi korupsi
adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi
muda sekarang. Karena generasi muda terutama mahasiswa adalah generasi
penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat terdahulu.
Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi muda supaya
tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi
oleh budaya korupsi dari generasi pendahulunya. Makalah ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman terhadap pola pikir generasi muda agar tidak melakukan
tindak korupsi yang bisa merugikan diri sendiri, keluarga ataupun masyarakat
luas. Diharapkan dapat membantu memberikan pembelajaran khususnya terhadap
generasi muda untuk membenahi dan meningkatkan peranan dan dukungan
terhadap edukasi anti korupsi sejak dini.
Mahasiswa didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu:
intelegensia, ide-ide kreatif, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk
menyatakan kebenaran. Dengan kompetensi yang mereka miliki tersebut
mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan bagi dirinya sendiri,
keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar, mereka mampu menyuarakan
kepentingan`rakyat, mampu mengkritisi kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan
mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara dan penegak hukum.

Kata Kunci:

Peran Mahasiswa, Gerakan Anti-Korupsi, Pendidikan, Agen


Perubahan, Tindak Korupsi.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh
masyarakat nasional maupun internasional. Korupsi sering dikaitkan dengan
politik, juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan
internasional, kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional. Korupsi di tanah
air kita ibarat warisan haram tanpa surat wasiat.
Faktor internal penyebab korupsi dari diri pribadi sedang faktor eksternal
adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor
internal terdiri aspek moral, aspek sikap atau perilaku dan aspek sosial. Faktor
eksternal dilacak dari aspek ekonomi, aspek politis, aspek manajemen dan
organisasi, aspek hukum dan lemahnya penegakkan hukum, serta aspek sosial
yaitu lingkungan atau masyarakat kurang mendukung perilaku anti korupsi.
Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja.
Korupsi menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan
negara. Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat, khususnya
dalam sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Pada
keadaan ini, inefisiensi terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih
banyak kebijakan namum disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya
memberikan nilai positif yang semakin tertata, namun memberikan efek negatif
bagi perekonomian secara umum.
Salah satu upaya jangka panjang yang terbaik mengatasi korupsi adalah
dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi muda
sekarang khususnya mahasiswa di Perguruan Tinggi. Karena mahasiswa adalah
generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat terdahulu.
Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di
sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi muda
supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu
dipengaruhi oleh budaya korupsi dari generasi pendahulunya.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.

Bagaimanakah memberikan pemahaman pada mahasiswa di STMIK Duta


Bangsa Surakarta dalam pencegahan korupsi?

2.

Bagimanakah peranan pendidikan anti korupsi dini dikalangan mahasiswa


dalam mencegah terjadinya tindak korupsi di kampus?

3.

Apakah hambatan yang dihadapi dalam penerapan Pendidikan Anti Korupsi?

Keluaran yang Diharapkan


Makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap pola pikir
generasi muda agar tidak melakukan tindak korupsi yang bisa merugikan diri
sendiri, keluarga ataupun masyarakat luas
1.

Makalah ini diharapkan bisa menjadi tolok ukur dan motivasi terhadap
mahasiswa agar bisa mencegah tindak korupsi

2.

Makalah ini diharapkan memberikan pembelajaran khususnya terhadap


mahasiswa untuk membenahi dan meningkatkan peranan dan dukungan
terhadap edukasi anti korupsi sejak dini.

3.

Makalah ini sebagai salah satu materi proceeding kelompok dosen-dosen


internal STMIK Duta Bangsa dan bisa dipublikasikan dalam Jurnal kampus.

LANDASAN TEORI
Definisi Korupsi
1. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi adalah
perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau
orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
2. Resuah berasal dari bahasa Arab risywah menurut kamus umum ArabIndonesia artinya sama dengan korupsi (Andi Hamzah: 2002). Risywah
(suap) berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau
lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan
atau untuk memperoleh kedudukan.
3. Baharuddin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan
istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni menyangkut masalah
penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi bidang ekonomi, dan
yang menyangkut kepentingan umum.
4. Korupsi sebagai suatu fenomena sosial bersifat kompleks, sehingga sulit
untuk mendefisinikannya secara tepat tentang ruang lingkup konsep korupsi.

