Salah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang sering dijumpai adalah kaki
diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi dan gangren dan artropati
Charcot. Sekitar 15% penderita diabetes melitus (DM) dalam perjalanan penyakitnya akan
mengalami komplikasi ulkus diabetik terutama ulkus di kaki. Sekitar 14-24% di antara
penderita kaki diabetik tersebut memerlukan tindakan amputasi. Berdasarkan studi deskriptif
dilaporkan bahwa 630% pasien yang pernah mengalami amputasi dikemudian hari akan
mengalami risiko re-amputasi dalam waktu 1-3 tahun kemudian setelah amputasi pertama.
Sebanyak 23% pasien memerlukan re-amputasi dalam waktu 48 bulan setelah amputasi yang
pertama.
Risiko amputasi terjadi bila ada faktor; neuropati perifer, deformitas tulang,
insufisiensi vaskular, riwayat ulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat. Neuropati
perifer mempunyai peranan yang sangat besar dalam terjadinya kaki diabetika akibat
hilangnya proteksi sensasi nyeri terutama di kaki. Lebih dari 80% kaki DM dilatarbelakangi
oleh neuropati. Perawatan ulkus baik konservatif maupun amputasi membutuhkan biaya yang
sangat mahal. Manajemen kaki diabetik terutama difokuskan untuk mencegah dan
menghindari amputasi ekstremitas bawah. Upaya tersebut dilakukan dengan cara: (1)
Melakukan identifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi amputasi, (2) Memberikan
pengobatan segera dan efektif pada keadaan di mana terjadi gangguan luka akut.
Kaki diabetik adalah perubahan patologis pada anggota gerak bawah. Berawal dari
neuropati, suatu keadaan ketika saraf sensori hilang rasa. Hilang rasa pada kaki menyebabkan
penderita kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan luar sehingga
rentan terkena luka.
Penyebab terjadinya ulkus kaki diabetik bersifat multifaktorial. Faktor penyebab
tersebut dapat dikatagorikan menjadi 3 kelompok, yaitu akibat perubahan patofisiologi,
deformitas anatomi dan faktor lingkungan. Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler
menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas
yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka.
Selain neuropati, kelainan saraf otonom dan perubahan daya membesar dan mengecil
pembuluh darah di daerah tungkai bawah juga memicu terjadinya kaki diabetik. Kelainan
syaraf otonom dapat mengubah pola keringat, yaitu kaki menjadi tidak dapat berkeringat.
Kaki yang tidak dapat berkeringat menyebabkan kulit kering (anhidrosis) dan timbul pecahpecah pada kulit kaki sehingga mudah terkena infeksi. Sedangkan perubahan daya membesar
dan mengecil pembuluh darah pada tungkai bawah menyebabkana kekakuan pada persendian
sehingga mengubah bentuk kaki. Perubahan ini memicu perubahan tekanan pada kaki yang
baru dan beresiko terjadinya luka.
dengan keputusan dalam terapi. Penilaian ulkus dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas,
durasi menderita DM, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi,
riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk
mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal
yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler perifer, trauma atau
deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan
ada/ tidaknya deformitas.
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan
lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang
dilatarbelakngi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna
kulit normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi
akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari.
Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema, kalus,
kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat membantu untuk
menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau sendi.
2.11
1. Periksalah kaki setiap hari terutama telapak kaki, jari kaki, dan sela jari kaki. Pemeriksaan
dilakukan di tempat yang terang dan untuk memudahkan pemantauan gunakan cermin.
Perhatikan apakah terdapat luka, kulit kemerahan, atau penebalan kulit. Bersihkan kaki
dengan sabun dan air hangat (jangan air panas), keringkan dengan handuk halus.
2. Perawatan kuku dilakukan setiap hari.
Bila kuku terlalu keras dan kotor, sebelum dipotong, rendam kaki dalam air sabun hangat
selama 5 menit agar kotoran mudah lepas dan kuku menjadi agak lunak. Jika penglihatan
penderita terganggu, sebaiknya minta tolong pada orang lain untuk memotongkan
kukunya. Arah pemotongan kuku harus sesuai dengan bentuk kuku. Jika ditemukan adanya
kelainan kuku atau luka dianjurkan berkonsultasi ke dokter.
3. Sepatu yang dipakai harus sesuai dengan bentuk dan besarnya kaki
Permukaan alas sepatu harus lunak, bagian tumit harus kokh, agar kaki stabil, bagian alas
sepatu yang bersentuhan dnegan kaki (insole) permukaannya harus sesuai dengan bentuk
permukaan telapak kaki yang normal, yaitu memiliki kelengkungan. Dengan permukaan
ini seluruh permukaan telapak kaki akan tertahan dengan baik dan benar. Alas sepatu ini
harus dilapisi dengan bahan yang halus dan empuk agar permukaan telapak kai tidak lecet.
4. Berikan pelembab di daerah kaki yang kering
5. Lakukan olahraga kaki diabetik yang baik dan benar
Tujuan olah raga bagi penderita DM adalah melancarkan aliran darah ke kaki sehingga
nutrisi terhadap jaringan lebih lancer, menguatkan otot betis dan telapak kai sehingga
sewaktu berjalan kaki menjadi lebih stabil, menambah kelenturan sendi sehingga kaki
terhindar dari sendi kaku, dan memelihara fungsi saraf.
2.12
nekrotik.
Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara
topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu
protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis
Cara :