A. Faktor Penyebab Korupsi


Menurut

Yamamah,

ketika

perilaku

konsumtif

dan

materialistik

masyarakat serta sistem politik yang masih mendewakan materi maka dapat
memaksa terjadinya permainan uang dan korupsi (Ansari Yamamah: 2009).
Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang
melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau
kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Cara pandang terhadap kekayaan
yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan.
Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik,
hukum, ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam
Membasmi Korupsi (ICW: 2000) yang mengidentifikasikan empat faktor
penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan
birokrasi serta faktor transnasional.

1. Faktor Politik
Politik salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat ketika
terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan
bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Menurut Susanto
(2002) korupsi level pemerintahan adalah dari sisi penerimaan, pemerasan
uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang-barang publik untuk
kepentingan pribadi, disebabkan suatu hal yang disebut konstelasi politik.
Sementara menurut De Asis, korupsi politik misalnya perilaku curang
(politik uang) pada pemilihan anggota legislatif atau pejabat-pejabat
eksekutif, dana illegal untuk pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik
parlemen melalui cara-cara illegal dan teknik lobi yang menyimpang (De
Asis: 2000). Dapat dikatakan bahwa korupsi adalah hasil dari adanya
monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar
tanpa keterbukaan dan pertanggungjawaban.
2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek
perundang-undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak
baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang
diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas-tegas sehingga
menjadi multi tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain,
sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan yang dilarang, sehingga tidak
tepat sasaran, dan sebagainya, memungkinkan peraturan tidak kompatibel
dengan realitas di masa mendatang akan mengalami resistensi.
Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan legitimasi bagi
berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan mempertahankan dan
mengakumulasi kekuasaan. Bibit Samad Riyanto (2009) mengatakan lima
hal yang dianggap berpotensi menjadi penyebab timbulnya korupsi.
Pertama, sistem politik; kedua, intensitas moral seseorang atau kelompok;
ketiga, remunerasi (pendapatan) yang minim; keempat, pengawasan baik
bersifat internal-eksternal; kelima, budaya taat aturan.

Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk (Basyaib: 2002) yang
menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan perundang-undangan
memberikan peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Di samping
itu, praktik penegakan hukum juga masih dililiy berbagai permasalahan
yang menjauhkan hukum dari tujuannya.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal
itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi
kebutuhan. Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan
Maslow, korupsi seharusnya dilakukan orang untuk memenuhi

dua

kebutuhan yang paling bawah dan hanya dilakukan oleh komunitas


masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namun di saat ini korupsi
dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro: 2004).
Pendapat lain menyatakan kurangnya gaji dan pendapatan pegawai
negeri merupakan faktor paling menonjol menyebabkan meluasnya korupsi
di Indonesia. Dari keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil,
ketidakpercayaan sistem peradilan, banyak faktor motivasi orang kekuasaan,
anggota parlemen termasuk warga biasa, terlibat dalam perilaku korup.
4. Faktor Organisasi
Menurut Tunggal (2000). Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi
dari sudut pandang organisasi meliputi: (a) kurang adanya teladan dari
pimpinan, (b) tidak adanya kultur organisasi yang benar, (c) sistem
akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, (d) manajemen
cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya. Melalui tujuan
organisasi para anggota dapat memiliki arah yang jelas tentang segala
kegiatan dan tentang apa saja yang tidak, serta apa yang dikerjakan dalam
kerangka organisasi.
Tujuan organisasi

dapat berfungsi menyediakan pedoman-pedoman

praktis bagi anggotanya. Tujuan organisasi menghubungkan anggota dengan


berbagai tata cara dalam kelompok. Standar tindakan anggota organisasi
akan menjadi tolok ukur dalam menilai bobot tindakan. Sebuah organisasi

berfungsi baik, bila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri di bawah


sebuah pola tingkah laku (yang normatif), sehingga dapat dikatakan
kehidupan bersama mungkin apabila anggota-anggota bersedia memenuhi
aturan yang telah ditentukan.

B. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Korupsi


1. Faktor Internal
a. Aspek Perilaku Individu
1) Sifat tamak/rakus manusia
Korupsi adalah kejahatan profesional yang rakus. Berkecukupan,
tapi rakus. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri.
2) Moral yang kurang kuat
Godaan bisa berasal dari atasan atau pimpinan, teman setingkat,
bawahannya, pihak lain untuk berbuat seperti itu.
3) Gaya hidup yang konsumtif
Perilaku konsumtif tidak diimbangi pendapatan yang memadai akan
membuka peluang seseorang untuk melakukan tindakan bejatnya.
b. Aspek Sosial
Perilaku korup terjadi karena dorongan keluarga. Lingkungan keluarga
yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi an
mengalahkan sifat baik seseorang.

2. Faktor Eksternal
a. Aspek Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang
dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Sikap masyarakat
yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi terjadi karena:
1) Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi.
2) Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah
masyakarat sendiri. Apabila negara merugi esensinya yang paling
rugi adalah masyarakat juga.

3) Masyarakat kurang menyadari bahwa dirinya terlibat korupsi.


Masyarakat sudah terbiasa terlibat kegiatan korupsi sehari-hari.
4) Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi bisa dicegah dan
diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan
pemberantasan korupsi.
b. Aspek Ekonomi
Pendapatan kurang mencukupi kebutuhan. Keterdesakan itu membuka
ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas di antaranya dengan
melakukan tindak pidana korupsi.
c. Aspek Politis
Kontrol sosial dijalankan dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang
melibatkan yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai
suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui lembagalembaga yang dibentuknya.
d. Aspek Organisasi
1. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
2. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
3. Kurang memadainya sistem akuntabilitas
4. Kelemahan sistem pengendalian manajemen
5. Lemahnya pengawasan

C. Gerakan Anti Korupsi


Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum dapat
menunjukkan hasil maksimal. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya
angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Berdasarkan UU No.30 Tahun
2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirumuskan sebagai rangkaian
tindakan untuk mencegah dan memberanas tindak pidana korupsi melalui
upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat 3 (tiga)


unsur utama, yaitu: pencegahan, penindakan, dan peran serta masyarakat.
Salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah dengan sadar melakukan suatu
Gerakan Anti-Korupsi di masyarakat. Dengan tumbuhnya budaya anti-korupsi
di masyarakat diharapkan dapat mencegah munculnya perilaku koruptip.
Gerakan anti-korupsi adalah suatu gerakan jangka panjang yang harus
melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, yaitu pemerintah,
swasta, dan masyarakat.
Pada dasarnya korupsi yang terjadi jika ada pertemuan antara tiga faktor
utama, yaitu: niat, kesempatan, dan kewenangan. Sehingga upaya memerangi
korupsi pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan atau setidaknya
meminimalkan ketiga faktor tersebut. Karena, gerakan anti korupsi adalah
suatu gerakan yang memperbaiki perilaku individu dan sistem untuk mencegah
terjadinya perilaku koruptif, sehingga dapat memperkecil peluang berkembang
luasnya korupsi di negeri ini.
Upaya perbaikan perilaku manusia antara lain dapat dimulai dengan
menanamkan nilai-nilai yang mendukung terciptanya perilaku anti-koruptif.
Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah kejujuran, kepedulian, kerja keras,
kemandirian, kedisiplinan, tanggungjawab, kesederhanaan, keberanian dan
keadilan. Penanaman nilai-nilai ini kepada masyarakat dilakukan dengan
berbagai cara yang disesuaikan dengan kebutuhan. Penanaman nilai-nilai ini
juga penting dilakukan kepada mahasiswa.

PEMBAHASAN
A. Peran Mahasiswa dalam Mencegah Tindak Korupsi
Pemuda khususnya mahasiswa adalah aset paling menentukan kondisi
zaman tersebut dimasa depan. Mahasiswa salah satu bagian dari gerakan
pemuda. Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan
bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan
perubahan. Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda 1928 telah memberikan semangat
nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia.
Peristiwa Sumpah Pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap
gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Peranan tokoh-tokoh
pemuda lainnya adalag Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, lahirnya Orde
Baru tahun 1966, dan Reformasi tahun 1998. Tidak dapat dipungkiri bahwa
dalam peristiwa-peristiwa besar tersebut mahasiswa tampil di depan sebagai
motor penggerak dengan berbagai gagasan, semangat dan idealisme yang
mereka miliki dan jalankan.
Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan datang
yang menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi.
Peran penting mahasiswa tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik
yang mereka miliki, yaitu: intelektualitas, jiwa muda dan idealisme. Dengan
kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan
idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil
peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa
besar perjalanan bangsa ini telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai
agen perubahan (agent of change).
Mahasiswa didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu:
intelegensia, ide-ide kreatif, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk
menyatakan kebenaran. Dengan kompetensi yang mereka miliki tersebut
mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan, mereka mampu
menyuarakan kepentingan`rakyat, mampu mengkritisi kebijakan-kebijakan
yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara dan
penegak hukum.

B. Keterlibatan Mahasiswa
1. Di Lingkungan Keluarga
Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai
dari lingkungan keluarga. Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan
keluarga ini adalah tingkat ketaatan seseorang terhadap aturan/tata tertib
yang berlaku. Substansi dari dilanggarnya aturan/tata tertib adalah
dirugikannya orang lain karena haknya terampas.
Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa
yang diawali dari lingkungan keluarga yang sangat sulit dilakukan. Justru
karena anggota keluarga adalah orang-orang terdekat, yang setiap saat
bertemu dan berkumpul, maka pengamatan terhadap adanya perilaku
korupsi yang dilakukan di dalam keluarga seringkali menjadi bias.
2. Di Lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus
dapat dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya
sendiri, dan untuk komunitas mahasiswa. Untuk konteks individu, seseorang
mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar dirinya sendiri tidak akan
berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks komunitas
seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah rekan-rekannya sesama
mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan kampus untuk tidak berperilaku
koruptif dan tidak korupsi.
3. Di Masyarakat Sekitar
Hal yang sama dapat dilakukan mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk
mengamati lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar.
4. Di Tingkat Lokal dan Nasional
Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin
(leader) dalam gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun
nasional. Kegiatan-kegiatan anti korupsi yang dirancang dan dilaksanakan
secara bersama dan berkesinambungan oleh mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi akan mampu membangunkan kesadaran masyarakat akan
buruknya korupsi yang terjadi di suatu Negara.

C. Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini di Kalangan Mahasiswa dalam


Mencegah Terjadinya Tindak Korupsi
Pendidikan budi pekerti adalah salah satu pendidikan penting untuk
bekal hidup setiap orang. Disini murid belajar memahami nilai-nilai yang
diterima dan harus ditaati dalam masyarakat tempat dia tinggal dan dalam
masyarakat dunia. Dalam mempelajari nilai-nilai ini akan ditemui manfaat jika
kita mematuhi pagar aturan tersebut dan apa akibatnya jika kita melanggarnya.
Sebetulnya inti dari pendidikan anti korupsi adalah bagaimana penanaman
kembali nilai-nilai universal yang baik yang harus dimiliki oleh setiap orang
agar dapat diterima dan bermanfaat bagi dirinya sendiri serta lingkungannya.
Di antara sifat-sifat itu ada jujur, bertanggung jawab, berani, sopan, mandiri,
empati, kerja keras, dan masih banyak lagi.
Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan
yang benar. Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi
muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan,
sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk koruptor sebenarnya
merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi koruptor atau
tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat
demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal
pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus
korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di
Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa. Karena pada dasarnya mereka
adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah bangsa.
Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah
tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya
menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga penting guna
mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan moral.
Pelajaran akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya
pendidikan anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi.

Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi
uang. Seperti yang dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa
pendidikan dan pembudayaan antikorupsi akan masuk ke kurikulum
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai tahun 2012. Pemerintah akan
memulai proyek percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi. Jika
hal tersebut dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa
optimis di masa depan kasus korupsi bisa diminimalisir.

D. Hambatan dalam Penerapan Pendidikan Anti Korups di Lingkungan


Kampus
1.

Minimnya role-models atau pemimpin yang dapat dijadikan panutan dan


kurangnya political-will dari pemerintah untuk mengurangi korupsi.

2.

Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.

3.

Karena beberapa perilaku sosial yang terlalu toleran terhadap korupsi.

4.

Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi


yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur
dan kultur.

5.

Peraturan perundang-undangan hanya sekedar menjadi huruf mati yang


tidak pernah memiliki roh sama sekali.

6.

Kurang

optimalnya

fungsi

komponen-komponen

pengawas

atau

pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.


7.

Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi


pada sistem politik dan sistem administrasi Indonesia.

8.

Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari


contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang
mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.

9.

Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa dan masyarakat


yang semakin canggih.

10. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam


menjalankan amanah yang diemban.

PENUTUP
Kesimpulan
1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus
korupsi yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan berimplikasi terhadap
kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu
melaksanakan Undang-Undang Dasar 45 demi terwujudnya good goverment.
3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru
terhadap generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
4. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi
yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan
korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini
adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia,
khususnya ditujukan bagi mahasiswa. Karena pada dasarnya mereka adalah
agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah bangsa.
5. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat,
dan idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil
peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa
besar perjalanan bangsa ini telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai
agen perubahan (agent of change).

Saran-Saran
1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi
dini sebagai figur dalam pembentukan karakter. Karena pendidikan utama yang
paling awal didapatkan generasi muda berasal dari keluarga.
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulasikan
pendidikan anti korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3. Pendidikan anti korupsi (PAK) seharusnya diterapkan di bangku Perguruan
Tinggi sebagai mata kuliah wajib maupun pilihan. Karena, Mahasiswa sebagai

salah satu bagian dari generasi penerus bangsa memiliki kompetensi


intelektual, ide-ide inovatif, kebijakan, dan pola pikir yang lebih diplomatis
menjadikan mereka agen perubahan pembelajaran kehidupan kebangsaan.
4. Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di tingkat Perguruan Tinggi memberikan
pembelajaran lebih efektif dan pengalaman aktif bagi mahasiswa tentang
realitas sosial, masalah-masalah yang berkaitan dengan profesi, pelayanan
umum, dll. Sehingga termotivasi untuk kreatif dan mandiri mengajak dirinya
sendiri, keluarga dan lingkungannya untuk proaktif memberantas korupsi.
5. Pemerintah seharusnya mampu memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik
dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
6. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis
untuk dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi
dini di segala aspek kehidupan.
7. Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang
independen yang khusus menangani korupsi.

Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Korupsi. Diambil dari
(diakses tanggal 2 Oktober 2013).

http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi .

Ansari, Yamamah. 2009. Perilaku Konsumtif Penyebab Korupsi. Diunduh dari


http://dellimanusantara.com/index/php .
Aulia, Aylea. 2013. Peran Pendidikan Karakter Bangsa Sebagai Pencegahan
Korupsi
Sejak
Dini.
Diambil
dari
http://aylea-auliapeace.blogspot.com/2012/08/peran-pendidikan-karakter-bangsa.html
(diakses tanggal 2 Oktober 2013)
De Asis, Maria Gonzales. 2000. Coalition-Building to Fight Corruption, Paper
Prepared for the Anti-Corruption Summit, World Bank Institute.
Hamzah, Andi. 2002. Pemberantasan Korupsi Ditinjau dari Hukum Pidana.
Jakarta: Penerbit Pusat Hukum Pidana Universitas Trisakti.
Khoiri,

Mishad. 2013. Pendidikan Anti Korupsi. Diambil


http://kualitaindonesia.blogspot.com/2012/03/pendidikan-antikorupsi.html (diakses tanggal 2 Oktober 2013).

dari

Razib, Rizal. 2013. Peran Pemuda dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia;


Internalisasi Tiga Ajaran Ki Hajar Dewantara. Diambil
dari
http://rizalrazib.blogspot.com/2011/11/peran-pemuda-dalampemberantasan.html (diakses tanggal 2 Oktober 2013)
Rizani, Ahmad. 2013. Peran serta Pemuda sebagai Agen Pemberantasan
Korupsi.http://kompasiana.com/post/hukum/2011/01/29/peran-sertapemuda-sebagai-agen-pemberantasan-korupsi/ (diakses tanggal 2 Oktober
2013)
Sulistyantoro, HT. 2004. Etika Kristen dalam Menyikapi Korupsi. Kompas: Senin,
2 Agustus 2004.
Susanto, AA. 2002. Mengantisipasi Korupsi di Pemerintahan Daerah. Diambil
dari http://www.transparansi.or.id/artikel/artikelpk/artikel15.html.
Tunggal I.S. dan Tunggal A.W. 2000. Audit Kecurangan dan Akuntansi Forensik.
Jakarta: Harvarindo.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai